PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
LUTFIYAH SUPAAT
NIM. 182386201013
PENDAHULUAN
Kajian Pustaka
A. Landasan Teori
1. Pengertian Konseling Kognitif Behavior
Konseling kognitif Behavior merupakan konseling yang berfokus pada pribadi konseli,
yang bertujuan untuk merubah dan memodifikasi pemikiran serta perilaku yang irrasional
menjadi rasional. Konseling tersebut merupakan bentuk konseling yang efektif dan efisien untuk
menanganni berbagai macam permasalahan psikologis dan reaksi fisiologis konseli yang
maladaptif ke adaptif . Menurut Aaron Beck, konseling kognitif perilaku adalah pendekatan
konseling berbasis psikoterapi yang bertujuan untuk mengubah kognitif atau persepsi konsli
terhadap dirinya dalam rangka melakukan perubahan emosi, perilaku, dan reaksi fisiologis
konseli. Konseling ini menekankan pada proses berpikir tentang bagaimana individu merasakan
dan melakukan (Joyce-Beaulieu & Sulkowski : 2015).
Konseling kognitif behavior merupakan hasil dari perkembangan teori cognitive dan
behavior. Teori behavior merupakan paradigma psikologi yang meneliti mengenai segala sesuatu
yang bisa dilihat atau perilaku yang nampak dan berkembang di tahun 1920, sedangkan teori
cognitive lebih berfokus pada pola pikir, asumsi, dan kepercayaan. Teori cognitive memberikan
fasilitas bagi individu untuk belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam berpikir atau dari
pikiran yang irasional menjadi rasional, teori cognitive mulai diakui dan berkembang pada tahun
1970. Konseling kognitif behavior merupakan sebuah adaptasi dari pendekatan terapi kognitif
behavior, karakteristik dari pendekatan ini adalah behavioristic, pragmatic, scientific, learning
theoretical, cognitive, action oriented, experimental, goal oriented and contractual (James &
Gilliland, 2003). Pendekatan terapi kognitif perilaku telah terbukti efektif untuk menangani
permasalahan-permasalahan psikologis, mulai dari depresi sampai gangguan kecemasan dan
kepribadian, dibuktikan dengan adanya 350 hasil studi yang meneliti gangguan-gangguan
psikologis individu.
Pendekatan konseling cognitive behavior didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan
perilaku negatif, konseling cognitive ini diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa dan
bertindak, menekankan pada otak sebagai sumber penganalisa, pengambil keputusan, dan
memutuskan kembali. Sedangkan behavioral yaitu memodifikasi perilaku menuju arah yang
lebih baik.
Teori cognitive behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalu proses rangkaian stimulus-kognisi-respon (SKR) yang saling berkaitan dan
membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, dimana proses cognitive akan menjadi
faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berfikir, merasa, dan bertindak.
Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk menyerap
pemikiran yang rasional dan irrasional, dimana pemikiran irrasional dapat menimbulkan
gangguan emosi dan tingkah laku, maka konseling cognitive behavior diarahkan kepada
modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam
menganalisa, memusatkan, bertanya, berbuat, dan memutuskan kembali. Dengan merubah status
pikiran dan perasaannya, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya dari yang negatif
menjadi positif. Kondisi reaksi emosional di pengaruhi oleh bagaimana seseorang menilai situasi
dan bagaimana cara menginterpretasikan suatu kejadian yang nantinya akan sangat
mempengaruhi tindakan yang dilakukan.
3. Prinsip Dasar Konseling Kognitif Behavior
Menurut Butler, Fennell dan Hackman (2010), konseling cognittive behavior memiliki 6
prinsip dasar yaitu :
1. Prinsip Kognitif
Prinsip kognitif merupakan interpretasi individu terhadap suatu peristiwa atau situasi, jika
ada sua individu yang memberikan situasi berbeda terhadap suatu peristiwa karena mereka
memandang sebuah peristiwa dengan cara berbeda, namun jika individu bereaksi tidak biasa,
ini dikarenakan individu memiliki automatic thoughts (pikiran-pikiran otomatis) atau
keyakinan mengenai peristiwa tersebut. Konselor cognitive behavior membantu individu
memahami bagaimana ia bisa membentuk sebuah distori kognititf dengan memfokuskan pada
bukti-bukti tertentu.
Jadi pendekatan kognititf dapat membantu individu yang mengalami masalah dengan
mengubah kognisinya mengenai apa yang ia rasakan (change their cognition change the way
they feel).
2. Prinsip Perilaku
Menurut konseling cognitive behavior, perilaku merupakan aspek yang di pengaruhi oleh
kognisi dan emosi, misalnya individu mempunyai pemikiran negatif, mendukung dan
mengkonfirmasi perilaku tersebut. Konseling cognitive behavior membantu individu untuk
mempelajari perilaku dan cara baru untuk menghadapi situasi-situasi, termasuk belajar
ketrampilan-ketrampilan khusus seperti ketrampilan sosial.
3. Prinsip Kontinum
Konseling cognitive behavior mendefinisikan bahwa permasalahan mental muncul dari
proses mental normal yang berlebihan dibanding sebagai kondisi patologis. Jadi disimpulkan
bahwa masalah psikologis berada pada ujung kontinum dan bukan dalam dimensi yang
berbeda. Keyakinan ini berhubungan dengan ide bahwa masalah-masalah psikologis terjadi
pada siapa saja.
4. Prinsip Here and Now
Konseling cognitive behavior berfokus pada gejala yang muncul pada masa kini dan tidak
banyak menekankan pada masa lampau. Hal tersebut sesuai dengan prinsip konseling
behavior yaitu memperhatikan permasalahan di masa kini dan menekankan proses yang
terjadi dalam menangani masalah yang terjadi.
5. Prinsip Interaksi Antar Sistem
Permasalahan dalam konseling cognitive behavior muncul dari inteaksi antara beberapa
sistem sekaligus dalam diri dan juga lingkungan, dalam konseling cognitive behavior ada
empat sistem yaitu kognisi, emosi, perilaku, dan reaksi fisiologis. Sistem-sistem tersebut
saling berinteraksi dalam sebuah proses kompleks dan juga berinteraksi dengan lingkungan,
lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, sosial, budaya, keluarga, dan ekonomi.
6. Prinsip Empiris
Mengevaluasi teori dan teknik konseling yang digunakan secara empiris, hal inilah yang
membuat konseling cognitive behavior sebagai pendekatan konseling yang scientific, etis, dan
juga ekonomis dengan berbagai bukti yang memadai. Jadi disimpulkan bahwa konseling
cognitive behavior menekankan pada hubungan antara pikiran dan perilaku serta pentingnya
sistem kerja kognitif fan peristiwa pribadi sebagai mediator perubahan. Konseling cognitive
behavior berasumsi bahwa proses kognisi merupakan mediasi untuk perilaku, pengalaman
dan perubahan perilaku yang diharapkan dapat dicapai dari perubahan kognisi.
Beck (2011), menciptakan suatu hubungan konseling yang efektif sehingga dapat
merencanakan evaluasi yang bermakna tentang pikiran negatif konseli dan menentangnya
sehingga konselor dapat secara langsung memberikan sugesti pikiran alternatif. Fungsi konselor
ialah sebagai katalisator, pendidik, dan pembimbing yang membeantu konseli memahami
bagaimana keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan tindakan mereka. Konselor
diharapkan dapat mengidentifikasi penyimpangan dalam pikiran konseli, meyimpulkan hal-hal
yang penting dalam setiap sesi dan kolaboratif dalam setiap teknik. Perubahan pola pikir dan
perilaku konseli terjadi jika konseli memiliki inisiatif, memahami, meyadari, dan berusaha dalam
setiap sesi konseling.
b. Teknik Reframing
Reframing mengubah sudut pandang konseptual atau emosional terhadap suatu
situasi danmengubah maknanya dengan meletakkannya dalam suatu kerangka kerja
kontekstual lain yang juga cocok dengan fakta-fakta yang sama dari situasi aslinya.
Tujuan dari teknik reframing adalah untuk membantu konseli melihat situasinya dari
sudut pandang lain, yang membuatnya tampak tidak terlalu problematic dan lebih
normal dan lebih terbuka terhadap solusi lain. (Corey, 2015)
b. Problem Solving
Problem Solving membuat individu dapat lebih kreatif dalam menganalisa
permasalahannya dan menemukan beberapa solusi yang dapat diterapkan.
Problem Solving merupakan salah satu ketrampilan yang sangat dibutuhkan
individu untuk lebih mampu mengatasi konflik interpersonal.
Ketrampilan memecahkan masalah akan menentukan keberhasilan konseli dalam
kehidupan sehari-hari, jika individu memiliki ketrampilan memecahkan masalahn
dengan baik, individu akan lebih sensitif terhadap masalah interpersonal,
identifikasi pikiran negatif, sebab akibat, dan kesiapan dalam memprediksi
perilakunya pada masa depan. Menurut Frew dan Spiegler (2013), mengemukaan
langkah-langkah yang diperlukan dalam problem solving sebagai berikut :
(i) Pemahaman permasalahan individu
(ii) Mengidentifikasi masalah
(iii) Menyusun tujuan
(iv)Memilih berbagai situasi yang baik
(v) Menentukan solusi terbaik
(vi)Mengimplementasikan solusi yang dianggap paling baik
Pengertian Kecemasan
Kecemasan merupakan kondisi psiokologis seseorang yang penuh dengan rasa takut dan
khawatir, perasaan tersebut akan muncul terhadap sesuatu hal yang belum pasti akan terjadi.
Menurut (Muyasaroh et al.2020), kecemasan berasal dari bahasa latin (anxius) dan dari bahasa
jerman (anxt) yang artinya suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan
rangsangan fisiologis. Kecemasan merupakan keadaan emosi yang muncul saat individu sedang
stress dan di tandai oleh perasaan tegang, pikiran yang membuat individu merasa khawatir dan
disertai respon fisik seperti detak jantun yang lebih cepat, naiknya tekanan darah, dan lain
sebagainya (American Psychological Association, 2020).
Menurut Stuart dan Sundeen (2016) kecemasan adalah keadaan emosi tanpa objek
tertentu dan dipicu oleh hal yang tidak diketahui. Kecemasan merupakan respon terhadap situasi
tertentu yang mengancam dan merupakan hal yang normal terjadi yang disertai perkembangan,
perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri (Kaplan, Saddock, dan
Grebb 2010). Kecemasan merupakan perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu permasalahan atau
tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu akan menimbulkan rasa yang tidak
menyenangkan dan berakibat pada perubahan fisiologis dan psikologis.
Menurut Zakariah (2015) kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan
yang digambarkan dengan kegelisahan atau ketegangan dengan tanda-tanda hemodinamik yang
abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi simpatik, parasimpatik, dan endoktrin. Pengaruh
kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan merupakan masalah penting dakam perkembanagn
kepribadian. Kecemasan merupakan kekuatan penggerak yang besar, baik tingkah laku normal
maupun menyimpang keduanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan
terhadap kecemasan tersebut, sehingga sangat jelas bahwa pada gangguan emosi dan tingkah
laku kecemasan merupakan masalah pelik.
Kecemasan menurut (Hawari, 2002) merupakan gangguan alam perassaan yang di tandai
dengan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tetapi belum mengalami gangguan
dalam menilai realitas, kepribadian masih tetpa utuh dan perilaku dapat terganggu namun masih
dalam batas-batas normtingkatal atau wajar (Candra et al, 2017). Berdasarkan beberapa
pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan takut
dan khawatir yang bersifat lama pada sesuatu yang tidak jelas (subjektif) dan berhubungan
dengan perasaan yang tidak menentu.
Teori-Teori Kecemasan
1. Teori Psikoanalitik
Menurut Frued struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen, yaitu Id, Ego, dan Super
ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitive, Super ego mencerminkan
hari nurani seserang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan
Ego digambarkan sebagai mediator antar tuntunan dari Id dan Super ego. Kecemasan
merupakan konflik emosional antara Id dan Super ego yang berfungsi untuk
memperingatkan Ego tentang suatu bahaya yangharus diatasi (Stuart dan Sudden, 1991).
2. Teori Interpersonal
Anxiety atau kecemasan terjadi dari sebuah ketakutan dan penolakan interpersonal,
hal ini juga dihubungkan dengan trauma yang terjadi di masa pertumbuhan seperti
merasakan kehilangan dan perpisahan yangmenyebabkan seseorang menjadi tidak
berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudahh untuk
mengalami kecemasan yang berat (Stuart dan Sudden, 1991).
3. Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang menganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang yang diinginkan. Para ahli perilaku
menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan
keinginan untuk mempelajari rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa yang awal
kehidupannya sudah dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan
kemungkinan kecemasan yang berat pada masa dewasa nanti (Stuart dan Sudden, 1991).
Kecemasan (anxiety) merupakan manifestasi dari berbagai emosi yang bercampur baur
dengan panik, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan
pertentangan batin (konflik). Kecemasan juga mempunyai segi yang disadari seperti rasa
takut, terkejut, tidak berdaya, rasa bersalah, terancam dan lain sebagainya (Zakiyah, 1989)
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu
kondisi yang terjadi ketika individu sedang mengalami suatu tekanan perasaan yang tidak
jelas objeknya. Tekanan-tekanan tersebut dapat menghambat individu dalam melakukan
kegiatan sehari-hari dan kesulitan dalam menyesuaikan diri
Tingkatan kecemasan
Semua orang pasti mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda, menurut pendapat
(Muyasaroh et.al, 2020) kecemasan memiliki empat tingkatan sebagai berikut :
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan merupakan kecemasan yang normal terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, kecemasan ini dapat memotivasi proses belajar untuk menghasilkan pertumbuhan serta
kreatifitas. Tanda dan gejala dari kecemasan ringan ini antara lain persepsi dan perhatian
meningkat, waspada, sadar akan stimulus internal dan eksternal, mampu mengatasi masalah
secara efektif, dan meningkatnya kemampuan belajar. Perubahan fisiologis ditandai dengan
gelisah, sulit tidur, dan hipersensitif terhadap suara.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal lain, sehingga individu mengalami perhatian yang selektif dan dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respon fisiologis yang terjadi seperti nafas pendek,
nadi dan tekanan darah naik, bibir kering, gelisah, dan konstipasi. Sedangkan respon kognitif
seperti lahan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada
apa yang menjadi perhatiannya.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan pada tingkatan berat sangat mempengaruhi persepsi individu, individu
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terperinci dan spesifik, serta tidak dapat
berfikir tentang hal lain. Gejala atau tanda dari kecemassan berat adalah persepsinya sangat
kurang, berfokus pada hal yang detail, rentnag perhatian sangat terbatas, tidak dapat
berkonsentrasi atau menyelesaikan masalah, dan tidak dapat belajar secara efektif. Pada
tingkatan individu akan mengalami sakit kepala, pusing, mual, gemetar, insomnia, palpitasi,
hiperventilasi, dan sering buang air kecil. Secara emosi individu mengalami ketakutan serta
seluruh perhatian terfokus pada dirinya.
d. Panik (kecemasan sangat berat)
Pada tingkatan ini kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror.
Individu akan hilang kendali atas dirinya hingga tidak dapat melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan. Kecemasan ini meneybabkan peningkatan aktivitas motoric, menurunnya
kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung
lama dapat menyebabkan kelelahan yang sangat berat bahkan kematian.
a. Lingkungan
Lingkungan disekitar tempat tinggal dapat memberi pengaruh pada cara berpikir
individu tentang dirinya sendiri atau orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan dalam diri individu dengan sahabat, teman,
keluarga, ataupun rekan kerja. Sehingga lingkungan bisa menjadi faktor terbesar terhadap
munculnya kecemasan.
Dampak Kecemasan
b. Simtom Kognitif
Simtom Kognitif yaitu kecemasan yang dapat menyebabkan kekhawatiran dan
keprihatinan pada individu mengenai hal yang tidak menyenangkan yang mungkin
menjadikan individu tersebut tidak memperhatkan masalah yang ada, sehingga individu sering
melakukan kegiatan dengan tidak efektif yang akhirnya membuat kecemasan lebih besar.
c. Simtom Motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan akan mengalami perasaan tidak tenang dan
gugup. Kegiatan motorik yang terjadi ketika merasa cemas akan menjadi tanpa arti dan tujuan
misalnya jari kaki mengetuk-ngetuk, dan mudah kaget dengan suara yang tiba-tiba muncul.
Simtom motoric merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan
merupakan usaha untuk melindungan dirinya dari apa saja yang dirasa mengancam.
Jenis-Jenis Kecemasan
Menurut (Frued, 1964) dalam (Olson, 2013) jenis kecemasan di kelompokkan menjadi
tiga, antara lain :
1. Kecemasan Realitas
Kecemasan Realitas disebabkan oleh sumber-sumber negatif yang riil dan objektif di
lingkungan. Kecemasan ini merupakan jenis kecemasan yang paling mudah di tangani
lantaran dengan bertindak sesuatu, maka persoalan memang akan bisa selesai secara
objektif.
2. Kecemasan Neurotik
Rasa takut dengan impuls-impuls id akan mengatasi kemampuan ego, menangani dan
menyebabkan manusia melakukan sesuatu yang akan membuatnya dihukum.
3. Kecemasan Moral
Rasa takut bahwa seseorang akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-
nilai superego sehingga membuatnya mengalami rasa bersalah.
Kecemasan Akademik
Tingkat kecemasan dapat menurunkan motivasi dan prestasi akademik. Menurut (Eggen
& Kauchak, 2004) dalam (Prawitasari, 2012) dampak negatif kecemasan terhadap motivasi dan
prestasi akademik berdasarkan teori pemprosesan informasi adalah tingginya kecemasan yang
dialami siswa menimbulkan kesulitan dalam berkonsentrasi, pola pikir yang negatif membuat
siswa selalu melakukan kesalahan dalam menangkap atau memahami informasi pembelajaran,
dan dengan kecemasan yang tinggi sering kali mempergunakan strategi belajar yang dangkal dan
tidak efektif.
Dari berbagai penjelasan diatas yang disampaikan oleh para ahli mengenai kecemasan
akademik, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan akademik merupakan dorongan pemikiran
dan perasaan dari dalam diri individu yang takut dan kurang yakin dengan kemampuan dirinya
untuk menyelesaikan tugas dan ujian dengan memuaskan.
Konseling dalam anggota kelompok adalah individu normal yang mempunyai berbagai
masalah yang tidak memerlukan penanganan perubahan kepribadian lebih lanjut. Konseli
didalam konseling kelompok menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pengertian
dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan tertentu untuk mempelajari atau menghilangkan
sikap-sikap serta perilaku tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa konseling kelompok merupakan proses konseling yang dilakukan dalam situasi kelompok
sebagai upaya pemberian bantuan kepada beberapa individu, dimana konselor berinteraksi
dengan konseli dalam bentuk kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan serta
diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhan konseli.
Tujuan konseling kelompok pada dasar dibedakan menjadi dua yaitu tujuan teoritis dan
tujuan operasional. Tujuan teoritis berkaitan dengan tujuan secara umum dicapai melalui proses
konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan anggota dan masalah yang
dihadapi anggota serta disesuaikan dengan masalah konseli dan dirumuskan bersama-sama
antara konseli dan konselor, tujuan-tujuan tersebut diupayakan melalui proses dalam konseling
kelompok. Pemberian dorongan (supportive) dan pemahaman melakui redukatif (insight-
reeducative) sebagai pendekatan yang digunakan konseling. Konseling diharapkan dapat
mencapai tujuan-tujuan tersebut, tujuan mengacu pada mengapa kelompok mengadakan
pertemuan dan apa tujuan serta sasaran yang hendak dicapai.
Menurut Winkel dan Hastuti (2009:592) tujuan konseling kelompok antara lain :
a. Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya
sendiri. Berdasarkan pemahaman diri itu dia bisa lebih rela menerima dirinya sendiri dan
terbuka pada aspek-aspek positif dalam dirinya.
b. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka
dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas
pada fase perkembangan mereka.
c. Kelompok konseli memperoleh kemampuan untuk bisa mengatur dirinya dan mengarahkan
hidupnya sendiri, yang awalnya hanya dalam forum kelompok sampai meluas ke dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Kelompok konseli menjadi pribadi yang lebih peka terhadap kebutuhan prang lain dan lebih
mampu menghayati perasaan orang lain, hal tersebut bisa berimbas pada kepekaan kebutuhan
dan perasaannya sendiri.
e. Setiap anggota kelompok menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang
diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari
konseling kelompok dibedakan menjadi dua yaitu tujuan teoritis dan operasional yang
disesuaikan dengan masalah konseli dan dirumuskan secara bersama-sama. Selain itu dalam
konseling kelompok juga bisa melatih kemampuan berkomunikasi siswa, rasa tenggang rasa,
rasa kepedulian, serta terentaskannya masalah yang dialami oleh masing-masing anggota
kelompok dan dapat berkembang dengan optimal.
1. Asas kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam forum kelompok hendaknya menjadi
rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui oleh anggota kelompok dan tidak di
sebarluaskan diluar forum kelompok.
2. Asas kesukarelaan
Semua anggota kelompok di haruskan atas kemauannya sendiri dalam melaksanakan
kegiatan konseling tanpa ada paksaan dari teman atau pemimpin kelompok.
3. Asas kegiatan dan keterbukaan
Para anggota konseling kelompok bebas dan terbuka untuk mengemukakan pendapat, ide,
saran, tentang apa saja yang di pikirkan tanpa ada rasa malu dan ragu-ragu.
4. Asas kekinian
Memberikan topik atau materi yang bersifat actual dan hal-hal yang terjadi sekarang dan
yang direncanakan sesuai dengan kondisi sekarang.
5. Asas kenormatifan
Semua hal yang dibicarakan dalam forum hendaknya tidak melewati batas pembahasan
dengan menggunakan kaidah dan norma-norma yang berlaku, dilarang membahas hal
yang bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.
6. Asas keahlian
Asas ini diperlihatkan oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan kelompok
dalam mengembangkan proses dan isi pembahasan secara keseluruhan.
Menurut Coret dan Yakun, (Latipun, 2010:158) konseling kelompok dilaksanakan secara
bertahap, melalui enam tahapan sebagai berikut :
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian merupakan kaitan atau hubungan antara konsep satu
dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konseptual didapatkan
dari konsep ilmu atau teori yang di pakai sebagai landasan penelitian (Setiadi, 2013).
Berdasarkan dari masalah yang didapatkan dari hasil observasi dan wawancara, maka
dalam kerangka pikir ini peneliti diarahkan untuk mengukur variable bebas yaitu pendekatan
konseling cognitive behavior dengan teknik restructuring dan teknik homework terhadap
variabel teriakat yaitu kecemasan akademik di SMK Mojokerto.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan dapat dilihat konsep penelitian, dalam penelitian
ini seperti terlihat dalam gambar berikut :
Kajian Pustaka
A. Landasan Teori
1. Pengertian Konseling Kognitif Behavior
Konseling kognitif Behavior merupakan konseling yang berfokus pada pribadi konseli,
yang bertujuan untuk merubah dan memodifikasi pemikiran serta perilaku yang irrasional
menjadi rasional. Konseling tersebut merupakan bentuk konseling yang efektif dan efisien untuk
menanganni berbagai macam permasalahan psikologis dan reaksi fisiologis konseli yang
maladaptif ke adaptif . Menurut Aaron Beck, konseling kognitif perilaku adalah pendekatan
konseling berbasis psikoterapi yang bertujuan untuk mengubah kognitif atau persepsi konsli
terhadap dirinya dalam rangka melakukan perubahan emosi, perilaku, dan reaksi fisiologis
konseli. Konseling ini menekankan pada proses berpikir tentang bagaimana individu merasakan
dan melakukan (Joyce-Beaulieu & Sulkowski : 2015).
Konseling kognitif behavior merupakan hasil dari perkembangan teori cognitive dan
behavior. Teori behavior merupakan paradigma psikologi yang meneliti mengenai segala sesuatu
yang bisa dilihat atau perilaku yang nampak dan berkembang di tahun 1920, sedangkan teori
cognitive lebih berfokus pada pola pikir, asumsi, dan kepercayaan. Teori cognitive memberikan
fasilitas bagi individu untuk belajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam berpikir atau dari
pikiran yang irasional menjadi rasional, teori cognitive mulai diakui dan berkembang pada tahun
1970. Konseling kognitif behavior merupakan sebuah adaptasi dari pendekatan terapi kognitif
behavior, karakteristik dari pendekatan ini adalah behavioristic, pragmatic, scientific, learning
theoretical, cognitive, action oriented, experimental, goal oriented and contractual (James &
Gilliland, 2003). Pendekatan terapi kognitif perilaku telah terbukti efektif untuk menangani
permasalahan-permasalahan psikologis, mulai dari depresi sampai gangguan kecemasan dan
kepribadian, dibuktikan dengan adanya 350 hasil studi yang meneliti gangguan-gangguan
psikologis individu.
Pendekatan konseling cognitive behavior didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan
perilaku negatif, konseling cognitive ini diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa dan
bertindak, menekankan pada otak sebagai sumber penganalisa, pengambil keputusan, dan
memutuskan kembali. Sedangkan behavioral yaitu memodifikasi perilaku menuju arah yang
lebih baik.
Konseling cognitive behavior merupakan bentuk konseling yang efektif dan efesien untuk
menangani berbagai macam permasalahan yang spesifik, dalam beragam populasi konseli yang
mengandalkan konsep validasi empiris dan teknik-teknik yang sudah ditentukan. Aaron Beck
(1991) mendefinisikan bahwa cognitive behavior sebagai pendekatan konseling yang dirancang
untuk menyelesaikan permasalahan konseli melalui cara restrukturisasi kognitif dan perilaku
menyimpang. Konseling cognitive behavior didasarkan pada formulasi kognitif, strategi,
keyakinan, dan perilaku yang menggangu. Konseling kognitif behavior diharapkan mampu
memunculkan restrukturisasi kognitif yang menyimpang dan sistem kepercayaan untuk
membawa perubahan pikiran dan perilaku.
Teori cognitive behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalu proses rangkaian stimulus-kognisi-respon (SKR) yang saling berkaitan dan
membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, dimana proses cognitive akan menjadi
faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berfikir, merasa, dan bertindak.
Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk menyerap
pemikiran yang rasional dan irrasional, dimana pemikiran irrasional dapat menimbulkan
gangguan emosi dan tingkah laku, maka konseling cognitive behavior diarahkan kepada
modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam
menganalisa, memusatkan, bertanya, berbuat, dan memutuskan kembali. Dengan merubah status
pikiran dan perasaannya, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya dari yang negatif
menjadi positif. Kondisi reaksi emosional di pengaruhi oleh bagaimana seseorang menilai situasi
dan bagaimana cara menginterpretasikan suatu kejadian yang nantinya akan sangat
mempengaruhi tindakan yang dilakukan.
Menurut Butler, Fennell dan Hackman (2010), konseling cognittive behavior memiliki 6
prinsip dasar yaitu :
1. Prinsip Kognitif
Prinsip kognitif merupakan interpretasi individu terhadap suatu peristiwa atau situasi, jika
ada sua individu yang memberikan situasi berbeda terhadap suatu peristiwa karena mereka
memandang sebuah peristiwa dengan cara berbeda, namun jika individu bereaksi tidak biasa,
ini dikarenakan individu memiliki automatic thoughts (pikiran-pikiran otomatis) atau
keyakinan mengenai peristiwa tersebut. Konselor cognitive behavior membantu individu
memahami bagaimana ia bisa membentuk sebuah distori kognititf dengan memfokuskan pada
bukti-bukti tertentu.
Jadi pendekatan kognititf dapat membantu individu yang mengalami masalah dengan
mengubah kognisinya mengenai apa yang ia rasakan (change their cognition change the way
they feel).
2. Prinsip Perilaku
Menurut konseling cognitive behavior, perilaku merupakan aspek yang di pengaruhi oleh
kognisi dan emosi, misalnya individu mempunyai pemikiran negatif, mendukung dan
mengkonfirmasi perilaku tersebut. Konseling cognitive behavior membantu individu untuk
mempelajari perilaku dan cara baru untuk menghadapi situasi-situasi, termasuk belajar
ketrampilan-ketrampilan khusus seperti ketrampilan sosial.
3. Prinsip Kontinum
Konseling cognitive behavior mendefinisikan bahwa permasalahan mental muncul dari
proses mental normal yang berlebihan dibanding sebagai kondisi patologis. Jadi disimpulkan
bahwa masalah psikologis berada pada ujung kontinum dan bukan dalam dimensi yang
berbeda. Keyakinan ini berhubungan dengan ide bahwa masalah-masalah psikologis terjadi
pada siapa saja.
4. Prinsip Here and Now
Konseling cognitive behavior berfokus pada gejala yang muncul pada masa kini dan tidak
banyak menekankan pada masa lampau. Hal tersebut sesuai dengan prinsip konseling
behavior yaitu memperhatikan permasalahan di masa kini dan menekankan proses yang
terjadi dalam menangani masalah yang terjadi.
5. Prinsip Interaksi Antar Sistem
Permasalahan dalam konseling cognitive behavior muncul dari inteaksi antara beberapa
sistem sekaligus dalam diri dan juga lingkungan, dalam konseling cognitive behavior ada
empat sistem yaitu kognisi, emosi, perilaku, dan reaksi fisiologis. Sistem-sistem tersebut
saling berinteraksi dalam sebuah proses kompleks dan juga berinteraksi dengan lingkungan,
lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, sosial, budaya, keluarga, dan ekonomi.
6. Prinsip Empiris
Mengevaluasi teori dan teknik konseling yang digunakan secara empiris, hal inilah yang
membuat konseling cognitive behavior sebagai pendekatan konseling yang scientific, etis, dan
juga ekonomis dengan berbagai bukti yang memadai. Jadi disimpulkan bahwa konseling
cognitive behavior menekankan pada hubungan antara pikiran dan perilaku serta pentingnya
sistem kerja kognitif fan peristiwa pribadi sebagai mediator perubahan. Konseling cognitive
behavior berasumsi bahwa proses kognisi merupakan mediasi untuk perilaku, pengalaman
dan perubahan perilaku yang diharapkan dapat dicapai dari perubahan kognisi.
4. Tujuan Konseling Cognitive Behavior
Stallard (2014) berpendapat bahwa tujuan dari konseling cognitive behavior
sebagai berikut :
a. Membantu konseli mengidentifikasi semua pemikiran dan keyakinan yang
merugikannya, konseli akan melakukan pemantaukan terhadap dirinya sendiri,
pembelajaran, percobaan dan pengujian terhadap pemikiran serta keyakinan yang
dimiliki sehingga sampai pada perubahan kognisi.
b. Mengidentifikasi masalah kognitif dan perilaku yang di alami konseli serta mengajar,
menguji, mengevaluasi, dan mengenalkan ketrampilan untuk memecahkan masalah
yang nantinya akan memunculkan perilaku baru yang lebih positif dalam diri konseli.
c. Pemahaman yang lebih mendalam mengenai penyebab munculnya pemikiran negatif
dan menggantinya pada pemikiran yang lebih positif.
d. Memberikan keyakinan pada konseli bahwa mereka mampu menghadapi
permasalahan ataupun situasi sulit dengan cara yang lebih sesuai karena memiliki
kognisi dan perilaku yang lebih adaptif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Konseling Cognitive Behavior memiliki tujuan
untuk mengajak konseli menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan
bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan tentang masalah yang sedang dihadapi
oleh konseli. Pada proses pelaksanaannya, konseling cognitive behavior lebih
menekankan pada masa kini dari pada masa lampau, namun bukan berarti mengabaikan
masa lalu karena konseling cognitive behavior tetap menghargai masa lalu yang
merupakan bagian dari cerita kehidupan konseli dan mencoba untuk membuat konseli
menerima segala masa lalunya yang bertujuan untuk melakukan perubahan pada pola
pikir masa kini demi perubahan pada masa yang akan datang.
Beck (2011), menciptakan suatu hubungan konseling yang efektif sehingga dapat
merencanakan evaluasi yang bermakna tentang pikiran negatif konseli dan menentangnya
sehingga konselor dapat secara langsung memberikan sugesti pikiran alternatif. Fungsi konselor
ialah sebagai katalisator, pendidik, dan pembimbing yang membeantu konseli memahami
bagaimana keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan tindakan mereka. Konselor
diharapkan dapat mengidentifikasi penyimpangan dalam pikiran konseli, meyimpulkan hal-hal
yang penting dalam setiap sesi dan kolaboratif dalam setiap teknik. Perubahan pola pikir dan
perilaku konseli terjadi jika konseli memiliki inisiatif, memahami, meyadari, dan berusaha dalam
setiap sesi konseling.
b. Teknik Reframing
Reframing mengubah sudut pandang konseptual atau emosional terhadap suatu
situasi danmengubah maknanya dengan meletakkannya dalam suatu kerangka kerja
kontekstual lain yang juga cocok dengan fakta-fakta yang sama dari situasi aslinya.
Tujuan dari teknik reframing adalah untuk membantu konseli melihat situasinya dari
sudut pandang lain, yang membuatnya tampak tidak terlalu problematic dan lebih
normal dan lebih terbuka terhadap solusi lain. (Corey, 2015)
b. Problem Solving
Problem Solving membuat individu dapat lebih kreatif dalam menganalisa
permasalahannya dan menemukan beberapa solusi yang dapat diterapkan.
Problem Solving merupakan salah satu ketrampilan yang sangat dibutuhkan
individu untuk lebih mampu mengatasi konflik interpersonal.
Ketrampilan memecahkan masalah akan menentukan keberhasilan konseli dalam
kehidupan sehari-hari, jika individu memiliki ketrampilan memecahkan masalahn
dengan baik, individu akan lebih sensitif terhadap masalah interpersonal,
identifikasi pikiran negatif, sebab akibat, dan kesiapan dalam memprediksi
perilakunya pada masa depan. Menurut Frew dan Spiegler (2013), mengemukaan
langkah-langkah yang diperlukan dalam problem solving sebagai berikut :
(i) Pemahaman permasalahan individu
(ii) Mengidentifikasi masalah
(iii) Menyusun tujuan
(iv)Memilih berbagai situasi yang baik
(v) Menentukan solusi terbaik
(vi)Mengimplementasikan solusi yang dianggap paling baik
Pengertian Kecemasan
Kecemasan merupakan kondisi psiokologis seseorang yang penuh dengan rasa takut dan
khawatir, perasaan tersebut akan muncul terhadap sesuatu hal yang belum pasti akan terjadi.
Menurut (Muyasaroh et al.2020), kecemasan berasal dari bahasa latin (anxius) dan dari bahasa
jerman (anxt) yang artinya suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan
rangsangan fisiologis. Kecemasan merupakan keadaan emosi yang muncul saat individu sedang
stress dan di tandai oleh perasaan tegang, pikiran yang membuat individu merasa khawatir dan
disertai respon fisik seperti detak jantun yang lebih cepat, naiknya tekanan darah, dan lain
sebagainya (American Psychological Association, 2020).
Menurut Stuart dan Sundeen (2016) kecemasan adalah keadaan emosi tanpa objek
tertentu dan dipicu oleh hal yang tidak diketahui. Kecemasan merupakan respon terhadap situasi
tertentu yang mengancam dan merupakan hal yang normal terjadi yang disertai perkembangan,
perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri (Kaplan, Saddock, dan
Grebb 2010). Kecemasan merupakan perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu permasalahan atau
tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu akan menimbulkan rasa yang tidak
menyenangkan dan berakibat pada perubahan fisiologis dan psikologis.
Menurut Zakariah (2015) kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan
yang digambarkan dengan kegelisahan atau ketegangan dengan tanda-tanda hemodinamik yang
abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi simpatik, parasimpatik, dan endoktrin. Pengaruh
kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan merupakan masalah penting dakam perkembanagn
kepribadian. Kecemasan merupakan kekuatan penggerak yang besar, baik tingkah laku normal
maupun menyimpang keduanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan
terhadap kecemasan tersebut, sehingga sangat jelas bahwa pada gangguan emosi dan tingkah
laku kecemasan merupakan masalah pelik.
Kecemasan menurut (Hawari, 2002) merupakan gangguan alam perassaan yang di tandai
dengan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tetapi belum mengalami gangguan
dalam menilai realitas, kepribadian masih tetpa utuh dan perilaku dapat terganggu namun masih
dalam batas-batas normtingkatal atau wajar (Candra et al, 2017). Berdasarkan beberapa
pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan takut
dan khawatir yang bersifat lama pada sesuatu yang tidak jelas (subjektif) dan berhubungan
dengan perasaan yang tidak menentu.
Teori-Teori Kecemasan
Konsep kecemasan selalu berkembang dari zaman ke zaman, masing-masing model
mengembangkan beberapa teori tertentu dari fenomena kecemasan. Teori-teori tersebut saling
berkaitan satu sama lain untuk dapat memahami kecemasan secara komprehensif, berikut
beberapa teori kecemasan menurut Freud antara lain:
1. Teori Psikoanalitik
Menurut Frued struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen, yaitu Id, Ego, dan Super
ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitive, Super ego mencerminkan
hari nurani seserang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan
Ego digambarkan sebagai mediator antar tuntunan dari Id dan Super ego. Kecemasan
merupakan konflik emosional antara Id dan Super ego yang berfungsi untuk
memperingatkan Ego tentang suatu bahaya yangharus diatasi (Stuart dan Sudden, 1991).
2. Teori Interpersonal
Anxiety atau kecemasan terjadi dari sebuah ketakutan dan penolakan interpersonal,
hal ini juga dihubungkan dengan trauma yang terjadi di masa pertumbuhan seperti
merasakan kehilangan dan perpisahan yangmenyebabkan seseorang menjadi tidak
berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudahh untuk
mengalami kecemasan yang berat (Stuart dan Sudden, 1991).
3. Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang menganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang yang diinginkan. Para ahli perilaku
menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan
keinginan untuk mempelajari rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa yang awal
kehidupannya sudah dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan
kemungkinan kecemasan yang berat pada masa dewasa nanti (Stuart dan Sudden, 1991).
Kecemasan (anxiety) merupakan manifestasi dari berbagai emosi yang bercampur baur
dengan panik, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan
pertentangan batin (konflik). Kecemasan juga mempunyai segi yang disadari seperti rasa
takut, terkejut, tidak berdaya, rasa bersalah, terancam dan lain sebagainya (Zakiyah, 1989)
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu
kondisi yang terjadi ketika individu sedang mengalami suatu tekanan perasaan yang tidak
jelas objeknya. Tekanan-tekanan tersebut dapat menghambat individu dalam melakukan
kegiatan sehari-hari dan kesulitan dalam menyesuaikan diri
Tingkatan kecemasan
Semua orang pasti mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda, menurut pendapat
(Muyasaroh et.al, 2020) kecemasan memiliki empat tingkatan sebagai berikut :
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan merupakan kecemasan yang normal terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, kecemasan ini dapat memotivasi proses belajar untuk menghasilkan pertumbuhan serta
kreatifitas. Tanda dan gejala dari kecemasan ringan ini antara lain persepsi dan perhatian
meningkat, waspada, sadar akan stimulus internal dan eksternal, mampu mengatasi masalah
secara efektif, dan meningkatnya kemampuan belajar. Perubahan fisiologis ditandai dengan
gelisah, sulit tidur, dan hipersensitif terhadap suara.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal lain, sehingga individu mengalami perhatian yang selektif dan dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respon fisiologis yang terjadi seperti nafas pendek,
nadi dan tekanan darah naik, bibir kering, gelisah, dan konstipasi. Sedangkan respon kognitif
seperti lahan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada
apa yang menjadi perhatiannya.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan pada tingkatan berat sangat mempengaruhi persepsi individu, individu
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terperinci dan spesifik, serta tidak dapat
berfikir tentang hal lain. Gejala atau tanda dari kecemassan berat adalah persepsinya sangat
kurang, berfokus pada hal yang detail, rentnag perhatian sangat terbatas, tidak dapat
berkonsentrasi atau menyelesaikan masalah, dan tidak dapat belajar secara efektif. Pada
tingkatan individu akan mengalami sakit kepala, pusing, mual, gemetar, insomnia, palpitasi,
hiperventilasi, dan sering buang air kecil. Secara emosi individu mengalami ketakutan serta
seluruh perhatian terfokus pada dirinya.
d. Panik (kecemasan sangat berat)
Pada tingkatan ini kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror.
Individu akan hilang kendali atas dirinya hingga tidak dapat melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan. Kecemasan ini meneybabkan peningkatan aktivitas motoric, menurunnya
kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung
lama dapat menyebabkan kelelahan yang sangat berat bahkan kematian.
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung
pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat
munculnya serangan kecemasan, berikut beberapa faktor penyebab kecemasan :
a. Lingkungan
Lingkungan disekitar tempat tinggal dapat memberi pengaruh pada cara berpikir
individu tentang dirinya sendiri atau orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan dalam diri individu dengan sahabat, teman,
keluarga, ataupun rekan kerja. Sehingga lingkungan bisa menjadi faktor terbesar terhadap
munculnya kecemasan.
Dampak Kecemasan
Ketakutan, kekhawatiran, dan kegelisanahan yang tidak beralasan pada akhirnya
memunculkan kecemasan, hal tersebut berdampak pada perubahan perilaku seperti menarik dari
lingkungan, sulit fokus dalam beraktifitas, susah makan, mudah tersinggung, rendahnya
pengendalian emosi dan amarah, sensitive, tidak logis dan susah tidur. (Jarnawi, 2020). Menurut
Yustinus (2006) dalam (Arifiati and Wahyuni, 2019) dampak dari kecemasan di bagi menjadi
beberapa simtom, sebagai berikut :
b. Simtom Kognitif
Simtom Kognitif yaitu kecemasan yang dapat menyebabkan kekhawatiran dan
keprihatinan pada individu mengenai hal yang tidak menyenangkan yang mungkin
menjadikan individu tersebut tidak memperhatkan masalah yang ada, sehingga individu sering
melakukan kegiatan dengan tidak efektif yang akhirnya membuat kecemasan lebih besar.
c. Simtom Motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan akan mengalami perasaan tidak tenang dan
gugup. Kegiatan motorik yang terjadi ketika merasa cemas akan menjadi tanpa arti dan tujuan
misalnya jari kaki mengetuk-ngetuk, dan mudah kaget dengan suara yang tiba-tiba muncul.
Simtom motoric merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan
merupakan usaha untuk melindungan dirinya dari apa saja yang dirasa mengancam.
Jenis-Jenis Kecemasan
Menurut (Frued, 1964) dalam (Olson, 2013) jenis kecemasan di kelompokkan menjadi
tiga, antara lain :
1. Kecemasan Realitas
Kecemasan Realitas disebabkan oleh sumber-sumber negatif yang riil dan objektif di
lingkungan. Kecemasan ini merupakan jenis kecemasan yang paling mudah di tangani
lantaran dengan bertindak sesuatu, maka persoalan memang akan bisa selesai secara
objektif.
2. Kecemasan Neurotik
Rasa takut dengan impuls-impuls id akan mengatasi kemampuan ego, menangani dan
menyebabkan manusia melakukan sesuatu yang akan membuatnya dihukum.
3. Kecemasan Moral
Rasa takut bahwa seseorang akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-
nilai superego sehingga membuatnya mengalami rasa bersalah.
Kecemasan Akademik
Tingkat kecemasan dapat menurunkan motivasi dan prestasi akademik. Menurut (Eggen
& Kauchak, 2004) dalam (Prawitasari, 2012) dampak negatif kecemasan terhadap motivasi dan
prestasi akademik berdasarkan teori pemprosesan informasi adalah tingginya kecemasan yang
dialami siswa menimbulkan kesulitan dalam berkonsentrasi, pola pikir yang negatif membuat
siswa selalu melakukan kesalahan dalam menangkap atau memahami informasi pembelajaran,
dan dengan kecemasan yang tinggi sering kali mempergunakan strategi belajar yang dangkal dan
tidak efektif.
Dari berbagai penjelasan diatas yang disampaikan oleh para ahli mengenai kecemasan
akademik, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan akademik merupakan dorongan pemikiran
dan perasaan dari dalam diri individu yang takut dan kurang yakin dengan kemampuan dirinya
untuk menyelesaikan tugas dan ujian dengan memuaskan.
Konseling Kelompok
Konseling dalam anggota kelompok adalah individu normal yang mempunyai berbagai
masalah yang tidak memerlukan penanganan perubahan kepribadian lebih lanjut. Konseli
didalam konseling kelompok menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pengertian
dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan tertentu untuk mempelajari atau menghilangkan
sikap-sikap serta perilaku tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa konseling kelompok merupakan proses konseling yang dilakukan dalam situasi kelompok
sebagai upaya pemberian bantuan kepada beberapa individu, dimana konselor berinteraksi
dengan konseli dalam bentuk kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan serta
diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhan konseli.
Menurut Nurihsan, J (2006:24) fungsi konseling kelompok dibagi menjadi dua yakni
layanan yang diarahkan untuk mengatasi persoalan yang dialami individu, dan layanan konseling
yang diarahkan untuk mencegah terjadinya persoalan pada diri individu.
Tujuan konseling kelompok pada dasar dibedakan menjadi dua yaitu tujuan teoritis dan
tujuan operasional. Tujuan teoritis berkaitan dengan tujuan secara umum dicapai melalui proses
konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan anggota dan masalah yang
dihadapi anggota serta disesuaikan dengan masalah konseli dan dirumuskan bersama-sama
antara konseli dan konselor, tujuan-tujuan tersebut diupayakan melalui proses dalam konseling
kelompok. Pemberian dorongan (supportive) dan pemahaman melakui redukatif (insight-
reeducative) sebagai pendekatan yang digunakan konseling. Konseling diharapkan dapat
mencapai tujuan-tujuan tersebut, tujuan mengacu pada mengapa kelompok mengadakan
pertemuan dan apa tujuan serta sasaran yang hendak dicapai.
Tujuan konseling kelompok menurut Prayitno (dalam Tohirin, 2014:173) adalah
berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan berkomunikasi melalui
konseling kelompok, hal-hal yang dapat menganggu sosialisasi dan komunikasi siswa diungkap
dan didinamikakan melalui berbagai teknik, sehingga kemampuan sosialisasi dan berkomunikasi
sisiwa dapat optimal. Melalui dinamika kelompok siswa juga dapat mengentaskan
permasalahannya.
Menurut Winkel dan Hastuti (2009:592) tujuan konseling kelompok antara lain :
a. Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya
sendiri. Berdasarkan pemahaman diri itu dia bisa lebih rela menerima dirinya sendiri dan
terbuka pada aspek-aspek positif dalam dirinya.
b. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka
dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas
pada fase perkembangan mereka.
c. Kelompok konseli memperoleh kemampuan untuk bisa mengatur dirinya dan mengarahkan
hidupnya sendiri, yang awalnya hanya dalam forum kelompok sampai meluas ke dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Kelompok konseli menjadi pribadi yang lebih peka terhadap kebutuhan prang lain dan lebih
mampu menghayati perasaan orang lain, hal tersebut bisa berimbas pada kepekaan kebutuhan
dan perasaannya sendiri.
e. Setiap anggota kelompok menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka capai, yang
diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari
konseling kelompok dibedakan menjadi dua yaitu tujuan teoritis dan operasional yang
disesuaikan dengan masalah konseli dan dirumuskan secara bersama-sama. Selain itu dalam
konseling kelompok juga bisa melatih kemampuan berkomunikasi siswa, rasa tenggang rasa,
rasa kepedulian, serta terentaskannya masalah yang dialami oleh masing-masing anggota
kelompok dan dapat berkembang dengan optimal.
6. Asas keahlian
Asas ini diperlihatkan oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan kelompok
dalam mengembangkan proses dan isi pembahasan secara keseluruhan.
Menurut Coret dan Yakun, (Latipun, 2010:158) konseling kelompok dilaksanakan secara
bertahap, melalui enam tahapan sebagai berikut :
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian merupakan kaitan atau hubungan antara konsep satu
dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konseptual didapatkan
dari konsep ilmu atau teori yang di pakai sebagai landasan penelitian (Setiadi, 2013).
Berdasarkan dari masalah yang didapatkan dari hasil observasi dan wawancara, maka
dalam kerangka pikir ini peneliti diarahkan untuk mengukur variable bebas yaitu pendekatan
konseling cognitive behavior dengan teknik restructuring dan teknik homework terhadap
variabel teriakat yaitu kecemasan akademik di SMK Mojokerto.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan dapat dilihat konsep penelitian, dalam penelitian
ini seperti terlihat dalam gambar berikut :
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Variabel Penelitian adalah sesuatu yang berbentuk apasaja yang ditetapkan oleh
seorang peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2009 : 60).
C. Definisi Operasional
Berdasarkan definisi teoritis yang terdapat pada landasan teori. Maka peneliti
mendefinisikan secara operasional bahwa kecemasan academic anxiety merupakan
gangguan keadaan emosi tanpa objek tertentu. Gangguan emosi tersebut dapat
ditandai melalui kegelisahan, tidak merasa aman, takut, dan gugup.
Pengukuran kecemsan akademic menggunakan skala pengukuran kecemasan
akademik dengan respon likert semakin tinggi skor yang diperoleh dalam
pengukuran dapat mengidentifikasikan suatu kecemasan akademic yang dialami oleh
individu.
Dalam desain ini subjek menggunakan dua kali pengukuran. Pengukuran yang
pertama dilakukan sebelum diberi layanan bimbingan kelompok dan pengukuran
kedua dilakukan setelah diberi layanan konseling kelompok Untuk memperjelas
eksperimen dalam penelitian ini disajikan tahap tahap rancangan eksperimen yaitu:
Melakukan pretest yaitu dengan melakukan observasi terhadap 25 orang siswa yang
akan diberikan layanan konseling kelompok dengan teknik homework assignment.
Memberikan perlakuan (treatment) yaitu dengan memberi perlakuan pada siswa
dengan memberikan layanan konseling kelompok dengan teknik homework
assignment. Posttest dilakukan setelah pemberian perlakuan dengan tujuan untuk
mengetahui hasil apakah partisipasi dalam diskusi kelompok siswa dapat
ditingkatkan dengan memberikan layanan konseling kelompok dengan teknik
homework assignment.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ditetapkan dari hasil observasi dan wawancara kepada guru
bimbingan dan konseling dan wali kelas di SMA….. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan, peneliti mengambil 25 orang subjek.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data interval. Data dikumpulkan dengan
menggunakan instrumen pedoman observasi. skala perhitungan yang digunakan
menggunakan teknik skala likert.
1. Validitas Instrumen
Uji validitas dilakukan dengan Judgment experts, para ahli yang dimintai
pendapatnya adalah Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Darul Ulum.
Kemudian hasil judgment expert dianalisis dengan rumus Aiken’s V. Hasil uji ahli
menyatakan bahwa pernyataan tepat dan dinyatakan valid sehingga dapat
dipergunakan sebagai instrumen dalam penelitian.Hasil perhitungan uji validitas
lembar observasi penelitian menunjukan nilai rata rata 0,666 termasuk kategori
tinggi.
2. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas merupakan konsistensi pengamatan yang didapatkan dari konsistensi
pencatatan berulang pada satu atau banyak subjek. Hal ini mengindikasikan
bahwa reliabilitas bisa dipahami sebagai kemampuan alat ukur untuk mengukur
secara akurat dan presisi (Hopkins dan Antes)
b. Uji Normalitas
Uji Normalitas berguna untuk menentukan data yang telah
dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal., data
yang banyaknya lebih dari 30 angka (n > 30), maka sudah dapat
diasumsikan berdistribusi normal. Biasa dikatakan sebagai sampel besar.
c. Uji Linearitas
d. Uji Hipotesis