Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN TERHADAP


KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

JEFRIANSYAH
210701552015
L

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mahasiswa merupakan seseorang yang menuntut ilmu di tingkat perguruan

tinggi yang sedang mempersiapkan diri untuk keahlian tertentu (Hartaji, 2012).

mahasiswa harus siap untuk menghadapi berbagai masalah, seperti harus

memahami materi perkuliahan dengan baik, menyelesaikan tugas tepat waktu

dan masih banyak lagi. Beberapa dari mahasiswa merasakan kecemasan saat

tugas yang diberikan belum selesai dan batas pengumpulan semakin dekat, hal

tersebut yang menyebabkan kecemasan pada mahasiswa. Seperti yang terjadi

pada mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Makassar yang sebagian

mahasiswa mengalami kecemasan yang diakibatkan oleh tugas yang

menumpuk, sehingga menganggu kualitas tidur.

Berdasarkan teori, mahasiswa yang merasa cemas maka konsentrasinya

akan berkurang sehingga saat malam hari akan sulit tidur dan juga

menyebabkan imunitas tubuh menurun (Alfi, 2018). Selain itu, kecemasan

yang berlebihan membuat mahasiswa mengalami masalah psikosomatik yaitu

gangguan tidur, murung, ketakutan dan ketegangan otot. Tubuh meningkatkan

sistem kerja saraf simpatik sehingga menyebabkan perubahan pada respons

tubuh (Dewi, 2020). Kurangnya kepedulian terhadap masalah kualitas tidur ini
banyak dijumpai pada anak sekolahan, pekerja yang mempunyai jam terbang

tinggi dan mahasiswa. Kelompok yang paling tinggi risikonya untuk terkena

gangguan tidur adalah mahasiswa. Ketika seseorang mendapat kualitas tidur

yang buruk maka akan mendapat dampak negatif, seperti lebih sulit

berkonsentrasi, kesulitan untuk mengerjakan tugas akademis, menjadi lebih

emosional, dan mudah emosi (Dewi, 2020).

Buysee, Reynolds, Monk dan Berman (1989) menyebutkan bahwa kualitas

tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang melibatkan berbagai

domain, antara lain subyektif kualitas tidur, penilaian terhadap lama waktu

tidur, gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari, efisiensi

tidur, penggunaan obat tidur. Secara psikologis, kekurangan tidur

menyebabkan emosi menjadi tidak stabil, kemampuan berpikir berkonsentrasi

berkurang dan gangguan kecemasan. Kemampuan otak untuk menghafal,

contohnya menghafal pelajaran mungkin masih optimal, tetapi orang yang

kurang tidur akan sulit untuk menggunakan informasi yang didapat dengan

kreatif. Selain kemampuan otak yang menurun, kurang tidur juga

menyebabkan seseorang menjadi kurang perhatian, lambat, linglung,

mengalami gangguan belajar dan bahkan turunnya prestasi akademik (Potter &

Perry, 2005).

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan tak sadar yang dapat

dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau dengan rangsangan

lainnya (Guyton & Hall, 2014). Kualitas tidur yang cukup sangat dibutuhkan

oleh mahasiswa. Berdasarkan survei National Sleep Foundation (NSF) di

Amerika,
orang yang memiliki kualitas tidur yang buruk karena kesulitan tidur menjadi

lebih sulit berkonsentrasi, kesulitan untuk mengerjakan tugas akademis,

menjadi lebih emosional, dan mudah marah. Hal ini berdampak kepada

menurunnya produktivitas dalam berbagai bidang (Rafknowledge, 2004).

Kebutuhan akan tidur merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Oleh

karena itu, tidur harus terpenuhi sesuai kebutuhan individu mengingat

kebutuhan tidur setiap individu berbeda. Stores (2009) mengatakan bahwa

seorang dewasa awal seharusnya memiliki total jam tidur per hari 7 sampai 8

jam untuk memperoleh fungsi kepuasan tidur. Akan tetapi, banyak kelompok

dewasa awal yang kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi secara maksimal. Hal ini

dikarenakan faktor gaya hidup, baik tuntutan pekerjaan atau kegiatan sosial.

Kelompok mahasiswa merupakan kelompok yang memiliki aktivitas yang

cukup padat. Saat pagi hari sebagian besar dari mahasiswa sudah harus bangun

awal untuk mempersiapkan kuliah. Remaja dapat mengalami kesulitan jatuh

tertidur sampai hari telah larut dan terbangun di pagi buta. Adanya beban tugas

juga menuntut mereka untuk terjaga hingga larut, bahkan pagi hari karena harus

segera menyelesaikan tugasnya.

Menurut Potter dan Perry (2006) kualitas tidur yang baik dapat

memberikanperasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh

gangguan tidur. Tidur yang berkualitas dapat memberi beberapa manfaat

penting bagi tubuh, yaitu membuat tubuh lebih sehat, membantu pertumbuhan

dan perkembangan tubuh yang sehat, menjaga berat


badan agar tidak obesitas, membuat kita aktif dan produktif sepanjang hari dan

menjaga agar selalu fokus saat melakukan pekerjaan atau perkuliahan.

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas belum diketahui, akan tetapi diyakini

bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional,

kesehatan, mengurangi stres pada paru, kardiovaskuler, serta endokrin. Secara

umum ada dua efek dari fisiologi tidur yaitu efek pada sistem saraf yang

diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara

berbagai susunan saraf, dan kedua yaitu pada struktur tubuh dengan

memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur

terjadi penurunan (Bruno, 2019).

Studi awal yang peneliti lakukan yaitu dengan menyebar kuesioner dan

terdapat 30 subjek mahasiswa psikologi di Universitas Negeri Makassar. Data

yang diperoleh rata-rata subjek mengalami kualitas tidur yang buruk akibat

gangguan kecemasan, subjek yang mengalami gangguan kualitas tidur

sebanyak 93,3% responden dan ada juga yang yang tidak mengalami kualitas

tidur yang buruk sebanyak 6,7% responden, faktor yang menyebabkan subjek

mengalami kualitas tidur yang buruk yaitu diakibatkan oleh kecemasan

sebanyak 36%. Sebanyak 30% yang terganggu kualitas tidurnya akibat

begadang mengerjakan tugas dan sebanyak 33% terganggu kualitas tidurnya

akibat bermain gadget.


Kualitas tidur dipengaruhi beberapa faktor yakni faktor lingkungan, status

kesehatan, gaya hidup, diet, dan stres akademik. Lingkungan tempat tinggal

mahasiswa berpengaruh terhadap tidur, semakin tinggi tingkat kebisingan

lingkungan semakin sulit mahasiswa untuk tidur dan mahasiswa tertarik untuk

berkumpul maupun melakukan permainan hingga larut malam (Foulkes,

McMillan, & Gregory, 2019). Status kesehatan akan memengaruhi kualitas

tidur, individu yang sedang sakit memerlukan lebih banyak waktu tidur dari

biasanya. Kualitas tidur yang kurang baik akan mengganggu siklus tidur-

bangun tubuh, hal ini dapat mengganggu sistem kerja otak dan akan

menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Mahasiswa rentan mengalami

kualitas tidur buruk akibat aktivitas yang padat dan tuntutan tugas kuliah serta

kehidupan sosial.

Kondisi psikologis yang mengalami stres akan mengakibatkan kegelisahan

yang sehingga akan mengganggu kualitas tidur. Kecemasan dan depresi yang

terjadi secara terus menerus dapat menganggu tidur. Cemas dapat

meningkatkan kadar norepinefrin melalui stimulasi sistem saraf simpatik

(Barbara Kozier & Sharon Harvey, 2004).

Dari data penelitian dilakukan lebih spesifik kepada 5 subjek yang merujuk

pada permasalahan mengenai kualitas tidur yang buruk akibat gangguan

kecemasan, setelah dilakukan wawancara lebih spesifik, rata-rata subjek

mengarah pada adanya kecemasan akibat selalu memikirkan tugas yang belum

selesai, sehingga menganggu kualitas tidur, yang memberikan berbagai reaksi

seperti berdebar dengan diiringi detak jantung, itulah yang menyebabkan rasa
cemas pada seseorang muncul dan mengakibatkan susah tidur. Mahasiswa

yang mengalami gangguan kecemasan diakibatkan oleh tugas yang diberikan

belum selesai dan batas pengumpulan semakin dekat. Dari beberapareaksi

subjek frekuensi tertinggi yaitu adanya kecemasan dari individu yang membuat

kualitas tidur menjadi buruk.

Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur buruk pada responden

dikarenakan adanya faktor dari individu sendiri, sehingga responden merasa

tertekan. Kualitas tidur yang buruk pada responden sebenarnya akan

mengakibatkan masalah tersendiri bagi fisik dan psikologis. Kualitas tidur

adalah kemampuan individu untuk dapat tidur dan memperoleh jumlah istirahat

sesuai dengan kebutuhan (Sulistyani, 2012).

Berdasarkan pendapat dari Gunarso (2008) mengemukakan bahwa

kecemasan atau anxietas adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya.

Pengaruh kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan, merupakan masalah

penting dalam perkembangan kepribadian. Selain itu menurut pendapat dari

Lubis (Mukholi, 2018) mengemukakan bahwa kecemasan adalah perasaan

yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan

terjadi. Taylor (2003) menyatakan bahwa kecemasan merupakan suatu

pengalaman subjektif mengenai keteganngan mental yang menggelisahkan

sebagai reaksi
umum akan ketidakmampuan dalam menghadapi masalah, konflik atau

ancaman.

Kecemasan dapat dilihat dari tiga aspek reaksi, diantaranya aspek

fisiologis, seperti peningkatan denyut nadi dan tekanan darah,debar jantung

dan nafas tidak beraturan,keringat dingin, nafsu makan hilang, kemudian aspek

intelektual, seperti tidak mampu berkonsentrasi, sulit berpikir jernih,tidak

mampu memecahkan masalah, dan penurunan perjatian. Selanjutnya yaitu

aspek emosional, seperti mudah merasa malu, mudah tersinggung, merasa tidak

tenang, khawatir dan tegang. Simtom-simtom somatis yang dapat

menunjukkan ciri-ciri kecemasan menurut Stern (Trismiati, 2004) adalah

muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras, seringkalibuang

air, nafas sesak disertai tremor pada otot. Kartono (Trismiati, 2004)

menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil,sangat

mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau gelisah.

Terdapat berbagai macam penelitian yang meneliti hubungan antara

gangguan kecemasan terhadap kualitas tidur. Penelitian-penelitian tersebut

tentunya sudah melewati proses yang berbeda-beda dengan hasil yang samaatau

beda. Penelitian yang dilakukan oleh Viona (Firmansyah, 2021) yang

memperoleh hasil penelitian bahwa terdapat hubungan bermaknaantara tingkat

gejala kecemasan dengan kualitas tidur pada mahasiswa. Berdasarkan hasil

penelitian ini maka dapat dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara tingkat kecemasan terhadap kualitas tidur pada mahasiswa. Hal ini

didukung oleh penelitian (Silvia 2020) pada mahasiswa kedokteran


Universitas Malahayati dengan rentang usia 18-20,sebanyak 75,8% memiliki

pola tidur yang buruk. Hal ini dikarenakanterjadinya perubahan-perubahan dari

pelajar menjadi mahasiswa yang dapat menjadi sumber kecemasan. Ketika

cemas konsentrasi mahasiswa biasanyaberkurang dan di malam hari akan sulit

tidur. Oleh karena itu, tubuh menjadi lelah dan kurang tidur (Permata &

Widiasavitri, 2019).

Terdapat juga penelitian lain yang dilakukan oleh (simatupang, Lestari,

Susanto & Sari 2022) Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapatnya

hubungan kecemasan dengan kualitas tidur dengan hasil kecemasan terbanyak

adalah kecemasan ringan sebanyak 19 orang (32,2%) dan kualitas tidur

terbanyakadalah kualitas tidur buruk sebanyak 53 orang (89,9%). Hasil ini

juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauziyah dan Aretha

(Novianti & Suadnyana, 2022) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran tentang

hubungan kecemasandengan kualitas tidur di masa pandemi COVID–19

yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat

kecemasan dengan kualitas tidur dengan nilai p=0,030. Hasil ini diperkuat

dengan teori Yang, Yu, Xu, Liu, & Mao (Novianti & Suadnyana, 2022)

menyatakan bahwa kecemasan dapat mempengaruhi kualitas tidur dan

kualitas tidur juga dapat menyebabkan meningkatnya kecemasan.

Penelitian-penelitian tersebut terkait dengan gangguan kecemasan terhadap

kualitas tidur yang dilakukan penelitian masih diperlukan untuk diteliti lebih

lanjut. Hasilnya pun berbeda-beda, ada yang menunjukkan hubungan yang

signifikan dan ada juga yang tidak signifikan. Penelitian sebelumnya ada yang

tidak memuat identitas jurnal seperti nomor halaman. Secara teoritis penelitian
ini diharapkan mampu menambah informasi maka dari itu saya akan

mengembangkan penelitian ini dengan sebaik mungkin agar mudah di pahami

serta bermanfaat bagi pembaca, yang mana penelitian ini mengenai “hubungan

antara kecemasan terhadap kualitas tidur”.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kecemasan terhadap kualitas tidur

yang buruk pada mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Makassar.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara

kecemasan terhadap kualitastidur yang buruk pada mahasiswa Psikologi

Universitas Negeri Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka dalam

pengembangan ilmu psikologi. Serta bermanfaat sebagai bahan

referensi untuk melakukan penelitian sejenis pada bidang atau tema

yang sama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

Menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang hubungan

antara kecemasan terhadap kualitas tidur yang buruk.

b. Untuk Praktik Psikologi

Dapat mengembangkan pengetahuan atau pemahaman mengenai

hubungan antara kecemasan terhadap kulitas tidur yang buruk


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kualitas Tidur

Jarvis (Susanto, 2018) mengemukakan bahwa kualitas tidur

merupakan kemampuan seseorang untuk mempertahankan tidur dan bangun

dengan jumlah rapid eye movement (REM) dan non-rapid eye movement

(NREM) merupakan siklus tidur yang terdiri empat tahap yang menunjukan

perlambatan denyut jantung dan laju pernafasan, gerakan mata yang lambat,

relaksasinya otot kecuali otot wajah dan leher.

Sulistiyani (Safaringga & Herpandika, 2018) mengemukakan bahwa

kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk dapat tetap tidur, tidak

hanya mencapai jumlah atau lamanya tidur. Kualitas tidur menunjukkan

adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat

yang sesuai dengan kebutuhannya. (Fenny & Supriatmo, 2016)

mengemukakan bahwa kualitas tidur adalah suatu kondisi yang dijalani oleh

seseorang sehingga mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun

dari tidurnya, sedangkan kuantitas tidur merupakan jumlah jam tidur normal

yang diperlukan seseorang sesuai dengan kebutuhan tidurnya.

Fenny dan Supriatmo (Maisa, Andrial, Murni & Sidaria 2021)

mengemukakan bahwa kualitas tidur adalah suatu kondisi yang dijalani oleh

seseorang sehingga mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun

dari tidurnya. Perumal, Narasimhan & Kramer (Maisa, Andrial, Murni &

Sidaria 2021) mengatakan bahwa Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif


tidur, seperti latensi tidur, efisiensi tidur, dan fragmentasi tidur, serta aspek

yang lebih subyektif, seperti kedalaman atau ketenangan tidur. Buysee,

Reynolds, Monk dan Berman (1989) menyebutkan bahwa kualitas tidur

merupakan fenomena yang sangat kompleks yang melibatkan berbagai

domain, antara lain subyektif kualitas tidur, penilaian terhadap lama waktu

tidur, gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari,

efisiensi tidur, penggunaan obat tidur. Dapat disimpulkan bahwa kualitas

tidur merupakan suatu kondisi yang dimana individu mendapat atau

memperoleh jumlah istirahat dengan cukup dan mendapat kebugaran saat

terbangun dari tidurnya.

B. Aspek-aspek Kualitas Tidur

Maas dan Purwanto (Nashori & Diana, 2021) mengemukakan aspek-

aspek kualitas tidur terdiri atas:

1. Bersuci, berdoa dan berdzikir sebelum tidur.

Menjelang tidur, aktivitas yang dipandang ikut berperan serta

mempengaruhi kualitas tidur adalah bersuci, berdoa dan berdzikir

sebelum tidur. Bersuci yang dimaksud dalam tulisan ini adalah

menyucikan jasad dan ruhani, dengan berwudhu. Aktivitas berwudhu

sebelum tidur adalah aktivitas yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

2. Tidur dalam keadaan miring ke kanan dan menghadap kiblat.

Aktivitas lain yang dipandang mempengaruhi kualitas tidur adalah

poisisi tidur dalam keadaan miring ke kanan dan menghadap kiblat.

Yang dimaksud menghadap kiblat adalah mengarahkan tubuh ke


baitullah (“rumah Allah ‘Azza wa jalla”), yaitu Ka’bah yang berada di

Kota Makkah. Itu artinya sebelum tidur seseorang secara sadar

menyerahkan dirinya kepada Allah. Keadaan ini membawa implikasi

bagi seseorang, yaitu dirinya terarah secara fisk dan spiritual kepada

Allah. Miring ke kanan adalah simbol yang baik.

3. Nyaman secara psikologis.

Keadaan lain yang dipandang mempengaruhi kualitas tidur adalah

kenyamanan secara psikologis. Boleh jadi seseorang dalam keadaan

menghadapi beragam masalah, namun yang terpenting adalah

bagaimana ia menanggapi masalah tersebut. Bila seseorang tetap

optimis dalam memandang berbagai macam masalah, yakin akan adanya

jalan keluar, maka ia dapat menjalani tidurnya dengan baik. Sebaliknya,

kalau seseorang dibebani oleh berbagai macam hal menjelang tidurnya,

misalnya dipenuhi ketakutan, maka tidurnya kemungkinan lebih mudah

terganggu.

4. Badan dalam keadaan rileks (tidak aktivitas tidur yang berat) menjelang

tidur.

Secara fisik, aktivitas yang dianjurkan adalah tidak melakukan aktivitas

fisik yang berat sesaat menjelang tidur. Maas (Nashori & Diana, 2021)

bahwa menjelang tidur seseorang sebaiknya tidak melakukan aktivitas

olahraga. Aktivitas olahraga yang terlalu dekat dengan waktu tidur akan

menghadirkan pengaruh berupa terganggunya tidur seseorang. Yang

dianjurkan adalah di sore hari, beberapa jam sebelum tidur, seseorang


berolahraga. Ototnya telah memperoleh kesempatan untuk relaksasi,

sehingga saat tidur seseorang dapat menjalaninya secara pulas.

5. Nyenyak selama tidur

Sebenarnya orang tidur melalui beberapa fase tidur, mulai dari fase tidak

nyenyak, nyenyak, hingga tidak nyenyak dalam tidur. Berkaitan dengan

kenyenyakan ini, para ahli menggambarkan tahap tidur menjadi enam

tahap. Maas (Nashori & Diana, 2021) mengemukakan bahwa seseorang

yang nyenyak tidur tidak mengalami gangguan internal maupun

eksternal yang menjadikan tidurnya tidak nyenyak. Termasuk gangguan

internal adalah mudah terbangun karena ingin kencing, suhu tubuh yang

panas, dan sebagainya. Termasuk gangguan eksternal adalah suara

gaduh (seperti ketukan pintu, suara mobil, adanya pukulan di tembok,

dan sebagainya).

6. Waktu tidur yang cukup (minimal enam jam dalam sehari).

Bila seseorang dapat tidur dalam waktu yang cukup, maka ia akan siap

melakukan aktivitas-aktivitas yang harus dikerjakannya saat ia tersadar.

Tentang waktu tidur yang cukup, Maas (Nashori & Diana, 2021)

mengemukakan bahwa setiap orang mempunyai rekening utang tidur.

Setiap orang perlu menyimpan cukup tidur dalam rekening tersebut agar

dapat menjaga kondisi homeostatis tidur tetap stabil, suatu hal yang akan

membuatnya awas sepanjang siang. Tidur yang terjadi dalam diri

seseorang adalah tabungan atau asset, setiap jam terjaga adalah

penarikan tabungan, atau utang.


7. Merasa segar ketika terbangun.

Saat terbangun dari tidur yang cukup semestinya seseorang merasakan

rasa segar atau bugar saat terbangun. Dengan kebugarannya itu, ia siap

melakukan berbagai aktivitas sepanjang hari secara efektif dan efisien

Maas (Nashori & Diana, 2021) mengemukakan bahwa tidak semua

orang yang tidur merasa bugar saat terbangun. Banyak orang yang

merasakan badannya tidak bugar, persendiannya ngilu-ngilu saat

terbangun, matanya ingin tertutup saja, dan sebagainya.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur yaitu jenis kelamin.,

Roenneberg (Naryati & Ramdhaniyah, 2021) pada penelitiannya mengenai

perbedaan antara ke dua jenis kelamin dalam jam tidur biologisnya

menunjukkan bahwa pria tidur lebih malam dan menyebabkan kualitas tidur

buruk lebih besar dari pada wanita pada usia dewasa muda. Disebabkan

karena pria sering mengkonsumsi kafein dan alkohol dimalam hari. Fakihan

(Naryati & Ramdhaniyah, 2021) mengemukakan faktor lainnya yaitu

kurangnya aktivitas fisik akan mempengaruhi kualitas tidur, contohnya

mahasiswa, dianjurkan untuk menjaga aktivitas fisik maupun kualitas tidur.

Selain mendatangkan efek positif bagi kesehatan tubuh, aktivitas dan tidur

yang terjaga akan mendukung seorang mahasiswa dalam menuntut ilmu.

Aktivitas fisik yang teratur dapat meningkatkan prestasi akademik, motivasi

dan mengurangi rasa bosan yang pada akhirnya dapat meningkatkan rentang

perhatian dan konsentrasi.


Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kualitas tidur yaitu stress

psikologis. Wahyuni (Naryati & Ramdhaniyah, 2021) mahasiswa yang

terlalu keras dalam berpikir akan menimbulkan stres, sehingga mahasiswa

akan sulit untuk mengontrol emosinya yang berdampak pada peningkatan

ketegangan dan kesulitan dalam memulai tidur. Alimul (Ardiani & Subrata,

2021) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas

tidur diantaranya suatu penyakit, kondisi lingkungan fisik, aktivitas fisik,

stress psikologi, obat-obatan dan zat kimia serta diet dan kalori. Faktor

lainnya yang secara tidak langsung memengaruhi kualitas tidur seseorang

yaitu mengonsumsi minuman yang mengandung kafein.

D. Teori Mengenai Kualitas Tidur

Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang

untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu

mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan. (Amir,

2019). kualitas tidur merupakan suatu keadaan di mana tidur yang dijalani

seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat terbangun

(Nashori, 2002).

Kualitas Tidur menurut Maas (Nashori & Diana, 2021)

mengemukakan bahwa suatu keadaan di mana kesadaran seseorang akan

sesuatu menjadi turun, namun aktivitas otak tetap memainkan peran yang

luar biasa dalam mengatur fungsi pencernaan, aktivitas jantung dan

pembuluh darah, serta fungsi kekebalan, dalam memberikan energi pada

tubuh. dalam pemrosesan kognitif, termasuk dalam penyimpanan, penataan,


dan pembacaan informasi yang disimpan dalam otak, serta perolehan

informasi saat terjaga. Menurut Sagala dan Budiatri (Tentero, Pangemanan

& Polii 2016) kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,

sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah

terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak

mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah,

sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.

E. Pengertian Kecemasan

Stuart (Dariah & Okatiranti, 2015) mengemukakan bahwa

kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini

tidak memiliki obyek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif

dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Agustinus (Hayat, 2017) mengemukakan bahwa kecemasan

merupakan pengalaman perasaan yang menyakitkan serta tidak

menyenangkan. Hal ini timbul dari reaksi ketegangan-ketegangan dalam

atau intern dari tubuh, ketegangan ini akibat suatu dorongan dari dalam atau

dari luar dan dikuasai oleh susunan urat saraf yang otonom. Misalnya,

apabila seseorang menghadapi keadaan yang berbahaya dan menakutkan,

maka jantungnya akan bergerak lebih cepat, nafasnya menjadi sesak,

mulutnya menjadi kering dan telapak tangannya berkeringat, reaksi

semacam inilah yang kemudian menimbulkan reaksi kecemasan.


(Hastuti, Sukandar & Nurhayati 2016) mengemukakan bahwa

kecemasan merupakan hal yang dialami oleh semua orang ketika mereka

merasakan hal yang mengancam mereka, kesemasan sudah dianggap

sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Kecemasan dasar berasal dari

suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tak berteman dan tak

berdaya dalam dunia penuh ancaman. Sedangkan (Harianto, Wilson & Putri

2020) mengemukakan bahwa kecemasan adalah suatu kondisi emosional

yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif

seperti ketegangan, ketakutan dan kekhawatiran yang disertai gejala

somatik pertanda aktivitas sistem saraf otonom yang hiperaktif seperti sakit

kepala, berkeringat, palpitasi, sesak di dada, dan gangguan lambung ringan.

Dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu kondisi atau perasaan

subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi

umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya

rasa aman.

F. Aspek-aspek Kecemasan

Gail dan Stuart (Annisa & Ifdil, 2016) mengelompokkan kecemasan

dalam respon perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya:

1. Perilaku

Diantaranya, gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara

cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri

dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah,

menghindar, hiperventilasi, dan sangat waspada.


2. Kognitif

Diantaranya perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah

dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang

persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun,

bingung, sangat waspada, keasadaran diri, kehilangan objektivitas, takut

kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau

kematian, kilas balik, dan mimpi buruk.

3. Afektif

Diantaranya mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup,

ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa,

rasa bersalah, dan malu.

Daradjat (Faried & Nashori, 2013) mengemukakan aspek-aspek

kecemasan terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:

1. fisiologis

bentuk reaksi fisiologis berupa detak jantung meningkat, pencernaan

tidak teratur, keringat berlebihan, ujung-ujung jari terasa dingin,

sering buang air kecil, tidur tidak nyenyak, kepala pusing, nafsu

makan hilang dan sesak nafas.

2. psikologis

yang terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:

a. Aspek kognitif, termasuk dalam aspek ini adalah tidak mampu

memusatkan perhatian.

b. Aspek afektif, termasuk dalam aspek ini antara lain : takut,


merasa dirinya akan ditimpa bahaya.

Aspek-aspek lain menurut Rosenhan dan Seligman (Faried &

Nashori, 2013) meliputi:

1. somatic, yaitu reaksi tubuh terhadap bahaya.

2. kognitif, yaitu respon terhadap kecemasan dalam pikiran

manusia.

3. emosi, yaitu perasaan manusia yang mengakibatkan individu

secara teru-menerus khawatir, merasa takut terhadap bahaya yang

mengancam.

4. perilaku, yaitu reaksi dalam bentuk perilaku manusia terhadap

ancaman dengan menghindar atau menyerang.

G. Teori Mengenai Kecemasan

Prasetyo & Febriana (Hanny, 2011) mengemukakan bahwa

kecemasan merupakan respon pengalaman yang dirasakan tidak

menyenangkan dan diikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Oleh

karena itu, dapat dinyatakan bahwa kecemasan merupakan aspek subjektif

emosi seseorang (melibatkan faktor perasaan). Conger (Hanny, 2011)

mengemukakan bahwa kecemasan digambarkan sebagai keprihatinan,

ketakutan, dan tekanan yang disertai dengan gejala gemetar, berkeringat,

sakit kepala, atau gangguan pencernaan. Apabila kondisi tersebut berlarut-

larut, maka mahasiswa tidak mampu mencapai prestasi akademis yang telah

ditargetkan. Kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak

begitu kuat. Kecemasan yang ringan dapat merupakan motivasi.


(Hastuti, Sukandar & Nurhayati 2016) menyatakan bahwa

kecemasan merupakan hal yang dialami oleh semua orang ketika mereka

merasakan hal yang mengancam mereka, kesemasan sudah dianggap

sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. (Mukholi, 2018) mengeukakan

bahwa kecemasan adalah masalah setiap manusia, bisa muncul setiap saat

pada orang dewasa remaja ataupun anak anak di sekolah. Ada bermacam

macam jenis kecemasan, ada kecemasan telah melakukan kesalahan atau

dosa, kecemasan akibat melihat dan mengetahui bahaya yang mengancam

dirinya dan kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas. Sudrajat (Mukholi,

2018) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan salah satu bentuk

emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu,

biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas .

H. Kaitan Antara Kecemasam dengan Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan suatu kondisi individu mendapat atau

memperoleh jumlah istirahat dengan cukup dan mendapat kebugaran saat

terbangun dari tidurnya. Namun terdapat faktor yang dapat menganggu

kualitas tidur seseorang yaitu kecemasan. (Ratnaningtyas & Fitriani, 2020)

mengemukakan bahwa gangguan kualitas tidur yang dialami mahasiswa

diakibatkan oleh kecemasannya. Semakin tinggi tingkat kecemasan maka

kualitas tidur yang dimiliki mahasiswa semakin buruk.

Hasil penelitian Albar (Ratnaningtyas & Fitriani, 2020) juga

menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan

dengan kualitas tidur mahasiswa selama menyusun skripsi di STIKes


Aisyiyah. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa mahasiswa yang

mengalami kecemasan berat memiliki kualitas tidur buruk yaitu sebesar 49

dari 59 mahasiswa (83,1%). Mahasiswa yang semakin tidak cemas dalam

menyusun tugas akhir maka semakin baik kualitas tidur mahasiswa tersebut,

tetapi jika semakin berat tingkat kecemasan mahasiswa maka semakin

buruk kualitas tidur pada mahasiswa tersebut. Mahasiswa akan terlalu keras

dalam berpikir apabila mengalami kecemasan yang berlebih, sehingga

mahasiswa akan sulit untuk mengontrol emosinya yang pada akhirnya

berdampak pada kesulitan dalam memulai tidur. Kesulitan ini yang akan

mengganggu mahasiswa untuk memperoleh kualitas tidur yang diinginkan.

Kecemasan merangsang tubuh untuk sulit rileks sehingga dapat

menyebabkan penurunan durasi tidur sehingga terjadinya gangguan kualitas

tidur (Harianto, Wilson & Putri 2020). Dapat disimpulkan bahwa

kecemasan memiliki kaitan dengan kualitas tidur. Semakin tinggi tingkat

kecemasan maka kualitas tidur yang dimiliki semakin buruk.

I. Kerangka Teori

Pada penelitian ini, kecemasan memiliki hubungan terhadap kualitas

tidur pada mahasiswa, dibawah ini terdapat aspek kecemasan yakni aspek

perilaku, seperti gelisah dan tremor, sedangkan aspek psikologis, seperti

takut dan merasa dalam. Kemudian kualitas tidur memiliki aspek seperti

nyaman secara psikologis, badan rileks, nyenyak selama tidur, waktu tidur

yang cukup dan merasa segar ketika terbangun. Jadi semakin tinggi tingkat

kecemasan pada mahasiswa maka semakin buruk kualitas tidur pada


mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kecemasan pada

mahasiswa, maka semakin baik kualitas tidur pada mahasiswa.

Mahasiswa

mengkonsumsi kafein dan


Rendah alkohol dimalam hari Tinggi
Kecemasan

mengkonsum Perilaku :
mengkonsum
si kafein dan  Gelisah si kafein dan
alkohol  tremor alkohol
dimalam hari dimalam hari
Psikologis :
 takut
 merasa dalam bahaya

Kualitas Tidur

 Nyaman secara
psikologis
 Badan rileks
 Nyenyak selama
tidur
 Waktu tidur yang
cukup
 Merasa segar
Baik ketika terbangun Buruk

mengkons mengkonsu
umsi
J. Hipotesis msi kafein
kafein dan dan alkohol
alkohol Ada hubungan Antara kecemasan terhadap kualitasdimalam tidur pada
dimalam hari
hari
mahasiswa fakultas psikologi universitas negeri makassar. Semakin tinggi
tingkat kecemasan maka kualitas tidur yang dimiliki semakin buruk.

Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat kecemasan maka kualitas

tidur yang dimiliki semakin baik.


DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, M. S4 (2018). Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Prestasi Belajar


Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
Samarinda. Jurnal Kesehatan Pasak Bumi Kalimantan, 1(1), 51–71.

Amir, N. (2019). Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksaan. Cermin
Dunia Kedokteran, 157, 196–206.

Anggraini, A. R., & Oliver, J. (2019). Hubungan Antara Expressive Writing Terhadap
Kecemasan Pada Mahasiswa Fresh Graduate Yang Sedang Mencari Kerja. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://eprints.ums.ac.id/77127/1/NASPUB.pdf

Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia
(Lansia). Konselor, 5(2), 93. https://doi.org/10.24036/02016526480-0-00

Ariani, M., Elita, V., & Zulfitri, R. (2015). Hubungan Intensitas Penggunaan Jejaring
Sosial Terhadap Kualitas Tidur Remaja di SMAN 3 Siak. Journal of Nurshing Care,
1–11.

Buysse, D. J., Reynolds, C. F., Monk, T. H., Berman, S. R., & Kupfer, D. J. (1989). PSQI
article.pdf. In Psychiatry Research (Vol. 28, pp. 193–213).

Craske, M. G., Rauch, S. L., Ursano, R., Prenoveau, J., Pine, D. S., & Zinbarg, R. E.
(2009). What is an anxiety disorder? Depression and Anxiety, 26(12), 1066–1085.
https://doi.org/10.1002/da.20633

Dariah, E., & Okatiranti. S3 (2015). Hubungan Kecemasan Dengan Kualitas Tidur
Lansia Di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Jurnal
Ilmu Keperawatan, III(2), 87–104.
https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk/article/viewFile/156/149

DEWI SETIA NINGSIH, R. I. P. S5 (2020). FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI KUALITAS TIDUR PADA REMAJA DI SMKN 7
PEKANBARU (Factors That Influence Quality Of Seep For Adult In SMKN 7
Pekanbaru) DEWI. Ensiklopedia of Journal, 44(8), 262–267.

Djamalilleil, S. F., Rosmaini, R., & Dewi, N. P. S3 (2020). Hubungan Kualitas Tidur
Terhadap Konsentrasi Belajar Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Baiturahmah Padang Angkatan 2018. Health and Medical Journal, 3(1), 43–50.
https://doi.org/10.33854/heme.v3i1.339

Faried, L., & Nashori, F. (2013). Hubungan Antara Kontrol Diri Dan Kecemasan
Menghadapi Masa Pembebasan Pada Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan
Wirogunan Yogyakarta. Khazanah, 5(2), 63–74.
https://doi.org/10.20885/khazanah.vol5.iss2.art6

Fauziah, N. F. S5 (2021). Hubungan Kecemasan , Depresi Dan Stres Dengan Kualitas


Tidur Mahasiswa Fakultas. Herb-Medicine Journal, 4(April), 42–50.

Fenny, F., & Supriatmo, S. S2 (2016). Hubungan Kualitas dan Kuantitas Tidur dengan
Prestasi Belajar pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran. Jurnal Pendidikan
Kedokteran Indonesia: The Indonesian Journal of Medical Education, 5(3), 140.
https://doi.org/10.22146/jpki.25373

Firmansyah, Q. D., Qorahman, W., Wayan, N., & Ningtyas, R. (2021). Hubungan
Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Mahasiswa Dalam Penyelesaian Tugas Akhir Di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Cendekia Medika. Jurnal Borneo Cendekia,
5(2), 148–157.
http://journal.stikesborneocendekiamedika.ac.id/index.php/jbc/article/view/253

Frydman, J. L., Li, W., Gelfman, L. P., & Liu, B. (2022). Telemedicine Uptake Among
Older Adults During the COVID-19 Pandemic. Annals of Internal Medicine, 175(1),
145–148. https://doi.org/10.7326/M21-2972

Hafifatul Auliya Rahmy, M. (2021). Depresi dan Kecemasan Remaja Ditinjau dari
Perspektif Kesehatan dan Islam. Journal of Demography, Etnography, and Social
Transformation, 1(1), 35–44.

Hanny, I. (2011). Pengaruh Self-Efficacy dan Kecemasan Akademis Terhadap Self-


Regulated Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta.
Skripsi, 05 (01)(11), 1–15.
http://dx.doi.org/10.1016/j.tsc.2016.03.001%5Cnhttp://dx.doi.org/10.1016/j.ijproma
n.2016.07.010%5Cnhttps://www.scopus.com/inward/record.uri?eid=2-s2.0-
84979536751&partnerID=40&md5=8ee649dd9533e1ead4ca213ebaea52bf%5Cnhtt
p://dx.doi.org/10.1016/j.ssmph.2016.

Harianto, M. H., Wilson, W., & Putri, E. A. (2020). Hubungan antara Tingkat
Kecemasan dengan Kualitas Tidur pada Ibu Hamil Primigravida Trimester III di
Rumah Sakit Bersalin Jeumpa Kota Pontianak. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan
Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 7(3), 31–34.

Hastuti, R. Y., Sukandar, A., & Nurhayati, T. (2016). Hubungan tingkat kecemasan
dengan kualitas tidur pada mahasiswa yang menyusun skripsi di STIKES
Muhammadiyah Klaten. Jurnal Motorik, 11(22), 9–21.

Hayat, A. S2 (2017). Kecemasan dan Metode Pengendaliannya. Khazanah: Jurnal Studi


Islam Dan Humaniora, 12(1), 52–63. https://doi.org/10.18592/khazanah.v12i1.301

K. Pavlova, M., & Latreille, V. (2019). Sleep Disorders. American Journal of Medicine,
132(3), 292–299. https://doi.org/10.1016/j.amjmed.2018.09.021

Lima, R. A., de Barros, M. V. G., dos Santos, M. A. M., Machado, L., Bezerra, J., &
Soares, F. C. (2020). The synergic relationship between social anxiety, depressive
symptoms, poor sleep quality and body fatness in adolescents. Journal of Affective
Disorders, 260(March 2019), 200–205. https://doi.org/10.1016/j.jad.2019.08.074

Maisa, E. A., Andrial, A., Murni, D., & Sidaria, S. S4 (2021). Hubungan Stres Akademik
dengan Kualitas Tidur Mahasiswa Keperawatan Tingkat Akhir Program Alih Jenjang.
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 21(1), 438.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v21i1.1345

Mukholi. (2018). KECEMASAN DALAM PROSES BELAJAR Mukholil *).


Kecemasan Dalam Proses Belajar, 8.

Murwani, A., & Utari, H. S. S4 (2021). Hubungan Kecemasan Dengan Kualitas Tidur
Pada Mahasiswa Yang Menyusun Skripsi Di Stikes Surya Global Yogyakarta. Jurnal
Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati, 6(2), 129.
https://doi.org/10.35842/formil.v6i2.353

Naryati, N., & Ramdhaniyah, R. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas


Tidur Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Di Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta Tahun 2021. Jurnal Mitra Kesehatan, 4(1), 5–
13. https://doi.org/10.47522/jmk.v4i1.97

Nashori, F., & Diana, R. R. (2021). PERBEDAAN KUALITAS TIDUR DAN


KUALITAS MIMPI ANTARA MAHASISWA ANTARA MAHASISWA LAKI-
LAKI DAN MAHASISWA PEREMPUAN Fuad Nashori , R . Rachmy Diana
Universitas Islam Indonesia , Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Abstrak.
Humanitas Indonesia Psychological Journal, 2(2), 77–88.

Nashori, F., Indonesia, U. I., & Wulandari, E. D. (2021). Psikologi tidur. March 2017.

Nilifda, H., Nadjmir, N., & Hardisman, H. S3 (2016). Hubungan Kualitas Tidur dengan
Prestasi Akademik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2010 FK
Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(1), 243–249.
https://doi.org/10.25077/jka.v5i1.477

Novianti, I. G. A. S. W., & Suadnyana, I. A. A. S2 (2022). Hubungan Kecemasan


Terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa Baru Prodi Fisioterapi Universitas Bali
Internasional. PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(1), 495–501.
https://doi.org/10.31004/prepotif.v6i1.3226

Ohayon, M., Wickwire, E. M., Hirshkowitz, M., Albert, S. M., Avidan, A., Daly, F. J.,
Dauvilliers, Y., Ferri, R., Fung, C., Gozal, D., Hazen, N., Krystal, A., Lichstein, K.,
Mallampalli, M., Plazzi, G., Rawding, R., Scheer, F. A., Somers, V., & Vitiello, M.
V. (2017). National Sleep Foundation’s sleep quality recommendations: first report.
Sleep Health, 3(1), 6–19. https://doi.org/10.1016/j.sleh.2016.11.006

Ratnaningtyas, T. O., & Fitriani, D. S5 (2019). Hubungan Stres Dengan Kualitas Tidur
Pada Mahasiswa Tingkat Akhir. Edu Masda Journal, 3(2), 181.
https://doi.org/10.52118/edumasda.v3i2.40

Ratnaningtyas, T. O., & Fitriani, D. S5 (2020). Hubungan kecemasan dengan kualitas


tidur pada mahasiswa tingkat akhir. Edu Masda Journal, 4(1), 21–31.
http://openjournal.masda.ac.id/index.php/edumasda/article/view/49/49

Silvia, E., Febriyanti, A., Nando, R., & Riza, A. (2020). Hubungan antara kualitas tidur
dengan. 4, 33–38.

Simatupang, N. R. Y., Lestari, I. C., Susanti, M., Sari, S., Fakultas, M., Universitas, K.,
& Sumatera, I. (2022). Hubungan Kecemasaniiidenganiiikualitasiitidur Mahasiswa
Fk Uisu Padaiimasa Pandemiiiicovid-19. Jurnal Kedokteran STM, V(Ii), 72–79.

Sulistiyani, C. (2012). Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur Pada
Mahasiswa. Kesehatan Masyarakat, 1(2), 280–292.
https://media.neliti.com/media/publications/18762-ID-beberapa-faktor-yang-
berhubungan-dengan-kualitas-tidur-pada-mahasiswa-fakultas-k.pdf

Susanto, D. S2 (2018). Penggunaan smartphone dan locus of control: Keterkaitannya


dengan prestasi belajar, kualitas tidur dan subjective well-being. Jurnal Psikologi
Sosial, 16(2), 125–135. https://doi.org/10.7454/jps.2018.12

Tentero, I. N., Pangemanan, D. H. C., & Polii, H. S4 (2016). Hubungan diabetes melitus
dengan kualitas tidur. Jurnal E-Biomedik, 4(2).
https://doi.org/10.35790/ebm.4.2.2016.14626

Vanya, N., Hendratno, M., Kedokteran, F., Kedokteran, U., & Wacana, D. (2021).
Pengaruh kecemasan terhadap kualitas tidur mahasiswa selama menyusun skripsi di
fakultas kedokteran universitas kristen duta wacana.

Anda mungkin juga menyukai