Anda di halaman 1dari 24

EVIDENCE BASED PRACTICE

EARLY REHABILITATION THERAPY


PADA PASIEN PASCA OPERASI JANTUNG
Untuk memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Comprehensive Critical Care Analysis

KELOMPOK 4:

1. NI PUTU WAHYU ARIANI : 220120180015


2. NENENG HASANAH : 220120180068
3. M.NUR HIDAYAH : 220120180031

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya
penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Evidance Based Practice, Early
Rehabilitation Therapy pada Pasien Pasca Operasi Jantung” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan mata kuliah Comprehensive Critical Care Analysis/Field experience.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan banyak
arahan, masukan, bantuan dari berbagai pihak sehingga penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE., MSIE, selaku Rektor Universitas Padjadjaran yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Pendidikan Magister
Keperawatan Konsentrasi Keperawatan Kritis
2. Henny Suzana Mediani, S.Kp., MNg., PhD, selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
3. Yanny Trisyani, S.Kp., MN., PhD, selaku Ketua Program Studi Magister Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
4. Titin Mulyati, S.Kp., M.Kep, selaku pembimbing klinik General Intensive Care Unit
yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan untuk kesempurnaan dalam
menyelesaikan makalah ini.
5. Etika Emaliyawati, S.Kep., Ners., M.Kep, selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan masukan untuk kesempurnaan penyusunan makalah ini.
6. Cecep Eli Kosasih, S.Kp, MNS, Ph.D, selaku dosen pembimbing Neurosurgical Critical
Care Unit.
7. Aan Nuraeni, S.Kep., Ners., M.Kep, selaku dosen pembimbing Cardiac Intensive Care
Unit.
8. Ristina Mirwanti, S.Kep., Ners., M.Kep, selaku dosen pembimbing Pediatric Intensive
Care Unit.
9. Segenap pembimbing klinik RS Hasan Sadikin Bandung yang telah memberikan
bimbingan selama field experience.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan sehingga
penulis mengharapkan masukan yang membangun dari para pembimbing demi perbaikan
penulisan kedepannya. Semoga makalah ini dapat diterima, berguna dan bermanfaat bagi
para pembaca khususnya di kalangan petugas kesehatan dan bagi kemajuan ilmu
pengetahuan.

Bandung, Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………… i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………….. 1
BAB II ANALISA JURNAL
2.1 Metode Pencarian………....…………................................. 3
2.2 Hasil Pencarian………….………………………………... 4
2.3 Diskusi: Konsep Early Rehabilitation Therapy Pada
Pasien Pasca Bedah Jantung ....………………………...... 4
2.4 Kriteria eksklusi………………………………………….. 6
2.5 Kriteria Terminasi ………………………………………. 7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kasus …….………………….………………………….. 10
3.2 Kesenjangan ……………………..…………..………….. 11
3.3 Peran perawat……. ………………………..…………… 11
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan…………………………………….…………..... 13
4.2 Saran …………………………………………………...… 13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular diprediksi menjadi penyebab utama kecacatan di dunia pada


tahun 2020. Penyakit-penyakit ini bertanggung jawab atas sepersepuluh kematian pada
individu berusia kurang dari 35 tahun, sepertiga kematian pada individu antara 35 hingga 45
tahun dan tiga perempat kematian pada mereka yang berusia di atas 45 tahun (Borzou et al,
2018).
Pada tahun 2039, diperkirakan bahwa 24,3% populasi Inggris akan berusia 65 atau
lebih. Populasi yang menua ini hadir dengan komorbiditas dan kelemahan lebih besar, yang
pada gilirannya menimbulkan risiko signifikan terhadap keberhasilan pemulihan pasca
operasi. Waktu tunggu untuk operasi jantung elektif bervariasi tetapi bukti menunjukkan
bahwa pasien akhirnya memburuk secara fungsional dan psikologis selama periode masa
tunggu sebelum operasi. Beberapa dekade terakhir, frekuensi prosedur bedah semakin
meningkat, di antaranya revaskularisasi miokard (MR) (Waite, 2017; Sobrinho, 2014).
Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi
insidensinya, terutama di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Penyakit katup
jantung dapat berupa stenosis ataupun regurgitasi. Pada stenosis terjadi keterbatasan daun
katup untuk bergerak terbuka sehingga menimbulkan hambatan aliran darah dan terjadilah
peningkatan tekanan di belakang katup yang menimbulkan turbulensi aliran darah akibat
adanya perbedaan tekanan. Pada regurgitasi, penutupan katup tidak sempurna akibat
perubahan struktur daun katup sehingga menimbulkan aliran balik kebelakang. Penyakit
katup jantung yang paling sering ditemukan adalah stenosis mitral (Braunwald E, 2012 ;
Manurung D, Iwang Gumiwang, 2014).
Stenosis mitral paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung rematik. Dimana
diperkirakan 99% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik dan menyerang
wanita lebih banyak daripada pria dengan perbandingan kira-kira 4:1 dengan gejala biasanya
timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Selain penyakit reumatik, penyebab lain yang dapat
menimbulkan perubahan bentuk dan malfungsi katup yaitu: destruksi katup oleh endokarditis
bakterialis, defek jaringan penyambung sejak lahir, disfungsi atau ruptur otot papilaris karena
aterosklerosis coroner, dan malformasi kongenital. Dalam laporan WHO Expert Consultation
Geneva 2004 angka mortalitas untuk penyakit jantung reumatik 0,5 per 100.000 penduduk di

1
negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang. Angka disabilitas
pertahun (The disability-adjusted life years) akibat penyakit jantung reumatik diperkirakan
sekitar 27,4 per 100.000 penderita di negara maju hingga 173,4 per 100.000 penderita di
negara berkembang.
Penatalaksanaan pada kasus stenosis mitral dimulai dengan terapi medikamentosa, jika
tidak dapat mengurangi gejala seperti yang diharapkan maka direncanakan untuk operasi.
Mitral valve replacement (MVR) adalah prosedur bedah jantung yang dilakukan untuk
mengganti katup mitral pasien yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi dengan 2 katup jantung
buatan baik itu mekanik maupun bioprostetik (Braunwald, E, 2012). Rehabilitasi medik
memiliki peranan dalam meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit jantung rematik
dengan mencegah terjadinya disabilitas dan handicap. Pada pasien yang menjalani MVR,
rehabilitasi medik dapat dimulai sejak pre operasi hingga post operasi sehingga pasien dapat
kembali berkaktivitas secara mandiri dan berpartisipasi dalam masyarakat (Joanne Watchie,
2010).
Rehabilitasi jantung pada pasien bedah jantung terdiri dari tiga fase dan semua fase
penting untuk dilakukan. Program ini dimulai dari fase I, yakni rehabilitasi jantung yang
dilakukan ketika pasien dirawat sampai keluar dari rumah sakit dengan melakukan tindakan
mobilisasi/aktifitas fisik dan pernapasan, pemberian edekuasi mengenai faktor risiko penyakit
jantung, serta manajemen stress, dan cemas (Mendes, et al., 2010; Winkelmann, et al., 2015).
Villa, dan Licker (2016) menyatakan jika intervensi mobilisasi dini pasca operasi jantung
aman dilakukan selama status hemodinamik pasien stabil dan dilakukan monitoring selama
intervensi berlangsung.
Beberapa penelitian mengenai rehabilitasi jantung fase I menyatakan bahwa pasien
yang menjalani program tersebut menunjukkan peningkatan sirkulasi darah oksigen dalam
tubuh, serta kapasitas fungsional (Ghashghaei, Sadeghi, Marandi, & Ghashghaei, 2012;
Parvand, Goosheh, & Sarmadi, 2016). Penelitian sistematik review lainya juga menyatakan
bahwa mobilisasi dini yang dilakukan pasca operasi jantung memiliki dampak positif seperti
lama rawat, kapasitas fungsional, dan pencegahan terhadap komplikasi pasca operasi (Santos,
Ricci, Suster, Paisani, & Chiavegato, 2016).
Rehabilitasi pasien bedah jantung sudah memiliki SOP yang tersedia di departemen
rehabilitasi medik RSHS. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu perawat di ruang
GICU 1B RSHS, setiap pasien yang akan dilakukan operasi jantung sesuai SOP harus masuk
rumah sakit 3 hari sebelum operasi. Pada kasus kelolaan ini Tn. E mengatakan masuk rumah
sakit 1 hari sebelum waktu operasi dan hanya diberikan informasi akan dilakukan latihan
2
setelah operasi. Rehabilitasi jantung pasca operasi pada Tn. E dilakukan hari kedua setelah
operasi (satu hari pasca ekstubasi).
Berdasarkan hal tersebut pentingnya edukasi dan persiapan latihan atau rehabilitasi
jantung fase 1 secara dini sebelum dilakukan tindakan operasi jantung, agar kondisi
kesehatan pasien dapat pulih dengan cepat dan optimal, pasien dapat beradapatasi dengan
cepat dalam mengikuti latihan yang diajarkan oleh therapis, serta perawatan menjadi lebih
cepat. Pembuatan makalah Evidence Based Practice (EBP) ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas intervensi rehabilitasi jantung fase 1 pada pasien yang menjalani operasi jantung
khususnya Mitral Valve Replacment (MVR).

3
BAB II

ANALISA JURNAL

2.1 Metode pencarian

Metode yang digunakan dalam tinjauan literatur adalah critical review full text dengan
rentang tahun 2014-2019 dalam Bahasa Inggris pada database Ebscohost dan ProQuest.
Artikel diseleksi bertahap menggunakan Appraisal tool PRISMA (Preferred Reporting Items
for Systematic Reviews and Meta Analyses) dan didapatkan 6 artikel berdasarkan kata kunci:
“cardiac rehabilitation, cardiac surgery, early ambulation or early mobilization”
Proses pencarian ditentukan dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Artikel penelitian 2014-2019
2. Artikel RCT
3. Artikel penelitian dalam Bahasa Inggris
4. Artikel penelitian akses terbuka dan teks lengkap
Setelah mencari dan mengkategorikan, dilakukan ringkasan artikel yang relevan.
Pertimbangan relevansi berdasarkan kejelasan sumber artikel dan korelasi dengan topik.
Hasil merangkum dijelaskan dalam gambar dengan analisis (Gambar 1). Enam artikel hasil
seleksi, kemudian dianalisa dengan menggunaakan metode analisis konten.
Identifikasi

Penelitian diidentifikasi dengan mencari


di database n = 312
Pengecualian artikel: lebih dari 4 tahun,
duplikasi artikel temuan n = 216
Hasil temuan di saring berdasarkan
Skirining

judul dan abstrak n = 86


Pengecualian artikel:, hanya abstrak,
literature review, systematic review
n = 54
Teks lengkap, dilakukan studi
kelayakan (membaca intensif,
Kelayakan

meringkas) n = 32

artikel teks lengkap dikecualikan,


dengan: kriteria inklusi yang tidak sesuai
n = 26
Artikel masuk dalam Literature review
Inklusi

n=6

Gambar 1. Skema PRISMA diagram alur proses seleksi untuk tinjauan sistematis

4
2.2 Hasil

Total hasil pencarian artikel dengan kata kunci yang dibuat adalah 312 artikel dengan
perincian sebagai berikut: 45 artikel Ebscohost dan 66 artikel ProQuest. Setelah penyaringan
berdasarkan periode publikasi (2014-2019) dan duplikasi artikel temuan diperoleh 86 artikel.
Artikel tersebut kriteria inklusi dan eksklusi menurut relevansi yang mungkin (koneksi atau
kesesuaian dengan ulasan) dan teks lengkap, diperoleh total 32 artikel sesuai dengan kriteria
inklusi dan studi kelayakan mencapai 6 artikel. Hasil literature review dari 6 artikel tersebut
didapatkan bahwa Pelaksanaan rehabilitasi jantung pada pasien yang menjalani operasi bedah
jantung dimulai dari fase praoperasi dan dilanjutkan pasca operasi sampai pasien akan
pulang. Intervensi rehabilitasi jantung, baik pre maupun pasca operasi, terdiri dari latihan/
aktivitas fisik, latihan bernapas, dan respiratory muscle stretch gymnastics..

2.3 Diskusi: Konsep Early Rehabilitation Therapy Pada Pasien Pasca Bedah Jantung
Pelaksanaan rehabilitasi jantung pada pasien yang menjalani operasi bedah jantung
dimulai dari fase praoperasi dan dilanjutkan pasca operasi sampai pasien akan pulang.
Intervensi rehabilitasi jantung, baik pre maupun pasca operasi, terdiri dari latihan/ aktivitas
fisik, latihan bernapas, dan respiratory muscle stretch gymnastics.
1) Intervensi Rehabilitasi Jantung pre operasi
(1) Edukasi
Pada Pre operasi dilakukan edukasi mengenai rehabilitasi yang akan dilakukan
setelah operasi (Dong et al, 2016).
(2) Latihan bernafas
Sebelum operasi dilakukan latihan pernapasan (bernapas dalam waktu, napas
dalam-dalam dan kemudian menghembuskan napas panjang, inspirasi maksimal
dengan apnea 6 detik, pernapasan diafragma terkait dengan mobilisasi tungkai
atas, dengan tiga seri dari sepuluh untuk setiap latihan pernapasan) dan latihan
pernapasan dengan Ambang perangkat - IMT. Dilakukan tiga set sepuluh
pengulangan dengan interval dua menit setiap pengulangan, sekali sehari setiap
hari sebelum operasi, dengan beban 40% dari MIP awal, yang diperoleh dengan
manovacuometry. Penelitian Sobrinho et al (2014) menunjukkan bahwa latihan
bernafas yang dimulai sebelum operasi dapat meningkatkan kondisi pasien,
membangun kembali tekanan pernapasan dini, mengurangi lama rawat inap dan
mengurangi biaya rumah sakit selama periode rawat inap.

5
2) Intervensi Rehabilitasi Jantung Pasca Operasi.
Intervensi rehabilitasi jantung pada pasca operasi meliputi, latihan fisik, latihan
bernapas, latihan batuk efektif, dan edukasi.
(1) Latihan fisik.
Penelitian oleh Dong et al (2016) terhadap 106 pasien pasca bedah jantung,
dilakukan terapi rehabilitasi dini yang terdiri dari 6 langkah yaitu: head up,
reposisi dari supinasi ke duduk, duduk di tepi tempat tidur, duduk di kursi, pindah
dari duduk ke berdiri, dan berjalan di sepanjang tempat tidur. Terapi rehabilitasi
dilakukan dua kali sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi rehabilitasi
dini secara signifikan dapat mengurangi durasi ventilasi mekanik.
Moradian et al (2017) melakukan penelitian dengan memberikan latihan fisik
berupa mobilisasi dini secara bertahap dimulai 2 jam pasca ekstubasi pada hari
pertama pasca operasi. Hari 1: pasien ditempatkan dalam posisi duduk, dan
kemudian, kaki mereka digantung sekitar 15 menit. Hari 2: Pagi hari , duduk
selama 5 menit, dan dan berjalan di bangsal sekitar 10 meter dengan pemantauan
oksimetri nadi. Di sore hari, mereka mengulangi langkah-langkah ini dan berjalan
30 meter. Hari 3:, berjalan 30 meter sebelum dan sesudah chest tube dilepas. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa pasien yang dilakukan intervensi memiliki
status oksigenasi yang lebih baik serta terjadinya komplikasi (atelektasis dan efusi
pleura) yang lebih kecil dibandingkan dengan kelopok yang tidak dilakukan
intervensi.
(2) Latihan pernafasan
Torres, et al (2016) melakukan penelitian terhadap 33 kelompok intervensi dengan
memberi latihan pernapasan dan latihan aerobik pada hari pertama pasca ekstubasi
hingga ketujuh pasca operasi. Sesi berlangsung dua kali sehari dengan waktu rata-
rata 30 menit. Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa kelompok intervensi
mengalami peningkatan dalam jarak berjalan pada 6MWT, yang dinilai selama 7
hari pasca operasi dan 60 hari setelah keluar dari rumah sakit, dan memiliki lebih
sedikit waktu di ICU dan prevalensi komplikasi paru yang lebih rendah, jika
dibandingkan dengan kelompok control.
(3) Respiratory Muscle Stretch Gymnastics
Respiratory Muscle Stretch Gymnastics (RMSG) merupakan sekelompok
latihan peregangan yang dilakukan secara berurutan untuk meregangkan otot-otot
spesifik yang terlibat dalam pernafasan. Teknik fisioterapi dapat meningkatkan
6
fungsi pernapasan, serta pelestarian dan peningkatan mobilitas, dan promosi
kekuatan selama periode pasca operasi sehingga untuk mengurangi komplikasi
setelah operasi jantung pada periode rumah sakit Pulmane et al (2018).
Fisioterapi modifikasi (teknik peningkatan otot inspirasi, otot paha depan dan
kekuatan otot gluteus). Kelompok intervensi - dilakukan inhalasi dengan
spirometer inspirasi, peningkatan kekuatan pada kelompok otot besar dalam
posisi berbaring, duduk, berdiri, berjalan dan naik tangga dilakukan selama tujuh
hari pasca operasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Akhtar et al (2015) yang
mengidentifikasi bahwa pada kelompok yang mendapatkan tambahan intervensi
RMSG memiliki nyeri yang lebih rendah dan nilai FEV1 (volume eskpirasi paksa
dalam 1 detik) dan FEV6 (volume eskpirasi paksa dalam 6 detik)yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol.

2.4 Kriteria Eksklusi Rehabilitasi Pasca Bedah


Pasien yang tidak bisa dilakukan Rehabitasi pasca bedah jantung bila: (Dong, et al ,2016).
1) tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan fisik seperti kepala, duduk,
berdiri dan berjalan;
2) memiliki gangguan neurologis yang mempengaruhi otot;
3) memiliki gangguan ireversibel (yang mengakibatkan kematian 6 bulan lebih dari
50%);
4) telah meningkatkan tekanan intrakranial;
5) dirawat di ICU setelah resusitasi kardiopulmoner;
6) telah menerima radioterapi atau kemoterapi dalam 6 bulan sebelumnya; atau
7) memiliki miokarditis akut, trombosis / emboli vaskular perifer, kecelakaan
serebrovaskular, atau perubahan elektrokardiografi iskemik baru.
Sedangkan menurut Torres, et al (2016), kriteria eksklusi adalah sebagai berikut:
1) paru-paru sebelumnya penyakit dan penyakit paru-paru akut,
2) ventilasi mekanis> 24 jam,
3) fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) <35% atau> 54%,
4) intervensi ulang bedah,
5) kematian intraoperatif atau kontraindikasi apa pun untuk pengukuran dan / atau
perawatan yang diusulkan,

7
6) kontraindikasi untuk 6MWT 6-min walking test atau protokol yang diusulkan,
7) gangguan ortopedi,
8) angina tidak stabil,
9) Detak jantung> 120 bpm saat istirahat, dan tekanan darah sistolik> 180mmHg atau
diastolic > 100mmHg.

2.5 Kriteria Terminasi


Kriteria terminasi adalah kriteria pasien dimana rehabilitasi dihentikan, meliputi:
1) setelah itu pasien merasa lelah kepala ke atas, atau
2) pasien tidak bisa duduk selama 20 menit atau berdiri selama 5 menit tanpa bantuan.
Selain itu, pelatihan rehabilitasi juga akan dihentikan ketika mereka memenuhi persyaratan
berikut:
1) tekanan darah arteri rata-rata <65 mmHg atau> 110 mmHg,
2) denyut jantung <50 denyut / menit atau> 130 denyut / menit;
3) laju pernapasan <12 napas / menit atau> 40 napas / menit;
4) oksimetri nadi <88%;
5) asinkron pasien-ventilator jelas;
6) merasa sangat tidak sehat; dan
7) terjadinya efek samping termasuk jatuh ke lutut, pengangkatan tabung trakeostomi, dan
prolaps dari kateter yang tinggal (seperti tabung pemasukan enteral, tabung kemih, tabung
drainase, dan kateter arteri atau vena)
(Dong, et al, 2016)
Selama proses rehabilitasi, pasien dipantau oleh perawat berpengalaman. Bila denyut
jantung dan laju pernapasan meningkat lebih dari 20% dari awal, intervensi dihentikan
(Moradian, et al, 2017).

2.6 Dampak rehabilitasi jantung

Dalam penelitian Moradian (2016) diidentifikasi bahwa PaO2 dan SaO2 pada hari
ketiga dan keempat pasca operasi secara signifikan lebih tinggi pada kelompok intervensi.
Pada saat itu, oksigenasi keseluruhan ditingkatkan; Oleh karena itu, intervensi ini dapat
digunakan sebagai langkah aman untuk mencegah komplikasi paru. Latihan fisik dan aerobic
mengakibatkan peningkatan dalam jarak berjalan di 6MWT, yang dinilai selama 7 hari pasca
8
operasi dan 60 hari setelah keluar dari rumah sakit, dan memiliki lebih sedikit waktu di ICU
dan prevalensi komplikasi paru yang lebih rendah (Tores et al, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi rehabilitasi dini secara signifikan dapat
mengurangi durasi ventilasi mekanik (Dong, et al. 2016). Sobrinho et al (2014) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa terapi fisik yang dimulai sebelum operasi dapat
meningkatkan kondisi pasien, membangun kembali tekanan pernapasan dini, mengurangi
lama rawat inap dan mengurangi biaya rumah sakit selama periode rawat inap.
Penelitian menunjukkan bahwa dengan memasukkan RMSG dalam fase 1 rehabilitasi
jantung dapat secara signifikan mengurangi rasa sakit pasca CABG dan nyeri otot di sekitar
scapula. Partisipasi latihan pasien dapat meningkat dengan berkurangnya rasa sakit (Akhtar et
al, 2014).

9
Tabel 1. Summary
Peneliti Desgin Sampel Kelompok Kelompok Intervensi Kesimpulan
kontrol
Torres, et al RCT N= 66 random sampling kelompok kelompok intervensi Kelompok intervensi mengalami
(2016).  Kriteria inklusi: kontrol melakukan latihan peningkatan dalam jarak berjalan
- jenis kelamin, usiaantara 18 dan 80 tahun, melakukan pernapasan dan di 6MWT, yang dinilai selama 7
- indeks massa tubuh (BMI) antara 20 dan 30 kg / m2, latihan latihan aerobik pada hari pasca operasi dan 60 hari
- stabilitas hemodinamik dengan atau tanpa pernapasan hari pertama pasca setelah keluar dari rumah sakit,
menggunakan obat inotropik positif, tidak adanya ekstubasi hingga dan memiliki lebih sedikit waktu
aritmia dan angina, ketujuh pasca operasi, di ICU dan prevalensi komplikasi
- tekanan darah rata-rata (MBP) 60 ⩽MBP⩽ 100mmHg, dua kali sehari. paru yang lebih rendah, jika
- denyut jantung (HR) 60 ⩽ HR ⩽ 100 bpm tanpa Terapi fisik standar dibandingkan dengan CG
gangguan pernapasan seperti nafas cuping hidung, akan diberikan dari
penggunaan otot-otot tambahan, asinkron torakulasiab, hari pertama hingga Hambatan:
dan ketujuh pasca operasi. Karena protokol telah ada,
- laju pernapasan (RR) ⩽ 20 tanpa tanda-tanda infeksi. Sesi akan peneliti tidak dapat mengubah
berlangsung dua kali atau menambahkan variabel apa
Kriteria eksklusi sehari dengan waktu pun, misalnya, tingkat rasa sakit
- penyakit dan penyakit paru-paru akut, rata-rata 30 menit dan kepatuhan pasien terhadap
ventilasi mekanik> 24 jam, masing-masing. terapi setelah dipulangkan. Kita
- raksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) <35% atau> 54%, perlu mengontrol variabel.
- intervensi ulang bedah, Terapis fisik dari tim rumah sakit
- kematian intraoperatif atau kontraindikasi apa pun akan dilatih untuk melakukan
untuk pengukuran dan / atau perawatan yang evaluasi yang sama dengan semua
diusulkan, pasien, tetapi jelas bagi penulis
- kontraindikasi untuk 6MWT atau protokol yang bahwa karena ada sejumlah besar
diusulkan, terapis fisik di dalam rumah sakit,
- gangguan ortopedi, ini juga bisa menjadi bias. Setiap
- angina tidak stabil, intervensi akan dikontrol untuk
- Denyut Jantung> 120bpm saat istirahat, dan menjamin kualitas penelitian
- tekanan darah sistolik> 180mmHg atau diastolik> terbaik
100mmHg.
Moradian, et RCT N=100 random sampling Mobilisasi Mobilisasi dini Kejadian efusi pleura dan
al (2017). Kriteria inklusi: dilakukan dilakukan 2 jam atelectasis lebih rendah pada
- mereka yang memiliki riwayat negatif kelainan pada hari setelah ekstubasi kelompok intervensi serta status
Iran gerakan atau cacat pada ekstremitas bawah, ketiga pasca pada hari pertama oksigenasi lebih baik pada
- penyakit paru obstruktif kronik, stroke, atau operasi pasca operasi; kelompok control.
- gangguan neurologis berat lainnya. setelah chest H1: pasien
Kriteria eksklusi adalah tube di lepas ditempatkan dalam Hambatan:

10
- drainase lebih dari 400 mL pada 4 jam pertama setelah posisi duduk, dan Kelayakan mobilisasi dini tidak
operasi, kemudian, kaki dinilai pada pasien kritis.
- ketidakstabilan hemodinamik, dan mereka digantung Sebagian besar studi tentang
- kehilangan kesadaran, sekitar 15 menit. mobilisasi dini dilakukan pada
- membutuhkan ventilasi mekanik lebih dari 24 jam H2: Pagi hari , duduk pasien yang stabil. Dalam periode
setelah operasi selama 5 menit, dan pengumpulan data, kami tidak
dan berjalan di cocok dengan pengaturan
bangsal sekitar 10 ventilator. Seperti disebutkan,
meter dengan ventilator bisa menjadi sumber
pemantauan oksimetri atelektasis. Disarankan bahwa
nadi. Di sore hari, dalam studi masa depan, peran
mereka mengulangi pengaturan ventilasi mekanik
langkah-langkah ini dikecualikan. Pada beberapa
dan berjalan 30 pasien, jumlah oksigen inspirasi
meter. berubah karena hipoksemia. ini
H3:, berjalan 30 bisa menjadi sumber perancu.
meter sebelum dan
sesudah chest tube
dilepas
Dong, et al. RCT N= 106 random sampling Pada Pre Pada Pre operasi Hasil penelitian menunjukkan
(2016) Kriteria inklusi: operasi dilakukan edukasi bahwa terapi rehabilitasi dini
- menunjukkan stenosis luminal parah> 75%; dilakukan mengenai rehabilitasi secara signifikan dapat
Cina - ventilasi mekanik yang berkepanjangan (yang edukasi Pada pasca operasi mengurangi durasi ventilasi
didefinisikan sebagai persyaratan selama 72 jam mengenai dilakukan terapi mekanik
ventilasi mekanik18,24) adalah wajib; rehabilitasi rehabilitasi yang Keterbatasan
- mereka memiliki saturasi oksigen yang stabil, fraksi yang akan terdiri dari 6 langkah waktu menerima midazolam
oksigen inspirasi ≤ 55%, dan tekanan ekspirasi akhir dilakukan yaitu: head up, berbeda secara signifikan antara
positif ≤ 8cm H2O; setelah reposisi dari supinasi kelompok. sehingga durasi
- mereka menerima dopamin dengan dosis <10 μg / kg / operasi. ke duduk, duduk di pemberian midazolam yang lebih
menit dan epinefrin dengan dosis <0,4 μg / kg / menit; Pada pasca tepi tempat tidur, lama dapat menjadi penyebab
- 6) mereka memiliki tekanan arteri rata-rata> 70 mmHg operasi duduk di kursi, durasi ventilasi mekanik yang
dan keluaran urin> 1 mL / kg / jam; dilakukan pindah dari duduk ke lebih pendek pada kelompok
- penyembuhan luka pasca operasi yang baik diperoleh; rehabilitasi berdiri, dan berjalan rehabilitasi awal dibandingkan
- tidak ada riwayat penyakit mental kronis; dan setelah di sepanjang tempat dengan kelompok kontrol. Oleh
- mereka memiliki fungsi kognitif normal. keluar dari tidur. Terapi karena itu, studi lebih lanjut
Kriteria Eksklusi: ICU rehabilitasi dilakukan diperlukan untuk memverifikasi
- tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan dua kali sehari. hasil penelitian ini. Peneliti hanya
fisik seperti kepala, duduk, berdiri dan berjalan; menyelidiki hasilnya di rumah
- memiliki gangguan neurologis yang mempengaruhi sakit; tindak lanjut jangka panjang
otot; diperlukan untuk menyelidiki

11
- memiliki gangguan ireversibel (yang mengakibatkan lebih lanjut efek terapi rehabilitasi
kematian 6 bulan lebih dari 50%); dini pada hasil klinis setelah
- telah meningkatkan tekanan intrakranial; meninggalkan rumah sakit. Selain
- dirawat di ICU setelah resusitasi kardiopulmoner; itu, rehabilitasi dini juga dapat
- telah menerima radioterapi atau kemoterapi dalam 6 berdampak pada beberapa indeks
bulan sebelumnya; atau terkait ventilasi mekanis lainnya
- memiliki miokarditis akut, trombosis / emboli vaskular (seperti indeks oksigen, volume
perifer, kecelakaan serebrovaskular, atau perubahan tidal pada pernapasan spontan,
elektrokardiografi iskemik baru. protein reaksi-C). Studi lebih
lanjut harus dilakukan untuk
menyelidiki efek lain dari
rehabilitasi dini pada pasien
dengan ventilasi mekanik yang
berkepanjangan.
Pulmane et al RCT N= 157 random sampling. Kelompok Kelompok intervensi Berbagai teknik fisioterapi untuk
(2018) Kriteria inklusi: kontrol dilakukan fisioterapi peningkatan fungsi pernapasan,
- Pasien dengan penyakit kardiovaskular dan katup dilakukan modifikasi (teknik serta pelestarian dan peningkatan
Latvia - Operasi jantung elektif (graft bypass aortacoronary, fisioterapi peningkatan otot mobilitas dan promosi kekuatan
operasi penggatian katup dan kombinasi) rutin (teknik inspirasi, otot paha selama periode pasca operasi
Kriteria eksklusi: peningkatan depan dan kekuatan adalah setara dan dapat digunakan
- Pasien rawat inap akut nafas dan otot gluteus). semuanya sebagai standar model
- Pasien yang tidak dapat bergerak sirkulasi Kelompok intervensi fisioterapi untuk mengurangi
mikro) - dilakukan inhalasi komplikasi setelah operasi
dengan spirometer jantung di rumah sakit.
inspirasi, peningkatan
kekuatan pada Keterbatasan:
kelompok otot besar Program fisioterapi setelah
dalam posisi operasi jantung harus
berbaring, duduk, distandarisasi, dilakukan hanya
berdiri, berjalan dan pada hari kerja atau pada semua
naik tangga dilakukan hari dalam seminggu. Teknik
selama tujuh hari skrining dilakukan untuk
pasca operasi. mengantisipasi lama rawat di
rumah sakit dan disarankan tes
berjalan 5 meter.

Sobrinho et al. RCT N= 70 random sampling. Kelompok Kelompok intervensi Penelitian ini menunjukkan
(2014) Kriteria Inklusi: kontrol tidak menjalani intervensi bahwa terapi fisik yang dimulai
Brazil - Berusia 40-75 tahun menjalani fisioterapi sekali sebelum operasi dapat
- Pasien dengan penyakit arteri koroner intervensi sehari selama periode meningkatkan kondisi pasien,

12
- Operasi jantung cardiopulmonary (CPB) fisioterapi sebelum operasi. membangun kembali tekanan
- Setuju berpartisipasi sebelum Intervensi terdiri dari pernapasan dini, mengurangi lama
Kriteria Eksklusi: operasi latihan pernapasan rawat inap dan mengurangi biaya
- Pasien yang penggunaan balon intra-aorta hanya (bernapas dalam rumah sakit selama periode rawat
- Ada patologi paru menerima dengan hitungan, inap.
- Gangguan musculoskeletal pedoman napas dalam dan Keterbatasan:
- Operasi neurlogis berat tanpa CPB rutin diikuti - Periode waktu yang singkat
- Operasi darurat menghembuskan pasien menjalani fisioterapi pra
- Hemodinamik tidak stabil napas panjang, operasi
- Mengancam integritas keselamatan pasien inspirasi maksimal - Tidak melakukan spirometri
dengan apnea 6 detik, dapat disebut sebagai batasan
dan pernapasan pada analisis parameter
diafragma terkait ventilasi
dengan mobilisasi - Penelitian lebih lanjut
tungkai atas) dan disarankan menggunakan alat
latihan pernapasan seperti spirometri, untuk
dengan Ambang menilai dan mengukur volume
Batas perangkat – dan kapasitas paru-paru lebih
Inspiration Muscle akurat.
Trainer/IMT.
Dilakukan tiga set
sepuluh pengulangan
dengan interval dua
menit setiap
pengulangan, sekali
sehari setiap hari
sebelum operasi,
dengan beban 40%
dari pengukuran
tekanan inspirasi
awal yang diperoleh
dengan
manovacuometry

Akhtar, et al RCT N= 30 random sampling. kelompok Kelompok intervensi Penelitian ini menunjukkan
(2015) Kriteria inklusi: kontrol menerima komponen bahwa dengan memasukkan
India - Pasien dengan usia 40-70 tahun hanya latihan rehabilitasi RMSG dalam fase 1 rehabilitasi
- Pasien pasca operasi CABG setelah pengankatan menerima konvensional jantung jantung dapat secara signifikan
drainase dada. komponen (1 sesi dari setiap mengurangi rasa sakit pasca
- Nyeri pasca-CABG pelaksanaan latihan, tiga kali CABG dan nyeri otot di sekitar

13
- Pasien kooperatif dan termotivasi rehabilitasi sehari) dan scapula. Partisipasi latihan pasien
- Fraksi ejeksi 25% atau lebih jantung pernapasan senam dapat meningkat dengan
Kriteria eksklusi: - konvensiona peregangan otot (2 berkurangnya rasa sakit.
l untuk sesi lima pola RMSG, Keterbatasan:
frekuensi 3 kali sehari) dari hari Latihan peregangan otot
dan jumlah ketiga sampai ketujuh pernapasan tambahan dalam
hari yang POD. Respiratory bentuk RMSG tidak berdampak
sama yaitu 1 Muscle Stretch pada jarak berjalan.
sesi dari Gymnastics (RMSG)
setiap merupakan
latihan, 3 sekelompok latihan
kali sehari, peregangan yang
dari hari dilakukan secara
ketiga berurutan untuk
sampai meregangkan otot-
ketujuh otot spesifik yang
POD. terlibat dalam
pernafasan.

14
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Pada Tn. E dengan pasca operasi Mitral Valve Replacment (MVR) masuk ke CICU
dengan kesadaran DPO dan terpasang ventilasi mekanik; mode VCP, RR setting 12 x/menit,
I:E ratio 1:2, TV 425 ml, PEEP 5, FiO2 50%, PS 10 cmH2O. Penggunaan ventilasi mekanik
selama 16 jam, kemudian diweaning/sapih dan diekstubasi, pasca ekstubasi pasien kesadaran
compos mentis, tetapi aktivitas gerak masih sangat terbatas dan dibantu oleh perawat. Selain
itu juga masih terpasangan alat – alat medis invasif lainnya, seperti CVC, Swanzgan, arteri
line, dan drain serta terdapat luka post operasi dengan panjang + 20 x 0,5 cm yang masih
tertutup balutan kassa. Tn. E mengatakan takut dan khawatir bergerak karena banyak alat
yang terpasang serta takut nyeri karena ada luka didadanya.
Menurut Tn. E selama persiapan pre operasi pasien hanya diinformasikan bahwa akan
ada latihan setelah selesai operasi, tetapi tidak diajarkan cara latihannya seperti apa. Pada hari
pertama post operasi pasien sudah diekstubasi, dan pada hari kedua pasca operasi pasien
dilakukan latihan rehabilitasi jantung oleh therapis. Latihan gerakan yang diajarkan oleh
therapis seperti latihan batuk efektif dengan menggunakan bantal yang disimpan di perut dan
dada, otot bahu dengan cara mengangkat dan menurunkan bahu, merentangkan kedua tangan
dan menurunkannya, menekuk kedua lutut dan menurunkannya, hal ini dilakukan + 10 – 15
menit selama 2 hari. Pada hari ke 4 post MVR atau hari ke 3 latihan, pasien diajarkan untuk
berdiri disamping tempat tidur, duduk dikursi, dan berjalan kurang lebih 5 langkah bolak
balik. Selain itu, pasien mengatakan selama latihan dia merasa khawatir dan sulit mengikuti
dengan baik arahan dari terapis.

3.2 Kesenjangan

a. Intervensi Rehabilitasi Jantung pre operasi


Menurut Tn. E selama persiapan pre operasi pasien hanya diinformasikan bahwa
akan ada latihan setelah selesai operasi, tetapi tidak diajarkan cara latihannya seperti
apa.
b. Intervensi Rehabilitasi Jantung Pasca Operasi
1) Penggunaan ventilasi mekanik selama 16 jam, kemudian diweaning/sapih dan
diekstubasi, pasca ekstubasi pasien kesadaran compos mentis, tetapi aktivitas

15
gerak masih sangat terbatas dan dibantu oleh perawat. Tn. E mengatakan takut dan
khawatir bergerak karena banyak alat yang terpasang serta takut nyeri karena ada
luka didadanya.
2) Rehabilitasi jantung pada pasien bedah jantung sudah memiliki SOP yang tersedia
di departemen rehabilitasi medik RSHS. Berdasarkan hasil wawancara dengan
salah satu perawat di ruang GICU 1B RSHS, setiap pasien yang akan dilakukan
operasi jantung sesuai SOP harus masuk rumah sakit 3 hari sebelum operasi. Pada
kasus kelolaan ini Tn. E mengatakan masuk rumah sakit 1 hari sebelum waktu
operasi dan hanya diberikan informasi akan dilakukan latihan setelah operasi.
Pasien mengatakan selama latihan dia merasa khawatir dan sulit mengikuti dengan
baik arahan dari terapis.

3.3 Peran Perawat


a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat
ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan
yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya.
Perawat mengobservasi:
1) Tekanan darah
2) Denyut jantung
3) Laju pernapasan
4) Oksimetri nadi
5) Kondisi atau keadaan umum pasien
6) Terjadinya efek samping termasuk jatuh ke lutut, pengangkatan tabung trakeostomi,
dan prolaps dari kateter yang tinggal (seperti tabung pemasukan enteral, tabung
kemih, tabung drainase, dan kateter arteri atau vena)

b. Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain
khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan

16
kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien
yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c. Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan lain yaitu
fisioterapis dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

17
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Rehabilitasi jantung pada pasien bedah jantung terdiri dari tiga fase dan semua fase
penting untuk dilakukan. Program ini dimulai dari fase I, yakni rehabilitasi jantung yang
dilakukan ketika pasien dirawat sampai keluar dari rumah sakit dengan melakukan tindakan
mobilisasi/aktifitas fisik dan pernapasan, pemberian edekuasi mengenai faktor risiko penyakit
jantung, serta manajemen stress, dan cemas. Intervensi mobilisasi dini pasca operasi jantung
aman dilakukan selama status hemodinamik pasien stabil dan dilakukan monitoring selama
intervensi berlangsung.
Rehabilitasi jantung fase I menyatakan bahwa pasien yang menjalani program tersebut
menunjukkan peningkatan sirkulasi darah oksigen dalam tubuh, serta kapasitas fungsional.
Edukasi dan persiapan latihan atau rehabilitasi jantung fase 1 secara dini penting sebelum
dilakukan tindakan operasi jantung, agar kondisi kesehatan pasien dapat pulih dengan cepat
dan optimal, pasien dapat beradapatasi dengan cepat dalam mengikuti latihan yang diajarkan
oleh therapis, serta perawatan menjadi lebih cepat.
Pelaksanaan rehabilitasi jantung pada pasien yang menjalani operasi bedah jantung
dimulai dari fase praoperasi dan dilanjutkan pasca operasi sampai pasien akan pulang.
Intervensi rehabilitasi jantung, baik pre maupun pasca operasi, terdiri dari latihan/ aktivitas
fisik, latihan bernapas, dan respiratory muscle stretch gymnastics.

4.2 Saran
Makalah ini masih terbatas jumlah jurnalnya, perlu dilakukan literature review lagi
terhadap beberapa jurnal,

18
DAFTAR PUSTAKA

Akhtar SA, Ahmed F, Grover S, & Srivastava S. (2015). Effect of Respiratory Muscle Stretch
Gymnastics on Pain, Chest Expansion, Pulmonary Functions and Functional Capacity
in Phase 1 Post-Operative CABG Patient. Journal of Cardiology & Current Research
2(6): 00084. DOI: 10.15406/jccr.2015.02.00084
Braunwald, E. Valvular Hearth Disease. In Braunwald Hearth Disease: a Text Book of
Cardiovascular Medicine. Chapter 46, Vol II, 9th ed. WB Saunders Co. 2012.
Philadelphia.

Dong, Z., Yu, B., Zhang, Q., Pei, H., Xing, J., Fang, W., … Song, Z. (2016). Early
rehabilitation therapy is beneficial for patients with prolonged mechanical ventilation
after coronary artery bypass surgery. International Heart Journal, 57 (2), 241–246.
https://doi.org/10.1536/ihj.15-316
Ghashghaei, F.E., Sadeghi, M., Marandi, S.M.., & Ghashghaei, S.E. (2012). Exercise-based
cardiac rehabilitation improves hemodynamic responses after coronary artery bypass
graft surgery. ARYA Atherosclerosis, 7 (4), 151– 156.

Joanne Watchie. Cardiovascular and Pulmonary Physical Therapy: A Clinical Manual.


St.Louis: Saunders, 2010: 65-67

Moradian, S.T., Najafloo, M., Mahmoudi, H., & Ghiasi, M.S. (2017). Early mobilization
reduces the atelectasis and pleural effusion in patients undergoing coronary artery
bypass graft surgery: A randomized clinical trial. Journal of Vascular Nursing, 35 (3),
141– 145. https://doi.org/10.1016/j.jvn.2017.02. 001.
Manurung D, Iwang Gumiwang. Penyakit Katup Mitral. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I
ed 6. Balai penerbit FK UI. 2014 : 1035 – 43
Pulmane D, Vetra A, Lacis R & Driba D. (2018). Physioterapy following cardiac surgery:
Program comparison. SHS Web of Conferences 40, 02012 (2018) Int. Conf. Society.
Health. Welfare. 2016 https://doi.org/10.1051/shsconf/20184002012
Sobrinho MT, Guirado GN & Silva MAM. (2014). Preoperative therapy restores ventilatory
parameters and reduces length of stay in patients undergoing myocardial
revascularization. Rev Bras Cir Cardiovasc 2014;29(2):221-8Teixeira. DOI:
10.5935/1678-9741. 20140021
Santos, R.D., Ricci, A. ., Suster, A.B., Paisani, D.M., & Chiavegato, D.L. (2016). Effects of
early mobilisation in patients after cardiac surgery: a systematic review. Physiotherapy
(United Kingdom), 103 (1), 1–12. https://doi.org/10.1016/j.physio.2016.08.003.
Torres, D., dos Santos, P. M. R., Reis, H. J. L., Paisani, D. M., & Chiavegato, L. D.
(2016). Effectiveness of an early mobilization program on functional capacity after
coronary artery bypass surgery: A randomized controlled trial protocol. SAGE Open
Medicine, 4, 205031211668225. doi:10.1177/2050312116682256 

19
Winkelmann, E.R., Dallazen, F., Beerbaum, A., Bronzatti, S., Lorenzoni, C.W., &
Windmöller, P. (2015). Analysis of steps adapted protocol in cardiac rehabilitation in
the hospital phase. Brazilian Journal of Cardiovascular Surgery, 30 (1), 40–48.
https://doi.org/10.5935/1678-9741.20140048.

20

Anda mungkin juga menyukai