Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa merupakan individu yang menuntut ilmu di perguruan tinggi

selama kurun waktu tertentu dan memiliki tugas untuk berusaha keras dalam

studinya. Persepsi masyarakat terhadap mahasiswa dan periode yang

dijalaninya menyebabkan mahasiswa memiliki berbagai tuntutan akademik

(Tesa Dwi, 2014). Salah satu hal yang menjadi tuntutan besar ketika menjadi

mahasiswa adalah tugas akhir berupa skripsi yang merupakan beban tanggung

jawab bagi seorang mahasiswa untuk bisa lulus dan mendapatkan gelar

Sarjananya.

Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan setiap orang untuk

memulihkan kondisi tubuh sehingga dapat mengembalikan stamina tubuh

dalam kondisi yang optimal (Nilifda dkk., 2015). Tidur dapat mempengaruhi

bagian- bagian tertentu dari otak, terutama lobus frontal. Lobus frontal

berfungsi mengontrol membuat keputusan, rencana untuk masa depan dan

menghambat perilaku yang tidak diinginkan secara sosial. Selain itu, tidur

memiliki fungsi yang sangat penting terutama dalam proses konsolidasi

memori, belajar, pengambilan keputusan, dan berpikir kritis. Hal-hal tersebut

sangat diperlukan untuk operasi yang optimal dari fungsi kognitif terkait

dengan keberhasilan dalam bidang akademik dan sosial (Nastity, 2015).

Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara

kualitas maupun kuantitas, insomnia adalah gejala yang dialami oleh orang
yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari tidur, dan

tidur singkat atau tidur nonrestoratif. Penderita insomnia mengalami ngantuk

yang berlebihan di siang hari dan kuantitas dan kualitas tidurnya tidak cukup.

Stres dalam kehidupan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari.

Masalahnya adalah bagaimana manusia hidup dengan stres tanpa harus

mengalami distres. Di samping itu stres dapat juga merupakan faktor

pencetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu gangguan atau penyakit. Stres

adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan yang

menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari-hari

(Tesa Dwi, 2014)

Banyaknya stresor dan tuntutan yang dihadapi menyebabkan mahasiswa

yang menyusun tugas akhir mengalami stres.Stres yang dialami oleh

mahasiswa memiliki tingkat yang berbeda-beda.Hal ini didukung olehhasil

penelitian yang dilakukan oleh Sipayung, (2016), mahasiswa yang sedang

mengerjakan tugas akhir sebagian besar (62%) mengalami stres tingkat tinggi.

Tingkat stres sedang pada mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir sebanyak

69,23 % menunjukan gejala seperti urat tegang, mudah tersinggung,

produktifitas menurun, sulit membuat keputusan, dan mendiamkan orang lain

(Rozaq, 2014). Stres yang dialami mahasiswa ketika sedang menyusun tugas

akhir berakibat buruk pada kesehatan fisik, emosional, kognitif dan

interpersonal pada diri mahasiswa karena mahasiswa tidak mampu mengatasi

kesulitan-kesulitan yang ditemuinya selama mengerjakan tugas akhir (Broto,

2016; Giyarto, 2018).


Stressor yang dihadapi mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir

tidak hanya menyebabkan mahasiswa resiko stres tetapi juga mengalami

gangguan pada tidurnya.Berdasarkan penelitian Gaultney (2010) terhadap

1.845 mahasiswa didapat hasil bahwa sebanyak 27% mahasiswa mengalami

gangguan tidur selama menyusun tugas akhir.Gangguan tidur berdampak

terhadap proses belajar, seperti penurunan konsentrasi, motivasi belajar,

kesehatan fisik, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berinteraksi dengan

individu atau lingkungan di kampus, dan penurunan kemampuan

menyelesaikan tugas (Gaultney, 2010).

Stres dan gangguan tidur yang terus berlangsung dapat mengganggu

mahasiswa yang menyusun tugas akhir untuk mencapai kesuksesan akademik

yaitu lulus dengan IPK tinggi. Hal ini didukung oleh Gaultney (2010) yang

menjelaskan bahwa 22% mahasiswa yang beresiko mengalami gangguan

tidur juga beresiko memiliki Grade Point Average (GPA) rendah (GPA < 2.0)

Selain itu, Gaultney (2010) juga menjelaskan bahwa prestasi akademik

mahasiswa yang mengalami gangguan tidur lebih rendah daripada mahasiswa

yang cukup tidur.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh National College Health

Assesment pada 2709 mahasiswa mengalami depresi dan kekhawatiran

berlebih di pertengahan tahun 80-an berkisar antara 10-15%. Melonjak drastis

di tahun 2010-an di angka 33-40% dengan berbagai gejala yang mengikutinya

seperti gangguan makan, perubahan pola tidur, menyakiti diri sendiri hingga

keputusan untuk bunuh diri. Di tahun 2014, sebanyak 33% mahasiswa yang

mengalami depresi selama pengerjaan tugas akhir. Akibat depresi ini, mereka
menjadi sulit fokus dalam mengerjakan tugas akhirnya. Pada tahun 2015 juga

disimpulkan hasil yang senada bahwa 20% mahasiswa mencari perawatan

dan konsultasi jiwa terkait tekanan yang mereka alami di dunia akademik.

Lemma, Gelaye, Berhane, Worku, dan Williams pada tahun 2012

melakukan penelitian yang berjudul “Sleep Quality and Its Psychological

Correlates Among University Students in Ethiopia”.Responden dalam

penelitian tersebut adalah semua mahasiswa kecuali mahasiswa tingkat

pertama dan berjumlah 2551 orang.Instrumen yang digunakan pada penelitian

tersebut yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk mengkaji kualitas

tidur dan Depression Anxiety Stress Scale (DASS) untuk mengkaji gejala

stres, kecemasan, dan depresi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lemma, Gelaye, Berhane, Worku,

dan Williams (2012) diperoleh hasil 0,8% (1.294) mahasiswa memiliki gejala

depresi, 58% (1.369) mahasiswa memiliki gejala kecemasan, dan 34,1%

(864) mahasiswa memiliki gejala stress, serta 55,8% (1.424) mahasiswa

memiliki kualitas tidur buruk. Jika dibandingkan dengan mahasiswa tingkat 4,

mahasiswa tingkat 2 memiliki kemungkinan 2,91 kali mengalami kualitas

tidur yang buruk, mahasiswa tingkat 3 memiliki kemungkinan 2,10 kali

mengalami kualitas tidur yang buruk, dan mahasiswa tingkat 3 memiliki

kemungkinan 2,25 kali mengalami kualitas tidur yang buruk. Menurut data

International of sleep disorder, prevalensi penyebab gangguan tidur adalah

gelisah (5 sampai 15%), ketergantungan alkohol (10%), terlambat tidur

(10%), perubahan jadwal (2 sampai 5%), penyakit (<1%) dan stres (65%)

(Handayani dalam Wahyuni, 2016).


Stres dan gangguan tidur yang dialami oleh mahasiswa yang menyusun

tugas akhir juga didapatkan oleh peneliti berdasarkan hasil studi akhir

pendahuluan.Wawancara dilakukan kepada 14 mahasiswa tingkat IV yang

sedang menyusun tugas akhir di Program S1 Keperawatan STIKes

Banyuwangi.Berdasarkan studi pendahuluan tersebut didapatkan informasi

bahwa 57% mahasiswa mengalami tanda-tanda stres berupa pikiran kacau,

mudah marah, sulit konsentrasi, dan tidak semangat. Sedangkan 36%

mahasiswa mengalami gangguan tidur seperti sulit tidur, jam tidur berkurang

atau bertambah, bangun terlalu pagi, serta mimpi buruk.

Stres yang dialami mahasiswa harus dapat diselesaikan dengan cepat

sehingga mahasiswa mampu menyeselaikan tugas akhir dengan tepat

waktu.Sebelum kita memberikan intervensi untuk mengurangi tingkat stres

pada mahasiswa maka, terlebih dahulu kita harus mengetahui tingkat stres

yang dialami oleh mahasiswa tersebut. Salah satu cara untuk mengurangi

stres adalah dengan memberikan terapi progressive muscle relaxaxtion

(PMR). Progressive muscle relaxaxtion (PMR) merupakann terapi relaksasi

otot yang mampu mengurangi ketengangan fisik.Terapi ini menurut

Lindquist, Snyeder, & Tracy, (2014), dapat digunakan untuk mengurangi

tingkat stres pada berbagai penyakit kronis.Jika mampu mengurangi tingkat

stres pada penyakit kronis maka, terapi ini juga diharapkan mampu

mengurangi tingkat stres pada mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas

akhir.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian guna menganalisa hubungan tingkat stress dengan kejadian


insomnia pada Mahasiswa Tingkat Akhir di Stikes Banyuwangi dalam

Menyusun Tugas Akhir.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan tingkat stress dengan kejadian insomnia pada

Mahasiswa Tingkat Akhir di Stikes Banyuwangi tahun 2020

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat stress dengan kejadian insomnia

pada Mahasiswa Tingkat Akhir di Stikes Banyuwangi tahun 2020?

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi tingkat stress pada Mahasiswa Tingkat Akhir di

Stikes Banyuwangi tahun 2020

2. Mengidentifikasi kejadian insomnia pada Mahasiswa Tingkat

Akhir di Stikes Banyuwangi tahun 2020

3. Menganalisis Hubungan tingkat stress dengan kejadian insomnia

pada Mahasiswa Tingkat Akhir di Stikes Banyuwangi tahun

2020

1.4 Manfaat Penelitiian

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat mengembangkan wawasan

secara keilmuan menegenai hubungan tingkat stress dengan kejadian

insomnia pada Mahasiswa Tingkat Akhir di Stikes Banyuwangi tahun

2020
1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi profesi keperawatan

Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi

keperawatan dalam mengembangkan asuhan keperawatan yang

akan di lakukan tentang hubungan tingkat stress dengan kejadian

insomnia pada mahasiswa tingkat akhir Stikes Banyuwangi tahun

2020

2. Bagi peneliti yang akan datang

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi

atau masukan dari peneliti, khususnya bagi ilmu keperawatan

tentang hubungan tingkat stress dengan kejadian insomnia pada

mahasiswa tingkat akhir Stikes Banyuwangi tahun 2020

3. Bagi responden

Hasil peneliti ini di harapkan dapat memberikan

tambahanwawasan dan tambahan ilmu mengenai hubungan tingkat

stress dengan kejadian insomnia pada mahasiswa tingkat akhir

Stikes Banyuwangi tahun 2020

4. Manfaat bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai

masukan bagi pengelola program studi Nurs STIKes Banyuwangi

untuk mengembangkan program keperawatan lansia.

Anda mungkin juga menyukai