Anda di halaman 1dari 40

i

KONSEP DASAR CEMAS (ANSIETAS)


DALAM KEPERAWATAN





DISUSUN OLEH :



1. YUMNI RUMIWANG
2. ASRIATUN
3. RAMANDA SATRIA K.
4. M. RAMLI
5. AHMAD CHAERI
6. NI NYOMAN SULASTI
7. LILIS SULASTRI




YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT pantaslah kami ucapkan, karena berkat
bantuan dan petunjuk-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu
kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kami membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa yang
jelas agar mudah dipahami. Karena kami menyadari keterbatasan yang kami
miliki, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar pembuatan
makalah kami yang berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram, Maret 2014


Penyusun


iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.3 Manfaat .............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Konsep Cemas .................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Cemas ..................................................................... 3
2.1.2 Etiologi Cemas .......................................................................... 3
2.1.3 Gejala-Gejala Cemas ................................................................ 5
2.1.4 Tingkat Cemas .......................................................................... 7
2.1.5 Patofisiologi Cemas ................................................................ 10
2.1.6 Pathaway Cemas ..................................................................... 13
2.1.7 Penatalaksanaan Cemas .......................................................... 14
2.1.8 Pencegahan Cemas ................................................................ 15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan .......................................................... 17
2.2.1 Pengkajian .............................................................................. 17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 23
2.2.3 Intervensi Keperawatan ......................................................... 24
2.2.4 Implementasi Keperawatan .................................................... 33
2.2.5 Evaluasi ................................................................................... 34
BAB 3 PENUTUP ...................................................................................... 35
3.1 Simpulan ......................................................................................... 35
3.2 Saran ................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA


iv

DAFTAR TABEL

Tabel Respon Fisik Ansietas .......................................................................... 9
Tabel Respon Fisiologis terhadap Ansietas ................................................. 18
Tabel Respon Perilaku, Kognitif dan Afektif .............................................. 19
Perbedaan Ansietas dan Ketakutan ............................................................. 25
Dignosa dan Intervensi Keperawatan Klien Kecemasan
(Rasmun, 2009) ............................................................................................ 28


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi perasaan sejahtera secara
subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri,
kebugaran dan kemampuan pengendalian diri. Indikator mengenai keadaan
sehat mental/psikologi/jiwa yang minimal adalah individu tidak merasa
tertekan atau depresi (Sujono Riyadi dan Purwanto Teguh, 2009).
Salah satu bentuk dari gangguan kesehatan jiwa yaitu adanya
kecemasan (ansietas). Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber seringkali tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu) yaitu perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya (Wilkinson, 2012). Perasaan ini
merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan bahaya yang akan
terjadi dan memampukan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
Diperkirakan 20% dari populasi dunia menderita kecemasan. Jumlah
mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik akut maupun kronik
mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan
pria 2 banding 1. Pertimbangan ini berdasarkan hasil studi Bank Dunia yang
menyatakan bahwa gangguan kesehatan jiwa khususnya gangguan kecemasan
merupakan salah satu penyebab utama hilangnya kualitas hidup manusia.
Meski belum pasti di negara Indonesia prevalensi gangguan kecemasan
diperkirakan berkisar antara 9-12% populasi umum. Angka populasi yang
lebih besar yaitu 17-27% (Arfines Yustin, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Yanes P. Taluta (2014) tentang tingkat
kecemasan dengan mekanisme koping pada penderita Diabetes Melitus tipe II
di RSUD Tobelo didapatkan tingkat kecemasan ringan 12,5%, kecemasan
sedang 43,8%, dan mekanisme koping adaptif 62,5%, mekanisme koping
maladaptif 37,5%. Kesimpulannya, ada hubungan tingkat kecemasan dengan
mekanisme koping pada penderita Diabetes Melitus tipe II.
2

Solusi yang diberikan penulis untuk mengurangi dan mencegah
kecemasan yaitu dengan mengontrol pernapasan yang baik, melakukan teknik
relaksasi (misalnya, tarik napas dalam), melakukan pendekatan agama dan
keluarga serta berolahraga.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul
Konsep Kecemasan (Ansietas).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui lebih banyak tentang kesehatan jiwa
terutama yang berhubungan dengan kecemasan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian dari cemas
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya cemas
3. Untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dari cemas
4. Untuk mengetahui proses terjadinya cemas
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada klien
cemas
1.3 Manfaat
1. Sebagai bahan pengetahuan untuk dikembangkan lebih jauh
2. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca
3. Menambah daya kritis terhadap penulis
4. Mempermudah dalam pembuatan asuhan keperawatan pada klien

3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Cemas
2.1.1 Pengertian Cemas (Ansietas)
Menurut Suliswati (2005), kecemasan merupakan respon
individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami
oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan
merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat
diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa
objek yang spesifik.
Anxiety disorder merupakan kecemasan yang berlebihan seperti
kecemasan akan harga diri, kecemasan akan masa depan dan
sebagainya. Anxiety disorder dapat diartikan sebagai suatu ketegangan
yang memuncak sehingga menimbulkan kegelisahan dan kehilangan
kendali akibat adanya penilaian yang subjektif dari proses komunikasi
interpersonal (Abdul Nasir, 2011)
Sementara itu kecemasan menurut Sujono Riyadi dan Teguh
Purwanto (2009), ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Jadi, kecemasan (ansietas) adalah suatu keadaan khawatir dan
gelisah berlebihan pada objek yang tidak jelas (tidak spesifik) yang
merupakan suatu keadaan emosi dan bersifat subjektif.
2.1.2 Etiologi Cemas
Penyebab kecemasan menurut Trismiati (2004), yaitu lemahnya
ego yang akan menyebabkan ancaman dan memicu munculnya
kecemasan. Sumber ancaman terhadap ego tersebut berasal dari
dorongan yang bersifat insting dari id dan tuntutan-tuntutan dari
superego. Ego disebut sebagai eksekutif kepribadian, karena ego
mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan
kemana ia akan memberikan respon, dan memutuskan insting-insting
4

manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Dalam
melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif ini, ego harus berusaha
mengintegrasikan tuntutan id, superego, dan dunia luar yang sering
bertentangan. Hal ini sering menimbulkan tegangan berat pada ego dan
menyebabkan timbulnya kecemasan.
Sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan
tersebut bersifat lebih umum dan dapat berasal dari berbagai kejadian di
dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang. Suatu
kekaburan atau ketidakjelasan, ketakutan akan dipisahkan dari sumber-
sumber pemenuhan kekuasaan dan kesamaan dengan orang lain adalah
penyebab terjadinya kecemasan pula.
Sumber-sumber kecemasan adalah need-need untuk menghindar
dari terluka (harmavoidance), menghindari teracuni (infavoidance),
menghindar dari disalahkan (blamavoidance) dan bermacam sumber-
sumber lain. Disamping ketiga need tersebut, kecemasan dapat
merupakan reaksi emosional pada berbagai kekhawatiran, seperti
kekhawatiran pada masalah sekolah, masalah finansial, kehilangan
objek yang dicintai dan sebagainya.
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, wanita lebih
cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan pria, pria lebih
aktif, eksploratif, sedangkan wanita lebih sensitif. Wanita lebih mudah
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada pria. Wanita
juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata.
Jadi, wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran ketakutan
dalam situasi sosial dibanding pria.
Menurut Suliswati (2005), kecemasan tidak dapat dihindarkan
dari dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan.
Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan
hubungan interpersonal. Hal yang dapat menimbulkan kecemasan
biasanya bersumber dari :
1. Ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan
dasar makan, minum kehangatan, seks.
5

2. Ancaman terhadap keselamatan diri :
a. Tidak menemukan integritas diri
b. Tidak menemukan status dan prestise
c. Tidak memperoleh pengakuan dari orang lain
d. Ketidaksesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata
2.1.3 Gejala-Gejala Cemas
Menurut Suliswati (2005), secara langsung kecemasan dapat
diekspresikan melalui respons fisiologis dan psikologis dan secara tidak
langsung melalui pengembangan mekanisme koping sebagai pertahanan
melawan kecemasan.
1. Respons fisiologis. Secara fisiologis respons tubuh terhadap
kecemasan adalah dengan mengaktifkan system saraf otonom
(simpatis maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan
mengaktivasi proses tubuh, sedangkan system saraf parasimpatis
akan meminimalkan respons tubuh. Reaksi tubuh terhadap stress
(kecemasan) adalah fliht atau flight.
Bila korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf
simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau
epinefrin sehingga efeknya antara lain napas menjadi lebih dalam,
nadi meningkat dan tekanan darah meningkat. Darah akan tercurah
terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan
peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meninggi.
2. Respons psikologis. Kecemasan dapat mempengaruhi aspek
interpersonal maupun personal. Kecemasan tinggi akan
mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan
mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain.
Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan
keterlibatan dengan orang lain.
3. Respons kognitif. Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan
berpikir baik proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak
mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa,
menurunnya lapangan persepsi, bingung.
6

4. Respons afektif. Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam
bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi
terhadap kecemasan.
Setiap individu berbeda dalam menghadapi suatu stimulus. Satu
individu mungkin menderita kegelisahan secara intensif, serangan yang
menyerang tanpa peringatan, sementara yang lain mendapat gugup dan
tak berdaya. Terkadang seseorang mencoba untuk menghilangkan
perasaan takut atau perasaan takut tersebut justru menyelimuti hingga
membuat pikiran membosankan. Namun, gejala utama dari kecemasan
yaitu tetap takut atau timbul perasaan khawatir dalam situasi dimana
kebanyakan orang tidak akan merasa terancam (Abdul Nasir, 2011).
Selain gejala utama yang berlebihan yang ditandai dengan
perasaan takut dan khawatir, tanda umum lainnya dari gejala perasaan
gelisah adalah :
1. Perasaan ketakutan.
2. Terganggu berkonsentrasi.
3. Merasa tegang dan gelisah.
4. Antisipasi yang terburuk.
5. Cepat marah, resah.
6. Merasakan adanya tanda-tanda bahaya.
7. Merasa seperti hilang dari pikiran kosong.
Sedangkan menurut Dyah Surti (2013), ansietas dan
gangguannya dapat menampilkan diri dalam berbagai tanda dan gejala
fisik dan psikologik seperti gemetar, renjatan, rasa goyah, nyeri
punggung dan kepala, ketegangan otot, nafas pendek, mudah lelah,
sering kaget, hiperaktivitas autonomik seperti wajah merah dan pucat,
takikardi, palpitasi, berkeringat, tangan rasa dingin, diare, mulut kering,
sering kencing, rasa takut, sulit konsentrasi, insomnia, libido turun, rasa
mengganjal di tenggorokdan rasa mual di perut.



7

2.1.4 Tingkat Cemas
Sujono Riyadi dan Purwanto Teguh (2009) mengidentifikasi
ansietas (cemas) dalam 4 tingkatan, setiap tingkatan memiliki
karakteristik dalam persepsi yang berbeda, tergantung kemampuan
individu yang ada dan dari dalam dan luarnya maupun dari
lingkungannya, tingkat kecemasan atau pun ansietas yaitu :
1. Cemas ringan : cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2. Cemas sedang : cemas yang memungkinkan sesorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang
tidak penting.
3. Cemas berat : cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi individu
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik
dan tidak dapat berfikir pada hal yang lain. Semua prilaku
ditunjukkan untuk mengurangi tegangan individu memerlukan
banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
4. Panik : Tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan
ketakutan dan teror, karena mengalami kehilangan kendali. Orang
yang mengalami panik tidak mampu melakukan suatu walaupun
dengan pengarahan, panik mengakibatkan disorganisasi
kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas
motorik,menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang
rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan
jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi
kelelahan yang sangat bahkan kematian.
8



Pada tingkat ansietas ringan dan sedang, individu dapat
memproses informasi belajar dan menyelesaikan masalah.
Keterampilan kognitif mendominasi tingkat ansietasini.
Ketika individu mengalami ansietas berat dan panik,
keterampilan bertahan yang lebih sederhana mengambil alih, respon
defensive terjadi, dan keterampilan kognitif menurun signifikan.
Individu yang mengalami ansietas berat sulit berfikir dan melakukan
pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital
meningkat, mondar-mandir, memperlihatkan kegelisahan, iriabilitas
dan kemarahan atau menggunakan cara psikomotor emosional.
Lonjakan adrenalin menyebabkan tanda-tanda vital meningkat, pupil
membesar, untuk memungkinkan lebih banyak cahaya yang masuk, dan
satu-satunya proses kognifikan berfokus pada ketahanan individu
tersebut.
Sisi negatif ansietas (kecemasan) atau sisi yang membahayakan
ialah rasa khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata atau
potensial. Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut dan
individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi
interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis gangguan
ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda
bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar
kehidupan individu sehingga mengakibat kan perilaku maladatif dan
distabilitas emosional.



9

Tabel respon fisik ansietas
No Tingkat
ansietas
Respon fisik

Respon kognitif

Respon
emosional

1 Ringan (1)

Ketegangan otot
ringan, sadar akan
lingkungan, rileks
atau sedikit
gelisah, penuh
perhatian, rajin

Lapang persepsi
luas, terlihat
tenang, percaya
diri, perasaan
gagal sedikit,
waspada dan
memperhatikan
banyak hal,
mempertimbangk
an informasi,
tingkat
pembelajaran
optimal

Perilaku otomatis,
sedikit tidak
sabar, aktivitas
menyendiri,
terstimulasi,
tenang

2 Sedang (2)

Ketegangan otot
sedang, tanda-
tanda vital
meningkat, pupil
dilatasi mulai
keringat, sering
mondar-mandir,
memukulkan
tangan,
kewaspadaan dan
ketegangan
meningkat, suara
berubah bergetar
dann nada suara
tinggi, sering
berkemih, sakit
kepala, dan pola
tidur berubah,
nyeri punggung

Lapang persepsi
menurun, tidak
perhatian secara
selektif, focus
terhadap stimulasi
meningkat,
rentang perhatian
menurun,
penyelesaian
masalah menurun,
pembelajaran
terjadi dengan
memfokuskan
pemikiran.

Tidak nyaman,
murah
tersinggung,
kepercayaan diri
goyah, tidak
sabar, gembira.

3 Berat (3) Ketegangan otot
berat, hipervetilasi,
kontak bulu mata
buruk, pengeluaran
keringat
meningkat, bicara
cepat, nada suara
tinggi, tindakan
tanpa tujuan dan
sembarangan,
rahang menegang,
mengertak gigi,
kebutuhan ruang
gerak meningkat,
mondar-mandir,
berteriak, meremas
tangan, gemetar.

Lapang persepsi
terbatas, proses
berfikir terpecah-
pecah, sulit
berfikir,
penyelesaian
masalah buruk,
tidak mampu
mempertimbangk
an informasi,
hanya
memperlihatkan
ancaman,
prekupasi dengan
fikiran sendiri,
egosentris

Sangat cemas,
agitasi, takut,
binggung, merasa
tidak adekuat,
menarik diri,
penyangkalan,
ingin bebas
10


4 Panik (4)

Flight, fight
(keinginan untk
pergi selamanya),
ketegangan otot
sangat berat,
agitasi motorik
kasar, pupil
dilatasi, tanda-
tanda vital
meningkat
kemudian
menuruun, tidak
dapat tidur,
hormone strees dan
persepsi
neurotransmitter
bekurang, wajah
menyeringai,
terngganga.

Persepsi sangat
sempit, fikiran
tidak logis,
terganggu,
kepribadian
kacau, tidak dapat
menyelesaikan
masalah, focus
pada fikiran
sendirjadi,i, tidak
rasional, sulit
memahami
stimulus
eksternal,
halusinasi, ilusi
mungkin terjadi.

merasa
terbebani, merasa
tidak mampu,
tidak berdaya,
lepas kendali,
mengamuk, putus
asa, marah, sangat
takut,
mengharapkan
hasil yang buruk.

2.1.5 Patofisiologi Cemas
1. Faktor Predisposisi Kecemasan
Sujono Riyadi dan Purwanto Teguh (2009) mengatakan
bahwa kecemasan dapat disebabkan oleh dua ampuls yaitu impuls
yang datang dari luar dan impuls datang dari dalam diri individu.
Factor predisposisi dari kecemasan adalah sebagai berikut :
a. Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan adalah konflik
emosional yang terjadi antar dua elemen kepribadian Id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impulsive primitif
individu. Sedangkan superego mewakili mencerminkan hati
nurani individu dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
individu tersebut. Ego atau Aku berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul
dari perasaan takut terhadap tidak adanya peneriamaan dan
penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan
11

sesuatu yang disayangi individu, sehingga dapat menimbulkan
kelemahan spesifik.
c. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar
perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan
untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Ahli tentang pembelajaran meyakini
bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya
dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering
menunjukan kecemasan pada kehidupn selanjutnya.
d. Kajian keluarga menjelaskan bahwa gangguan kecemasan
merupakan hal yang bisa ditemui dalam suatu keluarga.
e. Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor
khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini membantu individu
untuk mengatur kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-
gamma neuroregulator (GABA) juga memainkan peran utama
dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan,
sebagaimana dengan peran endofrin. Selain itu, telah
dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai
akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan.
Kecemasan mungkin disertai gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2. Stresor Pencetus
Sujono Riyadi dan Purwanto Teguh (2009) membagi stresor
pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor
pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori:
a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi, distabilitas fisiologis
yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada ancaman ini, stressor yang berasal
dari sumber eksternal adalah faktor-faktor yang dapat
menyebabkan gangguan fisik (misalnya infeksi virus, polusi
12

udara). Sedangkan yang menjadi sumber internalnya adalah
kegagalan mekanisme fisiologis tubuh (misalnya sistem jantung,
sistem imun, pengaturan suhu dan perubahan fisiologi selama
kehamilan.
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan
identitas,harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dalam
individu. Ancaman yang berasal dari sumber eksternal yaitu
kehilangan orang yang berarti (meninggal, perceraian, pindah
kerja) dan ancaman yang berasal dari sumber internal berupa
gangguan hubungan interpersonal dirumah, tempat kerja, atau
menerima peran baru.
13

2.1.6 Pathway





Respon
fisiologis
Respon
psikologis
Respon kognitif
Respon afektif
Otak
Saraf simpatis dan
parasimpatis
Korteks adrenal
Melepaskan adrenalin
dan epineprin
Nadi
Napas
dalam
TD
Pola napas
tidak efektif
Curah
jantung
Glikogenolisis
Mempengaruhi
aspek personal
dan interpersonal
Menarik diri
Gangguan
konsep diri
Proses pikir

Isi pikir
Konsentrasi ,
bingung, mudah
lupa
Mekanisme
koping tidak
efektif
Emosi
Bingung,
curiga
Gangguan
pola tidur
Kerusakan
integritas
kulit
Stressor Predisposisi :
Periatiwa traumatic
Konflik emosional
Konsep diri terganggu
Frustasi
Gangguan fisik
Mekanisme koping keluarga
Riwayat gangguan kecemasan
Medikasi
Stressor Prepistasi :
Ancaman terhadap integritas
fisik (internal dan eksternal)
Ancaman terhadap harga diri
(internal dan eksternal)



Cemas
Koordinasi+gerak
reflex
14

2.1.7 Penatalaksanaan Cemas
Menurut Abdul Nasir (2011), terapi kognitif-perilaku dan
eksposur adalah dua terapi yang efektif untuk perawatan anxiety
disorder. Keduanya adalah jenis terapi perilaku yang berarti mereka
berfokus pada perilaku yang bukan pada konflik atau masalah
psikologis masa lalu. Terapi perilaku untuk kegelisahan biasanya
berlangsung antara 5-10 sesi per minggu.
1. Cognitive behavior therapy. Seperti namanya, terapi kognitif-
perilaku berfokus pada pemikiran (cognitions) selain perilaku. Bila
digunakan dalam perawatan anxiety disorder, terapi kognitif-
perilaku membantu kita mengidentifikasi tantangan yang negative
dari suatu pola pikir dan kepercayaan yang irrasional sehingga
menyebabkan kegelisahan.
2. Eksposur terapi. Dalam terapi ini, klien klien dilindungi dari suatu
ketakutan sehingga klien merasa aman, dengan cara mengontrol
lingkungannya. Melalui penelusuran peristiwa kejadian yang lalu,
baik dalam imajinasi atau kenyataannya atau yang selalu
dikhawatirkan baik objek atau situasi, klien akan diharapkan
mampu untuk mengontrol ketakutannya dan secara perlahan dapat
menurunkan kecemasannya secara bertahap.
Dalam kasus anxiety disorder ringan, perawatan berikut ini
dapat memberikan bantuan yang cukup bagi diri penderita sendiri.
1. Latihan-latihan. Penelitian menunjukkan bahwa dengan 30 menit
latihan yang dilakukan tiga sampai lima kali seminggu dapat
memberikan bantuan untuk mengatasi kegelisahan secara
signifikan. Untuk mencapai hasil yang maksimal, setidaknya bisa
melakukan latihan aerobik 1 jam per hari.
2. Teknik relaksasi. Bila dilakukan secara teratur, teknik relaksasi
seperti meditasi pemusatan pikiran, relaksasi otot progresif, kontrol
pernapasan dan visualisasi dapat mengurangi kegelisahan dan
meningkatkan perasaan santai, serta kestabilan emosional.
15

3. Biofeedback. Menggunakan sensor yang mengukur secara spesifik
fungsi fisiologis, seperti: denyut jantung, bernapas dan ketegangan
otot. Biofeedback mengajarkan kita untuk mengenali tubuh saat
terjadi kegelisahan.
4. Hipnotis. Hipnotis kadang-kadang digunakan dalam kombinasi
dengan terapi kognitif-perilaku untuk kegelisahan. Saat kita sedang
berada pada keadaan yang sangat rileks, biasanya hipnoterapis
banyak memberikan sugesti positif untuk membantu kita
menghadapi ketakutan dan melihat ketakutan melalui persepsi yang
baru.
2.1.8 Pencegahan
Cara pertama mencegah kecemasan yaitu dengan meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap stress. Menurut Aziz Alimul (2009), untuk
mencegah timbulnya stress dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan diet dan nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif
dalam mengurangi atau mengatasi stress melalui makan dan minum
yang halal dan tidak berlebihan, dengan mengatur jadwal makan
secara teratur, menu bervariasi, hindari makanan dingin dan
monoton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh.
2. Istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam
mengatasi stress karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan
memulihkan keletihan fisik dan keadaan tubuh. Tidur yang cukup
akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel
yang rusak.
3. Berhenti merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi
stress karena dapat meningkatkan status kesehatan dan
mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.

16

4. Tidak mengkonsumsi minuman keras
Minuman keras merupakan factor pencetus yang dapat
mengakibatkan terjadinya stress. Dengan tidak mengkonsumsi
minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik,
segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak
mengandung alcohol.
5. Pengaturan berat badan
Peningkatan berat badan merupakan factor yang dapat
meningkatkan stress karena mudah menurunkan daya tahan tubuh
terhadap stress. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan
ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stress.
6. Pengaturan waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam
mengurangi dan menanggulangi stress. Dengan pengaturan waktu
segala pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat
dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara
menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek
produktivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
7. Kontrol pernapasan yang baik
Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal
ini disebabkan otak "bekerja" memutuskan fight or flight ketika
respon stres diterima oleh otak. Akibatnya suplai oksigen untuk
jaringan tubuh semakin meningkat, ketidakseimbangan jumlah
oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat tubuh gemetar,
kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual.
Ambil dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan
perlahan-lahan akan membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol
pernafasan juga dapat menghindari srangan panik.
8. Melakukan relaksasi
Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal
terutama pada leher, kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang
17

dapat ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi dengan cara
duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah
menemukan kenyamanan selama 30 menit.
9. Pendekatan agama
Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap
pikiran, kedekatan terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan
akan memberikan harapan-harapan positif.
10. Pendekatan keluarga
Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi
kecemasan. Jangan ragu untuk menceritakan permasalahan yang
dihadapi bersama-sama anggota keluarga. Ceritakan masalah yang
dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini sangat
tidak menguntungkan dan membutuhkan dukungan anggota
keluarga lainnya. Mereka akan berusaha bersama-sama Anda untuk
memecahakan masalah Anda yang terbaik.
11. Olahraga
Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olahraga akan
menyalurkan tumpukan stres secara positif. Lakukan olahraga yang
tidak memberatkan, dan memberikan rasa nyaman kepada diri
Anda.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Menurut Sujono Riyadi dan Purwanto Teguh (2009), pengkajian
ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala
atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan.Data
fokus yang perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah
sebagai berikut :
1. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langunsg
melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya
18

untuk melawan ansietas. Intensitas dari perilaku akan meningkat
sejalan dengan peningkatan ansietas.
Tabel respon fisiologis terhadap ansietas
Sistem Tubuh Respons
Kardiovaskuler Palpitasi
Jantung berdebar
Tekanan darah meningkat
Denyut nadi menurun
Pingsan
Neuromuskuler Reflek meningkat
Reaksi terkejut
Mata berkedip-kedip
Insomnia
Gelisah
Wajah tegang
Kelemahan umum
Gerakan yang janggal
Tremor
Pernapasan Napas cepat
Sesak napas
Pembengkakan pada tenggorokan
Sensasi tercekik
Napas dangkal
Tekanan pada dada
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan
Rasa tidak nyaman pada abdomen
Menolak makan
Nyeri abdomen
Mual
Nyeri ulu hati
Diare
Saluran perkemihan Sering berkemih
Tidak dapat menahan kencing
Kulit Wajah kemerahan
Telapak tangan berkeringat
Berkeringat seluruh badan
Gatal
Rasa panas dan dingin
Wajah pucat
19

Tabel respon perilaku, kognitif dan afektif
Sistem Respons
Perilaku Gelisah
Ketegangan fisik
Reaksi terkejut
Bicara cepat
Kurang koordinasi
Cenderung mengalami cidera
Menarik diri dari hubungan interpersonal
Inhibisi
Melarikan diri dari masalah
Menghindar
Hiperventilasi
Sangat waspada
Kognitif Perhatian terganggu
Konsentrasi buruk
Pelupa
Salah dalam memberikan penilaian
Preokupasi
Hambatan berpikir
Lapang persepsi menurun
Bingung
Sangat waspada
Kesadaran diri
Kehilangan objektivitas
Takut kehilangan kendali
Takut pada gambaran visual
Takut cidera atau kematian
Mimpi buruk
Afektif Mudah terganggu
Tidak sabar
Tegang
Gugup
Ketakutan
Waspada
Rasa bersalah
Mati rasa
Malu
Kecemasan
Kekhawatiran

20

2. Sumber koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan
menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik
dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping
diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan
masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi
sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi
koping yang efektif (Suliswati, 2005).
3. Mekanisme koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara
konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku
patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia
mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan
dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan,
mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis,
tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga,
mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada
orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang,
berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati
(2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis,
yaitu :
a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas.
Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah
individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan
menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau
mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun
psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber
stress.
21

3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara
seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau
mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
b. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping
ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini
seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut
mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak
membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah
adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan
mekanisme pertahanan klien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap
kemajuan kesehatan klien.
4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
4. Skala kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
Menurut Yanes P. Taluta (2014), kecemasan dapat diukur
dengan alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety
Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan
yang didasarkan pada munculnya simptom pada individu yang
mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat
14 simptom yang nampak pada individu yang mengalami
kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor
antara 0 sampai dengan 4. Skala HARS pertama kali digunakan
pada tahun 1959 yang diperkenalkan oleh Max Hamilton.
Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dalam penilaian
kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi:
a. Perasaan cemas : cemas firasat buruk, takut akan pikiran
sendiri, mudah tersinggung.
22

b. Ketegangan : merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah
terganggu dan lesu.
c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila
tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.
d. Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam
hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan
sulit konsentrasi.
f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan
pada hoby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang
hari.
g. Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi,
suara tidak stabil dan kedutan otot
h. Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur,
muka merah dan pucat serta merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras dan detak jantung hilang sekejap.
j. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,
sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan
menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan
sesudah makan, perasaan panas di perut.
l. Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat menahan
keneing, aminorea, ereksi lemah atau impotensi.
m. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka
merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar,
mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot
meningkat dan napas pendek dan cepat.



23

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Ringan / Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada
3 = berat / lebih dari gejala yang ada
4 = sangat berat / semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor
dan item 1-14 dengan hasil:
Skor < 14 = tidak ada kecemasan.
Skor 14 - 20 = kecemasan ringan.
Skor 21 27 = kecemasan sedang.
Skor 28 41 = kecemasan berat.
Skor 42 56 = panik.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Pembentukan diagnose keperawatan mengharuskan untuk
perawat menentukan kualitas (kesesuaian) dari respons pasien, kuantitas
(tingkat) dari ansietas pasien dan sifat adaptif atau maladaptif dari
mekanisme koping yang digunakan(Sujono Riyadi dan Purwanto
Teguh, 2009).
Suatu pengkajian keperawatan yang lengkap mencakup semua
respons maladaptive pasien. Banyak masalah keperawatan tambahan
akan terindetifikasi dengan cara dimana ansietas pasien secara
respirokal mempengaruhi area lain dalam kehidupan.
Ansietas termasuk diagnosa keperawatan dalam klasifikasi The
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA), faktor yang
berhubungan:
1. Pola pernapasan, Ketidakefektifan
2. Koping, Ketidakefektifan
3. Pemeliharaan kesehatan, Ketidakefektifan
4. Nutrisi, Ketidakseimbangan
5. Sindrom pasca trauma
24

6. Sindrom setres akibat perpindahan, Resiko
7. Harga diri, Rendah situasional
8. Persepsi sensori, Gangguan
9. Pola tidur, Gangguan
10. Interaksi sosial, Hambatan
11. Proses pikir, Gangguan
Sedangkan menurut Rasmun (2009), diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada klien dengan ansietas yaitu :
1. Resiko terhadap perilaku kekerasan yang berhubungan dengan
kecemasan (sedang, berat, panik).
2. Kecemasan (spesifikan) yang berhubungan dengan harga diri
rendah.
3. Defisit perawatan diri sehari-hari yang berhubungan dengan
halusinasi.
4. Perubahan penampilan diri (spesifikan)yang berhubungan dengan;
defisit perawatan diri.
5. Kecemasan yang berhubungan dengan regimen terapeutik tak
efektif (ketidaktahuan).
6. Regimen terapeutik tak efektif yang berhubungan dengan koping
keluarga tak efektif; ketidakmampuan.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Menurut Wilkinson (2006), ansietas harus dibedakan dari
ketakutan karena tindakan keperawatannya mungkin berbeda. Ketika
pasien takut, perawat berusaha untuk memindahkan sumber ketakutan
atau membantu pasien mengatasi dengan ketakutan yang spesifik.
Ketika pasien cemas, perawat membantu mengidentifikasi penyebab
ansietas; namun, ketika sumber kecemasan tidak diidentifikasi, perawat
membantu pasien untuk menyelidiki dan mengekspresikan perasaan
kecemasan.
Ketakutan dan ansietas menampilkan kesulitan dalam diagnostic
karena tidak saling mengekslusif. Seseorang yang takut biasanya cemas
juga. Penundaan pembedahan dapat menjadi etiologi untuk ketakutan,
25

tetapi hamper seluruh perasaan tentang pembedahan berkaitan dengan
ansietas. Karena etiologi (pembedahan) tidak dapat diubah, intervensi
keperawatan harus berfokus pada dukungan mekanisme koping pasien
untuk mengatasi ansietas. Banyak tanda dan gejala sama yang tampil
baik pada ketakutan dan ansietas; peningkatan frekuensi pernapasan dan
jantung, dilatasi pupil, diaphoresis, ketegangan otot dan kelelahan.
Perbedaan Ansietas dan Ketakutan
Ansietas Ketakutan
Manifestasi fisiologis Stimulasi system saraf
parasimpatis dengan peningkatan
gastrointestinal
Hanya respons simpatis
penurunan aktivitas
gastrointestinal
Jenis ancaman Biasanya psikologis (misalnya
terhadap citra diri); tidak jelas,
tidak spesifik
Sering karena fisik (misalnya
keamanan); spesifik, dapat
diidentifikasi
Perasaan Tidak jelas, perasaan tidak
menentu
Perasaan ketakutan, kekhawatiran
Sumber perasaan Tidak diketahui oleh orang
tersebut; tidak sadar
Diketahui oleh orang tersebut

Pasien harus meningkatkan ketrampilan dalam mengendalikan
ansietas dan kontruktif. Dengan cara ini klien menjadi kuat dan lebih
terintegrasi(Sujono Riyadi dan Purwanto Teguh, 2009).
Dignosa keperawatan : ansietas berat/panik
Kriteria hasil : pasien akan mengurangi ansietasnya sampai
tingkat sedang atau ringan

Tujuan jangka pendek Intervensi Rasional
Pasien dapat terlindung
dari bahaya
Dukung dan terima mekanisme
pertahanan diri klien.
Kenalkan klien pada realita
kesedihan yang berhubungan
dengan mekanisme kopingnya
saat ini.
Berikan umpan balik pada klien
tentang prilaku, stesor dan
Ansietas berat dan panik
dapat di kurangi dengan
mengizinkan klien untuk
menentukan besarnya
stress yang dapat di
tangani.
Jika klien tidak mampu
menghilangkan ansietas,
26

sumber koping.
Hindari perhatian terhadap
fobia, ritual atau keluhan fisik.
Kuatkan ide bahwa kesehatan
fisik berhubungan dengan
kedehatan emosional.
Batasi prilaku maladaptif klayen
dengan cara yang mendukung.
ketegangan dapat
mencapai tingkat panic
dan klien dapat
kehilangan kendali.

Klien akan mengalami
situasi yang lebih sedikit
menimbulkan ansietas
Bersikap tenang terhadap klien.
Kurangi stimulus lingkungan.
Batasi interaksi klien dengan
klien lain, untuk menimalkan
aspek menularnya asietas.
Identifikasi dan modifikasi
situasi yang dapat menimbulkan
ansietas bagi klien.
Berikan tindakan fisik yang
mendukung, seperti mandi air
hangat dan masase.
Perilaku klien dapat di
modifikasi dengan
mengubah lingkuan dan
interaksi klien dengan
lingkungan

Klien akan terlibat dalam
aktivitas yang dijadwalkan
sehari-hari
Ikutlah terlibat dengan aktivitas
klien untuk memberikan
dukungen dan penguatan prilaku
produktif secara sosial.
Berikan beberapa jenis latihan
fisik.
Rencanakan jadwal atau
aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
Libatkan anggota kluarga dan
system pendukung lainnya.
Dengan mendorong
aktivitas kluar rumah,
perawat membatasi
waktu klien yang tersidia
untuk mekanisme koping
dertruktif sambil
meningkatkan partisipasi
dan menikmati aspek
kehidupan lainnya.

Klien akan mengalami
penyembuahan dan gejala-
gejala ansietas berat.
Berikan medikasi yang dapat
membantu mengurangi rasa
tidak nyaman klien.
Amati efek samping medikasi
dan lakukan penyuluhaan
kesehatan yang relevan.
Efek hubungan
terapeutik daspat di
tingkatkan jika kendali
kimiawi terhadap gejala
memungkinkan klien
untuk perhatian pada
konflik yang mendasari.


27

Diagnosa keperawatan : ansietas sedang
Kriteria hasil : pasien akan menunjukkan cara koping adaptif
terhadap stres
Tujuan jangka pendek Intervensi Rasional
Klien akan
mengidentifikasi dan
menggambarkan perasaan
tentang ansietasnya
Bantu pasien mengidentifikasi
dan menggambarkan perasaan
yang mendasari kecemasan.
Kaitkan perilaku klien dengan
perasaan tersebut.
Validasikan semua perasaan dan
asumsi kepada pasien.
Gunakan pertanyaan terbuka
untuk beralih dari topic yang
tidak mengancam ke isu-isu
konflik.
Variasikan besarnya ansietas.
Gunakan konfrontasi suportif
dengan bijaksana.
Untuk mengadopsi
respon koping yang baru,
klien pertama kali harus
menyadari perasaan dan
mengatasi penyangkalan
dan resistens yang
disadari atau tidak
disadari.
Pasien akan
mengidentifikasi penyebab
ansietas.
Membantu klien
menggambarkan situasi dan
interaksi yang mendahului
ansietas.
Tinjau penilaian klien terhadap
stesor, nilai-nilai yang terancam
dan cara konflik berkembang.
Hubungkan pengalaman klien
dengan pengelaman yang
relepan pada masa lalu.
Setelah perasaan ansietas
dikenali, klien harus
mengerti
perkembangannya
termasuk stressor
pencetus, penilai stressor
san sumber yang tersedia
Pasien akan menguraikan
respon koping adaktif dan
maladaktif
Kaji bagaimana klien
menurunkan ansietasnya di
masa lalu dan tindakan yang di
lakukan untuk menurunkannya.
Tunjukan efek maladaktif dan
destruktif dari respon koping
saat ini.
Dorong klien menggunakna
koping adaktif yang efektif di
masa lalu.
Respon koping adaktif
dapat di pelajari melalui
analisa mekanisme
koping yang di gunakan
di masa lalu, penilaian
ulang stressor,
menggunakan sumber
koping yang tersedia dan
menerima tanggung
jawab untuk berubah.
28

Fokuskan klien pada tanggung
jawab untuk berubah.
Bantu klien untuk mengevaluasi
nilai, sipat dan arti stressor pada
saat yang tepat.
Bantu klien secara aktif
mengkaitkan hubungan sebab
akibat.

Pasien akan
mengimplementasikan dua
respon adaktif untuk
mengatasi ansietas
Bantu klien mengidentifikasi
cara untuk membangun kembali
pikiran, memodifikasi prilaku,
menggunakan sumber dan
menguji respon koping yang
baru.
Dororng klien melakukan
aktivitas fisik untuk
menyalurkan energi.
Libatkan orang terdekat sebagai
sumber koping dan dukungan
sosial.
Ajarkan tehnik relaksasi untutk
meningkatkan percaya diri.
Individu dapat mengatasi
steres dengan mengatur
distress emosional yang
menyertainya melalui
tehnik penatalaksanaan
stress.


Dignosa dan intervensi keperawatan klien kecemasan (Rasmun, 2009)
No Diagnosa
Keperawatan
Penyebab Intervensi Keperawatan
1 Resiko tinggi
terhadap tindakan
kekerasan yang
diarahkan pada diri
sendiri atau
lingkungan, atau
orang lain
- Perkembangan ego yang
terlambat
- Hubungan orang tua
anak yang tidak
memuaskan
- Retardasi mental yang
ringan sampai berat
- Disfungsi dari system
keluarga
- Lingkungan tidak
terorgaisis dan semraut
- Amati prilaku pasien
sesering mungkin, melalui
aktivitas sehari-hari
- Amati prilaku-prilaku
yang mengarah bunuh diri,
cermati pernyataan,
pernyataan verbal seperti
tak lama lagi aku akan
bunuh diri,sehingga aku
tak merepotkan orang lain
- Hindarkan alat-alat yang
29

- Penganiayaan dan
pengabaian anak
- Rasa takut akan
penolakan
- Ketidak mampuan
mengungkapkan
perasaan
- Kemarahan dalam batin
diri sendiri (jiwa
tertekan)
dapat digunakan untuk
mencederai diri, seperti
benda tajam, tali, benda
keras dll
- Lakukan kontak verbal
ataupun tertulis dari pasien
yang menyatakan
persetujuannya untuk tidak
mencelakakan diri sendiri,
dan berjanji mencari
bantuan saat niat
mencederai diri itu timbul
- Bantu pasien mengenali
kapan kemarahan terjadi
untuk menerima perasaan-
perasaan tersebut sebagai
perasaannya sendiri.
- Perawat bertindak sebagai
model peran yang sesuai
untuk meneraima ekpresi
parasaan klien, dan
memberikan penguatan
atas upaya positif dari
klien
- Arahkan energy marah
kepada obyek yang tidak
membahayakan misalnya
kantong pasir untuk latihan
tinju dll.
- Usahakan untuk biasa
bersama dengan klien jika
tingkat kegelisahan mulai
meningkat
- Sediakan alat yang cukup
untuk mengatasi
kemungkinan klien
menggunakan kekuatannya
- Berikan obat penenang
30

sesuai instruksi, atau
dapatkan pesanan yang
dapat digunakan sewaktu-
waktu, pantau efektifitas
obat
- Jika diperlukan siapkan
ruang isolasi untuk
memberikan rasa aman
pada klien lain.
2 Koping individu
takefektif; tidak
dapat menolak
keinginan untuk
menyendiri
- Harga diri yang rendah
- Retardasi perkembangan
ego
- Model peran negative
- Kurangnya umpan balik
positif
- Umpan balik negative
yang berulang
mengakibatkan
penurunan makna diri
- Kenali dan beri dukungan
terhadap kekuatan yang
dimiliki oleh klien
- Berikan semangat kepada
klien untuk mengetahui
dan mengungkapkan
perasaan tak adekuat dan
perlunya penerimaan dari
orang lain, tanyakan apa
yang menyebabkan
perasaan tingkah laku yang
takefektif
- Bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan sifat
defensive
- Berikan
penghargaan/pengakuan
untuk tingkah laku yang
positif.
- Bantu klien untuk
menentukan tujuan yang
hendak dicapai bersama
dengan klien mengevaluasi
kemampuan yang telah
dimiliki yang berkaitan
dengan prilaku-prilaku
baru.
1-1
31

3 Kecemasn (sedang
sampai berat ;
sebutkan
- Krisis stuasi
- Maturasi
- Ancaman terhadap
konsep diri
(dibayangkan ataupun
nyata:spesipikan).
- Kebutuhan yang tak
terpenuhi
- Rasa takut terhadap
kegagalan
- Disfungsi system
keluarga hubungan
orang tua anak tak
memuaskan
- Tempramen bawaan
sejak kecil yang mudah
di agitasi
- Bina hubungan saling
percaya dengan klien,
bersikap jujur, konsisten,
tunjukan rasa hormat yang
tulus dan positif.
- Arahkan pada kegiatan
yang dapat menurunkan
ketegangan misalnya
berjalan, jogging, latihan
olah raga, music,
pekerjaan rumah tangga
dan permainana kelompok.
- Anjurkan kepada klien
untuk mengenali
perasaannya.
- Ciptakan suasana tenang.
- Gunakan cara
reinforcemen dengan
sentuhan, karena beberapa
klien suka dengan
sentuhan
- Jika kecemasan 4
berkurang temani klien
untuk mengetahui
pristiwa-pristiwa yang
mendahului serangannya.
Berikan obat penenang
sesuai dengan program
dokter dan kaji keefektifan
obat kepada klien.
4 Gangguan pola tidur - Ansietas
- Rasa takut
- Krisis stuasi dan
maturasi
- Perasaan asing terhadap
lingkungan rumah sakit
- Amati pola tidur, cacat
keadaan yang mengganggu
tidur
- Kaji gangguan-gangguan
pola tidur yang langsung
berhubungan dengan pola
tidur
- Duduk dengan klien
32

sampai dia tertidur
- Pastikan tidak ada
makanan dan minuman
yang mengandung kafein.
- Berikan sarana-sarana
perawatan yang membantu
tidur (gosok punggung,
latihan gerak, relaksasi,
music lembut, susu
hangat).
- Buat jadwal tidur yang
rutin, hindari terjadinya
deviasi dari jadwal tidur.
- Beri jaminan keberadaan
perawat pada malam hari
ketika klien terbangun.
5 Perubahan Nutrisi;
kurang dari
kebutuhan tubuh
- Penolakan untuk makan
- Asupan makan yang
banyak tetapi diikuti
oleh muntah yang dibuat
sendiri
- Penyalahgunaan obat-
obat pencahar diuretic
atau pil diet
- Penggunaan tenaga fisik
yang banyak yang
diproduksi dari kalori
yang masuk
- Jika klien menolak makan,
dokter melakukannya
melalui pipa nasogastric
- Berikan jumlah diet yang
sesuai dengan kebutuhan,
hal ini bicarakan dengan
ahli diet
- Jelaskan kepada klien
rincian program perubahan
perilaku yang
direncanakan
- Duduk, temani klien pada
saat makan untuk memberi
semangat
- Klien diamati selama
paling kurang 1 jam
menurut waktu makan
- Klien perlu ditemani
kekamar mandi untuk
mencegah muntah yang
dibuat sendiri
- Timbang BB klien
33

- Berikan pengakuan dan
dukungan untuk setiap
klien yang menghabiskan
makanan, paling tidak
separuh porsi makan
- Klien harus mengetahui
bahwa kurangnya nutrisi
dapat mengakibatkan hal
yang lebih buruk bagi
klien
6 Gangguan citra
tubuh (body image)
- Kekurangan umpan
balik positif, kegagalan
yang dirasakan
- Harapan yang tidak
realistis
- Perkembangan ego
mengalami retardasi
- Rasa takut yang tak
wajar terhadap
kegemukan

- Bantu klien dalam
mengenali persepsi
negative tentang diri,
untuk mengetahui sifat-
sifat positif
- Berikan penguatan positif
bagi penguatan yang
dibuat secara mandiri yang
mempengaruhi kehidupan
klien
- Berikan penguatan positif
jika klien dapat mengenali
dan dan menghindari
perilaku maladaptive
- Bantu klien dalam
menerima diri
sebagaimana adanya,
termasuk kelemahan dan
kekuatan

2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Aziz
Alimul, 2009). Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda
dengan rencana. Hal ini karena perawat belum terbiasa dengan rencana
tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Rencana yang
dilakukan adalah rencana tidak tertulis, apa yang dipikirkan, dirasakan.
34

Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal dan
tidak memenuhi aspek legal. Fokus intervensi pada klien dengan respon
ansietas menurut tingkatannya, yaitu :
1. Intervensi dalam ansietas tingkat berat dan panik
Prioritas tertinggi dari tujuan keperawatan harus ditujuakan untuk
menurunkan ansietas tingkat berat atau panik pasien dan intervensi
keperawatan yang berhubungan harus supportif dan protektif.
2. Intervensi dalam ansietas tingkat sedang
Saat ansietas pasien menurun sampai tingkat ringan atau sedang
perawat dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan
reedukatif atau berorientasi pada pikiran. Intervensi melibatkan
pasien dalam proses pemecahan masalah.
2.2.5 Evaluasi
Evalusai adalah langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak (Aziz Alimul, 2009). Evaluasi ini harus
di lakukan terus menerus pada respon ansietas klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dievaluasi
meliputi :
1. Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri pasien
berkurang dalam sifat, jumlah, asal atau waktunya?
2. Apakah perilaku pasien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau
tingkat yang lebih berat?
3. Apakah sumber koping pasien telah dikaji dan dikerahkan dengan
adekuat?
4. Apakah pasien mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai
pandangan terhadap perasaan tersebut?
5. Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif ?
6. Sudahkah pasien belajar strategi adaptif baru untuk mengurangi
kecemasan?
7. Apakah pasien menggunkan ansietas ringan untuk meningkatkan
pertumbuhan dan perubahan personal?
35

BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kecemasaan merupakan suatu kegelisaan, kekhawatiran dan
ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas. Kecemasan ini terjadi secara
alami karena dapat melibatkan ketidakseimbangan kimia otak seperti
seperti serotonin, dopamin atau norepinefrin. Kecemasan ini biasanya
ditandai dengan anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit
bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah
marah atau tersinggung.
Kecemasan dibagi dalam 4 tingkatan, setiap tingkatan memiliki
karakteristik dalam persepsi yang berbeda, tergantung kemampuan
individu yang ada dan dari dalam dan luarnya maupun dari lingkungannya.
Tingkatan kecemasan tersebut yaitu cemas ringan, cemas sedang, cemas
berat dan panik.
Pada tingkat ansietas ringan dan sedang, individu dapat memproses
informasi belajar dan menyelesaikan masalah. Keterampilan kognitif
mendominasi tingkat ansietasini. Ketika individu mengalami ansietas berat
dan panik, keterampilan bertahan yang lebih sederhana mengambil alih,
respon defensive terjadi, dan keterampilan kognitif menurun signifikan
3.2 Saran
1. Bagi Pembaca
Dengan adanya makalah penyuluhan kesehatan ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi pembaca, namun tidak hanya
berpatokan pada makalah ini, yakni dapat termotivasi untuk mencari
materi ini dari berbagai sumber.
2. Bagi Penulis
Diharapkan sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan
penulis tentang cara melakukan penyuluhan kesehatan yang benar
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
36


Alimul, A. Aziz. 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Murdiningsih, Dyah Surti. 2013. Pengaruh Kecemasan terhadap Kadar Glukosa.
Vol II. No. 2.
Nasir, Abdul dan Muhith, Abdul. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa:
Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, SKp., M.Kep. 2004. Stress, Koping dan Adaptasi. Jakarta : CV. Agung
Seto.
Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi
Pertama.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suliswati, et al. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC.
Taluta, Yanes P., et al. 2014. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Mekanisme
Koping. Vol. II. No. 1.
Trismiati. 2004. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita. Vol. I.
No. 1.
Wilkinson, Judith M. dan Ahern, Nancy R. 2006. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Ed. 7
(Terjemahan).Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. dan Ahern, Nancy R. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan : Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Ed.
9 (Terjemahan).Jakarta : EGC.
Yustin, Arfines. 2011. Pengaruh Terapi Wewangian Terhadap Tingkat
Kecemasan. Vol. I. No. 1.

Anda mungkin juga menyukai