PENDAHULUAN
1
telah lebih jelas lagi dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 812/MenKes/SK/VII/2007 dengan
penjelasannya yang terdapat di dalam lapiran surat keputusan tersebut.
Tata kerja organisasi perawatan paliatif ini bersifat koodinatif dan
melibatkan semua unsur terkait dengan mengedepankan tim kerja yang
kuat, membentuk jaringan yang luas, inovasi tinggi, serta layanan
sepenuh hati.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :
a. Tujuan umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah
perkembangan keperawatan paliatif dan trend keperawatan saat ini
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan keperawatan paliatif .
2. Untuk mengetahui trend keperawatan saat ini
1.3 Manfaat
Manfaat yang bisa didapatkan dari makalah ini adalah menambah
wawasan tentang sejarah perkembangan keperawatan paliatif dan trend
keperawatan saat ini.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Definisi Perawataan Paliatif yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005
bahwa perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri
dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial
mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan
terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.
3
2.3 Prinsip – prinsip dalam perawatan paliatif care
4
BAB III
PEMBAHASAN
5
tahun 1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan ke dalam rencana
kesehatan nasional Mongolia. Modul palliative care termasuk dalam
kurikulum sekolah kedokteran di Mongolia. Sebuah program
pendidikan palliative care telah diterapkan untuk asisten keperawatan di
Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan palliative care ini sudah
tersebar di seluruh negeri dan mulai tahun 2005 palliative care diakui
sebagai spesialisasi medis di Australia.
Tanggal 6 Oktober seluruh masyarakat dunia memperingati World
Hospice Palliative Care Day, Hari Perawatan Hospice dan Paliatif
Sedunia. Mungkin peringatan ini tidak banyak yang tahu karena
memang peringatannya tidak seheboh peringatan Hari AIDS Sedunia
atau Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Walaupun demikian, tidak
mengecilkan arti dari perjuangan mereka yang bergelut dalam bidang
perawatan paliatif.
Dulu perawatan ini hanya diberikan kepada pasien kanker yang
secara medis sudah tidak dapat disembuhkan lagi, tetapi kini diberikan
pada semua stadium kanker, bahkan juga pada penderita penyakit-
penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti HIV/AIDS dan
berbagai kelainan yang bersifatkronis.
Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal 19
Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin
Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS
Sanglah (Denpasar).
Di RS Dr. Soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh Pusat
Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri. Pelayanan yang diberikan
meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat rumah, day care,
dan respite care.
Dari tahun 1992-2010 pelayanan perawatan paliatif baru ada di 6
ibukota besar yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta,
JawaTimur, Bali dan Sulawesi Selatan.
6
Perawatan paliatif kebanyakan terdapat di rumah sakit pemerintah
seperti RS Hasan Sadikin Bandung, RSCM, RSK Dharmais, RSU Dr
Soetomo Surabaya, RS Sanglah Bali, RS Dr Wahidin Sudirohusodo
Makasardan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
Betapa pentingnya perawatan paliatif untuk pasien pasien yang telah
memasuki fase terminal dari penyakit yang diderita. Menteri kesehatan
sampai perlu menerbitkan sebuah Kepmenker No.
812/Menkes/SK/VII/2007 yang isinya agar setiap rumah sakit
menyediakan perawatan paliatif di masing masing rumah sakit untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang paripurna tidak hanya yang dilakukan di
rumah sakit, tetapi juga meliputi perawatan pra-rumah sakit, selama di
rumah sakit, dan purna rumah sakit. Tujuannya mencakup aspek
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, yang tujuan utamanya
mempertahankan kemampuan individu untuk mandiri secara optimal
selama mungkin.
Pada kasus yang oleh tim dokter dinyatakan sulit sembuh atau tidak
ada harapan lagi, bahkan mungkin hampir meninggal dunia atau yang
dikenal pasien stadium terminal (PST), tentunya dibutuhkan pelayanan
yang spesial. Di sinilah perawatan paliatif menjadi aspek penting pada
pengobatan, khususnya bidang geriatri (masalah kesehatan pada lansia).
Lebih lanjut perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarganya menghadapi
masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam
jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui
identifikasi awal dan penilaian serta terapi dan masalah lain-fisik,
psikososial, dan spiritual. “Dalam perawatan paliatif ini membutuhkan
tim multidisiplin,” kata dokter dari Subbagian Geriatri, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam, FK UGM/SMF Geriatri RSUP Dr. Sardjito tersebut.
Melihat pentingnya peran perawatan paliatif ini, Probosuseno berharap
agar setiap rumah sakit (misalnya tipe B) memiliki semacam instalasi
7
perawatan paliatif dan dipakai sebagai salah satu syarat penilaian
akreditasi rumah sakit. Sementara itu, di lingkungan fakultas
kedokteran, akper, sekolah tinggi keperawatan, SMK kesehatan,
psikologi, gizi, dan farmasi juga diberikan materi terkait dengan
perawatan paliatif. Dengan demikian, para calon civitas hospitalia
mendapatkan paparan dini tentang perawatan paliatif tersebut.
Senada dengan itu, dr. Ali Agus Fauzi, PGD Pall Med dari Pusat
Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri RSU Dr. Soetomo-FK Unair
Surabaya menjelaskan perawatan paliatif tidak saja untuk
menyembuhkan penyakit. Selain penderita, yang ditangani juga pihak
keluarga. Beberapa tempat yang memungkinkan untuk dilakukan
perawatan paliatif adalah rumah sakit, puskesmas, rumah singgah
(panti/hospis), dan rumah pasien.
Aplikasi perawatan paliatif di RSU Dr Soetomo meliputi perawatan
paliatif rawat jalan (poliklinik), rawat inap, rawat rumah (home care),
day care, dan respite care. Tata kerja organisasi perawatan paliatif ini
bersifat koodinatif dan melibatkan semua unsur terkait dengan
mengedepankan tim kerja yang kuat, membentuk jaringan yang luas,
berinovasi tinggi, dan layanan sepenuh hati.
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM, Christantie
Effendy, S.Kp., M.Kes.pada kesempatan tersebut mengangkat
persoalan dan kebutuhan pasien kanker di Indonesia dan Belanda.
Menurut Christantie, meskipun Indonesia dan Belanda sangat berbeda,
pasien kanker pada kedua kelompok ini memiliki masalah fisik yang
nyaris sama, dengan kelelahan dan nyeri di urutan atas.
Dari semua masalah yang dialami pasien, unmeet needs (kebutuhan
yang tidak terpenuhi) di Indonesia lebih tinggi daripada di Belanda.
Untuk prevalensi masalah pskikososial dan sosial di Indonesia lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok penelitian di Belanda.
Perbedaan dalam budaya dan juga sistem kesehatan mungkin telah
berkontribusi terhadap kondisi ini.
8
3.2 Trend Penerapan Hospice care pada Penyakit Kanker
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam
bidang kesehatan telah menjadikan penyakit kanker tidak lagi
merupakan penyakit fatal dan terlambat diobati namun telah menjadi
penyakit kronis yang memiliki potensi untuk mengubah pola kehidupan
para pengidapnya. Dengan perkembangan ini terjadi penurunan angka
kematian yang merupakan hasil dari keberhasilan terapi kanker
sehingga dapat memperpanjang hidup klien.
Namun demikian, keefektifan terapi ini hanya diukur dari hasil
keluaran secara fisik seperti sembuh dari penyakit, kematian, angka
kesakitan, dan angka kekambuhan. Oleh karena itu, pada dua dekade
terakhir, tim kesehatan telah menyadari bahwa keberhasilan terapi harus
dinilai juga dari pengalaman klien baik secara kualitatif maupun
kuantitatif (King, et al, 1997).
Penurunan angka kematian akibat penyakit kanker dan sifat kronik
dari penyakit ini telah menimbulkan kecenderungan banyak klien tidak
dirawat di rumahsakit melainkan pada pelayanan hospis atau home
care. Perawatan hospis dan home care diberikan oleh tim multi disiplin
kesehatan dimana seorang perawat menjadi koordinatornya.
Para klien pengidap kanker yang dirawat di hospis atau home care
masih tetap menjadi populasi berresiko dimana kebutuhan akan
kesehatannya memerlukan perhatian jangka panjang (Ferrel & Dow,
1997). Ironisnya, tidak banyak yang perduli dengan tingkat kualitas
hidup mereka yang menghabiskan sisa hidupnya di hospis atau home
care ini (Stetz, 1998).
Pada penderita kanker yang tidak mungkin tersembuhkan lagi,
perawatan paliatif pada dasarnya adalah upaya untuk mempersiapkan
awal kehidupan baru (akhirat) yang berkualitas. Tidak ada bedanya
dengan perawatan kandungan yang dilakukan seorang calon ibu, yang
sejak awal kehamilannya rutin memeriksakan diri untuk memastikan
9
kesehatannya dan tumbuh kembang calon bayinya, agar dapat melewati
proses kelahiran dengan sehat dan selamat, selanjutnya dalam
kehidupan barunya sebagai manusia sibayi dapat tumbuh menjadi
manusia yang sehat dan berkualitas.
Sedang bagi penderita kanker stadium dini, perawatan paliatif
merupakan pendamping pengobatan medis. Meningkatnya kualitas
kehidupan pasien karena perawatan paliatif diharapkan akan membantu
proses penyembuhan kanker secara keseluruhan.
Kualitas hidup merupakan masalah yang penting dalam pengalaman
para pengidap penyakit kanker yang telah berhasil mengendalikan
penyakitnya dan memperpanjang masa hidup yang harus dilaluinya
(Ersek, Ferrel, Dow, &Melancon, 1997).Masalah kualitas hidup bagi
klien dengan penyakit kanker meliputi efek fisiologis, masalah keluarga
dan sosial, pekerjaan atau aktifitas harian serta distres spiritual (Dow,
Ferrel, Haberman, & Eaton, 1999).
Kualitas hidup juga dilihat dari berbagai aspek dalam tujuh
kategoriya itu gejala fisik seperti gejala, dan nyeri; kemampuan
fungsional seperti aktifitas; kesejahteraan keluarga; kesejahteraan
emosi; kepuasan akan terapi meliputi masalah finansial; seksualitas dan
keintiman termasuk citra tubuh; dan fungsisosial (Cella, 1998).
Di Indonesia, perawatan di hospis atau home care merupakan hal
yang baru bagi klien pengidap kanker. Di Jakarta khususnya, pelayanan
hospis telah diberikan pada klien pengidap kanker yang sedang
menghadapi fase terminal namun masih menjadi suatu pengalaman
yang jauh dari harapan klien itu sendiri. Hal ini terlihat pada kenyataan
dimana klien mengeluh minimnya upaya untuk memenuhi harapan
mereka.
Klien pengidap kanker pada umumnya menaruh harapan yang tinggi
terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan akan memberikan
dampak positif terhadap penyakitnya. Namun, ditemukan jumlah klien
yang menaruh harapan tinggi sama besarnya dengan jumlah klien yang
10
menyatakan memiliki harapan yang rendah terhadap pelayanan yang
diterimanya. Hal ini menunjukan bahwa kondisi penyakit yang diidap
klien tidak memiliki kepastian akan hasil pelayanan yang diterimanya.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil riset temuan John (2001)
yang menjelaskan klien penerima terapi radiologik yang bersifat kuratif
memiliki harapan tinggi terhadap dampak pelayanan yang diterimanya.
Ini menunjukan klien yang mengatakan keberadaan keluarga sangat
berpengaruh terhadap kualitas hidupnya memiliki harapan terhadap
pelayanan yang tinggi, sedikit lebih rendah dari pada klien yang
memiliki harapan pelayanan yang rendah (49%:51%). Hasil ini
menunjukan harapan pelayanan tidak dapat mempertimbangkan
keberadaan keluarga sebagai aspek yang mempengaruhi harapan
terhadap pelayanan.
Ada sebuah data yang menyampaikan kesimpulan dari penelitianya
mengenai kualiatas hidup pasien kanker dengan perawatan hospice care
menunjukan bahwa persentase kapasitas fungsional responden baik
secara fisiologis, psikologis, sosial, maupun spiritual masih rendah
yaitu dibawah 50%.
Dukungan dan keberadaan keluarga memegang peranan penting dan
sangat diperlukan oleh seseorang pengidap kanker dalam menjalani
sisa-sisa hidupnya. Klien pengidap kanker menyatakan harapan yang
tinggi terhadap pelayanan kesehatan sama besarnya dengan yang
menyatakan harapan yang rendah. Harapan klien terhadap model
asuhan dan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien pengidap
kanker adalah hospis home care.
11
Trend dan Issue Keperawatan secara umum, yaitu :
1. Trend
a) Trend dalam pendidikan keperawatan.
b) Trend praktik keperawatan.
c) Trend dalam keperawatan sebagai profesi.
d) Trend meningkatnya pengaruh politik keperawatan.
2. Issue
Berfokus pada pemberian perawatan kesehatan.
a) Perpindahan pelayanan kesehatan, seperti adanya rawat jalan.
b) Tuntutan klien.
12
berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden
1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi
intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam
menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep
perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh
ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit
di Indonesia, seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal
ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan
teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana
prasarana yang masih belum memadai.
Definisi lain dari telenursing :
13
telediagnosis, telekonsultasi dan telemonitoring.
14
• Kecenderungan penyakit jiwa
• Meningkatnya masalah psikososial
• Trend bunuh diri pada anak
Masalah AIDS dan NAPZA
Pattern of parenting
• Perspektif life span history
• Kekerasan
• Masalah ekonomi dan kemiskinan
15
tempat perawtan professional. Organisasi keperawatan
mampu memgabungkan semua upaya seperti pada Nursing
Agenda For Healt Care Reform (Tri-council,1991).
Strategi spesifik pengintegrasian peraturan public dalam
kurikulum keperawatan, sosialisasi dini, berpartisipasi
dalam organisasi profesi, memperluas lingkungan praktik
klinik, dan menjalankan tempat pelayanan kesehatan.
16
depresimental dan ansietas, stroke, peningkatan
kecelakaan, alkoholisme, dan yang akhir-akhir ini
marak adalah penyalahgunaan narkotika.
2) Perkembangan industrialisasi serta perubahan kondisi
social. Perkembangan industrialisasi serta perubahan
kondisi social yang cepat dengan di sertai perubahan-
perubahan sikap, niali, gaya hidup, kondisi lingkungan,
kelompok-kelompok masyarakat baru, masalh individu,
dan masyarakat.
3) Meningkatnya pengetahuan masarakat sebagai
pelayanan kesehatan akan meningkatkan juga harapan
mereka terhadap mutu pelayanan keperawatan dan
kesehatanpola pelayanan kesehatan yang baru akan
meningkatkan pencpaian kesehatan bagi semua orang
pada tahun 2000.
4) Kurang tenaga medis menyebabkan pelimpahan
tanggung jawab atau wewenang pada perawat.
5) Masyarakat akan menjadi rekan kerja dalam pelayanan
kesehatan masyarakat. Banyak pelayanan yang akan
dilaksanakan di luar rumah sakit, misalnya pelayanan
pada rehabilitasi, kesehatan jiwa, dan lain-lain.
17
komponen, yaitu kangaroo position, kangaroo nutrition,
kangaroo support, dan kangaroo discharge.
Water birth adalah proses dan melahirkan dalam air sama
dengan melahirkan normal, hanya tempatnya yang berbeda.
dilakukan didalam sebuah kolam yang terbuat dari plastik atau
bath tube dan fasilitas pendukung lainnya adalah pompa air agar
air tetap bersikulasi, pengatur suhu serta termometer
Stimulasi janin sejak dini adalah stimulasi dini adalah
rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan
sebaiknya sejak janin 6 bulan di dalam kandungan) dilakukan
untuk merangsang semua sistem indra
(pendengaran,penglihatan,perabaan, pembauan dan pengecapan)
18
4. Faktor legislasi dan keputusan juridis.
5. Faktor dana/keuangan
6. Faktor pekerjaan
7. Faktor Kode etik keperawatan
8. Faktor Hak-hak pasien
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
20
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi
aktif dalam perawatan, terutama sekali untuk self management pada
penyakit kronis. Hal itu memungkinkan perawat untuk menyediakan
informasi secara akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan
secara langsung (online). Kesinambungan pelayanan ditingkatkan
dengan memberi kesempatan kontak yang sering antara penyedia
pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-keluarga merek
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak Negara.
Tren paraktik keperawatan meliputi berbagai praktik di berbagai tempat
praktik dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar.
4.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
http://ekanovriadytanjung.blogspot.co.id/2013/04/tren-dan-isu-keperawatan-
komunitas.html
https://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/04/tren-dan-issue-legal-
dalam-keperawatan-profesional/
http://ugm.ac.id/new/id/berita/2936-mengembangkan-perawatan-paliatif-di-
indonesia.xhtml
http://ukhtihuda.blogspot.co.id/2012/07/konsep-dasar-keperawatan-
palliatif.html
22