Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA

PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN TINGKAT AKHIR

DI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :

KRISTANTI MONIKA SARI

NIM. PO.62.20.1.16.150

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

KELAS REGULER III

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa saya ucapkan atas kehadirat TuhanYang Maha Esa, ,karena
dengan limpahan rahmat dan hidayah- Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas
Penelitian Metodologi Kuantitatif yang berjudul “HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN
INSOMNIA PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR DIV KEBIDANAN DI POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA”

Penulis menyadari, karya yang penulis susun ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Sebagai manusia biasa, kami
berusaha dengan sebaik-baiknya dansemaksimal mungkin, dan sebagai manusia biasa juga
penulis tidak luput darisegala kesalahan dan kekhilafan dalam menyusun Proposal ini.

Untuk menyempurnakan karya ini, penulis dengan senang hati akan menerima kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak.Sehingga di kemudian hari penulis dapat
menyempurnakan makalah ini dan penulis dapat belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah
penulis lakukan.Akhirnya penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang menempuh atau


menjalani pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi seperti sekolah tinggi, akademi,
dan yang paling umum ialah universitas.

Dunia Perkuliahan pada DIV Kebidanan Di Poltrekkes Kemenkes Palangka Raya


semester 1 sampai semester 2 teori sedangkan pada semester 3 sampai semester 7
melakukan perkuliahan dalam bentuk praktek.

Sistem pendidikan yang baik didukung oleh beberapa unsur yang baik pula, antara
lain organisasi yang sehat, pengelolaan yang transparan dan akuntable, ketersediaan
rencana pembelajaran dalam bentuk dokumen kurikulum yang jelas dan sesuai kebutuhan
pasar kerja, kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia dibidang akademik dan
non akademik yang handal dan professional, ketersediaan sarana-prasarana dan fasilitas
belajar yang memadai, serta lingkungan akademik yang kondusif. Dengan didukung ke
lima unsur tersebut, perguruan tinggi akan dapat mengembangkan iklim akademik yang
professional. Beberapa indikator yang sering dipakai sebagai tolak ukur mutu lulusan
adalah IPK (Indeks Prestasi Kumulatif), lama studi dan predikat kelulusan yang
disandang (Direktorat Akademik & Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 2008).

Mahasiswi tingkat akhir biasanya dibebankan pada skripsi sebagai syarat


memperoleh gelar sarjana. Skripsi merupakan bukti kemampuan akademik mahasiswi
dalam penelitian yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Student Health and
Welfare (2004) menyatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami keadaan stres
mungkin akan mengalami kesulitan untuk tidur.

Gangguan tidur berdampak terhadap proses belajar, seperti penurunan konsentrasi,


motivasi belajar, kesehatan fisik, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berinteraksi
dengan individu atau lingkungan di kampus, dan penurunan kemampuan menyelesaikan
tugas (Gaultney, 2010).

Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dikeluhkan. Gangguan tidur ini
dapat mempengaruhi pekerjaan, aktivitas sosial dan status kesehatan bagi penderita.
Seseorang dapat mengalami insomnia transien akibat stress situasional seperti masalah
keluarga, kerja atau sekolah, penyakit atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia
temporer akibat dari situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk tidur yang
cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran, stres dan kecemasan (Perry & Potter,
2006).

Gejala-gejala insomnia secara umum adalah seseorang mengalami kesulitan untuk


memulai tidur, sering terbangun pada malam hari ataupun di tengah-tengah saat tidur.
Orang yang menderita insomnia juga bisa terbangun lebih dini dan kemudian sulit untuk
tidur kembali (Widya, 2010).

Kebutuhan manusia untuk tidur pada bayi adalah 13-16 jam untuk pertumbuhan bayi,
pada anak adalah 8-12 jam untuk perkembangan otak anak-anak untuk ketahanan
memori, pada dewasa adalah 6-9 jam untuk menjaga kesehatan dan pada usia lanjut
adalah 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin senja
mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk
mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur
yang sesuai (Lumbantobing, 2006).

Menurut National Safety Council (2004) stres adalah ketidakmampuan mengatasi


ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual yang pada suatu saat
dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Stres normal merupakan reaksi
alamiah yang berguna, karena stres akan mendorong kemampuan seseorang untuk
mengatasi kesulitan kehidupan. Persaingan yang banyak tuntutan dan tantangan di era
modern ini akan menjadi tekanan dan beban stres. Tekanan stress yang besar hingga
melampui daya tahan individu, maka akan menimbulkan gejala-gejala seperti sakit
kepala, mudah marah dan kesulitan untuk tidur.
Gejala yang muncul saat seseorang mengalami stres dapat berbeda-beda, tergantung
penyebab dan cara menyikapinya. Gejala atau tanda stres dapat dibedakan menjadi gejala
emosi, gejala fisik, gejala kognitif, dan gejala perilaku.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan diatas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Hubungan tingkat stress dengan insomnia
pada mahasiswa tingkat akhir DIV Kebidanan .

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini ntuk mengetahui gambaran hubungan antara tingkat
stress dengan tingkat insomnia pada Mahasiswa DIV Kebidanan tingkat akhir di
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran :

a. Untuk mengetahui gambaran Mahasiswa DIV Kebidanan tingkat akhir di


Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya mengalami tingkat stress
dengan insomnia.

b. Untuk mengetahui gambaran gangguan insomnia pada Mahasiswa DIV


Kebidanan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya.

c. Menganalisa hubungan tingkat stress dengan insomnia pada Mahasiswa DIV


Kebidanan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,pengalaman


dan wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian,
khususnya mengenai gambaran pengetahuan tentang hubungan tingkat
stress dengan insomnia.

b. Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Secara Praktis

a. Bagi Penulis

Untuk mengetahui sejauh mana dalam mempengaruhi prestasi akademik


mahasiswa.

b. Bagi Mahasiswa

Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa serta menjadi


pertimbangan mahasiswa untuk segera mengambil tindakan yang tepat
dalam meningkatkan prestasi akdemik.
BAB II

TINJAUAN TEORI

Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan stres dan
insomnia. Teori-teori tersebut meliputi konsep stres yang terdiri dari pengertian,
penyebab, jenis, respon, gejala, tingkat, dan dampak stres, dan konsep insomnia
yang terdiri dari pengertian, klasifikasi, faktor yang mempengaruhi insomnia,
gejala, dan dampak insomnia.

2.1 Konsep Stres

2.1.1 Pengertian Stres

Stres diartikan oleh beberapa ahli sebagai suatu respon


individu, baik berupa respon fisik maupun psikis, terhadap tuntutan
atau ancaman yang dihadapi sepanjang hidupnya, yang dapat
menyebabkan perubahan pada diri individu, baik perubahan fisik,
psikologi, maupun spiritual (Asmadi, 2008; Bruner 2001). Pendapat
lainnya mengartikan stres sebagai respon yang tidak dapat dihindari
oleh individu yang diperlukan untuk memberikan stimulus terhadap
perubahan dan pertumbuhan (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan
pengertian dari beberapa ahli disimpulkan stres merupakan sebuah
respon yang dialami setiap individu dan menimbulkan dampak, baik
dampak positif maupun negatif. Mahasiswa Indonesia yang
mengalami stres meningkat lima kali lipat dibandingkan dengan
mahasiswa pada era depresi tahun 1939 (Lubis dan Nurlaila, 2010).

2.1.2 Penyebab Stres

Penyebab stres (stresor) adalah segala situasi atau pemicu yang


menyebabkan individu merasa tertekan atau terancam. Stresor yang
sama akan dinilai berbeda oleh setiap individu. Penilaian individu
terhadap stresor akan mempengaruhi kemampuan individu untuk
melakukan tindakan pencegahan terhadap stresor yang membuat
stres (Safaria & Saputra, 2009; ). Losyk (2005) menyatakan bahwa
stres pada individu dapat terjadi karena tuntutan-tuntutan yang
individu diletakan dalam diri sendiri.

Potter & Perry (2005) mengklasifikasikan stresor menjadi dua,


yaitu stresor internal dan stresor eksternal. Stresor internal adalah
penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, dan stresor
eksternal adalah penyebab stres yang berasal dari luar diri individu.
Penyebab stres yang terjadi pada mahasiswa selama menjalani
perkuliahan adalah tuntutan akademik, penilaian sosial, manajemen
waktu serta persepsi individu terhadap waktu penyelesaian tugas,
kondisi ujian, kondisi perbedaan bahasa yang digunakan, dan biaya
perkuliahan (Kausar, 2010; Lubis dan Nurlaila, 2010; Robotham,
2008).

2.1.3 Jenis Stres

Para peneliti membedakan antara stres yang merugikan atau


merusak yang disebut sebagai distres dan stres yang menguntungkan
atau membangun, yang disebut sebagai eustres (Safaria & Saputra,
2005). Dalam Potter & Perry (2005) membagi stres menjadi dua, yaitu
eustres dan distres.
2.1.3.1 Eustres
Eustres adalah stres yang menghasilkan respon individu bersifat sehat,
positif, dan membangun. Respon positif tersebut tidak hanya
dirasakan oleh individu tetapi juga oleh lingkungan sekitar individu,
seperti dengan adanya pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan
adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.1.3.2 Distres
Distres adalah stres yang bersifat berkebalikan dengan eustres, yaitu
tidak sehat, negatif, dan merusak. Hal tersebut termasuk konsekuensi
individu dan juga organisasi seperti tingkat ketidakhadiran
(absenteism) yang tinggi, sulit berkonsentrasi, sulit menerima hasil
yang didapat.

2.1.4 Tingkat Stres

2.1.4.1 Stres Ringan

Stres ringan adalah stres yang dihadapi secara teratur, biasanya


dirasakan setiap individu, misalnya lupa, banyak tidur, kemacetan,
dan kritikan. Suzanne & Brenada (2008) mengatakan pada fase ini
seseorang mengalami peningkatan kesadaran dan lapang persepsinya.
Stres biasanya berakhir dalam beberapa menit atau jam dan tidak
menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

2.1.4.2 Stres Sedang

Stres sedang adalah stres yang terjadi lebih lama, dari beberapa jam
sampai hari. Fase ini ditandai dengan kewaspadaan, fokus pada indra
penglihatan dan pendengaran, peningkatan ketegangan dalam batas
toleransi, dan mampu mengatasi situasi yang dapat mempengaruhi
dirinya (Suzanne & Brenada, 2008). Contoh stres sedang yang sering
dihadapi mahasiswa perselisihan antarteman, tugas yang berlebihan,
mengharapkan liburan, permasalahan keluarga.

2.1.4.3 Stres Berat

Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai
tahun. Semakin sering dan lama situasi stres, semakin tinggi resiko
kesehatan yang ditimbulkan (Potter & Perry, 2005). Hal tersebut
terjadi karena pada tahap ini individu tidak mampu menggunakan
koping yang adaptif, tidak mampu melakukan kontrol aktifitas fisik
dalam jangka waktu yang lama, dan sulit focus pada satu hal
terutama dalam memecahkan masalah (Suzanne & Brenada, 2008).

2.1.5 Dampak Stres

Stres yang dialami oleh individu akan menimbulkan dampak


positif atau negatif. Rafidah, dkk (2009) menyatakan bahwa stres
dapat meningkatkan kemampuan individu dalam proses belajar dan
berpikir. Dampak negatif stres dapat berupa gejala fisik maupun psikis
dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Dalam Safaria &
Saputra (2005) mengelompokkan dampak negatif stres yang dirasakan
oleh individu dalam lima gejala, yaitu gejala fisiologis, psikologis,
kognitif, interpersonal, dan organisasional. Gejala fisiologis yang
dirasakan individu berupa keluhan seperti sakit kepala, sembelit,
diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah
tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan, susah
tidur, dan kehilangan semangat.
Selain dampak fisiologis, individu yang mengalami stres akan
mengalami perubahan kondisi psikis berupa perasaan gelisah, cemas,
mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih, dan depresi.
Perubahan psikologis akibat stres akan mempengaruhi penurunan
kemampuan kognitif, seperti sulit berkonsentrasi, sulit membuat
keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan dan pikiran kacau.
Dampak negatif stres yang mudah diamati antara lain sikap acuh tak
acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, dan mudah
menyalahkan orang lain.

2.1.6 Respon Stres


Individu diharapkan mampu beradaptasi ketika menghadapi
stres sehingga individu kembali berada pada titik keseimbangan diri
dan meimiliki energi untuk menghadapi stresor selanjutnya. Respon
adaptasi yang terjadi dapat berupa adaptasi fisiologi dan psikologi
(Brunner, 2001). Penelitian dalam Potter & Perry (2005)
mengidentifikasi dua respon stres, yaitu Local Adaptation Syndrome,
LAS dan General Adaptation Syndrome, GAS.
2.1.6.1 Local Adaptation Syndrome (LAS)
LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian
tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan
fisiologis lainnya. Contoh dari LAS adalah respon refleks
nyeri dan respon inflamasi. Karakteristik dari LAS, yaitu
respon adaptif dan tidak melibatkan seluruh sistem tubuh,
memerlukan stresor untuk menstimulasinya, jangka pendek.
Selain itu, respon tidak tejadi terus menerus dan membantu
dalam memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.
2.1.6.2 General Adaptation Syndrome (GAS)
Dalam Losyk (2005) menyakan bahwa dampak
negatif yang terjadi akibat stres dapat dijelaskan menurut
teori sindrom adaptasi umum (general adaptation system,
GAS) dari Selye. GAS adalah respons berpola tertentu
terhadap tuntutan ekstra yang diterimanya. Menurut Selye ada
tiga tahap spesifik, yaitu reaksi peringatan, pertahanan, dan
penghabisan.
Tahap peringatan tubuh dihadapkan pada penyebab
stres. Individu menjadi bingung dan kehilangan arah. Tubuh
mempersiapkan dirinya mrlawan stres dengan mengirimkan
hormon-hormon berguna ke dalam aliran darah. Akibatnya,
detak jantung dan pernapasan meningkat, ditambah dengan
semakin menegangnya otot-otot pada saat tubuh bersiap-siap
melakukan aksi. Gerakan pertahanan ini membantu kita agar
dapat bertahan terhadap faktor penyebab stres yang kita
hadapi.
Tahap kedua merupakan tahap pertahanan. Hormon-
hormon di dalam darah tetap berada pada tingkat tinggi.
Tubuh menyesuaikan diri untuk melawan stres. Penyesuaian
ini bisa saja hanya terjadi di dalam sebuah organ tubuh
tersendiri maupun sistem organ secara menyeluruh. Jika stres
tingkat tinggi terus berlangsung, keadaan ini sering kali
berakibat pada timbulnya penyakit dalam sebuah organ atau
sistem tubuh. Tingginya tingkat stres ini juga dapat
menyebabkan seseorang menjadi gugup, lelah, dan sering kali
marah-marah. Tahap terakhir adalah tahap penghabisan, tahap
di mana jika stres tetap berlangsung, jaringan dan sistem organ
tubuh bisa rusak. Dalam jangka waktu yang panjang, keadaan
ini bisa menimbulkan penyakit atau kematian.

2.2 Konsep Insomnia

2.2.1 Pengertian Insomnia


Insomnia adalah salah satu gangguan tidur dimana seseorang
merasa sulit untuk memulai tidur. Gangguan tidur yang terjadi yaitu
lamanya waktu tidur atau kuantitas tidur yang tidak sesuai. Selain itu
gangguan tidur yang terjadi berhubungan dengan kualitas tidur seperti
tidur yang tidak efektif (Hidaayah & Alif, 2016).
Insomnia merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
kesulitan untuk memulai tidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur,
dan rasa tidak puas dengan tidurnya (Kozier & Erb, 2008). Insomnia
merupakan gangguan tidur bersifat sementara ataupun persisten yang
paling sering terjadi yaitu berupa kesulitan untuk memulai tidur
(Kaplan & Sadock, 2010). Insomnia dapat disimpulkan sebagai
kondisi dimana seseorang sulit untuk memulai tidur dan
mempertahankan tidurnya. Walaupun mereka memiliki waktu tidur
yang cukup, namun tidur yang mereka lakukan tidak memiliki kualitas
akan menimbulkan kelelahan dipagi harinya. Gangguan insomnia
dapat bersifat sementara ataupun menetap.

2.2.2 Klasifikasi Insomnia


Kozier & Erb (2008) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis
insomnia, (1) Insomnia Akut yaitu insomnia yang terjadi dua sampai
tiga minggu dan disebabkan karena stres dan perasaan khawatir. (2)
Insomnia Kronis yaitu insomnia yang sudah terjadi lebih dari satu
bulan. Menurut Munir (2015) klasifikasi berdasarkan bentuk insomnia
yaitu:
2.2.2.1 Difficulty in Initiating Sleep (DIS)
Jenis ini sering disebabkan karena tidur yang terjaga yang disertai
kecemasan dan faktor lain
2.2.2.2 Difficulty in Maintaining Sleep (DMS)
Biasanya terbangun secara tiba-tiba, atau pada saat-saat tertentu
seperti merasa pusing tiba-tiba kemudian terbangun
2.2.2.3 Early Morning Waking (Sleep Offset Insomnia)
Sering terjadi pada orang tua dan biasanya disebabkan karea
demensia, penyakit parkinson, gejala menopause, depresi, dan obat-
obatan
Menurut International Classification of Sleep Disorder 2
(ICSD-2), insomnia dapat ditegakkan bila terdapat satu atau lebih
keluhan yaitu: kesulitan memulai tidur, kesulitan untuk
mempertahankan tidur sehingga sering terbangun dari tidur, bangun
16 terlalu dini hari dan sulit untuk tidur kembali, dan tidur dengan
kualitas yang buruk. Selain itu setidaknya terdapat satu gangguan
disiang hari seperti kelelahan, gangguan atensi, gangguan konsentrasi
dan memori, gangguan dalam hubungan sosial, gangguan mood atau
mudah tersinggung, nyeri kepala, dan gangguan pencernaan akibat
kurang tidur (Susanti, 2015)..
Insomnia digolongkan dalam tiga kategori:
2.2.2.3.1 Transient Insomnia
Kategori insomnia ini berlangsung selama beberapa hari hingga
kurang dari satu minggu. Insomnia ini diakibatkan karena stres,
cemas, suasanya hati yang berlebihan, dan sakit. Keadaan ini dapat
kembali lagi pada pola tidur yang normal.
2.2.2.3.2 Acute Insomnia
Acute Insomnia berlangsung selama beberapa minggu hingga
kurang dari satu bulan. Biasanya disebabkan oleh penyakit yang sudah
diderita sejak lama.
2.2.2.3.3 Cronic Insomnia
Insomnia ini berlangsung lebih dari satu bulan hingga
menahun dan disebabkan karena penyakit kronis, stres dan cemas
yang berkepanjangan.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi insomnia


Insomnia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah usia
lanjut dan jenis kelamin perempuan. Pada usia lanjut terjadi perubahan daya
tahan tubuh yang membuat mereka rentan memiliki masalah kesehatan. Hal
tersebut dapat memicu terjadinya insomnia pada usia lanjut. Jenis kelamin
perempuan juga menjadi penyebab insomnia karena berhubungan dengan
perubahan hormon saat menstruasi atau menopause (Kozier & Erb, 2008).
Menurut National Sleep Foundation wanita lebih banyak mengalami
insomnia dibandingkan pria, 57% wanita mengalami tanda gejala insomnia
beberapa kali dalam satu mingggu. Insomnia lebih banyak terjadi pada
wanita karena fase tertentu dalam kehidupannya seperti siklus menstruasi,
kehamilan, dan menopause. Menopause pada wanita menyebabkan
terjadinya penurunan hormon estrogen dan progesteron yang berhubungan
dengan kejadian insomnia (Susanti, 2015).
Faktor lain yang mempengaruhi insomnia yaitu keadaan lingkungan.
Lingkungan yang tidak nyaman seperti suhu ruangan yang terlalu tinggi dan
teman tidur yang mendengkur akan menyulitkan seseorang untuk tidur.
Selain itu gangguan kesehatan seperti rasa nyeri, alergi, atau sesak nafas juga
akan menyulitkan seseorang untuk tidur .Menurut Munir (2015) faktor-
faktor penyebab insomnia yaitu:
2.2.3.1 Stres
Stres akibat pekerjaan, sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran
menjadi aktif dimalam hari.
2.2.3.2 Kecemasan dan depresi
Hal ini disebabkan karena terjadi ketidakseimbangan kimia dalam otak atau
kekhawatiran yang menyertai depresi.
2.2.3.3 Obat-obatan
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa
antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan, dan
kortikosteroid.
2.2.3.4 Kafein, nikotin, dan alkohol
2.2.3.5 Kondisi medis
Gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan kondisi medis lainnya dapat
menyebabkan insomnia karena menimbulkan rasa tidak nyaman.
Remaja yang aktif dalam media sosial rentan mengalami insomnia. Fasilitas
yang sering mereka gunakan adalah chatting, browsing, dan downloading.
Kegiatan tersebut sering mereka lakukan karena remaja memiliki keinginnan
untuk bersosialisasi yang tinggi sehingga mereka sering menghabiskan waktu
dimalam hari untuk mengakses media sosial dan bermain game online. Selain itu
mereka juga menggunakan internet sebagai media untuk mengerjakan tugas di
rumah pada malam hari (Syamsoedin, Bidjuni & Wowiling, 2015).
Insomnia yang terjadi pada mahasiswa biasanya terjadi karena memiliki
beban atau tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas atau harus belajar dengan
materi yang cukup banyak. Insomnia sering terjadi pada mahasiswa yang sedang
menjalani skripsi karena memiliki beban harus menyelesaikan skripsi sebagai
syarat mendapatkan gelar sarjana. Beban tersebut dapat menjadi stressor saat 20
perkuliahan maupun diluar perkuliahan, ketika stressor datang maka tubuh akan
memberikan respon. Salah satu respon yang terjadi saat malam hari yaitu
mahasiswa akan mengalami insomnia atau memiliki kualitas tidur yang buruk
(Nifilda, Nadjmir & Hardisman, 2016).
Menurut Molen et al (2013) menyebutkan bahwa rasa khawatir terhadap
gangguan tidur yang dialami seseorang dapat menyebabkan insomnia. Rasa
khawatir tersebut disebabkan karena mencemaskan akan kebiasaan tidur dan
waktu tidur yang kurang dapat mempengaruhi kesehatannya. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa rasa cemas atau khawatir merupakan faktor yang
dapat memengaruhi insomnia.

2.2.4 Gejala Insomnia


Gejala insomnia pada umumnya berupa kesulitan untuk memulai tidur, sulit
mengatur waktu tidur, bangun tidur terlalu awal, dan kualitas tidur yang buruk
(Horsley et al, 2016). Menurut Kozier & Erb (2008) gejala insomnia diantaranya:
2.2.4.1 Sulit untuk memulai tidur
Seseorang yang mengalami insomnia akan sulit untuk memulai tidur
walaupun sudah merasa lelah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sulis (2015)
menyebutkan bahwa keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah
kesulitan untuk memulai tidur.
2.2.4.2 Sering terbangun saat tengah malam
Keadaan insomnia sering mengalami terbangun dimalam hari, sehingga
tidurnya selalu terjaga.
2.2.4.3 Sulit kembali tertidur
Setelah terbangun dimalam hari, biasanya penderita insomnia akan sulit untuk
tertidur kembali.
2.2.4.4 Tidak merasa puas akan tidur
Pada saat bangun di pagi hari biasanya penderita insomnia tidak merasa puas
dengan tidurnya, mereka akan merasakan letih karena tidurnya selalu terjaga.
2.2.4.5 Bangun terlalu pagi
Penderita insomnia akan bangun terlalu pagi karena tidurnya terjaga
2.2.4.6 Mengantuk di siang hari
Mengantuk di siang hari disebabkan karena kurang tidur di malam hari
2.2.4.7 Sulit untuk berkonsentrasi
Penderita insomnia akan sulit untuk berkonsentrasi saat siang hari karena
mereka merasa lemas dan mengantuk.
.
2.2.5 Dampak Insomnia
Dampak dari insomnia menurut Munir (2015) berupa kelelahan, sulit untuk
berkonsentrasi, mengantuk saat beraktivitas disiang hari, penurunan motivasi,
dan performa sosial yang buruk. Orang yang kurang tidur akan cenderung
melakukan kesalahan saat bekerja dan mudah tersinggung. Hal tersebut
dikarenakan mereka merasa lelah karena kekurangan waktu tidur.
Insomnia dapat menimbulkan gangguan untuk melakukan aktvitas sepanjang
hari, melemahkan energi dan mood, kesehatan, serta kualitas hidup, dan
menyebabkan rasa frustasi bagi yang mengalaminya. Jika insomnia terjadi
dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan gangguan kesehatan baik
mental maupun fisik .
Mahasiswa yang kekurangan waktu tidur biasanya mengantuk saat kuliah
atau tidak hadir pada perkuliahan pagi, mereka juga sulit untuk berkonsentrasi
ketika kuliah dan hal tersebut akan berdampak pada prestasi akademik. Dari
hasil penelitian, mahasiswa yang memiliki kualitas tidur buruk juga memiliki
hasil prestasi akademik yang kurang baik (Nifilda, Nadjmir & Hardisman,
2016).
Insomnia menyebabkan seseorang kesulitan untuk bereaksi terhadap sebuah
situasi dan gagal membuat berbagai pertimbangan yang rasional. Hal tersebut
tidak baik bagi seseorang yang mengalami insomnia untuk melakukan hal yang
membutuhkan konsentrasi tinggi seperti mengemudi, melakukan operasi, dan
menerbangkan pesawat. Sudah ada beberapa kejadian serius yang disebabkan
karena insomnia seperti bencana internasional berupa tumpahan minyak
terparah di dunia dari kapal tanker Exxon Valdez dan radiasi nuklir yang
mengerikan di Chernobyl (Comfort, 2010).

2.3 Konsep Beban Mahasiswa Tingkat Akhir

Menjadi mahasiswa bukanlah hal yang mudah. Apalagi saat semester akhir.
Beban moral dan beban pikiran tentunya akan menyelimuti hari-hari mereka. Kuliah
merupakan aktivitas yang dapat menggembangkan hardskill maupun softskill. Bagi
mahasiswa tingkat akhir, menyelesaikan skripsi adalah tujuan utama. Namun, tidak
sedikit para pejuang skripsi yang menunjukkan gejala stres mahasiswa tingkat akhir.
Banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi oleh mahasiswa tingkat akhir. Mulai
dari sulitnya mencari buku literatur, susahnya bertemu dengan dosen pembimbing,
dan kurangnya pengetahuan mengenai suatu penelitian.

Stres mahasiswa tingkat akhir dapat menjadi beban yaitu menurunkan kesehatan
mental menjadi lebih buruk Menurut Misra dan Castillo dalam Academic Stress
Among College Student mengatakan bahwa stress merupakan beban mental pada
seseorang saat mengerjakan pekerjaan di luar batas kemampuan seseorang yang
menyebabkan rasa cemas dan tegang. Tidak semua mahasiswa mengalami stress di
akhir pendidikan. Rata-rata 20 persen mahasiswa tingkat akhir mengalami stress
karena beban yang semakin menumpuk.Faktor penyebab terjadinya stress yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keadaan fisik, perilaku dan kognisi.
Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkingan fisik, lingkungan belajar, dan
kegiatan sehari-hari.

Selain beban mahasiswa tingkat akhir dapat menurunkan kesehatan mental


menjadi lebih buruk juga beban mahasiswa dapat menyebabkan gejala stres dari sisi
fisik: pusing karena kelelahan dan kurangnya tidur. Tubuh memiliki batasan untuk
bekerja. Jika tubuh dipakai terus menerus tanpa istirahat dapat membuat kekebalan
tubuh semakin menurun sehingga penyakit akan mudah masuk.Penyakit yang
menyerang seperti sakit kepala yang berkepanjangan, mata bengkak, pegal-pegal, dan
mudah lelah. Makan yang tidak teratur dan gaya hidup yang kurang sehat juga dapat
memicu peningkatan stres.
Selanjutnya beban mahasiswa tingkat akhir adalah beban dengan gejala emosi
yang nampak seperti gelisah, tertekan, ketakutan, dan mudah marah. Gejala
emosional yang berlangsung lama dapat menimbulkan dampak yang buruk.Lebih
suka menyendiri dan tidak bisa fokus pada kegiatan karena masih kepikiran dengan
skripsi yang belum selesai. Perasaan tertekan dan ketakutan ini diakibatkan karena
managemen waktu yang kurang. Sehingga tak jarang emosi ini diluapkan dengan cara
marah-marah tanpa sebab.Emosi yang negatif berdampak pada kinerja dari otak.
Berpikiran negatif membuat kamu menjadi tidak semangat dalam mengerjakan tugas-
tugas.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan desain deskriptif analtik dengan desain penelitian
menggunakan pendekatan cross sectional. Merupakan Metode pendekatan waktu yang
digunakan adalah cross sectional yaitu suatu metode pengambilan data yang dilakukan
pada suatu waktu yang bersamaan. Metode ini bertujuan agar diperoleh data yang
lengkap dalam waktu yang relatif singkat (Notoatmojo, 2005).

Metode pengambilan sampel menggunakan proportional stratified random


sampling.Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak … mahasiswa DIV Kebidanan di
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya pada tingkat akhir, Hasil perhitungan
analisis data bivariat menggunakan rumus chi-square untuk mengetahui hubungan
tingkat stress dengan insomnia . .. . . Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
menggunakan kuesioner. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mahasiswa DIV Kebidanan tingkat akhir di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka
Raya. Kemudian peneliti membacakan petunjuk pengisian kuesioner untuk mengetahui
tingkat stress dan dilanjutkan dengan membacakan petunjuk pengisian kuesioner
Insomnia Ratting Scale untuk mengetahui kejadian insomnia pada mahasiswa tingkat
akhir DIV Kebidanan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya.

B. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan
digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah
pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013) .

Definisi operasional adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam definisi


konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam lingkup obyek
penelitian/obyek yang diteliti. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas adalah variabel yang


mempengaruhi, yang menyebabkan timbulnya atau berubahnya variabel terikat.
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah locus of control dan
kepribadian.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel terikat adalah variabel yang


dipengaruhi karena adanya variabel bebas.Variabel terikat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kinerja. Definisi operasional variable penelitian merupakan
penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian terhadap
indikator-indikator yang membentuknya.

Tabel Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur
Insomnia Keabnormalan tidur Kuesioner Ordinal
Kuesioner terdiri
yang dialami, baik
dari 7 pertanyaan
secara kuantitas
tertutup dengan
maupun kualitas
pilihan jawaban
yang memiliki
tingkat penilaian
mulai dari 1
hingga 5

Tingkat Stres Keadaan atau Kuesioner skala Kuesioner Ratio

perasaan yang stres yang terdiri


mengancam atas 20
kesejahteraan pertanyaan skala
individu. likert dengan
rentang pilihan
jawaban:
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-
kadang
4. Sering
5. Selalu
Usia Dihitung sejak tahun Pertanyaan isian Kuesioner Jumlah usia Interval
kelahiran hingga mengenai usia dalam tahun
ulang tahun terakhir
pada saat mengisi
kuesioner

Jenis Kelamin Dikategorikan Pertanyaan Kuesioner Laki-laki Nominal


berdasarkan ciri fisik pilihan dengan atau
dan biologis menceklis Perempuan
jawaban

Status tinggal Keterangan tempat Pertanyaan Kuesioner Bersama Nominal


tinggal selama pilihan dengan orang tua,
semester tingkat menceklis saudara,
akhir jawaban atau kost

Aktivitas selain Kegiatan rutin yang Pertanyaan Kuesioner Kerja Nominal


dilakukan selama pilihan dengan freelance/
kuliah semester tingkat menceklis fulltime,
akhir jawaban olahraga,
organisasi,
hanya
kuliah, dan
beberapa
aktivitas
C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, terhitung dari bulan Oktober sampai
dengan bulan Desember 2019 yakni dimulai dengan melakukan penelusuran
kepustakaan, pengajuan judul, pengumpulan data awal, pembuatan proposal,
bimbingan, pengumpulan data penelitian, analisa data, pengumpulan laporan hasil
akhir penelitian dan seminar hasil penelitian proposal.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam metode penelitian, kata populasi berarti serumpun/sekelompok objek yang


menjadi sasaran penelitian (Syofian, 2013). Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah Mahasiswa DIV Kebidanan Tingkat Akhir di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palangka Raya dengan total jumlah mahasiswanya sebanyak 43 orang
Pada tahun 2019.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah
Mahasiswa DIV Kebidanan Tingkat Akhir di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palangka Raya.
E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner yang berisi


pertanyaan- pertanyaan untuk menggambarkan variabel independen yaitu Tingkat stress
yang cenderung bersifat kualitatif (pertanyaan terbuka) dengan menggunakan kuesioner
yang menggambarkan tingkat stress dengan insomnia pada mahasiswa DIV Kebidanan
Tingkat Akhir di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya. Kuesioner terdiri dari
……………………….

Adapun penelitian dari kuesioner sebagai berikut : ……..

F. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil data primer
dari Mahasiswa DIV Kebidanan Tingkat Akhir dengan menggunakan kuesioner
terstruktur yang berisi pertanyaan terbuka tentang stress dan pertanyaan tentang
insomnia. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan pengumpulan data peneliti persiapan dimulai pada bulan


Oktober sampai dengan bulan Desember 2019. Untuk melakukan persiapan yang
meliputi pengajuan judul penelitian, penyusunan proposal penelitian, dan ujian
proposal penelitian.

2. Setelah itu, peneliti membuat surat izin penelitian dari kampus Poltekkes Kemenkes
Palangka Raya Program Studi Diploma IV Keperawatan.

3. Pihak kampus memeberikan surat pengantar ke kantor Badan Penelitian dan


Pengembangan Kota Palangka Raya untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.

4. Kemudian surat dari kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya

5. Kemudian peneliti meminta izin kepada pengurus untuk melakukan penelitian pada
Mahasiswa DIV Kebidanan tingkat akhir di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palangka Raya.
6. Peneliti memberikan maksud dan tujuan penelitian kepada responden yang telah
memenuhi kriteria penelitian.

7. Responden yang bersedia untuk dijadikan responden penelitian diminta untuk


mengisi kuesioner.

8. Responden diberikan pertanyaan oleh peneliti sesuai isi kuesioner dan mengisi di
tempat sesuai dengan kesepakatan ataupun kontrak waktu dan tempat sebelumnya.

9. Jika semua kuesioner telah terisi, peneliti akan mengumpulkan kuesioner kembali dan
peneliti akan menganalisis data yang telah di dapatkan dari responden.

10. Peneliti mendapatkan data dari responden lalu dianalisis dengan menggunakan uji
chi-square dan diolah dengan menggunakan program computer.

G. Analisa Data dan Pengolahan Data

1. Analisa Data

Menurut Sugiono (2012) mengartikan analisa data sebagai proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil kuesioner dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang
akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
maupun orang lain.

Data yang telah diolah kemudian dianalisis. Jenis analisis yang digunakan pada
penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat. Tujuan dari analisis univariat
adalah untuk menjelaskan distribusi usia, jenis kelamin, status tempat tinggal,
aktivitas selama menyelesaikan skripsi, tingkat stres dan insomnia yang dialami
responden (Hastono & Sabri 2010). Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara tingkat stres dengan insomnia pada mahasiswa DIV Kebidanan
tingkat akhir .
Data pada kuesioner dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama yaitu data berupa
usia, jenis kelamin, status tinggal dan aktivitas responden. Bagian kedua terdiri dari
…. pernyataan berskala likert terkait tingkat stres. Bagian ketiga terdiri dari …
pertanyaan tertutup dengan terkait Insomnia. Hasil analisis univariat data ini
disajikan dalam bentuk tabel beserta dengan persentase, frekuensi, dan mean untuk
menggambarkan distribusi usia, jenis kelamin, status tempat tinggal, aktivitas selama
menyelesaikan skripsi, tingkat stres dan insomnia yang dialami responden. Hasil
analisis bivariat merupakan hasil dari perhitungan chi- square untuk mengetahui
hubungan tingkat stres dan insomnia pada mahasiswa yang sedang menyelesaikan
skripsi. Tingkat kepercayaan yang diinginkan 95% (CI= 95%) dengan menggunakan
perhitungan rumus uji chi square (Hastono & Sabri, 2010):

x2 = (0 − E) 2
Σ
E

Keterangan :

x2 = chi square

O = Nilai hasil observasi

E = Nilai yang diharapkan

2. Pengolahan Data
Menurut Hidayat (2007), cara melakukan pengolahan data adalah sebagai berikut :
2.1 Editing (Memeriksa)
Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan dengan memeriksa
kelengkapan dan kejelasan data. Jika terdapat kekurangan data segera dilengkapi
2.2 Coding (Memberi Tanda Kode)

Mengklarifikasi jawaban responden dengan cara menandai jawaban dengan kode


tertentu.
2.3 Tabulating

Setelah selesai pembautan kode selanjutnya dengan pengolahan data ke dalam


satu tabel menurut sifat- sifat yang dimiliki yang mana sesuai dengan tujuan
penelitian ini, dalam hal ini dipakai tebel untuk penganalisaan data.

2.4 Aplikasi Data

Aplikasi data merupakan uji statistic yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pada
penelitian ini peneliti menggunakan bantuan komputer.

H. Etika Penelitian

Adapun etika penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan


responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden dan kontrak tempat dan waktu untuk dilakukan dengan
pengisian kuesioner pada responden.

2. Anomity (Tanpa Nama)

Dalam penggunaan subjek penelitian dilakukan dengan cara tidak memberikan


atau mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentially (Kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil peelitian, baik informasi maupun


masalh-masalah lainnya yang berhubungan dengan responden. Hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
4. Privacy

Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa semua informasi yang akan


diperoleh dari responden selama penelitian ini hanya digunakan untuk kepentingan
peneliti.

5. Self Determination

Peneliti memberikan kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah


bersedia menjadi responden atau tidak dalam penelitian ini setelah diberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan peneliti.

6. Protection From Discomformt and Harm

Agar meminimalkan ketidaknyamanan responden maka peneliti kontrak tempat


dan waktu saat responden bersedia serta tidak ada gangguan saat wawancara atau
pengisian kuesioner berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Alih Bahasa Agung
Waluyo. Edisi 8. Jakarta: EGC

Comfort, R. (2010). Mengatasi Insomnia: Kiat Praktis & Alkitabiah untuk Membantu Orang yang
Sulit Tidur. Jakarta: Inspirasi.

Direktorat Akademik & Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2008. Buku Panduan
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Hidaayah, Nur., & Alif, Hilmi. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Terjadinya
Insomnia Pada Wanita Premenopause di Dusun Ngablak Desa Kedungrukem Kecamatan
Benjeng Kebupaten Gresik. Jurnal Ilmiah Kesehatan , Vol. 9 No. 1 Hal.69-76.

Horsley, K.J., Codie, R.R., Sheila, N.G., Charles, S., Sandeep, G.A., James, A.S., Ross, A., &
Tavis, S.C. (2016). Insomnia Symptoms and Heart Rate Recovery Among Patiens in
Cardiac Rehabilitation. Journal of Behavioral Medicine, 39, 642-651. Diakses pada
tanggal 20 November 2016.

Hastono, S.P & Sabri, L. (2010). Statistik kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.

Hidayat, A.A. 2007, Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data,.Penerbit Salemba
medika.

Kausar. (2010). Perceived stress, academic workloads and use of coping strategies by
university students. Journal of Behavioural Sciences. Vol. 20.

Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2009). Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep, proses &
Praktek. Edisi 5. Alih bahasa : Eny,M., Esti, W., Devi, Y.Jakarta: EGC.

Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. (2010). Sinopsis Psikiatri Kusnandar, Y.(2009) Penuntut
Penggunaan relaksasi Benson. Bandung : Mumtaz Agency.

Lumbantobing, S. M. 2006. Gangguan Tidur, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Lubis & Nurlaila. (2010). “Mengapa tingkat stres pelajar makin tinggi”. Style
Sheet.www.vivanews.com/news/read/120642-
mengapa_tingkat_stres_pelajar_makin_tinggi. Diunduh pada tanggal 3
Oktober 2011.
Losyk, B. (2007). Kendalikan stres anda: cara mengatasi stres dan sukses di
tempat kerja (Marselita Harapan, Penerjemah). Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Munir, B. (2015). Neurologi Dasar. Jakarta : Sagung Seto.
Molen, Y.F., Luciane, B.C., Lucila, B.F., & Gilmar, F. (2013). Insomnia:
Psychological and Neurobiological Aspect and Non-Pharmacological
Treatments. Neurologia, Universidade Federal de São Paulo, Sao Paulo SP,
Brazil. Diakses pada tanggal 14 Januari 2017.
Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.

Nafilda, H., Nadjmir., & Hardisman. (2016). Hubungan Kualitas Tidur dengan Prestasi
Akademik Mahasiswa Program Studi Pendidikan.

Jovanovic, J., Lazaridis, K., & Stefanovic, V. (2006). Theoretical approaches to problem of
occupational stress. Acta Facultatis Medicae Naissensis, 23(3), 163- 169.

Perry dan Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik E/4,
vol 2. EGC, Jakarta.

Perry dan Potter. (2006). Fundamental Keperawatan volume 2, Edisi IV. Jakarta: EGC.

Potter, P.A and Perry, A.G. 2005. Fundamental nursing: concepts, process, and practice. 6th
edition. St. Louis: Mosby Year Book.

Robotham, D. (2008). Stres among higher education students: towards a research agenda.
Springer Science+Business Media B.V. 56:735-746.

Rafidah, K. et all. (2009). Stress and academic performance: empirical evidence from university
students. Academy of Educational Leadership Journal.Vol. 13, No. 1

Setiadi (2013). Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2.Yogyakarta, Graha
Ilmu

Safaria, T. &Saputra, NE. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta : Bumi Aksara.

Suzanne & Brenda. (2008). Text book of medical surgical nursing. 11thEd.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.


Susanti (2015). Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia Sebelum Dan Sesudah Latihan Relaksasi
Otot Progresif (Progresif Muscle Relaxation) Di Badan Pelayanan Sosial Tresna Wreda
(BPSTW) Ciparay Bandung. Skripsi.

Syamsoedin . (2015) . Hubungan duarsi penggunaan media social dengan kejadian insomnia
pada remaja di SMA Negeri 9 Manado . ejournal keperawatan (e-Kp ), 3 (1).

Sulistyowati & Khairun, N. (2014). Perbedaan Insomnia Sebelum dan Sesudah Mandi Air
Hangat pada Wanita Menopause di Dusun Laren Desa Laren Kecamatan Laren –
Lamongan. Surya, 3. Diakses pada tanggal 25 November 2016. stikesmuhla.ac.id

Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan Kombinasi(Mixed Methods).


Bandung : Alfabeta.

Widya, G. 2010. Mengatasi insomnia, Kata Hati, Yogyakarta

https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-mahasiswa-menurut-para-ahli-beserta-peran-dan-
fungsinya/ (Pengertian Mahasiswa Menurut Para Ahli Beserta Peran Dan Fungsinya , Aris
KurniawanDiposting pada 07/08/2019 )

https://riliv.co/rilivstory/gejala-stres-mahasiswa-tingkat-akhir/ (Mengenal Lebih Dalam


Beberapa Gejala Stres Mahasiswa Tingkat akhirKhadek Sari Devy, 24/04/2019)

Anda mungkin juga menyukai