Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN MAHASISWA KEPERAWATAN


TERHADAP KONDISI PASIEN KRITIS DI RUANG ICU
RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Memenuhi Tugas Individu


Mata kuliah Metodologi Penelitian

Oleh:
Ika Putri Nur Anggraini
NIM.1610045

Pembimbing:
Ayu Citra Mayasari, S.Pd., M.Kes

PRGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat hanya bagi Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala

anugerah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis dapat menyusun skripsi

penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Kecemasan Mahasiswa Keperawatan

Terhadap Kondisi Pasien Kritis Di Ruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

di Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Surabaya. Dalam penyusunan skripsi penelitian ini penulis mendapatkan

pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini

perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih, rasa hormat dan

penghargaan kepada:Ibu Ayu Citra Mayasari, S.Pd., M.Kes sebagai pembimbing

pembuatan proposal ini.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan propsal ini dengan sebaik-

baiknya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan sehingga

mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak agar dapat

menyempurnakan dan bermanfaat terutama bagi masyarakat dan perkembangan

ilmu keperawatan.

Surabaya, 19 November 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang

merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun

wujudnya (Sutardjo Wiramihardja, 2015). Kecemasan adalah sesuatu yang

menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya.

Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan

kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan

gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi (Savitri Ramaiah, 2014).

Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan

merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,

pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan

identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun.

Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan

menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.

Reilly dan Oermann (2012), menyatakan bahwa pengalaman pembelajaran

klinik (rumah sakit dan komunitas) merupakan bagian penting dalam proses

pendidikan mahasiswa keperawatan, karena memberikan pengalaman yang kaya

kepada mahasiswa bagaimana cara belajar yang sesungguhnya. Keberhasilan

pendidikan tergantung ketersediaan lahan praktek di rumah sakit harus memenuhi

persyaratan, diantaranya 1) melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang

baik (good nursing care), 2) lingkungan yang kondusife, 3) ada role model yang

cukup, 4) tersedia kelengkapan sarana dan prasarana serta staf yang memadai, 5)
tersedia standar pelayanan / SOP keperawatan yang lengkap. Dalam memasuki

lahan praktek klinik, mahasiswa diharapkan mempersiapkan diri dengan baik,

faktor-faktor kesiapan mental mahasiswa dipengaruhi oleh perkembangan,

pengalaman, kepercayaan diri, dan motivasi (Minarsih, 2012).

Kecemasan bisa terjadi dimanapun dan pada siapapun, juga pada

mahasiswa. Keberhasilan proses belajar mengajar sebagai tujuan utama pendidikan

tidaklah ditentukan oleh faktor-faktor yang bersifat akademik, tetapi dipengaruhi

juga oleh faktor-faktor non akademik baik yang bersifat eksternal maupun internal.

Faktor eksternal dapat berupa dukungan maupun hambatan lingkungan, fasilitas,

sistem sosial ekonomi, kondisi alam dan sebagainya. Adapun faktor internal berupa

kondisi kesehatan jasmani maupun kondisi kesehatan psikis atau emosional. Faktor

internal memegang peranan yang paling menentukan dalam keberhasilan proses

belajar karena kesehatan psikis seorang mahasiswa dapat berubah dengan adanya

perubahan lingkungan (Sumarni, 2013).

Mahasiswa mempunyai persepsi masing-masing dalam menilai praktek

klinik keperawatan yaitu : Kegiatan akademik yang padat berlangsung dari hari

senin sampai jumat tidak hanya pagi hari, tetapi kadang sampai sore hari.

Sedangkan hari sabtu digunakan untuk kegiatan non akademik yaitu organisasi dan

seminar. Tuntutan akademik, mahasiswa harus dapat menyelesaikan beban

akademik dalam waktu yang sudah ditentukan. Suasana tempat tinggal baru,

mahasiswa yang tidak mempunyai kendaraan pribadi harus menyewa di rumah

penduduk sekitar rumah sakit, hal ini memerlukan proses adaptasi. Tuntutan

finansial, harus memprioritaskan pengeluaran pendidikan yang tidak sedikit

padahal harus memikirkan biaya yang lainnya.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, pembatasan masalah di atas maka

dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :

Bagaimana hubungan tingkat kecemasan mahasiswa keperawatan terhadap kondisi

pasien kritis di ruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

persepsi kecemasan pada mahasiswa tentang praktek klinik keperawatan dengan

pasien kritis diruang ICU.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui persepsi mahasiswa keperawatan tentang praktek klinik

keperawatan dengan pasien kritis di ruang ICU.

2. Mengetahui tingkat kecemasan pada mahasiswa keperawatan tentang

praktek klinik keperawatan dengan pasien kritis di ruang ICU.

3. Mengetahui hubungan persepsi mahasiswa tentang praktek klinik

keperawatan dengan tingkat kecemasan pada mahasiswa keperawatan

dengan pasien kritis di ruang ICU.

1.4 Manfaat Penelitian

Sebagai bahan pertimbangan serta masukan bagi mahasiswa agar dapat

mempersiapkan diri secara optimal dan dapat membentuk persepsi yang positif

tentang praktek klinik keperawatan sehingga dapat beradaptasi dengan keadaan

pasien kritis di lahan praktek.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

2.1.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah hal yang wajar dan alami terjadi dalam kehidupan

manusia. Apapun, dimanapun dan kapanpun pasti terjadi dan selalu menyertai

hati manusia. Orang yang tidak mempunyai rasa cemas akan digolongkan

abnormal, sebab tidak memiliki atau kehilangan rasa yang telah dianugerahkan

Allah SWT. Namun, apabila kecemasan seseorang tidak terkontrol akan

membahayakan jiwa dan menghambat kesuksesan. Cemas berasal dari bahasa

latin anxius dan dalam bahasa Jerman anGst kemudian menjadi anxiety yang

berarti kecemasan, merupakan suatu kata yang digunakan oleh Freud untuk

menggambarkan suatu efek negatif dan keterangsangan (Darmanto 2013)

Kecemasan adalah ketakutan/keprihatinan, tegang, atau rasa gelisah

yang berasal dari antisipasi bahaya, sumber yang sebagian besar tidak dikenali

atau yang tidak dikenali. Dalam arti tradisional, menurut Ollendick istilah

kecemasan menunjuk kepada keadaan emosi yang menentang atau tidak

menyenangkan yang meliputi interpretasi subyektif dan arousal atau

rangsangan fisiologis. (Linda De Clerg 2014)

Simpson menyatakan definisi kecemasan bahwa Anxiety is a personality

characteristic of responding to certain situations with a stress syndrome of response.

Anxiety states are then a function of the situations that evoke them and the individual

personality that is prone to stress (Edelmann, 2011). Kecemasan adalah suatu

karakteristik kepribadian dalam menjawab ke situasi tertentu dengan suatu

sindrom/gejala respon stres/tekanan. Kemudian kondisi kecemasan adalah suatu fungsi


dari situasi yang membangkitkan/menstimulir kepada kecemasan dan kepribadian

individu yang cenderung tertekan.

Kecemasan merupakan suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir

yang mengeluhkan bahwa suatu yang buruk akan segera terjadi. Banyak yang dapat

menimbulkan kecemasan, misalnya ujian kesehatan, relasi sosisal, karier relasi

internasional dan kondisi lingkungan adalah beberapa hal yang menjadi sumber

kekhawatiran (Hidayati 2012)

Berdasarkan pengertian kecemasan diatas dapat disimpulkan bahwa

kecemasan menghadapi ujian adalah suatu keadaan emosional yang berefek pada

kondisi psikologis seperti adanya perasaan takut, tegang, khawatir, gelisah dan

keadaan yang tidak menyenangkan pada seseorang individu dalam menghadapi

ujian.

2.1.2 Fungsi Kecemasan

Fungsi dari kecemasan adalah untuk bertindak sebagai tanda bahaya

terhadap ego, sehingga kalau tanda itu muncul dalam kesadaran, ego dapat

mengambil tindakan untuk menghadapi bahaya itu. Meskipun kecemasan itu

menyakitkan dibutuhkan untuk memperingatkan seseorang tentang adanya bahaya

dari dalam atau dari luar. Sehingga individu dapat menolak atau menghindari

bahaya. Sebaliknya jika bahaya tidak dapat dihindarkan kecemasan dapat

bertumpuk dan akhirnya akan terganggu.

Pendapat yang sama disampaikan Koeswara bahwa meskipun kecemasan

tidak menyenangkan, namun memiliki arti penting bagi individu, yaitu berfungsi

sebagai peringatan bagi individu agar mengetahui adanya bahaya yang sedang

mengancam, sehingga individu bisa mempersiapkan bahaya yang mengancam itu

(Koeswara 2013)
Menurut Freud mengatkan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk

memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga

dapat disiapkan reaktif adaptif yang sesuai. Keecemasan berfungsi sebagai

mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita

bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu

akan meningkat sampai ego dikalahkan.

2.1.3 Macam-Macam Kecemasan

Kecemasan beraneka ragam jenisnya, Menurut Freud ada tiga jenis

kecemasan, yaitu :

a. Kecemasan Obyektif (realistis)

Kecemasan Obyektif/realistis adalah kecemasan akan bahaya-bahaya dari

luar.

b. Kecemasan Neurotis

Kecemasan Neurotis adalah kecemasan bila instink-instink tidak dapat

dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum.

c. Kecemasan Moral

Kecemasan Moral adalah kecemasan yang timbul dari kata hati terhadap

perasaan berdosa apabila melakukan dan sebaliknya berpikir melakukan

sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral.

2.1.4 Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (2014), tingkat kecemasan dibagi menjadi

beberapa tingkatan yaitu kecemasan ringan, sedang, dan berat

.
a. Kecemasan Ringan (mild anxiety)

Berhubungan dngn ketegangan dalalm kehidupan sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya. Kemampuan melihat dan mendengar menjadi meningkat serta

cemas ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan kreatifitas.

b. Kecemasan Sedang (Moderate anxiety)

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami

perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Kecemasan Berat (severe anxiety)

Sangat membatasi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk

memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak dapat berpikir

tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.

Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan sehingga dapat

memusatkan pada suatu objek lain.

Cameron menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi dalam

berbagai intensitas, yaitu :

a. Chronic Anxiety Reaction

Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang rendah, individu

tidak mengetahui dari mana atau apa penyebab kecemasannya. Hal ini

berlangsung secara terus menerus atau pada suatu jangka waktu yang

cukup lama.

b. Anxiety Reaction

Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang akut dan disertai


oleh perubahan pada alat-alat tubuh seperti adanya gangguan pada alat

pernafasan, cardio vascular dan gastrointernal

c. Panic Reaction

Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang merupakan

keadaan serangan kecemasan yang maksimal. Ketegangan yang

dirasakan individu begitu kuatnya sehingga dapat bertindak agresif,

maka kadang-kadang ada keinginan untuk bunuh diri Kesadaran akan

dirinya begitu menurun sehingga tidak memperhatikan lagi

kepentingan dirinya sendiri. Reaksi panik dapat pula menyerupai

manifestasi psikotik dimana ego mengalami disintegrasi, yang disertai

delusi dan halusinasi (Trismiati, 2005).

2.1.5 Sumber Kecemasan

Kecemasan dapat terjadi kapan saja dan disebabkan oleh apa saja yang

mengancam jiwa. Kecemasan dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar, juga bahaya

dari dalam diri dan pada umumnya ancaman itu samar-samar (tidak jelas) bahaya

dari dalam timbul bila ada sesuatu hal yang tidak dapat diterimanya, seperti pikiran,

perasaan, keinginan dan dorongan (Gunarsa 2014).

Kecemasan dalalm tubuh yang disebut kecemasan neurotik yaitu kecemasan

yang berasal dari dalam tubuh dan tidak bisa dihindari sehingga kecemasan yang

bersembunyi dalam kecemasan lainnya, seperti fobia, gangguan obsesif kompulsif,

konfersi dan gangguan fisiologis lain. Kecemasan bukan gejala menentukan disebut

kecemasan psikotik, adalah kecemasan merupakan gejala biasa bukan gejala

menentukan yang kadang-kadang merupakan manifestasi gejala depresi.

Kecemasan dapat dirasakan begitu hebat, sehingga penderita tidak bisa berbuat apa-
apa. Kecemasan takut pada masyarakat atau kecemasan sosial, yaitu terjadi karena

individu takut akan pendapat umum tentang dirinya.

2.1.6 Indikator Kecemasan

Conley, 2010 berpendapat bahwa terdapat keluhan dan gejala dalam

kecemasan dibagi menjadi gejala somatik dan psikologis yaitu :

1. Gejala somatik terdiri dari :

a. Keringat berlebih.

b. Ketegangan pada otot skelet yaitu seperti : sakit kepala, kontraksi

pada bagian belakang leher atau dada, suara bergetar, nyeri

punggung.

c. Sindrom hiperventilasi yaitu seperti : sesak nafas, pusing, parestesi.

d. Gangguan fungsi gastrointestinal yaitu seperti tidak nafsu makan,

mual, diare, dan konstipasi.

e. Iritabilitas kardiovaskuler seperti : hipertensi

2. Gejala psikologis terdiri dari beberapa macam :

a. Gangguan mood seperti : sensitif, cepat marah, dan mudah sedih.

b. Kesulitan tidur seperti : insomnia, dam mimpi buruk

c. Kelelahan atau mudah capek.

d. Kehilangan motivasi dan minat.

e. Perasaan-perasaan yang tidak nyata.

f. Sangat sensitif terhadap suara seperti : merasa tak tahan terhadap

suara- suara yang sebelumnya biasa saja.

g. Berpikiran kosong seperti : Tidak mampu berkonsentrasi, mudah

lupa.
h. Kikuk, canggung, koordinasi buruk.

i. Tidak bisa membuat keputusan seperti : tidak bisa menentukan

pilihan bahkan untuk hal-hal kecil.

j. Gelisah, resah, tidak bisa diam.

k. Kehilangan kepercayaan diri.

l. Kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu berulang-ulang.

m. Keraguan dan ketakutan yang mengganggu.

n. Terus menerus memeriksa segala sesuatu yang telah dilakukan

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua gejala

umum alam kecemasan, yaitu gejala somatik yaitu gejala fisik yang tampak

pada individu yang sedang mengalami kecemasan, dan gejala psikologis yang

dirasakan oleh individu yang mengalami kecemasan.

Sulistyaningsih (2000) mengemukakan bahwa ada tiga komponen utama reaksi

kecemasan, yaitu

a. Reaksi subyektif (kognitif), berupa khawatir, bimbang.

b. Tingkah laku yang tampak (overt behavior), misalnya badan gemetar.

c. Reaksi fisiologis internal, yaitu meningkatnya denyut jantung atau

keluar keringat dingin

2.1.7 Faktor penyebab kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar

tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwaperistiwa atau

situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut

Savitri Ramaiah (2003:11) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi

kecemasan, diantaranya yaitu :


a. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir

individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena

adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan

keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut

merasa tidak aman terhadap lingkungannya.

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar

untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama 15 jika

dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat

lama.

c. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya

kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama

ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul,

dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

2.2 Konsep Ruang Intensive Care Unit

2.2.1 Definisi pasien kritis

Pasien kritis menurut AACN (American Association of Critical Nursing)

didefinisikan sebagai pasien yang berisiko tinggi untuk masalah kesehatan aktual

ataupun potensial yang mengancam jiwa. Semakin kritis sakit pasien, semakin

besar kemungkinan untuk menjadi sangat rentan, tidak stabil dan kompleks,

membutuhkan terapi yang intensif dan asuhan.


2.2.2 Pendekatan Holistik

Pendekatan holistik pada keperawatan kritis mencakup keluarga pasien.

Keluarga dalam lingkup ini diartikan sebagai orang yang berbagi secara intim dan

rutin sepanjang hari kehidupan dalam proses asuhan keperawatan. Orang- orang

tersebut mengalami gangguan homeostasisnya oleh karena masuknya pasien ke

area kritis. Siapa saja yang merupakan bagian penting dari pola hidup normal pasien

dipertimbangkan sebagai anggota keluarga. Di area keperawatan kritis keterlibatan

keluarga merupakan bagian integral dari perawatan pasien di ICU dan telah

memiliki kontribusi positif terhadap kesembuhan pasien (Wardah, 2013).

2.2.3 Respon Keluarga Terhadap Kondisi Pasien Kritis

Respon dalam kamus bahasa berarti jawaban, balasan, tanggapan. Respon

seseorang terhadap stimulus yang berkaitan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makna serta lingkungan disebut dengan perilaku kesehatan. Respon atau

reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun

bersikap aktif (tindakan nyata atau praktis).

Adapun stimulus atau rangsangan disini terdiri dari 4 unsur pokok yaitu:

sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Terkait dengan respon

keluarga pada anggota keluarga yang dirawat di ruang intensif, keluarga seringkali

merasakan stress ataupun cemas.

Kecemasan yang tinggi muncul akibat beban yang harus diambil dalam

pengambilan keputusan dan pengobatan yang terbaik bagi pasien. Respon keluarga

terhadap stres bergantung pada persepsi terhadap stress, kekuatan, dan perubahan

gaya hidup yang dirasakan terkait dengan penyakit kritis pada anggota keluarga.

Pada titik kritis ini, fungsi keluarga inti secara signifikan berisiko mengalami
gangguan (Nurhadi, 2014).

Tugas keluarga pasien kritis yang utama adalah untuk mengembalikan

keseimbangan dan mendapatkan ketahanan. Menurut Mc. Adam, dkk (2008), dalam

lingkungan area kritis keluarga memiliki beberapa peran yaitu: 1) active presence,

yaitu keluarga tetap di sisi pasien, 2) protector, yaitu memastikan perawatan

terbaik telah diberikan, 3) facilitator, yaitu keluarga memfasilitasi kebutuhan

pasien ke perawat, 4) historian, yaitu sumber informasi rawat pasien, 5) coaching,

yaitu keluarga sebagai pendorong dan pendukung pasien. Pasien yang berada dalam

perawatan kritis menilai bahwa keberadaan anggota keluarga di samping pasien

memiliki nilai yang sangat tinggi untuk menurunkan level kecemasan dan

meningkatkan level kenyamanan (Holly, 2012).

2.2.4 Teori Stress Keluarga

Respon keluarga terhadap stress yang dirasakan ketika menghadapi anggota

keluarga mendapatkan perawatan kritis, dapat dijelaskan melalui Stres Keluarga

Hill. Teori tersebut dikenal dengan model ABCX. Kerangka ABCX memiliki dua

bagian. Pertama adalah pernyataan yang berhubungan dengan penentu krisis

keluarga: A (Peristiwa dan kesulitan terkait) berinteraksi dengan B (Sumber

berhadapan dengan krisis keluarga) yang berinteraksi dengan C (definisi yang

dibuat keluarga mengenai peristiwa tersebut) menghasilkan X (krisis).

Sumber
Koping (B)
Stressor Krisis atau
Keluarga bukan
(A) krisis (X)
Persepsi
tentang
stressor(C)
Gambar 2.2.4 Teori Stres Keluarga menurut Hill (Friedman, 2010)

Gambar 2.1 menampilkan gambar visual mengenai teori dari adaptasi model

Hill. Faktor A adalah stressor yang atau adanya peristiwa aktual yang memaksa

keluarga mempertahankan dengan cara stereotip yang diikuti oleh mekanisme

koping keluarga (B). Jika keluarga tidak menggunakan sumber dan mekanisme

koping, maka hasilnya sama yakni seolah-olah keluarga tidak memiliki sumber

koping. Intervensi lebih mudah pada kasus ini karena tidak terlalu sulit untuk

membantu keluarga memanfaatkan pola koping masa lalu dibandingkan membantu

keluarga belajar cara berespon yang baru.

Faktor C merupakan persepsi dan interpretasi keluarga terhadap stressor

atau peristiwa stres. Penilaian keluarga terhadap stressor mempengaruhi apa upaya

koping yang digunakan beserta hasilnya nanti. Keluarga yang fungsional akan

mampu melihat peristiwa sebagai sesuatu yang dapat dipahami dan dapat dikelola.

2.2.5 Koping Keluarga

Koping keluarga merupakan proses aktif saat keluarga memanfaatkan

sumber keluarga yang ada dan mengembangkan perilaku serta sumber baru yang

akan memperkuat unit keluarga dan mengurangi dampak peristiwa hidup yang

penuh stres. Strategi koping keluarga ketika menghadapi stres dapat dilakukan

melalui pencarian dukungan sosial (Nurhadi, 2014).

Dukungan yang diberikan oleh perawat intensif kepada anggota keluarga

pasien merupakan salah satu bentuk dukungan sosial formal. Dukungan sosial yang

diberikan oleh keluarga, teman dan tetangga disebut ‘informational support’ dan

dukungan sosial yang diberikan oleh penyedia layanan formal disebut ‘formal

support’. Ketika kebutuhan pasien dan keluarga bersinergi dengan kompetensi


perawat, maka hasil perawatan pasien akan optimal (Wardah, 2013).

Dukungan sosial didefinisikan sebagai pertukaran informasi pada tingkat

interpersonal yang memberikan empati dukungan yakni dukungan emosional,

harga diri, jaringan, penilaian dan altruistik. Dukungan emosional merupakan

keyakinan bahwa individu dalam keluarga dicintai dan disayangi. Kebutuhan

emosional ini mencakup kebutuhan akan harapan dan jaminan dukungan spiritual.

Pemahaman mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan keluarga oleh tenaga

kesehatan profesional pada perawatan kritis bermanfaat agar keluarga dapat

mengontrol pada situasi rentan dan hal tersebut juga dapat dilakukan oleh petugas

kesehatan ketika berada pada keadaan yang sama (Brysiewicz, 2006).

2.2.7 Dukungan Informasi

a. Pengertian

Dukungan informasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki definisi

sebagai suatu bantuan/ sokongan dalam pemberian berita, pemberitahuan tentang

sesuatu. Pemberian dukungan informasi merupakan hal yang paling berkaitan erat

dengan kecemasan, dimana informasi dapat mempengaruhi persepsi positif ataupu

negatif terhadap emosi keluarga. Informasi yang tidak lengkap dapat merupakan

salah satu penyebab pengembangan, kecemasan, depresi, post traumatis syndrome

ataupun ketidak harmonisan hubungan keluarga dengan tim kesehatan (Mc. Adam,

Arai dan Putillo, 2008). Keluarga dengan kondisi kritis yang disebabkan oleh

penyakit kritis anggota keluarganya membutuhkan bantuan tim kesehatan untuk

dapat beradaptasi dengan lingkungan (Wardah, 2013).

Petugas kesehatan profesional yang bekerja di ruang intensif akan

dihadapkan dengan banyak perubahan etis karena komplikasi dalam memberikan


perawatan (Elpern dkk, 2005). Pada kenyataannya karena kondisi pasien yang tidak

stabil dan ketidakseimbangan kondisi mental keluarga, petugas kesehatan

profesional cenderung memberikan informasi secara umum dan informasi yang

ambigu mengenai kondisi pasien untuk melindungi keluarga terhadap kecemasan

dan kekhawatiran (Miracle, 2006).

Dukungan informasi terhadap keluarga pasien di ruang intensif merupakan

alat untuk membantu keluarga pasien dalam mendapatkan pemahaman yang lebih

baik dalam kondisi stress dan menurunkan tingkat kecemasan (Taylor, 2006).

Menggunakan teknik dan sumber koping dalam pemberian informasi kepada

keluarga pasien di ruang intensif juga membantu mereka dalam beradaptasi secara

lebih baik ketika dihadapkan pada kondisi stress dan dapat membawa harapan

mereka terhadap pasien sesuai dengan kenyataan (Yaman dan Bulut, 2010).

Peningkatan minat dalam pengembangan, implementasi dan uji coba dalam

intervensi pemberian dukungan informasi kepada keluarga pasien yang dirawat di

ruang intensif adalah langkah nyata yang terdapat dalam literatur rawat intensif.

Pemberian leaflet kepada keluarga pasien mengenai informasi serta orientasi ruang

di ruang intensif, kebijakan di ruang intensif, petugas kesehatan yang ada, dan

peralatan yang digunakan di ruang intensif yang secara signifikan berfungsi untuk

meningkatkan prognosis pasien secara menyeluruh (Azouley dkk, 2012).

Kebutuhan informasi yang tidak terpenuhi dengan baik akan mempengaruhi

respon keluarga terhadap perawatan yang dilakukan. Defisit komunikasi, informasi

yang kontradiktif, dan kurangnya dukungan akan menyebabkan kondisi stres,

frustasi, depresi dan ketidakpuasan pada anggota keluarga (Bailey, 2010).


b. Cara Pengukuran

Perawat merupakan tenaga kesehatan pertama yang menunjukkan minat

terhadap kebutuhan anggota keluarga pasien yang dirawat di ruang intensif. Pada

tahun 1979, seorang perawat Nancy Molter mengembangkan daftar kebutuhan

keluarga berdasarkan survey mahasiswa keperawatan. Daftar kebutuhan keluarga

tersebut kini dikenal dengan nama Critical Care Family Needs Inventory (CCFNI).

CCFNI memiliki 45 pertanyaan yang dibagi menjadi lima dimensi: informasi

mengenai keadaan pasien yang sesungguhnya, berada didekat pasien, mendapatkan

jaminan, kenyamanan dan dukungan (Fortunatti, 2014).

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Kinrade, Jackson dan

Tomney (2009) menunjukkan bahwa terdapat 9 kebutuhan yang paling penting

yang berhasil di identifikasi oleh keluarga pasien dan perawat, meliputi:

1. Pertanyaan dijawab secara jujur

2. Dapat mengunjungi pasien setiap saat

3. Memiliki perasaan bahwa petugas kesehatan peduli terhadap pasien

4. Mengetahui fakta yang spesifik mengenai perkembangan pasien

5. Mengetahui hasil yang diharapkan

6. Melihat pasien secara berkala

7. Diberikan jaminan bahwa pasien akan mendapatkan perawatan sebaik

mungkin

8. Mengetahui mengenai kenyataan meskipun menyedihkan

9. Mendapatkan penjelasan mengenai sesuatu yang tidak dimengerti

Terdapat lima hal yang dianggap kurang penting mengenai kebutuhan

keluarga pasien yang berhasil diidentifikasi, meliputi:


1. Sendirian setiap saat

2. Diberikan informasi mengenai pelayanan rohani

3. Mempunyai seseorang yang peduli dengan kesehatan keluarga pasien

4. Memperoleh perabot yang nyaman ketika berada di ruang tunggu

5. Diberikan semangat dan keberanian untuk mengungkapkan emosi

Keperawatan yang teliti (Nurhadi, 2014). Unit rawat intensif merupakan

area khusus pada sebuah rumah sakit dimana pasien yang mengalami sakit kritis

atau cidera memperoleh pelayanan medis, dan keperawatan secara khusus (Pande,

Kolekar, dan Vidyapeeth, 2013). Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan

Nomor: 1778/ Menkes/ SK/XII/ 2010 mendefinisikan Intensive Care Unit ( ICU)

adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri dengan staf yang khusus dan

perlengkapan yang khusus pula yang ditujukan untuk obervasi, perawatan, dan

terapi pasien- pasien yang menderita penyakit, cidera atau penyulit- penyulit yang

mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. Unit perawatan ini

melibatkan berbagai tenaga professional yang terdiri dari multidisiplin ilmu yang

bekerja sama dalam tim.

Tabel 2.2 tabel petunjuk panduan bagi seseorang tenaga kesehatan dalam
menentukan tingkat penyakit pasien.
Ruang lingkup pelayanan ruang Intensive Care Unit (ICU) menurut Kemenkes

(2011) meliputi hal- hal sebagai berikut:

a. Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit akut yang mengancam nyawa dan

dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.

b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan

penatalaksanaan spesifik problema dasar.

c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang

ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic.

d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat

tergantung oleh alat atau mesin dan orang lain.

Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan

kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme

untuk membuat prioritas pasien masuk berdasarkan beratnya penyakit dan

prognosis. Krietria prioritas pasien masuk menurut Pedoman Pelayanan Instalasi

Rawat Intensif RSUP Dokter Kariadi Semarang (2016) yaitu:

a. Pasien prioritas 1

Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi

intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ, infus,

obat vasoaktif/inotropik obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca bedah

kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang

mengancam nyawa.

b. Pasien prioritas 2

Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab

sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan
intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien yang mengalami

penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah

mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak

mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

c. Golongan pasien priorotas 3

Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan

sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,

secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di

ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai contoh antara lain pasien dengan

keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan

jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi

penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi

kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan

intubasi. atau resusitasi jantung paru.

d. Pengecualian

Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala Instalasi

Rawat Intensif, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan

dengan catatan bahwa pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa

dikeluarkan dari ICU agar fasilitas terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas

1,2,3. Sebagai contoh: pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi

tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi perawataan yang aman saja, pasien

dengan perintah “Do Not Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetatif permanen,

pasien yang dipastikan mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor

organ, maka pasien dapat dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum
dilakukan pengambilan organ untuk donasi.

Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat biasa, karena

mereka mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat, dokter,

maupun ketergantungan terhadap alat seperti ventilator. Reaksi pasien yang akan

dirawat di ruang ICU berbeda-beda yang diantaranya adalah muncul kecemasan.

Perasaan cemas ini muncul ketika seseorang terlalu mengkhawatirkan

kemungkinan peristiwa yang menakutkan yang terjadi di masa depan yang tidak

bisa dikendalikan, dan jika itu terjadi akan dinilai menjadi sesuatu yang mengerikan

(Silvatar, 2007 dalam Saragih dan Yulia Suparmi, 2017). Pasien dan keluarga

seringkali menganggap perawatan di ICU adalah suatu tanda penyakit yang kritis

dan suatu tanda kematian akan terjadi. Pemahaman terhadap makna perawatan

kritis dapat membantu perawat dalam merawat mereka.

Peran seorang perawat pada umunya adalah ;

1. Pemberi asuhan keperawatan

2. Pembuat keputusan Klinis

3. Pelindung dan Advokat klien

4. Manager kasus

5. Rehabilitator

6. Pemberi kenyamanan

7. Pemberi keyakinan

8. Edukator

9. Kolaborator

10. Konsultan

11. Pembaharu
Peranan perawat dalam keperawatan yang dapat menunjang kualitas satndar

pelayanan yang diharapkan. Pada tahun 2013 pemerintah Australia mengesahkan

program Keselamatan dan Kualitas Standar Pelayanan Kesehatan Nasional. Suatu

kegiatan dalam rangka Akreditasi unit pelayanan, jadi harus lebih meningkatkan

dan mengembangkan dalam pelaksanaan pelayanannya dalam berbagai hal.

Pelaksanaan ini mencakup beberapa aspek termasuk pengaturan tata kelola,

kemitraan dengan konsumen dan proses pelayanan kesehatan. Di negara Australia

62% perawat rumah sakit merupakan komponen terbesar yang memainkan peranan

penting dalam memenuhi standar tersebut. Permasalahan yang selalu dihadapi

semua unit pelayanan kesehatan hampir sama yaitu bagaimana upaya dalam

meningkatkan segi pelayanan, baik dari kesejahteraan maupun keselamatan

pasiennya dan biasanya hal tersebut dikaitkan dengan beberapa faktor seperti

jumlah tenaga perawat tidak memadai, ketrampilan dari perawat itu sendiri,

prasarana yang kurang mendukung serta management yang kurang terstruktur

dengan baik.
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Model Konsep Teori Peplau

Pasien Perawat

Kondisi Kritis Kecemasan

Faktor yang mempengaruhi Faktor Penyebab Kecemasan :


pasien kritis :
1. Lingkungan
1. Daya tahan tubuh menurun 2. Emosi yang ditekan
2. Bakteri penyakit yang 3. Sebab-sebab Fisik
didalam tubuh sudah
menyebar
3. Kesalahan tindakan

3.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan tingkat kecemasan

mahasiswa keperawatan terhadap kondisi pasien kritis diruang ICU RSAL Dr.

Ramelan Surabaya
BAB 4

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang metode yang akan digunakan dalam

penelitian meliputi: Desain Penelitian, Kerangka Kerja, Variabel Penelitian,

Definisi Operasional, Sampling Desain, Waktu dan Tempat Penelitian,

Pengumpulan Data dan Analisis Data, Etika Penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk

melaksanakan riset pemasaran. Desain penelitian memberikn prosedur untuk

mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyusun atau menyelesaikan

masalah dalam penelitian. Desain penelitian merupakan dasar dalam melakukan

penelitian. Oleh sebab itu, desain penelitian yang baik akan menghasilkan

penelitian yang efektif dan efisien.

Klasifikasi desain penelitian dibagi menjadi dua yaitu, eksploratif dan

konklosif. Desain penelitian konklusif dibagi lagi menjadi dua tipe yaitu dekriptif

dan kasual. Dalam penelitian ini digunakan penelitian eksploratif dan deskriptif.

Penelitian eksploratif bertujuan untuk menyelediki suatu masalah atau situasi untuk

mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang baik. Sementara itu, penelitian

deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sesuatu.

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan penelitian

analitik korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Desain penelitian cross-

sectional ini adalah jenis penelitian yang ingin mengentahui tingkat kecemasan

waktu pengukuran/observasi variabel independen dan dependen hanya satu kali

pada saat itu (Nursalam, 2013).


4.2 Kerangka Kerja

Populasi:
Mahasiswa Keperawatan yang melakukan praktek klinik diruang ICU
RSAL Dr.Ramelan Surabaya berjumlah ..... mahasiswa

Teknik Sampling:
Menggunakan Probability Sampling dengan pendekatan Stratified Random
Sampling

Sampel:
Mahasiswa Keperawatan yang sedang praktek diruang ICU

Desain Penelitian
Analitik korelasi, Cross sectional

Pengumpulan Data

Variabel Independent Variabel Dependent


Mahasiswa Keperawatan Pasien kritis diruang ICU

Pengolahan Data :
Editing, Coding, Scoring, Entry Data dan Cleaning

Analisa Data :
Uji statistik korelasi dari Spearman

Hasil & Pembahasan

Simpulan & Saran


4.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1-30 Januari 2020 diruang ICU

RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Diruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya angka

kecemasan mengalami peningkatan, selain itu faktor kecemasan diruang ICU

RSAL Dr. Ramelan Surabaya tersebut banyak terjadi pada mahasiswa keperawatan

yang sedang melakukan praktek klinik

4.4. Populasi, Sample, dan Sampling Desain

4.4.1 Populasi Penelitian

Menurut Burns and Grove (2010) dalam Sawajana, I ketut (2016:9)

menyebutkan populasi merupakan kumpulan semua individu atau ojek yang

dipertimbangkan dalam studi satistik. Sedangkan menurut Nursalam (2013)

populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan

contohnya : manusia atau klien. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa

keperawatan yang sedang melakukan praktek klinik diruang ICU RSAL Dr.

Ramelan Surabaya.

4.4.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih secara random atau non

random sekaligus dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan populasi

(Swarjana, I Ketut, 2016:11). Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang

dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui teknik sampling (Nursalam,

2013:171). Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan yang sedang

melakukan praktek klinik diruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya.

4.4.3 Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat


mewakili populasi (Nursalam, 2013). Teknik sampling dalam penelitian ini adalah

Probability Sampling dengan menggunakan Stratified Random Sampling

4.5 Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2013). Dalam

penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (Independent) dan variabel

terikat (dependent.)

4.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas (Independent) yaitu variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lainnya, biasanya variabel independent merupakan

kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti sehingga dapat menciptakan

dampak pada variabel dependen (Nursalam, 2013). Variabel bebas pada penelitian

ini adalah tingkat kecemasan mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan

praktek di ruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya.

4.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat (Dependent) faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam,

2013). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kondisi pasien kritis diruang ICU

RSAL Dr. Ramelan Surabaya.

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga dapat mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna dari penelitian (Setiadi, 2013:122). Definisi


operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi dan replikasi

(Nursalam, 2013).

N Variabel Definisi Indikator Skala


Skor
o
1. Tingkat Seseorang Gejala Ordinal 1. Mild Anxiety
Kecemas yang Somatik dan 2. Moderate
an kehilangan Gejala Anxiety
kepercayaa Psikologis 3. Severe Anxiety
n diri
2. Kondisi Seseorang Observasi Nominal 1. Pendekatan
pasien yang tanda-tanda Holistik
kritis mengalami vital pasien 2. Respon
diruang sakit kritis dan ukur Earli keluarga
ICU atau cidera Warning terhadap pasien
memperole Scale
h pelayanan
medis
4.7 Pengumpulan, Pengelolaan, dan Analisa Data

4.7.1 Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini terdapat dua instrument

yaitu lembar kuisioner hubungan tingkat kecemasan mahasiswa keperawatan

terhadap kondisi pasien kritis diruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya dan

lembar observasi.

a. Lembar Kuisioner

Lembar Kuisioner hubungan tingkat kecemasan mahasiswa keperawatan

terhadap kondisi pasien kritis diruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya

digunakan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan kecemasan pada

mahasiswa keperawatan yang sedang malakukan praktek klinik diruang ICU

RSAL Dr. Ramelan Surabaya.

b. Lembar Observasi

Lembar observasi meliputi nomor responden, nama responden, hasil tanda-

tanda vital pasien, hasil balance cairan pasien dan hasil pemeriksaan tanda-tanda

vital pasien yang telah dilakukan oleh peneliti pada pasien dengan kondisi kritis

diruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya.

2 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Peneliti menyiapkan berkas surat perijinan dari pihak institusi Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya untuk pengambilan data diruang ICU RSAL

Dr. Ramelan Surabaya.


4.7.2 Analisis Data

1. Pengolahan Data

Lembar Kuisioner tingkat kecemasan yang yang telah terkumpul diteliti kembali

dan diberi kode responden. Variabel kemudian diolah dengan tahap sebagai berikut:

a. Memeriksa data (editing)

Daftar pemeriksaan yang telah selesai selesai kemudian diperiksa yaitu

dengan memeriksa kelengkapan pemeriksaan.

c. Memberi tanda kode (coding)

Hasil pemeriksaan yang telah diperoleh diklasifikasikan ke dalam kategori

yang telah ditentukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka

pada masing-masing variabel.

d. Menentukan nilai (scoring)

Penilaian perkembangan motorik halus terbagi tiga kategori normal,

Suspect/Diduga/Dicurigai ada keterlambatan dan tidak dapat

diuji/Untestable.

e. Entry data

Hasil pemeriksaan yang sudah diberikan kode kategori kemudian dimasukan

dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data, dan tersebut telah

dikelompokkan dan diolah dalam sebuah tabel.

f. Cleaning

Data diteliti kembali agar pada pelaksanaan analisa data bebas dari kesalahan.

2 Analisis Statistik

Pada penelitian ini variabel pertama menggunakan skala data nominal dan

variabel kedua menggunakan skala data ordinal dengan teknik komputerisasi


menggunakan software komputer. Taraf signifikan yang digunakan adalah 0,05

yang artinya jika p < 0,05 berarti hipotesa diterima yang artinya ada hubungan

tingkat kecamasan pada mahasiswa keperawatan terhadap kondisi pasien kritis

diruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya

4.8 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Stikes Hang

Tuah Surabaya dan izin dari Kepala Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.Ramelan

Surabaya.

1. Lembar persetujuan penelitian (Informed Consent)

Lembar persetujuan sebagai sampel akan diberikan sebelum penelitian

dilaksanakan kepada mahasiswa keperawatan yang sedang malaksanakan praktek

klinik diruang ICU RSAL Dr. Ramelan Surabaya yang akan diteliti agar responden.

Jika subjek bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan

dan jika subjek menolak diteliti maka peneliti harus menghargai hak-hak sampel.

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Sampel tidak mencantumkan nama pada lembaran pengumpulan data,

peneliti cukup menuliskan kode pada lembar pertanyaan untuk menjaga

kerahasiaan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari sampel dijaga

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan

sebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai