Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

Disusun oleh :
RAHMAT SAPII ( 2118032 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2020-2021
BAB 1
PENDDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cemas merupakan suatu perasaan yang muncul ketika
seseorang dihadapkan pada keadaan yang mengancam jiwa.
Cemas yang berlebihan akan menimbulkan gangguan kecemasan
(Dean, 2016). Kecemasan membuat individu merasa tidak nyaman
dan merasa takut dengan lingkungan sekitarnya. Pada situasi
tertentu kecemasan dapat diartikan sebagai sinyal yang membantu
individu bersiap untuk mengambil tindakan dalam menghadapi
suatu ancaman (Sutejo, 2017).
Kecemasan itu dapat menjadi peringatan untuk individu
supaya dapat mempersiapkan diri terhadap ancaman atau bahaya
yang akan terjadi. 4 Bila individu tersebut dapat menanggapi
kecemasan tersebut dengan baik maka kecemasan tersebut tidak
akan mengganggu kehidupannya. Namun beberapa individu
menanggapi kecemasan dengan tidak wajar sehingga dapat
memperburuk kondisinya. Kecemasan yang berkelanjutan
menyebabkan efek fisik yang berpotensi merusak tubuh kita.5
Gangguan kecemasan atau ansietas merupakan kelompok
gangguan psikiatri yang paling sering ditemukan. National
Comordibity Study melaporkan bahwa satu dari empat orang
memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan kecemasan dan
terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17,7%.6Di Indonesia
sendiri telah dilakukan survei untuk mengetahui prevalensi
gangguan kecemasan. Prevalensi gangguan mental emosional di
Indonesia seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar
11,6% dari usia > 15 tahun.7
Studi menunjukkan pasien yang masuk ke instalasi gawat
darurat memiliki kemungkinan untuk mengalami kecemasan yang
tinggi. Umumnya pasien dengan kecemasan akan sulit unutk
melakukan aktivitas. Pasien akan mengurangi aktivitas dengan
alasan pasien takut akan salah bertindak atau akan merasa tidak
nyaman dengan apa yang dilakukan (Wagley & Newton, 2010).
gan rentang usia 16-40 tahun.8 Kondisi gawat darurat juga
akan menimbulkan suatu kecemasan yang dialami pasien yang
berada di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Kegawatdaruratan
juga menjadi salah satu bagian yang sering dialami dalam
kehidupan sehari-hari. Kondisi gawat merupakan sesuatu yang
mengancam nyawa meliputi kasus trauma berat, akut miokard
infark, sumbatan jalan nafas, tension pneumothorax, luka bakar
disertai trauma inhalasi, sedangkan darurat yaitu perlu
mendapatkan penanganan atau tindakan dengan segera untuk
menghilangkan ancaman nyawa korban, seperti cedera vertebra,
fraktur terbuka, trauma capitis tertutup , dan appendicitis akut.
Kecemasan yang dialami pasien biasanya terkait dengan nyeri
yang dirasakan maupun berbagai macam prosedur atau tindakan
asing yang harus dijalani pasien. Hal ini akan meningkatkan
hormon adrenalin. Jika hormon adrenalin disekresi berlebihan
maka kecemasan dapat meningkat, denyut jantung juga meningkat
Ada beberapa jenis gangguan cemas, yaitu gangguan panik
dengan atau tanpa agrofobia, agrofobia dengan atau tanpa
gangguan panik, fobia spesifik, fobia social gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress
disorder/PTSD), dan gangguan kecemasan umum. (Launa NA,
Sahala Panggabean, dkk,2012). Penelitian yang dilakukan yates
(2007) menyimpulkan tingkat prevalensi seumur hidup untuk
gangguan generalized anxiety disorder (4,1%-6,6%), 0bsessive
compulsive disorder (OCD) (2,3% -2,6%), post traumatic stress
disorder (PTSD) (1% -9,3%),dan social phobia (2,6 – 1,3%), rasio
perempuan dibandingkan laki-laki untuk gangguan kecemasan
seumur hidup adalah 3 : 2 meski belum di dapat hasil yang pasti, di
Indonesia prevalensi gangguan kecemasan diperkirakan berkisar
antara 9% - 12% populasi umum.
Saat ini diperkirakan 20% dari populasi di dunia menderita
kecemasan dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas
(Haryadi, 2007). Indonesia merupakan Negara berkembang
dimana setiap tahunnya angka kecemasan semakin meningkat,
prevalensi keadaan kecemasan (anxietas) di Indonesia berkisar
antara 2% - 5% dari populasi umum atau 7% - 16% dari semua
penderita gangguan jiwa (pietra, 2001 cit ohorella, 2011).
Banyak hal yang dapat menyebabkan gangguan kecemasan.
Salah satunya ketika pasien berada di ruangan IGD karena
penyakitnya. Pada tahun 2007, data kunjungan pasien ke instalasi
gawat darurat (IGD) di seluruh Indonesia mencapai 4,402.205
(13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU) dengan jumlah
kunjungan 12% dari kunjungan IGD berasal dari rujukan dengan
jumlah rumah sakit umum 1.033 rumah sakit umum dari 1.319
rumah sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian
memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayan pasien
gawat darurat (keputusan mentri kesehatan, 2009).
Di ruangan unit gawat darurat dibutuhkan pelayanan yang
cepat, tepat dan benar serta memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang baik, karena pelayanan di unit gawat darurat ini
membutuhkan prioritas dan penilaian klinik pasien. Pelayanan pada
pasien gawat non darurat. Pasien gawat adalah pasien yang
mengancam jiwa seseorang yang perlu di evaluasi dan
penanganan segera.
Menurut musliha (2010) karakteristik pasien yang gawat
darurat di prioritas menjadi 4 yaitu prioritas I warna merah untuk
pasien yang berat sampai sangat berat (contohnya:sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong
pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III >
25%,. Prioritas II (medium) warnanya kuning untuk pasien
potensial mengancam nyawa (contoh: pada tulang besar , combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25%, trauma thorak/abdomen ,
laserasi luas, dan trauma bola mata). Prioritas III (rendah) warna
hijau untuk penderita yang tidak mengancam nyawa dan tidak
perlu mendapatkan penanganan segera (contoh: luka superficial,
luka-luka ringan. Prioritas 0 warna hitam. Kemungkinan untuk
hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantug kritis, trauma kepala kritis.

B. Rumsan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
peelitian ini adalah Gambaran tingkat kecemasan pasien di
instalasi gawat darurat di Rumah sakit bhayangkara kota Makassar

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran tingkat kecemasan pasien di
instalasi gawat darurat di Rumah sakit bhayangkara kota
Makassar
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya Manfaat penelitian tingkat kecemasan pasien
di instalasi gawat darurat Penelitian ini memiliki beberapa
manfaat, baik manfaat secara teoritis maupun manfaat
secara aplikatif.
D. Rumsan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
peelitian ini adalah Gambaran tingkat kecemasan pasien di
instalasi gawat darurat di Rumah sakit bhayangkara kota Makassar

E. Tujuan Penelitian
2. Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran tingkat kecemasan pasien di
instalasi gawat darurat di Rumah sakit bhayangkara kota
Makassar
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya Manfaat penelitian tingkat kecemasan pasien
di instalasi gawat darurat Penelitian ini memiliki beberapa
manfaat, baik manfaat secara teoritis maupun manfaat
secara aplikatif.

F. Rumsan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
peelitian ini adalah Gambaran tingkat kecemasan pasien di
instalasi gawat darurat di Rumah sakit bhayangkara kota Makassar

G. Tujuan Penelitian
3. Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran tingkat kecemasan pasien di
instalasi gawat darurat di Rumah sakit bhayangkara kota
Makassar
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya Manfaat penelitian tingkat kecemasan pasien
di instalasi gawat darurat Penelitian ini memiliki beberapa
manfaat, baik manfaat secara teoritis maupun manfaat
secara aplikatif.
Manfaat Teoritis
a. Bagi Pendidikan
Penelitian ini di harapkan menjadi sumbangan ilmiah dan
masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta
dapat digunakan sebagai bahan pustaka atau bahan
perbandingan bagi peneliti selanjutnya.
b. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
informasi kepada pendidikan ilmu keperawatan tingkat
tingkat kecemasan pasien di instalasi gawat darurat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kecemasan
a. Definisi
Anxietas/kecemasan adalah kekawatiran yang tidak
jelas as-as menyebar, yang berkaitan dengan perasaan
tidak pasti dan tidak berdaya. keadaan emosi ini tidak
memiliki objek yang spesifik (shadock & Kaplan, 2007)
Menurut Nanda (2012) kecemasan Adalah perasaan
tidak nyaman atau ketakutan yang disertai oleh respon
autonom ( penyebab sering tidak spesifik atau tidak di
ketahui pada setiap individu) perasaan cemas tersebut
timbul akibat dari antisipasi diri terhadap bahaya titik
keadaan ini juga dapat diartikan sebagai tanda-tanda
perubahan yang memberikan peringatan akan adanya
bahaya pada diri individu.
Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas
sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang
besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah
laku yang menyimpang atau pun yang terganggu. Kedua-
duanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan
dari pertahanan terhadap kecemasan tersebut (Gunarsa,
2008).
b. Respon kecemasan
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung
melalui pembentukan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan
kecemasan.

Menurut Stuart (2013) respon anxietas yaitu :


1. Respon fisiologis
a. Sistem kardiovaskuler: palpitasi, tekanan darah meningkat,
berdebar-debar pingsan.

b. Sistem pernapasan: napas cepat, sesak nafas, nafas dangkal,


terengah-engah.
c. Sistem neuromuskular titik2 meningkatnya reflek, reaksi terkejut,
insomnia, koma,, wajah tegang, tungkai lemah.
d. Sistem gastrointestinal. 2 hilangnya nafsu makan, perut tidak
nyaman, di area,anoreksia.
e. Sistem saluran perkemihan titik 2 sering kencing, tidak dapat
menahan kencing.
f. Sistem integumen (kulit): wajah kemerahan, telapak tangan
berkeringat, wajahnya pucat, berkeringat seluruh tubuh.

2. Respon perilaku
Terdiri dari yaitu titik 2 gelisah, ketegangan fisik, reaksi terkejut,
bicara cepat, cenderung mengalami cedera, menarik diri, inhibisi,
melarikan diri dari masalah, menghindar, sangat Waspada.
3. Respond Kognitif
Terdiri dari yaitu: perhatian terganggu, sulit konsentrasi, pelupa,
salah dalam memberikan penilaian, sulit berpikir, kreativitas menurun,
produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, takut kehilangan
kendali.
4. Respon efektif
Terdiri dari yaitu: mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,tegang,
cepat marah, ketakutan, Waspada, khawatir, fokus pada diri sendiri.

Seseorang menderita gangguan cemas ketika yang bersangkutan


tidak mampu mengatasi stresor psikososial yang dihadapinya titik tetapi
ada orang-orang tertentu Meskipun tidak ada stressor psikososial, yang
bersangkutan menunjukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan tipe
kepribadian pencemas, yaitu sebagai berikut:
1. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan Bimbang.
2. Memandang masa depan dengan waswas atau khawatir
3. Kurang percaya diri, gugup.
4. Sering tidak merasa bersalah, menyalahkan orang lain.
5. Tidak mudah untuk mengalah.
6. Gerakannya sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah.
7. Sering mengeluh itu atau keluhan keluhan somatik. Khawatir
berlebihan terhadap penyakit.
8. Sering diliputi rasa bimbang dan ragu dalam mengambil keputusan.
9. Kalau sedang emosi sering bertindak histeris.

c. faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan


Menurut ramaiah(2003) ada beberapa yang menimbulkan
kecemasan, diantaranya yaitu:
1. Lingkungan dan situasi
Kecemasan timbul apabila seseorang merasa tidak aman dan
nyaman dengan lingkungan.
2. Keadaan fisik
Pada individu yang memiliki cidera, penyakit fisik, cacat fisik, dan
kelelahan akan cenderung lebih mudah untuk mengalami kecemasan.
Sedangkan menurut Kaplan dan saddock (2007), faktor-faktor penyebab
kecemasan adalah:
1. Faktor biologi
Penelitian biologis pada sistem neurotransmitter Gamma
aminobutyric acid (GABA), serotonin dan norepinefrin berpengaruh
terhadap kejadian kecemasan. Sejumlah penelitian genetika
menemukan bahwa gangguan kecemasan umum dan depresi berat
banyak terjadi pada wanita. Gangguan kecemasan juga bersifat
herediter ( diturunkan). Kurang lebih 25% generasi pertama juga akan
mengalami kecemasan ini.
2. Faktor psikososial
Dua pandang utama tentang faktor psikososial yang
menyebabkan perkembangan gangguan kecemasan umum adalah
kognitif perilaku dan teori psikoanalitik.
Pandangan kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah
respon secara tidak tepat dan tidak akurat yang dihadapi. Ketidak
akuratan disebabkan oleh perhatian secara selektif terhadap hal-hal yang
bersifat negatif di dalam lingkungannya, sehingga terjadi distorsi
pemrosesan informasi dan pandangan yang terlalu negatif tentang
kemampuan dirinya dalam mengatasi suatu masalah.
Pandangan psikoanalitik menyatakan bahwa kecemasan adalah ah satu
gejala yang disebabkan oleh adanya konflik alam bahwa sadar yang tidak
terpecahkan.
3. Faktor intrinsik
a. Usia pasien
Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia lebih
sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Karena
stressor pada wanita lebih banyak titik sebagian besar terjadi pada
umur 21 sampai 45 tahun.
b. Pengalaman pasien menjalani pengobatan
Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan
pengalaman yang paling berharga yang terjadi pada individu terutama
untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian
penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di
kemudian hari.
4. Faktor Ekstrinsik
a. Kondisi medis (diagnosa medis)

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan


kondisi medis sering ditemukan walaupun interaksi gangguan bervariasi
untuk masing-masing kondisi medis, misalnya pada pasien sesuai dengan
hasil pemeriksaan akan diagnosa MB dahan pada kepala karena
mengalami kecelakaan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan
seseorang sebaliknya pada pasien yang didiagnosa baik tidak terlalu
mempengaruhi kecemasan.

b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah mengidentifikasi
stressor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan
juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus.
c. Proses adaptasi
Tingkat Adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan
eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku yang
terus-menerus. Proses adaptasi sering menstimulasi individu untuk
mendapatkan bantuan dari sumber-sumber di lingkungan di mana dia
berada.
d. Tingkat sosial ekonomi
Status sosial ekonomi juga Berkaitan dengan pola gangguan
psikiatri. Menurut penelitian durham (2004) masyarakat kelas sosial ekonomi
rendah prevalensi psychiatric nya lebih banyak.

d) Klasifikasi kecemasan
Menurut Stuart dan sunden (2008) kecemasan terbagi menjadi beberapa
tingkatan:
1. Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan
dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang
persepsi meningkatkan kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi
meningkat dan tingkah laku sesuai.

2. Kecemasan Sedang
Memungkinkan orang untuk memusatkan padahal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian selective
namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada
tingkat ini kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi,
lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa,
marah dan menangis.
3. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak dapat berpikir tentang
hal lain. Semua berperilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan titik
orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada
suatu area lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh
pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur atau insomnia, sering kencing,
diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif,
berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan
tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4. Panik
Panik berhubungan dengan koma ketakutan dan teror karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang sedang panik pucat, diaphoresis, pembicaraan
inkoheren, tidak dapat berespon terhadap pemerintah yang sederhana,
berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
e). Instrumen pengukuran kecemasan
Menurut Nursalam (2008) insturmen-instrumen untuk mengukur kecemasan
meliputi:

1). Taylor Manifest Anxiely Scale (T-MAS)


T-MAS adalah instrumen baku untuk mengukur tingkat kecemasan
seseorang yang berupa ciri kepribadian, terdiri dari 50 pernyataan dengan
alternatif jawaban "ya" atau "tidak". Tes ini dikembangkan oleh Janet Taylor
Pada tahun 1953 untuk mengidentifikasi subjek yang akan digunakan dalam studi
gangguan kecemasan titik interpretasi hasil kecemasan instrumen TMAS yaitu
<20= kecemasan ringan, 20-40 = kecemasan sedang. 40-50= kecemasan berat.
2) The Depression AnxietlyStress Scale 42 (DASS 42)
DASS adalah seperangkat skala subjective yang terdiri dari 42 item
pernyataan dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi,
kecemasan, dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara
konvensional mengenai status emosional, namun untuk proses yang lebih lanjut
mengenai pemahaman, pengertian, dan pengukuran status emosional secara
signifikan yang digambarkan sebagai stres.
3) Hamiltob Anxiety Rating Scale (HARS)
HARS adalah instrumen untuk mengukur keparahan dari kecemasan
berbentuk kuesioner yang terdiri dari 14 item pertanyaan berupa 13 pertanyaan
pertama yang pada dasarnya merupakan wawancara oleh terapis, dan
pernyataan terakhir didasarkan pada persepsi individu tentang Apa yang
dirasakan oleh individu. Kuisioner HARS dimaksudkan untuk menilai tingkat
keparahan gejala kecemasan seperti suasana hati, ketegangan, gejala fisik dan
kekhawatiran. Setiap jawaban diberi peningkat dari 0 sampai 4 yang
menandakan mulai dari tidak ada gejala hingga semua gejala ada. Interpretasi
kecemasan instrumen HARS < 6= tidak ada kecemasan, 6-14 kecemasan ringan,
15-27= kecemasan sedang.
>27 kecemasan berat ( Narusalam, 2013). Sedangkan menurut Hawari (2004)
kuesionernya terdiri dari 9 pertanyaan yang sudah dimodifikasi. Setiap jawaban
diberi peringkat dari 0-4 yang menandakan kan mulai dari tidak ada gejala hingga
semua gejala ada titik interpretasi hasilnya yaitu: <14= tidak ada cemas, 14-20=
kecemasan ringan, 21-27= kecemasan sedang, 28-41= kecemasan berat, 42-56=
kecemasan berat sekali.
2. Gawat Darurat
a) Definisi
Menurut Undang-undang (UU) no 44 tahun 2009, gawat darurat
adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan ke catatan
lebih lanjut. Istilah gawat darurat juga dikenal dengan istilah
emergency. Emergency adalah kejadian yang tidak diduga atau
terjadi secara tiba-tiba, seringkali kejadian yang berbahaya
(Dorland, 2012).
Gawat darurat adalah suatu keadaan musibah akibat kecelakaan
bencana dan penyakit yang terjadi secara mendadak yang
diperkirakan atau tidak diperkirakan sebelumnya, menimpa
seseorang yang atau kelompok orang hingga terancam jiwa dan
anggota badannya (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2007).
Tujuan dari pelayanan penderita gawat darurat adalah mencegah
kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat, sehingga
dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat
sebagaimana mestinya, merujuk penderita gawat darurat melalui
sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih
memadai dan menanggulangi korban bencana (Pedoman
Pelayanab Gawat Darurat, 2002)
b) Instalasi gawat darurat
Instalasi Gawat Darurat (atau kadang disebut unit Gawat
Darurat/UGD) merupakan salah satu unit (bagian) dirumah sakit
yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan
merupakan rangkaian upaya penanggulangan penderita gawat
darurat yang perlu diorganisir (Pedoman Pelayanan Gawat
Darurat). Pelayanan pasien gawat darurat adalah Wah pelayanan
yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan
cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu
indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap ( respons time)
( Depkes RI, 2006).
c) Kategori pasien gawat darurat ( Musliha, 2010)
1. Emergency (merah/PI)
Adalah penderita yang harus mendapatkan penanganan dengan
segera dan mengancam nyawa misalnya: trauma berat, akut miokard
infark, sumbatan jalan nafas, Tension pneumothorax, luka bakar disertai
trauma inhalasi.
2. Urgen (kuning/P2)
Adalah penderita yang tidak gawat tapi darurat atau tidak darurat
tetapi gawat, misalnya kasus cedera vertebra, fraktur terbuka, trauma
kapitis tertutup, apendisitis akut, luka bakar 25%.
3. Non urgen (hijau/P3)
Adalah penderita tidak mengancam nyawa dan tidak perlu
mendapatkan penanganan dengan segera misalnya luka lecet, luka
memar, demam.
4. Expextani (0)-HITAM. Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan misalnya: luka bakar derajat 3
hampir di seluruh tubuh, kerusakan organ vital, dan sebagainya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Penelitian ini bersifat deskripsi non eksperimental dengan
menggunakan kan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang
menekankan waktu pengukuran/ observasi hanya satu kali pada satu saat
(Nursalam, 2013).
B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi target Dalam penelitian ini adalah
pasien yang berada Di Instalasi Gawat Darurat. Sedangkan populasi
terjangkau adalah pasien yang berada di IGD RSUD Panembahan
Senopati Bantul.
2. Sampel
Sampel merupakan hasil pemilihan studi dari populasi untuk
memperoleh karakteristik populasi yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Berdasarkan studi
pendahuluan jumlah pasien di IGD RSUD penambahan Senopati dalam 1
hari adalah 70. Pengambilan sampel dilakukan dalam 3 hari sehingga
jumlah populasinya adalah 210 orang. Cara pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah purposif sampling.
Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 68 responden pasien Di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Panembahan Senopati Bantul. Dalam
penelitian ini sampel harus memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi,
dengan perincian sebagai berikut:
Dengan kriteria sebagai berikut:
a) kriteria inklusi
1) pasien yang masuk di ruang instalasi gawat darurat dengan kategori
P2 dan P3
2) bersedia menjadi responden
3) pasien > 15 tahun
4) bisa baca dan menulis
5) dapat berkomunikasi dengan baik

b) Kriteria eksklusinya
1) pasien sudah meninggal
2) pasien yang periksa ke UGD tetapi hanya untuk cek lab/foto rontgen

Pada hari pelaksanaan penelitian jumlah responden dalam sehari hanya


10 responden, Sehingga dalam 3 hari hanya didapatkan 25 responden.
Adapun kuota tersebut belum memenuhi jumlah responden yang telah
ditentukan dalam peneliti menambah waktu penelitian 9 hari sampai
jumlah-jumlah sampelnya 68.

C. Lokasi dan waktu


Penelitian dilalkukan di ruang instalasi gawat darurat RSUD
penembahan senopati bantul. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 28
mei 2014- 4 juni 2014.
D. Variabel penelitian
Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu gambaran tingkat
kecemasan pasien di instalasi gawat darurat.
E. Definisi operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Skala Hasil ukur
Tingkat Perasaan tidak menggunakan Ordinal <14=tidak ada
Kecemasan menyenangkan kuesioner Hamiliton kecemasan.
Pasien di dan besifat Ratting Scale for 14-20=kecemasan
IGD subyektif yang Anxiety yang terdiri ringam.
Di alami pasien dari 14 kelompok 21-27=kecemasan
Di IGD yang masuk gejala yang di alami sedang.
Kategori P2 dan P3 pasien di IGD 28-41=kecemasan
Berat.
42-56=kecemasan
Berat sekali.

F. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah kuesioner tertutup dan terpandu. Kuesioner bentuk tertutup dan
terpandu merupakan kuesioner yang telah disediakan jawabannya dan
respon atau subjek penelitian hanya diminta memilih alternatif respon atau
jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya yang dipandu oleh peneliti.
Instrumen kecemasan, pengukuran menggunakan kuesioner dengan
metode Hamilton rating scale for Anxiety. Alat ukur ini terdiri pertanyaan-
pertanyaan yang mewakili dari 14 kelompok gejala yang masing-masing
kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-
masing gejala diberi penilaian angka atau skor antara 0 sampai 4, yang
artinya adalah:
0= Tidak ada gejala ( tidak ada gejala sama sekali)
1= Gejala ringan ( satu gejala dari pilihan yang ada)
2= Gejala sedang ( separuh dari gejala yang ada)
3= gejala berat ( lebih separuh dari gejala yang ada)
4= gejala berat sekali ( semua gejala ada)

Masing-masing nilai angka atau skor dari ke-14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan 2 dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang sesuai dengan total atau skor yang didapatkan,
yakni:
< 14= tidak ada kecemasan
14-20= kecemasan ringan
21-27= kecemasan sedang
28-41= kecemasan berat
42-56= kecemasan berat sekali

G. Cara pengumpulan data


Tahap-tahap pengumpulan data pada penelitia ini yaitu:
1. Peneliti membuat surat perizinan di RSUD penembahan senopati bantul
yogyakarta.
2. Peneliti melakukan studi pendahuluan
3.pada hari pelaksanaan pengambilan data, peneliti melakukan beberapa
kegiatan yaitu:
a. Peneliti mencari responden yang sesuai dengan kriteria inklusi,
kemudian peneliti menunggu selama 5-10 menit setelah pasien diberi
tindakan oleh dokter atau tim medis dan keadaan pasien sudah tenang.
b. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian secara singkat
pada responden.
c. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat
persetujuan penelitian ( infomed consent)
d. Peneliti menjelaskan kepada responden gambaran isi kuesioner
dan bagaimana cara menjawab identitas diri, tingkat kecemasan pasien
sesuai dengan jawaban yang tersedia.
e. Setelah itu kuesioner identitas diri, tingakat kecemasan pasien di
isi oleh responden.
f. Peneliti mendampingi responden pada saat pengisian kuesioner
sampai semua pertanyaan dalam kuesioner selesai dijawab dan
responden disarankan untuk bertanya jika ada kalimat pertanyaan yang
kurang jelas.
g. Untuk responden yang tidak ingin atau tidak bisa mengisi
kuesioner sendiri dibantu dengan cara menanyakan item pertanyaan dan
menuliskan pada lembar kuesioner sesuai dengan jawaban responden.
Hal ini dilakukan untuk menghindari pengisian kuesioner oleh orang lain
atau keluarga pasien.
h. Lembar kuesioner yang telah terisi lengkap peneliti kumpulkan
untuk diolah.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas


A. Uji Validitas
Pada suatu penelitian, dalam pengumpulan fakta/kenyataan hidup
(data) diperlukan adanya alat dan cara pengumpulan data yang baik
sehingga data yang dikumpulkan data yang valid dan dan reliable.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau ke sahiban suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan
valid apabila mampu mengukur validitas yang diteliti. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat (Arikunto, 2010)
B. Reliabilitas adalah suatu instrumen diukur setelah dilakukan uji validitas. Uji
yang digunakan dalam uji ini adalah cronbach alpha(Arikunto, 2010). Reliabilitas
digunakan untuk membandingkan nilai r tabel dengan r Alpha, apabila r Alpha> r
tabel maka pertanyaan tersebut reliabel. Nilai r Alpha untuk pertanyaan
kecemasan 0.854 > 0.361 sehingga pertanyaan yang sudah valid diatas
dinyatakan reliabel.
I. Pengolahan data
Pengolahan data menurut Notoatmodjo (2007), langkah-langkah dalam
pengelohan data antara lain sebagai berikut:
a. Editing
Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan kuesioner yang telah
diisi oleh responden peneliti selanjutnya menanyakan kepada responden apabila
terhadap data yang kurang lengkap.
b. Coding
Langkah selanjutnya dalam pengolahan data adalah dengan pemberian
kode atau coding. Pada tahap ini peneliti melakukan pengkodean pada data
demografi responden untuk memudahkan dalam analisa data titik pada usia
diberi kode 1 = <30 tahun, 2=30-50 tahun, 3=>50 tahun, jenis kelamin diberi
kode1= perempuan, 2= laki-laki, agama diberi kode 1= islam, 2= protestan, 3=
katolik, pendidikan diberi kode 1= SD, 2= SMP, 3= SMA/SMK, 4=PT/sarjana,
penghasilan diberikan kode 1= Rp 100.000 s/d 500.000, 2= Rp 500.000 s/d
750.000, 3= Rp 750.00 s/d 1.000.000, 4= Rp 1.000.000 s/d 3.000.000, pekerjaan
diberi kode 1= pelajar, 2= ibu rumah tangga, 3= buruh, 4= swasta, 5= PNS, 6=
wiraswasta, pengalaman masuk IGD diberi kode 1= 1 kali, 2= 2 kali, 3=>2 kli.
c. Memasukkan data (data entry) atau processjng
Setelah data di rubah dalam bentuk kode (angka atau huruf) kemudian
dimasukkan kedalam program komputer.
d. Pembersihan data(cleaning)
Setelah semua data dimasukkan kedalam program computer, perlu di cek
kembali untuk memastikan bahwa semua data telah dimasukkan dengan benar
dan untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidaklengkapan dan sebagainya selanjutnya dilakukan koreksi atau
pembentulan. Peneliti akan memastikan data dimasukkan dengan benar sesuai
kode yang diberikan sebelum dilakukan perhitungan untuk menghindari
kesalahan.
J. Analisa data
Analisis unvivariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian ( Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini
Analisis univariat yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik demografi
responden penelitian meliputi: usia, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan pengalaman masuk IGD dan tingkat kecemasan yang
ditampilkan dalam bentuk nilai distribusi frekuensi dan persentase. Data yang
dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer.
K. Etika penelitian
Penelitian yang berjudul " Gambaran tingkat kecemasan pasien di instalasi gawat
darurat (IGD) RSUD Panembahan Senopati Bantul "memiliki surat ijin penelitian
yang sah dari fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan, Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan surat izin yang
penelitian yang sah dari RSUD Panembahan Senopati Bantul untuk mengadakan
penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip etika dalam
penelitian titik prinsip-prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan menjadi
prinsip manfaat, prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity),
dan prinsip keadilan (right to justice), Nursalam (2013).
1. Prinsip Manfaaf
a) Bebas dari penelitian
Penelitian ini tidak melakukan tindakan invasif Hanya berupa
kuesioner atau wawancara dan meyakinkan bahwa informasi yang telah
diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang biasa merugikan subjek.
b) Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari keadaan yang
tidak menguntungkan titik pasien diyakinkan bahwa partisipasinya Dalam
penelitian ini tidak akan disalahgunakan demi kepentingan pribadi titik Hal ini
dapat dibuktikan dengan tidak mencantumkan nama subjek.
2. Prinsip menghormati manusia
Peneliti memberikan Informed consent dan informasi secara lengkap
tentang tujuan penelitian ini titik Setelah subjek bersedia menjadi responden,
maka subjek menandatangani lembar persetujuan titik pada informed consent
dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk
pengembangan ilmu titik Dalam penelitian ini, peneliti menjelaskan informasi
mengenai tujuan penelitian pada pasien serta memberikan informed consent.
Jika subjek penelitian bersedia menjadi responden, maka subjek
menandatangani lembar persetujuan titik namun jika tidak bersedia, tidak akan
ada pemberian sanksi apapun.
3. Prinsip Keadilan
Peneliti memperlakukan subjek secara adil baik sebelum, selama, dan
sesudah keikutsertaannya Dalam penelitian ini tanpa adanya diskriminasi Apabila
ternyata mereka tidak bersedia atau drop fade out sebagai responden. Peneliti
merahasiakan informasi atau confidential yang diberikan oleh subjek dan untuk
menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti menyediakan kuesioner tanpa
mencantumkan identitas nama responden atau anonymity. Data penelitian
disimpan oleh peneliti dengan nama tertentu dan menggunakan password yang
hanya diketahui oleh peneliti. Data tidak akan disebarluaskan kecuali untuk
kepentingan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai