Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN KECEMASAN/ANSIETAS
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Dosen Pengampu :
Ns. Tien Aminah , M.Kep

Disusun oleh :
1. Fina Kartika Damayanti ( 191202 )
2. Peby Kurniawan ( 191223 )
3. Tsalsa Aulia Rachmawati ( 191248 )

2D KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI, SAINS DAN KESEHATAN RS DR. SOEPRAOEN
MALANG
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmad dan hidayah-
Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Jiwa yang berjudul
”Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Psikososial Kecemasan” sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan Makalah ini kami mendapatkan pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada yang terhormat :
1. Bapak Letnan Kolonel (Ckm) Arif Effendi, S.Mph., SH, S.Kep., Ners, M.M,
Selaku Direktur ITSK RS. dr. Soepraoen Malang.
2. Ibu Apriyani Puji Hastuti, M. Kep selaku Ka Prodi Keperawatan ITSK RS. dr.
Soepraoen Malang.
3. Ibu Tien Aminah, M.Kep selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Jiwa ITSK RS. dr. Soepraoen Malang.
4. Beserta rekan-rekan kelas 2D Keperawatan ITSK RS. dr. Soepraoen Malang.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Makalah
ini. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak untuk memperbaikinya.

Malang, Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ..................................................................................................2
DAFTAR ISI .................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................5
1.3 Tujuan ......................................................................................................................5
1.4 Manfaat ...................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kecemasan .................................................................................................6
2.2 Gejala Kecemasan ....................................................................................................8
2.3 Klasifikasi Tingkat Kecemasan ...............................................................................9
2.4 Penyebab Kecemasan ...............................................................................................9
2.5 Jenis Kecemasan ......................................................................................................11
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan .................................................................12
2.7 Mekanisme Strategi Koping ....................................................................................17
2.8 Proses Keperawatan
2.8.1 Pengkajian ......................................................................................................19
2.8.2 Analisa Data ...................................................................................................20
2.8.3 Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan ..................................................21
2.8.4 Tindakan Keperawatan ..................................................................................21
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Kecemasan/Ansietas ......................................................22
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 39
3.2 Saran ........................................................................................................................ 39
Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecemasan adalah hal yang normal di dalam kehidupan karena kecemasan
sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam. Namun ketika
kecemasan terjadi terus-menerus, tidak rasional dan intensitasnya meningkat, maka
kecemasan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan
kecemasan (ADAA, 2010). Bahkan pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa
gangguan kecemasan juga merupakan suatu komorbiditas (Luana, et al., 2012).
Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan jiwa yang umum dengan
prevalensi seumur hidup yaitu 16%-29% (Katz, et al., 2013). Sedangkan gangguan
kecemasan terkait jenis kelamin dilaporkan bahwa prevalensi gangguan kecemasan
seumur hidup pada wanita sebesar 60% lebih tinggi dibandingkan pria (NIMH dalam
Donner & Lowry, 2013).
Di Indonesia prevalensi terkait gangguan kecemasan menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebesar 6% untuk
usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala kecemasan dan depresi
(Depkes, 2014). Terkait dengan mahasiswa dilaporkan bahwa 25% mahasiswa
mengalami cemas ringan, 60% mengalami cemas sedang, dan 15% mengalami cemas
berat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa setiap orang dapat
mengalami kecemasan baik cemas ringan, sedang atau berat (Suyamto, et al., 2009).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami stres baik
selama periode sebelum ujian maupun saat berlangsungnya ujian. Dalam hal ini yang
menjadi stresor utama ialah tekanan akademis dan ujian itu sendiri. Hal itu dapat
menyebabkan kecemasan pada mahasiswa dan disebut sebagai kecemasan akademis
(Hashmat. Et al., 2014).
Kecemasan akademis adalah perasaan cemas seperti tegang dan ketakutan pada
sesuatu yang akan terjadi di lingkungan akademik (Singh, 2009). Kecemasan akademis
mengacu pada pola pemikiran dan respon fisik serta perilaku karena kemungkinan
performa yang ditunjukkan oleh mahasiswa tidak begitu baik (Sanitiara, et al,. 2014).

4
Menurut teori perilaku, rasa frustasi dan trauma yang terus-menerus dialami dan
tidak terkendali akan memunculkan kecemasan dalam diri mahasiswa (Prawirohusodo
dalam Anita, 2014). Jika dibiarkan, maka hal tersebut dapat mempengaruhi kondisi
psikologi dan emosi mahasiswa baik ketika dihadapkan dengan situasi belajar maupun
saat berinteraksi langsung dengan mata kuliah yang merupakan stresor penyebab
timbulnya kecemasan dalam dirinya.
Mahasiswa hampir selalu disibukkan dengan banyak tuntutan internal maupun
eksternal yang dapat menimbulkan masalah-masalah akademis dan non-akademis.
Masalah-masalah non-akademis sangat berpengaruh terhadap permasalahan akademis,
terutama berasal dari tekanan sosial yang dialami mahasiswa dalam kehidupan sehari-
hari (Ibrahim, et al., 20)

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan natara tingkat kecemasan dengan prestasi akademik


mahasiswa?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat
kecemasan dengan prestasi akademik mahasiswa.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoretis

Untuk memperluas pemahaman ilmu pengetahuan khususnya ilmu


kedokteran jiwa dan untuk memberikan data ilmiah tentang hubungan antara
tingkat kecemasan dengan prestasi akademik mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan


pembelajaran bagi mahasiswa serta bagaimana mengatasi agar tingkat kecemasan
yang dialami mahasiswa tidak mempengaruhi prestasi akademiknya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah rasa khawatir, rasa takut yang tidak jelas


sebabnya.Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah
laku.Baik tingkah laku normal maupun tingkah laku yang menyimpang, kedua-duanya
merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan.
Rasa takut ditimbulkan oleh adanya ancaman, sehingga orang akan menghindar diri dan
sebagainya. Kecemasan dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar maupun dari dalam
diri, dan pada umumnya ancaman itu samar-samar (Gunarsa dan Yulia, 2012).

Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan tidak menyenangkan


dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan merupakan pengalaman emosi dan
subjektif tanpa ada obyek yang spesifik sehingga orang merasakan sesuatu perasaan
was-was (khawatir) seolaholah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umunya
disertai gejalagejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Pieter, H.Z.,
Janiwarti, B., & Saragih, M, 2011).

Kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dari manusia untuk


menghadapi situasi tertentu, tetapi juga dapat berubah menjadi gangguan mental jika
berlebihan dan tidak sebanding dengan situasi.Kemungkinan menafsirkan sesuatu hal
yang rancu sebagai hal yang mengancam dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita kecemasan, artinya mereka memandang dirinya mudah terkena pada hal-hal
yang menyakitkan.Mereka juga memandang lebih besar resiko yang mereka peroleh
dalam suatu situasi (Boky, 2013).

Syamsu Yusuf menyatakan anxiety (cemas) yaitu ketidakmampuan neurotic,


merasa terganggu, tidak matang dan ketidakberdayaan dalam menghadapi kenyataan
yang ada (lingkungan), kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari. Sependapat dengan
pernyataan tersebut, Kartini Kartono menjelaskan 10 bahwa kecemasan adalah suatu
bentuk ketakutan dan kerisauan dengan hal-hal tertentu tanpa kejelasan yang pasti.
Dikuatkan oleh Sarlito Wirawan bahwa kecemasan merupakan ketakutan yang tidak
jelas pada suatu objek dan tidak memiliki suatu alasan tertentu (Annisa & Ifdil, 2016).

6
Menurut Zakariah (2015) kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak
menyenangkan yang digambarkan dengan kegelisahan atau ketegangan dan tanda –
tanda hemodinamik yang abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi simpatik,
parasimpatik dan endokrin. Kecemasan ini terjadi segera setelah prosedur bedah
direncanakan. Menurut Ratih (2012) kecemasan merupakan perwujudan tingkah laku
psikologis dan berbagai pola perilaku yang timbul dari perasaan kekhawatiran subjektif
dan ketegangan. Kecemasan pada mahasiswa seringkali dihubungkan pada situasi ujian,
dimana ujian merupakan salah satu cara mengevaluasi mahasiswa terhadap suatu materi
belajar dan juga menjadi sumber kecemasan bagi mahasiswa (Basuki, 2015).

Kecemasan juga merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan


mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi
suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan perubahan fisiologis
dan psikologis. Kecemasan dalam pandangan kesehatan juga merupakan suatu keadaan
yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan. Berkaitan dengan hal
tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan dalam menghadapi ujian
merupakan suatu manifestasi emosi yang bercampur baur dan dialami oleh seorang
individu sebagai reaksi dalam menghadapi ujian yang dapat mempengaruhi fisik dan
psikis.

Penulis menyimpulkan bahwa kecemasan adalah respon individu untuk


menghdapi situasi bahaya atau keadaan tidak menyenangkan seolaholah ada sesuatu
yang buruk akan terjadi dan dapat berubah menjadi gangguan mental jika berlebihan
dan tidak sebanding dengan situasi.

7
2.2 Gejala Pada Kecemasan

Menurut Nevid dkk (2005), mengelompokkan gejala-gjala kecemasan dalam tiga


jenis kecemasan yaitu :

1. Gejala fisik, yaitu memiliki ciri-ciri berikut: kegelisahan, anggota tubuh bergetar,
banyak berkeringat, sulit bernapas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas
dingin, mudah marah atau tersinggung. 
2. Gejala behavioral, yaitu memiliki ciri-ciri berikut: berperilaku menghindar,
terguncang, melekat dan dependen.
3. Gejala kognitif, yaitu memiliki ciri-ciri berikut: khawatir tentang sesuatu, perasaan
terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan
bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan
ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau
kebingungan, sulit berkonsentrasi.

Berdasarkan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety), kecemasan terbagi


dalam kelompok dengan gejala-gejala secara spesifik sebagai berikut (Hawari, 2008):

1. Perasaan meliputi rasa cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah
tersinggung. 
2. Ketegangan meliputi rasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah
terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah. 
3. Ketakutan meliputi takut pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada
binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan banyak orang. 
4. Gangguan tidur yaitu sukar tidur, terbangun tengah malam, Tidur tidak nyenyak,
bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk dan mimpi menakutkan.
5. Gangguan kecerdasan meliputi sukar konsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat
buruk. 
6. Gangguan depresi (murung) yaitu hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hobi, sedih, bangun dini hari dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7. Gejala somatik atau fisik (otot) yaitu sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot
dan suara tidak stabil.

8
8. Gejala pendengaran, meliputi telinga berdering, penglihatan kabur, muka merah atau
pusat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.
9. Gejala kardiovaskular, meliputi denyut jantung cepat, berdebar-debar, nyeri di dada,
denyut nadi mengeras, rasa lesu atau lemas seperti mau pingsan dan detak jantung
menghilang berhenti sekejap. 
10. Gejala respiratorik (pernapasan) meliputi rasa tertekan atau sempit di dada, rasa
tercekik, sering menarik nafas dan napas pendek/sesak. 
11. Gejala gastrointesial, meliputi sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan,
nyeri sebelum dan sesudah makan, Perasan terbakar di perut terasa penuh atau
kembung, mual, muntah, buang air besar lembek dan sukar buang air besar.
12. Gejala urogenital meliputi sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni, tidak
datang bulan (tidak ada haid), darah haid berlebihan, darah haid amat sedikit, masa
haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan,
menjadi dingin, ejakulasi dini dan ereksi melemah. 
13. Gejala autonom meliputi mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala
pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.
14. Tingkah laku meliputi gelisah, tidak tenang, jadi gemetar, kulit kering, muka tegang,
otot tegang atau mengeras, napas pendek dan cepat dan muka merah.

2.3 Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Menurut Peplau (1952) dalam Suliswati (2014) ada empat tingkatan yaitu :

1) Kecemasan Ringan Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami seharihari.


Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2) Kecemasan Sedang Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,
terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan
arahan orang lain.
3) Kecemasan Berat Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya
pada detil yang kecil dan spesifik dan tidak dapat berfikir hal-hal lain. Seluruh

9
perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak
perintah/arahan untuk terfokus pada area lain.
4) Panik Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi
peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang
lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi
secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.

2.4 Penyebab Kecemasan

Menurut Atkinson (1983), kecemasan dapat disebabkan oleh beberapa faktor


yaitu sebagai berikut:

1. Threat (ancaman). Ancaman dapat disebabkan oleh sesuatu yang benar-benar


realistis dan juga yang tidak realistis, contohnya: ancaman terhadap tubuh, jiwa atau
psikisnya (seperti kehilangan kemerdekaan dan arti hidup, maupun ancaman
terhadap eksistensinya). 
2. Conflict (pertentangan). Timbul karena adanya dua keinginan yang keadaannya
bertolak belakang. Setiap konflik mempunyai dan melibatkan dua alternatif atau
lebih yang masing-masing mempunyai sifat apptoach dan avoidance.
3. Fear (ketakutan). Ketakutan akan segala hal dapat menimbulkan kecemasan dalam
menghadapi ujian atau ketakutan akan penolakan menimbulkan kecemasan setiap
kali harus berhadapan dengan orang baru. 
4. Umneed need (kebutuhan yang tidak terpenuhi). Kebutuhan manusia begitu
komplek dan sangat banyak. Jika tidak terpenuhi maka hal itu akan menimbulkan
rasa cemas.

Sedangkan menurut Rahmaiah (2003),terdapat empat factor utama yang


mempengaruhi perkembangan pola dasar dari kecemasan, yaitu :

1. Lingkungan, lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir


seseorang tentang diri orang itu sendiri dan orang lain. Hal ini bisa saja disebabkan
pengalaman seseorang dengan keluarga, sahabat, rekan kerja dll. Kecemasan menjadi
wajar jika seseorang merasa tidak aman terhadap lingkungannya.

10
2. Emosi yang ditekan, kecemasan bisa terjadi jika seseorang tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaan orang itu dalam hubungan personal. Ini akan
terjadi jika seseorang menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang
lama sekali.
3. Sebab-sebab fisik, fikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ini biasanya terlihat dalam kondisi misalnya,
kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Kondisi-kondisi
seperti ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
4. Keturunan, sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga-
keluarga tertentu, ini bukan merupakan penyebab penting dari kecemasan.

2.5 Jenis Kecemasan

Kecemasan dibagi menjadi beberapa jenis. Menurut Spilberger (dalam Triantoro


Safaria & Nofrans Eka Saputra, 2012) menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu:

a) Trait anxiety Setiap individu mempunyai intensitas rasa cemas tersendiri. Trait
anxiety adalah suatu respon terhadap situasi yang mempengaruhi tingkat
kecemasannya. Individu yang memiliki trait anxiety tinggi, maka ia akan lebih
cemas dibandingkan dengan individu yang trait anxietynya rendah.
b) State anxiety Kondisi emosional setiap dalam merespon suatu peristiwa berbeda.
State anxiety adalah respon individu terhadap suatu situasi yang secara sadar
menimbulkan efek tegang dan khawatir yang bersifat subjektif. Menurut Freud
(dalam Nida, 2014), kecemasan mempunyai tiga bentuk:
a. Kecemasan neurosis Kecemasan neurosis dipengaruhi oleh tekanan id. Kecemasan
ini muncul karena pengalaman pada suatu objek yang menurutnya berbahaya
sehingga menimbulkan bayangan-bayangan yang membuatnya merasa terancam.
b. Kecemasan moral Moral anxiety adalah kecemasan yang disebabkan adanya
konflik antara ego dan superego. Moral anxiety mucul ketika individu merasa
bersalah, yaitu ketika ia melanggar norma moral ataupun tidak sesuai dengan nilai
moral yang ada sehingga ia mendaptkan hukuman dari superego.
c. Kecemasan realistik Kecemasan ini dikenal sebagai kecemasan yang objektif
sebagai reaksi dari ego yang terjadi setelah ia mengalami situasi yang

11
membahayakan. Kecemasan realistik merupakan rasa takut akan adanya bahaya-
bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Yang et al, (2014), menyatakan bahwa kecemasan yang dialami mahasiswa di


sebabkan oleh beberapa faktor yaitu sikap pengawas ujian, suasana ujian, ketrampilan
mahasiswa, ujian itu sendiri dan perasaan intern yang dialami oleh mahasiswa itu sendiri
(tidak yakin lulus). Menurut Stuart (2013), faktor yang mempengaruhi kecemasan
dibedakan menjadi dua yaitu:

1.) Faktor prediposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan:


a) Teori Psikoanalitik
Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian diantaranya Id dan Ego. Id mempunyai dorongan
naluri dan impuls primitive seseorang, sedangkan Ego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Fungsi kecemasan
dalam ego adalah mengingatkan ego bahwa adanya bahaya yang akan datang (Stuart,
2013). Menurut Yang et al, (2014) penyebab kecemasan dalam ujian skill lab yaitu
mahasiswa tidak yakin akan standar kelulusan dan mahasiswa khawatir tentang
efektivitas dalam ujian skill lab.
b) Teori Interpersonal
Stuart (2013) menyatakan, kecemasan merupakan perwujudan penolakan dari
individu yang menimbulkan perasaan takut. Kecemasan juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
kecemasan. Individu dengan harga diri yang rendah akan mudah mengalami
kecemasan. Menurut Yang et al, (2014) penyebab kecemasan dalam ujian skill lab
berdasarkan teori interpersonal yaitu mahasiswa khawatir tentang perilaku dosen
yang mengawasi saat ujian skill lab dan mahasiswa juga khawatir akan adanya
ketidakcukupan sumber untuk menghadapi ujian skill lab.
c) Teori perilaku
Pada teori ini, kecemasan timbul karena adanya stimulus lingkungan spesifik,
pola berpikir yang salah, atau tidak produktif dapat menyebabkan perilaku
maladaptif. Menurut Stuart (2013), penilaian yang berlebihan terhadap adanya

12
bahaya dalam situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk
mengatasi ancaman merupakan penyebab kecemasan pada seseorang.

d) Teori biologis

Teori biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus yang


dapat meningkatkan neuroregulator inhibisi (GABA) yang berperan penting dalam
mekanisme biologis yang berkaitan dengan kecemasan. Gangguan fisik dan
penurunan kemampuan individu untuk mengatasi stressor merupakan penyerta dari
kecemasan.
2.) Faktor Presipitasi
 Faktor Eksternal
(1) Ancaman Integritas Fisik Meliputi ketidakmampuan fisiologis terhadap
kebutuhan dasar sehari-hari yang bisa disebabkan karena sakit, trauma
fisik, kecelakaan.
(2) Ancaman Sistem Diri Diantaranya ancaman terhadap identitas diri, harga
diri, kehilangan, dan perubahan status dan peran, tekanan kelompok, sosial
budaya.
 Faktor Internal
(1) Usia
Gangguan kecemasan lebih mudah dialami oleh seseorang yang
mempunyai usia lebih muda dibandingkan individu dengan usia yang
lebih tua (Kaplan & Sadock, 2010).
(2) Stressor
Kaplan dan Sadock (2010) mendefinikan stressor merupakan tuntutan
adaptasi terhadap individu yang disebabkan oleh perubahan keadaan
dalam kehidupan. Sifat stresor dapat berubah secara tiba-tiba dan dapat
mempengaruhi seseorang dalam menghadapi kecemasan, tergantung
mekanisme koping seseorang. Semakin banyak stresor yang dialami
mahasiswa, semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh sehingga jika
terjadi stressor yang kecil dapat mengakibatkan reaksi berlebihan
(3) Lingkungan

13
Individu yang berada di lingkungan asing lebih mudah mengalami
kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia
tempati (Stuart, 2013). Dari faktor lingkungan, menurut Yang et al
(2014), yang menyebabkan kecemasan dalam ujian skill lab yaitu
mahasiswa khawatir tentang suasana lingkungan selama skill tes
keperawatan.
(4) Jenis kelamin
Wanita lebih sering mengalami kecemasan daripada pria. Wanita
memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini
dikarenakan bahwa wanita lebih peka dengan emosinya, yang pada
akhirnya mempengaruhi perasaan cemasnya (Kaplan & Sadock, 2010).
(5) Pendidikan
Dalam Kaplan dan Sadock (2010), kemampuan berpikir individu
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
maka individu semakin mudah berpikir rasional dan menangkap
informasi baru. Kemampuan analisis akan mempermudah individu dalam
menguraikan masalah baru. Menurut Lallo, et al (2013), faktor
pendidikan yang mempengaruhi kelulusan mahasiswa saat menghadapi
ujian OSCE yaitu kemampuan mahasiswa. Kemampuan tersebut
biasanya dikenal dengan Intelligence Quotient (IQ) atau disebut juga
tingkat kepintaran mahasiswa. Hal yang dapat mempengaruhi tingkat
kepintaran mahasiswa adalah persiapan mahasiswa tentang pemahaman
materi dan kemampuan skill yang didapat sebelum menghadapi ujian
Jika persiapan yang dilakukan mahasiswa baik maka hasil ujian yang
akan diperoleh akan baik. Menurut Carpenito (2009), faktor yang
mempengaruhi kecemasan yaitu :
1) Situasional ( personal, lingkungan )
Lingkungan pembelajaran klinik sangat berpengaruh dalam
outcome mahasiswa saat di lingkungan pekerjaan. Eksplorasi
lingkungan pembelajaran mencerminkan area klinik yang sebenarnya
dan dapat memberikan kepada pengajar dalam proses pembelajaran
(Papastavrou, et al, 2010). Dalam suatu study penelitian pada 645

14
mahasiswa disimpulkan bahwa lingkungan pembelajaran dan suasana
lingkungan merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran
(Papastavrou, et al, 2010). Keefektifan suatu pembelajaran pada
mahasiswa di pengaruhi pula oleh dukungan fasilitas untuk menjadi
bagian dari suatu tim. Jika lingkungan tidak terstruktur dengan baik,
hal ini dapat membuat mahasiswa mudah terancam dan mengalami
kecemasan (Papastavrou, et al, 2010).
Faktor lingkungan fisik merupakan faktor dimana pengajaran
dilakukan sehingga membuat proses belajar menjadi menyenangkan
atau menjadi suatu pengalaman yang menyulitkan. Dalam hal ini,
harus memilih lingkungan yang membantu untuk memfokuskan diri
pada tugas pembelajaran. Jumlah peserta yang diajar, kebutuhan untuk
ketenangan, temperatur ruangan, pencahayaan, kebisingan, ventilasi
udara, dan perabot ruangan sangat penting ketika memilih tempat
(Potter & Perry, 2010).
2) Maturasional
Seseorang dikatakan mencapai maturitas ketika mereka sudah
mencapai keseimbangan pertumbuhan fisiologis, psikososial dan
kognitif. Individu yang matur merasa nyaman dengan kemampuan,
pengetahuan dan respon yang telah mereka kembangkan selama
bertahun-tahun (Potter & Perry, 2010). Orang-orang yang matang
terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun tanpa
kehilangan kepercayaan diri. Mereka mempertimbangkan masukan
dan rekomendasi orang lain ketika membuat keputusan tetapi tidak
terlalu terpengaruh atau terintimidasi dengan orang lain.
Perkembangan setiap orang, bagaimanapun merupakan sebuah proses
yang unik (Haber et al, 1992). Perubahan itu dialami oleh dewasa
awal termasuk proses alami maturasi.
Menurut Ramaiah (2007) menyatakan bahwa kriteria diagnostik
untuk gangguan kecemasan pada umumnya adalah berusia 18 tahun
atau lebih. Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat
kecemasan. Pada bayi kecemasan lebih disebabkan karena perpisahan,

15
lingkungan atau orang yang tidak dikenal dan perubahan hubungan
dalam kelompok sebaya. Kecemasan pada remaja mayoritas
disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada dewasa berhubungan
dengan ancaman konsep diri. Konsep diri adalah pengetahuan
individu tentang diri (Wigfield & Karpathian, 1991 dalam Potter &
Perry, 2010). Skill tes sangat relevan terjadi pada kalangan mahasiswa
dalam hal ini mahasiswa keperawatan (Yang, et al, 2014).
3) Tingkat Pendidikan
Individu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai koping yang
lebih baik dari pada yang berpendidikan rendah sehingga dapat
mengeliminir kecemasan yang terjadi.
4) Karakteristik Stimulus
a) Intensitas stressor Seseorang dapat saja mencerap intensitas atau
besarnya stressor sebagai minimal, sedang atau berat. Makin besar
stressor, makin besar respon stress yang ditimbulkan (Potter &
Perry, 2010). Pellat (2006), menjelaskan perkembangan suasana
pembelajaran yang kondusif diperlukan adanya mentor. Benett
(2003) dalam Emanuel dan Pryce Miller (2013), menegaskan
pentingnya peran mentor yang memiliki banyak waktu untuk
mahasiswanya. Hsu et al (2014), mengidentifikasi bahwa tantangan
dari mentor dapat diatasi dengan melakukan training pada mentor
dan hal ini akan sulit di terima oleh mahasiswa bila mentor tidak
bekerja secara maksimal.
b) Lama stressor Memanjangnya terpapar stresor menurunkan
kemampuan seseorang mengatasi masalah karena sudah lelah dan
kehabisan tenaga (National Safety Council, 2004).
c) Jumlah stressor Jika pada waktu yang sama tertumpuk sejumlah
stressor yang harus dihadapi, sehingga apabila terjadi stressor kecil
akan dapat mengakibatkan reaksi yang berlebihan.
d) Karakteristik Individu
1.) Makna stressor bagi individu Kecemasan bisa terjadi jika
individu tidak dapat menemukan jalan keluar untuk

16
perasaaannya dalam hubungan personal. Hal ini terjadi bila
individu menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu
yang lama sekali.
2.) Sumber yang dapat dimanfaatkan dan respon koping.
Ketidakmampuan mengatasi stress secara konstruksi
menyebabkan terjadinya perilaku patologis. Pola yang
cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi cemas
apabila cemas itu sudah berat atau menghebat. Cemas ringan
sering diatasi tanpa pemikiran.
3.) Status kesehatan individu. Pikiran dan tubuh senantiasa saling
berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ini
biasanya terlihat dalam kondisi seperti kehamilan, semasa
remaja dan sewaktu pulih dari penyakit. Selama mengalami
kondisi-kondisi ini, dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
2.7 Mekanisme dan Strategi Koping
Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban
yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya non
spesifik yaitu stres. Apabila mekanisme koping ini berhasil seseorang akan dapat beradaptasi
terhadap perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010).
1) Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas, seseorang menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba menghilangkan ansietas. Menurut Keliat (1999, dalam Suliswati
2014), mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan serta respon terhadap situasi yang
mengancam. Berdasarkan tingkatan ansietas membutuhkan lebih banyak energi untuk
mengatasi ancaman tersebut. Mekanisme koping dapat dikategorikan sebagai berfokus
pada masalah atau tugas dan berfokus pada emosi atau ego (Suliswati, 2014).
Mekanisme koping yang berorientasi pada tugas digunakan untuk
menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan dasar.
Macam-macam reaksi mekanisme koping berorientasi pada tugas yaitu perilaku
menyerah merupakan usaha seseorang mencoba untuk menghilangkan atau mengatasi
hambatan dalam rangka memenuhi kebutuhan, perilaku menarik diri dapat dinyatakan

17
secara fisik atau psikologis dan kompromi melibatkan perubahan cara berpikir
seseorang yang biasa tentang hal-hal tertentu, mengganti tujuan atau mengorbankan
aspek kebutuhan pribadi.
Mekanisme koping yang berfokus emosi atau ego, dikenal sebagai mekanisme
pertahanan, melindungi orang dari perasaan tidak mampu dan tidak berharga serta
mencegah kesadaran ansietas. Koping ini dapat digunakan pada tingkat ansietas yang
lebih tinggi sehingga dapat mendistorsi realitas, mengganggu hubungan interpersonal
dan membatasi kemampuan dalam bekerja secara produktif (Suliswati, 2014). Menurut
Stuart dan Sundeen (2013) mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua yaitu
mekanisme koping adaptif dan maladaptif.
Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme yang mendukung fungsi
integrasi, pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara
dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi, latihan
seimbang dan aktivitas konstruktif. Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme
yang menghambat fungsi integrasi, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan,
menghindar dan aktivitas destruktif.
2) Strategi Koping
Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk mengubah lingkungan atau
situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun,
2009). Para ahli membagi menjadi dua strategi koping yang biasanya digunakan oleh
individu yaitu problem solving focussed coping dimana individu secara aktif mencari
penyelesaian terhadap masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stres dan emotion focussed coping, dimana individu melibatkan usaha-
usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang
akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Ahyar (2010)
menyebutkan faktor–faktor yang mempengaruhi strategi koping yaitu kesehatan fisik,
keyakinan atau pandangan positif, ketrampilan memecahkan masalah, ketrampilan
sosial, dukungan sosial dan materi.
2.8 Proses Keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi,

18
pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, Proses keperawatan adalah cara pendekatan
sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang
dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses
keperawatan klien adalah sebagai berikut :
2.8.1 Pengkajian
a. Perilaku
 Produktivitas menurun
 Mengamati dan waspada
 Kontak mata minimal
 Gelisah
 Pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan lengan/ tangan)
 Insomnia dan perasaan gelisah.
b. Afektif
 Menyesal
 Iritabel,
 Kesedihan mendalam
 Takut, gugup, sukacita berlebihan
 Nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap
 Ketidakpastian
 Kekhawatiran meningkat
 Fokus pada diri sendiri
 Perasaan tidak adekuat
 Ketakutan, khawatir, prihatin.
c. Fisioligis
 Suara bergetar
 Gemetar/tremor tangan atau bergoyang-goyang
 Refleks-refleks meningkat
 Eksitasi kardiovaskuler: peluh meningkat, wajah tegang, mual,
jantung berdebar-debar, mulut kering, kelemahan, sukar bernafas
vasokonstriksi ekstremitas, kedutan meningkat, nadi meningkat
dan dilatasi pupil.
 Respon fisiologis pada sistem parasimpatis: sering berkemih,

19
nyeri abdomen dan gangguan tidur. perasaan geli pada
ekstremitas, diare, keragu-raguan,kelelahan, bradicardia,tekanan
darah menurun, mual, sering berkemih pingsan dan tekanan
darah meningkat
d. Kognitif
 Hambatan berfikir
 Bingung
 Pelupa
 Konsentrasi menurun
 Lapang persepsi menurun
 Takut terhadap sesuatu yang tidak khas
 Cenderung menyalahkan orang lain
 Kemampuan memecahkan masalah dan belajar berkurang.
2.8.2 Analisa Data
NO. DATA MASALAH

1. Data Subjektif : Ansietas Ringan


 Pasien merasa tegang dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
Data Objektif :
 Tampak motivasi dan kreatifitas
meningkat
 Tampak terpacu untuk
menyelesaikan masalah
2. Data Subjektif : Ansietas Berat
 Pasien merasa tidak dapat
memikirkan hal lain selain
dirinya
 Pasien mengatakan minta tolong
untuk menyelesaikan masalahnya
Data Objektif :
 Perlu pengarahan untuk
melakukan tugas yang lain

20
2.8.3 Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah

Gangguan Citra Tubuh

Ansietas (Core problem)

Koping Individu Tak Efektif

Kurang Pengetahuan Perubahan fisik/Operasi/stresor fisik

2.8.4 Tindakan Keperawatan


Tujuan :

1) Klien dapat mengenal ansietas

2) Klien dapat mengatasi ansietas melalui latihan relaksasi

3) Klien dapat memperagakan dan menggunakan Latihan relaksasi untuk mengatasi


ansietas.

4) Melibatkan Keluarga dalam latihan yang telah disusun

21
STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KECEMASAN /


ANSIETAS

A. Proses Keperawatan
Kasus :
Nn. R berumur 20 tahun merasakan dirinya merasa tidak tenang, tidak berdaya,
gelisah dan susah tidur. Klien selalu memikirkan mengenai nilai kuliahnya yang
turun dan takut tidak lulus bahkan tidak mendapatkan perkerjaan. Klien
mengatakan hari-harinya selalu berada dalam kecemasan karena nlainya yang jelek.
Hal itu membuat klien merasa takut dan cemas setiap harinya. Sehingga klien
sering murung dan melamun. Klien juga tampak sangat sensitif dan mudah
tersinggung apabila diajak beinteraksi. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
menunjukan tekanan darah klien 100/70 mmHg, nadi 94
x/menit,pernapasan 20 x/menit.

1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
1. Klien merasakan dirinya merasa tidak tenang, tidak berdaya
2. Klien merasa gelisah
3. Klien mengatakan susah tidur
Data Objektif :
1. Klien terlihat sering melamun dan murung
2. Klien mudah tersinggung dan tampak sensitif
2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas

22
3. Tujuan Tindakan Keperawatan
a. Tujuan Umum : mengatasi gangguan ansietas klien.
b. Tujuan Khusus :
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2) Pasien mampu mengenal ansietas
3) Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
4) Pasien akan mengalami situasi yang lebih sedikit menimbulkan stress
5) Pasien akan terlibat dalam aktivitas yang dijadwalkan sehari-hari
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasaaman dan nyaman saat berinteraksi.Tindakan yang harus dilakukan
dalam membina hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Memperkenalkan identitas diri (nama lengkap, nama panggilan, asal
institusi).
4) Menanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai.
5) Menjelaskan tujuan interaksi.
6) Menyepakati kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Membantu pasien mengenal ansietas :
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
c. Mengajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri saat ansietas muncul.

B. Strategi Pelaksanaan 1
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Perawat :“Selamat pagi, perkenalkan saya Fina Kartika, mbak bisa panggil
saya Fina. Saya perawat yang bertugas pada pagi ini dari jam 8

23
pagi sampai jam 2 siang nanti mbak. (Sambil Berjabat tangan).
Kalau boleh tau apakah benar dengan mbak R?”
Klien : “ Selamat pagi sus, iya benar”.
b. Evaluasi dan Validasi
Perawat : “Bagaimana perasaan mbak pagi ini? Apakah semalam bisa tidur
dengan nyenyak?”
Klien : “Tidak terlalu nyenyak sus, saya merasa gelisah, takut, dan juga
cemas sus.”
Perawat : “Jadi mbak semalam tidak bisa tidur?”
Klien : “ Rasanya hanya 1-2 jam saja sus saya tidur kemarin.”
c. Kontrak
Perawat : “Bagaimana jika sekarang kita berbincang-bincang sebentar
tentang kecemasan yang mbak rasakan saat ini dan latihan cara
mengontrol cemas dengan latihan relaksasi, tujuannya yaitu agar
mbak dapat mengurangi dan mengatasi kecemasan yang mbak
rasakan. Waktu yang diperlukan untuk berbincang-bincang dan
melakukan relaksasi ±15-20 menit saja bu. Apakah mbak
bersedia?”
Klien : “ Baik sus, saya bersedia.”
Perawat : “ Dimana mbak mau berbincang-bincang dengan saya?”
Klien : “Disini saja sus”
Perawat : “Baiklah mbak. Kalau begitu kita lakukan bincang-bincangnya
disini saja ya.”
2. Fase Kerja
Perawat : “Tadi mbak katakan, mbak merasa tidak tenang, gelisah, dan tidak
bisa tidur, coba mbak ceritakan lebih lanjut tentang perasaan
mbak tersebut? apa yang sedang mbak pikirkan? Apa yang terjadi
sehingga mbak merasa gelisah?”
Klien : “Saya merasakan cemas dan gelisah sus mengenai kuliah saya
sus, karena nilai saya jelek, saya takut tidak lulus dan tidak
mendapatkan perkerjaan. Saya juga takut kalau keluarga saya tau
lalu marah sus.”

24
Perawat : “Bagaimana kalau saya ukur dulu ya tekanan darah mbaknya?”
Klien : “Iya baik sus”
(mengukur tekanan darah)
Perawat : “Tekanan darah mbak sedikit rendah, yaitu 100/70 mmHg”
Klien : “Kenapa bisa rendah begitu ya sus tekanan darah saya?”
Perawat : “Itu bisa disebabkan karena mbak banyak pikiran dan juga kurang
istirahat pada malam harinya.”
Klien : “Saya bingung sus, sekarang saya harus bagaimana?”
Perawat : “Apakah mbak pernah mengalami kondisi seperti ini sebelumnya-
sebelumnya?”
Klien : “Tidak sus, baru sekarang saya mengalami hal seperti ini.”
Perawat : “Baiklah mbak, kalau begittu sekarang mbak ceritakan saja
selebihnya tentang perasaan mbak.”
Klien : “Saya sekarang merasa takut dan resah sus karena nilai kuliah
saya jelek, padahal sebelumnya nilai saya bagus-bagus. Saya
takuttidak lulus dan tidak mendapatkan perkerjaan kelak.”
Perawat : “Begitu rupanya mbak, saya paham dengan yang mbak rasakan
saat ini. Tetapi mbak tidak boleh terus-terusan seperti ini, mbak
juga harus semangat agar nanti bisa meraih nilai yang bagus,
mbak bisa belajar dan melanjutkan kuliah, masa depan mbak
masih sangat panjang.”
Klien : “Tapi saya sangat sangat khawatir, sampai-sampai saya tidak enak
makan dan tidur juga sus.”
Perawat : “Saya paham mbak, tapi di lain sisi mbak juga tidak boleh terus
larut dalam kekhawatiran seperti ini.”
Klien : “Lalu sekarang saya harus bagaimana sus?”
Perawat : “Mbak harus selalu optimis , tidak boleh menyerah sebelum
mencoba.”
Klien : “Benar juga ya sus. Walaupun tidak sepenuhnya hilang masalah
saya setidaknya saya berusaha untuk mengatasinya ya sus.”

25
Perawat : “Iya mbak, artinya mbak mampu mengatasi masalah mbak, saya
yakin mbak sekarang juga akan mampu menyelesaikan
kecemasan yan mbak rasakan.”
Klien : “Terimakasih banyak sus sudah memotivasi saya.”
Perawat : “Baiklah mbak, bagaimana kalau sekarang kita coba mengatasi
kecemasan mbak dengan latihan relaksasi napas dalam. Mungkin
dengan cara ini mbak bisa mengurangi dan mengatasi kecemasan
yang mbak rasakan. Bagaimana kalau kita latihan sekarang?”
Klien : “Baiklah sus, bagaimana caranya ya sus?”
Perawat : “Begini mbak, saya akan jelaskan dan praktikan. Caranya,
silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-tama, tarik
nafas dalam perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam
hitungan tiga setelah itu ibuhembuskan udara melalui mulut
dengan meniup udara perlahan-lahan.Bagaimana mbak
mengerti?”
Klien : “Iya mengerti sus”
Perawat :“Baiklah mbak, kita lakukan sekarang ya. Mbak tarik nafas
dalam perlahan-lahan, tahan nafas dalam hitungan tiga
hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-
lahan.
Klien : “(melakukan relaksasi napas dalam)”
Perawat : “Bagus sekali, mbak sudah mampu melakukannya. mbak bias
melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali sampai mbak
merasa relaks atau santai.
Klien : “Baik sus”
Perawat : “Selain cara tersebut untuk mengatasi kecemasan mbak, mbak
bisa melakukan dengan metode pengalihan yaitu dengan melepas
kecemasan dengan tertawa, berolahraga, atau melakukan kegiatan
lain yang ibu gemari.”
Klien : “Iya, terimakasih sus”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif

26
Perawat : “Bagaimana perasaannya setelah kita melakukan latihan
relaksasi dalam mbak?
Klien : “Sekarang saya sudah merasa sedikit lega dan tenang sus”
b. Evaluasi Objektif
Perawat : “Baiklah mbak, mbak sudah tampak lebih tenang. Coba mbak
ulangi sekali lagi teknik relaksasi napas dalamnya untuk
mengatasi rasa cemasnya mbak.”
Klien : “Iya baik sus”
c. Rencana Tindak Lanjut
Perawat : “Baiklah, apabila mbak merasa cemas dan takut menghadapi
masalah, mbak bisa melakukan teknik ini untuk mengatasi
kecemasan yang mbak rasakan. mbak bisa melakukannya dimana
saja saat diperlukan”.
Klien : “Baik sus, saya akan melakukannya”
d. Kontrak Yang Akan Datang
1) Topik
Perawat : “Baiklah, nanti kita akan bercakap-cakap lagi, kita akan
diskusikan dan latihan mengenai cara lain untuk mengatasi
kecemasan yang mbak rasakan.
Klien : “Iya sus”
2) Waktu
Klien : “Kapan dan dimana sus?”
Perawat : “Mbak maunya kapan? Saya besok pagi bisa sekitar jam 10.00
WIB”
Klien : “Baik sus, besok saja kalau begitu pukul 10.00 WIB”
3) Tempat
Perawat : “Untuk tempatnya mbak mau dimana?”
Klien : “Disini saja sus”
Perawat : “Baik bu, kalau sampai bertemu besok. Selamat Pagi”
Klien : “Baik sus, terimakasih sus”.

C. Strategi Pelaksanaan 2

27
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Perawat :“Selamat pagi mbak, hari ini kita bertemu lagi ya.”
Klien : “ Selamat pagi sus”.
b. Evaluasi dan Validasi
Perawat : “Bagaimana perasaan mbak pagi ini? Apakah semalam mbak
sudah bisa tidur dengan nyenyak?”
Klien : “Tidak terlalu nyenyak sus, saya masih merasa gelisah, takut, dan
juga cemas sus.”
c. Kontrak
Perawat : “Bagaimana jika sekarang kita berbincang-bincang sebentar
tentang latihan cara mengontrol cemas dengan latihan relaksasi
otot, tujuannya yaitu agar mbak dapat mengurangi dan mengatasi
kecemasan yang mbak rasakan. Waktu yang diperlukan untuk
berbincang-bincang dan melakukan relaksasi ±15-20 menit saja.
Apakah mbak bersedia?”
Klien : “ Baik sus, saya bersedia.”
Perawat : “ Dimana mbak mau berbincang-bincang dengan saya?”
Klien : “Disini saja sus”
Perawat : “Baiklah, kalau egitu kita akan berbincang-bincang disini saja ya
mbak”
2. Fase Kerja
Perawat : “Tadi mbak katakan, mbak masih merasakan cemas dan gelisah.
Apakah cara yang saya ajarkan kemarin sudah mbak lakukan
ulang untuk mengatasi perasaan mbak?”
Klien : “Sudah sus, saya melakukan relaksasi napas selama 5-10 kali”
Perawat : “Benar mbak, kalau begitu saya akan mengajarkan cara lain untuk
mengatasi kecemasan mbak sesuai janji saya kemarin. Hari ini
kita akan mempelajari teknik relaksasi otot, mbak bisa mengikuti
instruksi saya?”
Klien : “iya sus”

28
Perawat : “Pertama-tama kepalkan tangan dengan kencang seolah hendak
meninju, kemudian rileks”
Klien : “(mengikuti instruksi)”
Perawat : “Kemudian kerutkan otot-otot diwajah, mulai dari dahi, mata,
hidung, mulut, sampai leher dan bahu sekitar 4hitungan lalu tarik
nafas panjang dan perlahan-lahan hempakan sambil
mengendurkan otot-otot”
Klien : “(mengikuti instruksi)”
Perawat : “Lalu luruskan kakidan tegangkan mulai dari jari kaki, lutut, betis,
dan pantat. Lalu rileks”
Klien :”(mengikuti instruksi)
Perawat : “Bagus sekali, mbak sudah mampu melakukannya. Mbak bisa
melakukan latihan ini selama 3 sampai 5 kali sampai mbak
merasa relaks atau santai.
Klien : “Baik sus”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
Perawat : “Bagaimana perasaan mbak setelah kita melakukan latihan
relaksasi otot?”
Klien : “Sekarang saya sudah merasa sedikit lega dan tenang sus”
b. Evaluasi Objektif
Perawat : “Baiklah mbak, mbak sudah tampak lebih tenang. Coba ibu
ulangi sekali lagi teknik relaksasi ototnya untuk mengatasi rasa
cemas mbak.”
Klien : “Iya baik sus”
c. Rencana Tindak Lanjut
Perawat : “Baiklah mbak, apabila mbak merasa cemas dan takut
menghadapi masalah, mbak bisa melakukan teknik ini untuk
mengatasi kecemasan yang mbak rasakan. mbak bisa
melakukannya dimana saja saat diperlukan”.
Klien : “Baik sus, saya akan melakukannya”
D. Strategi Pelaksanaan 3

29
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Perawat : “Selamat pagi mbak perkenalkan saya perawat tsalsa
Yang menggantikan perawat fina kemarin.”
Klien : “iya mbak”
b. Evaluasi dan Validasi
Perawat : “Bagaimana perasaan mbak pagi ini? Apakah semalam
mbak sudah bisa tidur dengan nyenyak?”
Klien : “Sudah sus, saya juga sudah merasa tenang”
c. Kontrak
Perawat : Bagaimana jika sekarang kita berbincang-bincang
sebentar tentang latihan cara mengontrol cemas dengan latihan
distraksi, tujuannya yaitu agar mbak dapat mengurangi dan
mengatasi kecemasan yang mbak rasakan. Waktu yang
diperlukan untuk berbincang-bincang dan melakukan distraksi
±10-15 menit saja. Apakah mbak bersedia?”
Klien : “ Baik sus, saya bersedia.”
Perawat : “ Dimana mbak mau berbincang-bincang dengan saya?”
Klien : “Disini saja sus”
Perawat : “Baiklah, kalau begitu kita akan berbincang-bincang disini saja ya
mbak”
2. Fase Kerja
Perawat : “Mbak, tadi mengatakan bahwa saat ini mbak cemas rasanya
seluruh badan ibu tegang, baik pikiran maupun fisik. Nah, latihan
distraksi ini bermanfaat untuk mengalihkan rasa cemas mbak sehingga
membuat pikiran dan fisik mbak relax atau santai. Dalam teknik ini mbak
harus melakukan hal-hal yang dapat membuat mbak relak misalnya
dengan menonton acara televisi kesukaan mbak, membaca buku atau
majalah yang mbak suka, atau dengan mendengar music yang mbak
sukai. Nah, sekarang mbak sudah tau kan hal-hal apa saja yang dapat
bapak lakukan untuk mengurangi rasa cemas bapak. Nanti apabila mbak
merasa cemas lagi, mbak bisa melakukan salah satu teknik distraksi atau
pengalihan yang saya beritahu tadi.kegiatan mana yang mbak sukai?

Klien : “ Membaca sus”

30
Perawat : “ Baiklah ini saya punya majalah mbak, mbak bisa memulai untuk
membaca majalah dari saya”
Klien : “ iya sus”

Fase Terminasi

a. Evaluasi Subjektif
Perawat : “Bagaimana perasaan mbak setelah membaca majalah ini?”
Klien : “Senang sus,karena saya bisa melakukan hobi saya”
b. Evaluasi Objektif
Perawat : “Baiklah mbak, mbak sudah tampak lebih tenang, apakah ada
yang ditanyakan dari yang saya ajarkan tadi mbak.? ”
Klien : “Tidak sus”
c. Rencana Tindak Lanjut
Perawat : “Baiklah mbak, apabila mbak merasa cemas dan takut
menghadapi masalah, mbak bisa melakukan teknik ini untuk
mengatasi kecemasan yang mbak rasakan. mbak bisa
melakukannya dimana saja saat diperlukan”.
Klien : “Baik sus, saya akan melakukannya”
a. Kontrak Yang Akan Datang
1) Topik
Perawat : “Baiklah, nanti kita akan bercakap-cakap lagi, kita akan
diskusikan dan latihan mengenai cara lain untuk mengatasi
kecemasan yang mbak rasakan.
Klien : “Iya sus”
2) Waktu
Klien : “Kapan dan dimana sus?”
Perawat : “Mbak maunya kapan? Saya besok pagi bisa sekitar jam 10.00
WIB”
Klien : “Baik sus, besok saja kalau begitu pukul 10.00 WIB”
3) Tempat
Perawat : “Untuk tempatnya mbak mau dimana?”
Klien : “Disini saja sus”
Perawat : “Baik bu, kalau sampai bertemu besok. Selamat Pagi”

31
Klien : “Baik sus, terimakasih sus”
E. Strategi Pelaksanaan 4
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Perawat :“Selamat pagi mbak, wah tampaknya hari ini mbak bersemangat
ya.”
Klien : “ Selamat pagi sus”.
b. Evaluasi dan Validasi
Perawat : “Bagaimana perasaan mbak pagi ini? Apakah semalam mbak
sudah bisa tidur dengan nyenyak?”
Klien : “saya sudah bisa tertidur agak lama sus, tapi saya masih merasa
gelisah, takut, dan juga cemas sus.”
c. Kontrak
Perawat : “Bagaimana jika sekarang kita berbincang-bincang sebentar
tentang latihan cara mengontrol cemas dengan latihan hipnotis 5
jari, tujuannya yaitu agar dapat mengurangi dan mengatasi
kecemasan yang mbak rasakan. Waktu yang diperlukan untuk
berbincang-bincang dan melakukan relaksasi ±15-20 menit saja.
Apakah mbak bersedia?”
Klien : “ Baik sus, saya bersedia.”
Perawat : “ Dimana mbak mau berbincang-bincang dengan saya?”
Klien : “Disini saja sus”
Perawat : “Baiklah, kalau begitu kita akan berbincang-bincang disini saja ya
mbak”
2. Fase Kerja
Perawat : “Tadi mbak katakan, mbak masih merasakan cemas dan gelisah.
Kemarin kita sudah melakukan 2 latihan ya mbak, yaitu relaksasi
napas dalam dan relaksasi otot. Apakah mbak sudah mengulangi
latihannya untuk mengatasi kecemasan mbak?”
Klien : “Sudah sus, saya melakukan relaksasi napas dan relaksaasi otot
untuk mengatasinya”

32
Perawat : “Baiklah mbak, kalau begitu saya akan mengajarkan cara lain
untuk mengatasi kecemasan mbak sesuai janji saya kemarin. Hari
ini kita akan mempelajari latihan hipnotis 5 jari, mbak bisa
mengikuti instruksi saya?”
Klien : “iya sus”
Perawat :”Silahkan pejamkan mata mbak, tarik nafas, dan buang perlahan.
Tautkan ibu jari dengan jari telunjuk, bayangkan jika mbak
bertemu dengan keluarga mbak. Tautkan ibu jari pada jari tengah,
bayangkan mbak mendapat hadiah atau sesuatu yang sangat
disukai. Tautkan ibu jari dengan jari manis, bayangkan mbak di
tempat yang sangat nyaman dan mbak merasa sangat bahagia.
Tautkan ibu jari dengan jari kelingking, bayangkan mbak bisa
berkumpul kembali dengan keluarga dalam keadaan sehat. Tariki
nafas, buang perlahan, dan buka mata perlahan.”
Klien : “(mengikuti instruksi)”
Perawat : “Bagus sekali mbak! Lakukan latihan ini selama 3 kali ya mbak,
ayo kita ulangi lagi!”
Klien : “Baik sus”
1. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
Perawat : “Bagaimana perasaan mbak setelah kita melakukan latihan
hipnotis 5 jari?”
Klien : “Sekarang saya sudah merasa lega dan tenang sus”
b. Evaluasi Objektif
Perawat : “Baiklah mbak, mbak sudah tampak lebih tenang. Coba ibu
ulangi sekali lagi latihan hipnotis 5 jarinya mbak untuk mengatasi
rasa cemasnya.”
Klien : “Iya baik sus”
c. Rencana Tindak Lanjut
Perawat : “Baiklah mbak, apabila mbak merasa cemas dan takut
menghadapi masalah, mbak bisa melakukan teknik ini untuk

33
mengatasi kecemasan yang mbak rasakan. Mbak bisa
melakukannya dimana saja saat diperlukan”.
Klien : “Baik sus, saya akan melakukannya

SP KELUARGA 1
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Keluarga
DS :
- Keluarga klien mengatakan harapan agar klien bisa sembuh
- Keluarga klien mengatakan klien takut untuk memulai study nya lagi
- Keluarga klien mengatakan saat malam hari sering menangis
- Keluarga klien mengatakan klien tidak bisa tidur dan tidak mau makan

DO :

- Keluarga klien tampak memberi support


- Klien tampak cemas dan murung
- Klien tampak tidak nafsu makan
2. Diagnosa Keperawatan : Ansietas
3. Tujuan Khusus : klien mendapat dukungan keluarga untuk percaya diri dan
bersemangat menjalani studynya.
4. Tindakan Keperawatan :
a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala ansietas yang dialami klien
berserta proses terjadinya
c. Jelaskan cara merawat klien ansietas.
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Orientasi :
a. Salam Terapautik
“Selamat pagi ibu, perkenalkan saya perawat Finayang akan merawat
anak ibu untuk 6 hari kedepan, yaitu dari hari senin- sabtu. Nama ibu
siapa? Dan ibu suka dipanggil dengan seutan apa?”
b. Evaluasi/validasi

34
“Bagaimana perasaan ibu setelah menjenguk anak ibu?”
c. Kontrak
1. Topik
“Begini bu, saya ingin mengajak ibu berdikusi tentang masalah
anak ibu? Bagaimana ibu setuju?”
2. Waktu
“Kita akan berbincang-bincang kurang lebih 20 menit bu”
3. Tempat
“Bagaimana kalau kita berdiskusi di taman saja bu? Bagimana ibu
bersedia?”
2. Kerja :
“Ibu, menurut ibu apa masalah yang sedang dialami anak ibu? Apa yang
membuat anak ibu cemas dan takut? Ibu tau apa itu kecemasan? Saya akan
jelaskan ke ibu bahwa kecemasan adalah.... adapun tanda dan gejalanya
diantaranya....”
“Oleh karena itu, kita harus memotivasi anak ibu untuk dapat menjalani
operasi yang sedang dihadapinya. Kita sama-sama membantu Nn.R untuk
bisa mempraktekkan teknik relaksasi atau napas dalam”
3. Terminasi
a. Evaluasi
1. Evaluasi Subyektif
“Ibu, bagaimana perasaan ibu setelah kita berdiskusi?”
2. Evaluasi Objektif
“Ibu, coba sebutkan gejala yang dialami anak ibu sebelum anak ibu
menjalani pengobatan?”
b. Tindak Lanjut
“Ibu jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan atau motivasi
kepada anak”
c. Kontrak Yang Akan Datang
“Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk melatih ibu untuk
mengatasi kecemasan anak ibu sebagai teknik pengalihan situasi. Ibu
mau kita lakukan dimana? Bagaimana kalau di taman ini lagi? Kita

35
akan bertemu jam berapa bu? Bagimana kalau jam 10.00 kita akan
berdiskusi tentang latihan yang selanjutnya kurang lebih 20meni”

SP KELUARGA 2

1. Orientasi :
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya? Bagaimana keadaan anak ibu
setelah ibu memberikan motivasi? Apakah ada perubahan terhadap anak
ibu?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah memberi motivasi anak ibu?”
c. Kontrak
1.Topik
“Ibu, saya ingin mengajarkan ibu melatih cara mengurangi kecemasan
yang terjadi dengan anak ibu. Bagaimana ibu seteju?”
2.Waktu
“Kita akan berlatih dalam watu kurang lebih 20 menit”
3.Tempat
“Bagaimana kalau kita berlatih di Taman saja bu?
2. Kerja
“Ibu menurut ibu apa masalah yang sedang dialami anak ibu? Apa yang
membuat anak ibu cemas dan takut? Ibu tahu apa itu kecemasan? Saya akan
mengajarkan cara mengurangi cemas, pertama teknik relaksasi atau napas
dalam. Pertama, ambil napas selama 3detik dengan lambat, tahan napas selama 3
detik, keluarkan perlahan selama 3 detik melalui mulut, ulangi selama 3 kali.
Latihlah anak ibu melakukan ini dan selalu berikan motivasi untuk mengurangi
perasaan cemas yang sedang dialaminya. Kita sama-sama membantu Nn.R
untuk bisa mempraktikkan teknik relaksasi atau napas dalam”
3. Terminasi
a. Evaluasi
1.Evaluasi Subyektif :
“Bagaimana perasaan ibu setelahkita berlatih relaksasi atau napas
dalam?”
36
2.Evaluasi Obyektif :
“Ibu, coba ibu praktekkan apa yang kita lakukan tadi. Bagaimana
sepertinya ibu sudah bisa melakukannnya? Kalau begitu kita terus
berlatih ya bu, supaya ibu bisa mengajarkan anak ibu”
b. Tindak Lnajut
“Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan atau motivasi kepada anak
ibu ya. Jangan lupa ajarkan teknik relaksasi yang kita pelajari tadi”
c. Kontrak Yang Akan Datang
“Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk mengajarkan keluarga
merujuk klien yangs sedang cemas. Ibu mau kita lakukan dimana?
Bagaimana kalau di taman ini lagi? Kita akan bertemu jam berapa bu?
Bagimana kalau jam 10.00 kita akan berdiskusi tentang latihan yang
selanjutnya kurang lebih 20meni”

SP KELUARGA 3

4. Orientasi :
d. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya? Bagaimana keadaan anak ibu
setelah ibu mengajarkan teknik relaksasi? Apakah ada perubahan terhadap
anak ibu?”
e. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah memberi motivasi dan teknik relaksasi
pada anak ibu?”
f. Kontrak
4.Topik
“Ibu, saya ingin mengajarkan ibu melatih cara mengurangi kecemasan
yang terjadi dengan anak ibu. Bagaimana ibu seteju?”
5.Waktu
“Kita akan berlatih dalam watu kurang lebih 20 menit”
6.Tempat
“Bagaimana kalau kita berlatih di Taman saja bu? Bagaimana ibu
bersedia?
5. Kerja
37
“Ibu menurut ibu apa masalah yang sedang dialami anak ibu? Apa yang
membuat anak ibu cemas dan takut? Jika anak ibu sedang merasakan cemas
ajarkan anak ibu teknik mrelaksasi atau napas dalam, tetapi jika belum hilang
maka rujuklah atau beritahukan kepada tim kesehatan. Berikanlah anak ibu
relaksasi dan selalu berikan motivasi untuk mengurangi perasaan cemas yang
sedang dialaminya. Kita sama-sama membantu Nn.R untuk menghilangkan rasa
cemasnya”
6. Terminasi
d. Evaluasi
3.Evaluasi Subyektif :
“Bagaimana perasaan ibu setelah ibu mempelajari cara mengurangi
kecemasan yang dialami anak ibu?”
4.Evaluasi Obyektif :
“Ibu, coba ibu praktekkan apa yang kita lakukan tadi. Bagaimana
sepertinya ibu sudah bisa melakukannnya? Kalau begitu kita terus
berlatih ya bu, supaya ibu bisa mengajarkan anak ibu”
e. Tindak Lnajut
“Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan atau motivasi kepada anak
ibu ya. Jangan lupa ajarkan teknik relaksasi yang kita pelajari. Kalau nanti
ibu berkunjung lagi dan bertemu dengan saya, kita akan berdiskusi lagi
seperti yang kita lakukan sekarang. Terimakasih sudah meluangkan waktu
ibu untuk berdiskusi, saya permisi ya bu”

38
BAB III

PENUTUP

3.3 Kesimpulan
1. Kecemasan adalah hal yang wajar dialami oleh setip manusia, baik tua,
muda laki-laki dan perempuan
2. Kecemasan yang berlebih dapat menimbulkan gangguan fisik seperti rasa
sulit tidur dan mudah panik.
3. Selain menimbulkan gangguan fisik, kecemasan dapat menyebabkan
gangguan psikis yang salah satunya adalah dispepsia.
3.4 Saran
1. Kenali pemicu kecemasan dan rasa takut dengan cara menenangkan diri
2. secara fisik dan mental.
3. Bangun kepecayaan diri dan lawan rasa takut yang menghampiri.
4. Berpikir positif agar terhindar dari perasaan cemas.

39
DAFTAR PUSTAKA

Nanda, 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:


EGC.

Lubis, Namora L. 2009. Depresi: Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.

Stuart, G.W, & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Nevid, Jeffrey S, dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC.

Az-zahroni, Musfir S. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani.

Hawari, Dadang. 2008. Menajemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Tim MGBK. 2010. Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satuan
Pendidikan Menengah. Jakarta: Grasindo.

Atkinson, et al. 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.


40
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3686/4/Chapter2.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3686/4/Chapter2.pdf
http://eprints.ums.ac.id/39572/2/BAB%20I.pdf
http://eprints.undip.ac.id/54122/3/Alicia_Sandjaja_22010113120095_Lap.KTI_Bab2
.pdf

41

Anda mungkin juga menyukai