Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan kritis yang berjudul “ ASUHAN
KEPERAWATAN ARDS “ ini dengan baik dan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik secara
penulisan, bahasa atau materi yang ada. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna lebih sempurnanya makalah ini.

Dengan demikian kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kami
maupun bagi kita semua.

Manado, 23 September 2019

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi khususnya di


bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mencegah berbagai penyakit
salah satunya ARDS. Saat Perang Dunia I, banyak pasien dengan trauma non-torakal,
pankreatitis berat, transfusi masif, sepsis, dan kondisi terdeteksi dengan tanda-tanda distres
pernapasan, infiltrat difus paru, dan gagal napas. Ashbaugh dkk (1967) mendeskripsikan 12
pasien yang ditangani olehnya dengan kondisi seperti diatas dan kemudian ia definisikan sebagai
adult respiratory distress syndrome (ARDS). Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
merupakan perlukaan inflamasi paru yang bersifat akut dan difus, yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas vaskular paru, peningkatan tahanan paru, dan hilangnya jaringan paru
yang berisi udara, dengan hipoksemia dan opasitas bilateral pada pencitraan, yang dihubungkan
dengan peningkatan shunting, peningkatan dead space fisiologis, dan berkurangnya compliance
paru. ARDS dapat terjadiakibatKerusakan karena inflamasi terjadi di alveoli dan endotel kapiler
paru karena produksi mediator proinflamasi lokal atau yang terdistribusi melalui arteri pulmonal.
Hal ini menyebabkan hilangnya integritas barier alveolar-kapiler sehingga terjadi transudasi
cairan edema yang kaya protein.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut yang
memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai angka kematian yang
tinggi yaitu mencapai 60%.1,2 Estimasi yang akurat tentang insidensi ARDS sulit karena definisi
yang tidak seragam serta heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis.1,2 Estimasi insidensi
ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah penduduk per tahun (1996).
Data pada tahun 2016 menunjukkan, dari 50 negara, prevalensi ARDS mencapai 10,4% dari total
pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU). Faktor risiko umum ARDS dibagi menjadi
faktor risiko langsung dan tidak langsung.
Menurut kelompok kami karena semakin tinggianya angka kematian akibat ARDS, maka
diperlukan pemahaman lebih jauh tentang tanda dan gejala, penyebab dan pencegahan penyakit
ini untuk mengurangi angka kematian akibat ARDS. Dengan ini kelompok kami memberi solusi
agar para perawat atau mahasiswa keperawatan untuk lebih memperhatikan asuhan keperawatan
kritis yang baik dan benar terkait pasien dengan ARDS.

1.2. Tujuan
Tujuan Umum :
 Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta untuk
pegangan dalam memberikan bimbingan dan asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS
serta Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kritis

Tujuan Khusus :
 Untuk memahami apaitupenyakitARDS
 Untukmengetahui proses timbulnyapenyakitARDS
 Untuk mengetahui cara menangani pasien kritisdengan ARDS
 untukmengetahuicaramembuat Asuhan Keperawatann pada pasienkritisdenganpenderita
ARDS
BAB II
PEMBAHASAN

A. TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress syndrome - ARDS)
merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru
berat. Secara klinis, hal ini ditandai dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru yang
menurun, dan infiltrat difus bilateral pada radiografi dada (Udobi et al, 2010).
Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner yang
menyebabkan gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas membran
alveolokapiler. Cairan terakumulasi dalam interstisium paru-paru dan ruang alveolar. ARDS
parah bisa menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal, tetapi pasien yang
sembuh mungkin hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau tidak sama sekali (Farid,
20011)
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresi kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera (Smeltzer, 2010)
Jadi, sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) merupakan cedera akut paru-paru
akibat dari sepsis, trauma dan infeksi paru berat yang ditandai dengan edema paru yang
menyebabkan hipoksemia.

2.2. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya akut respiratori distres sindrom menurut Mutaqqin 2013:
 Syok sepsis , hemoragis, kardiogenik dan analfilatik
 Infeksi : pneumonia dan tuberculosis
 Koagulasi intravaskuler diseminata
 Emboli lemak
 Aspirasi kandungan lambung yang sangat asam
 Menghirup agen beracun, asap dan nitrogen oksida dan atau bahan korosif
 Pankreatitis
 Toksisitas oksigen
 Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika
Sindrom sepsis tampaknya menjadi faktor resiko paling umum, tetapi secara
keseluruhan risiko akan meningkat secara multifaktor. Transfusi darah merupakan risiko
independen faktor. Usia lanjut dan rokok berhubungan dengan peningkatan risiko ARDS,
sementara konsumsi alkohol tampaknya tidak memiliki pengaruh. Sebuah studi menunjukkan
bahwa kematian akibat ARDS pertahun mengalami penurunan.

2.3. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal nafas akut yang
merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non kardiak. Edema ini disebabkan oleh
karena adanya peningkatan permeabilitas membrane kapiler sebagai akibat dari kerusakan
alveolar yang difus. Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag, neutrofil, dan
beberapa sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus, yang kemudian akan
menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses inflamasi, yang pada akhirnya dapat
memperburuk fungsi pertukaran gas yang ada. Pada keadaan ini membrane hialin (hialinisasi)
juga terbentuk dalam alveoli (Amin & Purwoto,2007) Secara lebih terperinci patofisiologi
ARDS berjalan melalui 3 fase, yaitu fase eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.

Fase-fase patologi ARDS


1. Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien ARDS, muncul
lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama pasien dengan
factor risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler alveolar dan
pneumosit tipe I, mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar untuk menahan
cairan dan makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik padat membrane
hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan interselular melebar
dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler terganggu dan
mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga membesar dengan vacuola
sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane basal. Lebih lanjut lagi kelainan ini akan
mengakibatkan terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh akumulasi sel-sel radang,
debris selular, protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak, menimbulkan penurunan aerasi
dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan diperburuk dengan adanya oklusi
mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari kemampuan perfusi darah menuju ke
daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010)
Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas (shunting)
interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut hiperkarbia, disertai dengan
peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas pada
pasien. Secara radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase awal
perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang melibatkan
setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru (Udobi et al, 2003).
2. Fase Proliferatif
Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative yang terjadi pada hari
ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase proliferatif ditandai dengan organisasi eksudat dan
fibrosis. Paru-paru yang tetap berat dan solid, dan secara mikroskopik integritas
arsitektur paru-paru menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak dan ada progresifitas
penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas dalam pembuluh darah kecil
lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang interstisial menjadi nekrosis yang melebar,
dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel darah merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel
alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk menutupi epitel permukaan yang gundul
dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I. Fibroblas menjadi jelas dalam ruang interstisial
dan kemudian di alveolar lumen. Hasil dari proses ini adalah penyempitan ekstrem atau
bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin dan puing-puing sel digantikan oleh fibril kolagen.
Tempat utama fibrosis adalah ruang intra-alveolar, tetapi juga terjadi di dalam interstitium
(Levy et al, 2007).
3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)
Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang hanya akan dialami oleh
sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-3 atau ke-4 penyakit. Pada fase ini, edema
alveolar dan eksudat inflamasi yang terlihat pada fase awal penyakit akan mengalami
perubahan menuju fibrosis duktal dan interstisial yang intensif. Struktural asiner
akan mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan terjadinya perubahan mirip
emfisema dengan munculnya bula-bula yang besar. Fibroproliferasi intimal juga akan
terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang pada akhirnya akan menyababkan
terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan hipertensi pulmoner. Pada akhirnya
konsekuensi fisiologis yang muncul dari perubahan perubahan yang terjadi ini adalah adanya
peningkatan resiko dari pneumothoraks, reduksi dari komplians paru, dan peningkatan dari
ruang mati (dead space) pulmoner (Price & Wilson, 2002).

2.4. Manifestasi klinis


ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada paru.
Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan gejala klinis ARDS yang jelas. Awalnya pasien akan
mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam.
Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak
membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat
ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing (Farid, 2006).
Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat
rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya
memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas
jantung, namun siluet jantung biasanya normal (Ware et al,2000). PaO2 yang sangat rendah
kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah
adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui
atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang
menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan,
serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat (Farid, 2006)

2.5. Komplikasi
Superinfeksi bakteri paru berupa bakteri gram negatif (Klebsiella, Pseudomonas, dan
Proteus spp) serta bakteri gram positif Staphylococcus aureus yang resisten merupakan
penyebab utama meningkatnya mortalitas dan morbiditas akibat ARDS. Tension
pneumothorax juga bisa terjadi akibat pemasangan kateter vena sentral dengan positive pressure
ventilation (PPV) serta positive end-expiratory pressure (PEEP). Pasien ARDS yang dirawat
dengan bantuan ventilasi mekanis akan mengalami penurunan volume intravaskular serta
penekanan curah jantung hingga berakibat penurunan transport O2 dan kegagalan organ.
Lemah, lesu, tak bergairah, seakan di ambang kematian, merupakan gejala umum yang
dirasakan pasien ARDS (Farid, 2006).

2.6. Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium
Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis
pernapasan. Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolik yang
dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat terjadi (Harman, 2011). Bersamaan dengan
penyakit yang berlangsung dan pernapasan meningkat, tekanan parsial karbon dioksida
(PCO2) mulai meningkat. Pasien dengan ventilasi mekanik untuk ARDS dapat dikondisikan
untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk mencapai tujuan volume tidal yang
rendah yang bertujuan menghindari cedera paru-paru terkait ventilator (Harman, 2011)
Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang
mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut
(Harman, 2011)
a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat dicatat.
Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi
intravaskular diseminata (DIC). Faktor von Willebrand (vWF) dapat meningkat pada
pasien beresiko untuk ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel.
b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam perjalanan ARDS,
mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus diawasi secara ketat.
c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera hepatoseluler atau
kolestasis.
d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang
meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.
2. Radiologi
Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal dapat terlihat sejak dini pada
radiograf dada. Pada paien dengan onset tidak langsung pada paru, radiograf awal mungkin
tidak spesifik atau mirip dengan gagal jantung kongestif dengan efusi ringan. Setelah itu,
edema paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus. Seiring dengan perjalanan
penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral difus menjadi
jelas.Komplikasi seperti pneumotoraks dan pneumomediastinum mungkin tidak jelas
dan sulit ditemuakn, terutama pada radiografi portabel dan dalam menghadapi kalsifikasi
paru difus. Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel dengan temuan radiografi.
Dengan resolusi penyakit, gambaran radiografi akhirnya kembali normal (udobi et al, 2003)
3. Bronkoskopi
Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi pada pasien
akut dengan infiltrat paru bilateral. sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop
bronkus subsegmental dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan
cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA). Cairan dianalisis untuk
diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan pemeriksaan kuantitatif (Harman,
2011).

2.7. Penatalaksanaan
Tujuan terapi
 Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
 Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
 Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)

FARMAKOLOGI
1. Inhalasi NO2 (nitric oxide) memberi efek vasodilatasi selektif pada area paru yan
terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan tekanan arteri
pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi arterial. Diberikan hanya pada
pasien dengan hipoksia berat yang refrakter
2. Kortikosteroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase fibroproliferatif, yaitu
pasien dengan hipoksemia berat yang persisten, pada atau sekitar hari ke 7 ARDS.
Rekomendasi mengenai hal ini masih menunggu hasil studi multi senter RCT besar yang
sedang berlangsung.
3. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesisleukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS

NON-FARMAKOLOGI
1. Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator,
mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
2. Pembatasan cairan. pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :
 Kebutuhan perfusi organ yang optimal
 Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan: peningkatan tekanan hidrostatik
intravascular mendorong akumulasi cairan di alveolus.
PEMASANGAN VENTILATOR

a) Pengertian Ventilator
Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa ventilator,
menyediakan back up batere, namun batere tidak didesain untuk pemakaian jangka lama.
Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup (life – support). Maksudnya adalah jika
ventilator berhenti bekerja maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual
resusitasi seperti ambu bag di samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika
ventilator berhenti bekerja dapat langsung dilakukan manual ventilasi.

b) Tujuan Indikasi Pemasangan Ventilator


Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan dan manfaat penggunaan ventilasi mekanik ini dan
juga beberapa kriteria pasien yang perlu untuk segera dipasang ventilator.
Tujuan Ventilator antara lain adalah sebagai berikut :
 Mengurangi kerja pernapasan.
 Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
 Pemberian MV yang akurat.
 Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
 Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat.

Dan berikut adalah kriteria indikasi pemasangan ventilasi mekanik


1. Pasien Dengan Gagal Nafas. Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas
(apnu) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan
indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan
ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa
kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernafasan dada
(kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
2. Insufisiensi jantung. Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan
pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk
mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
3. Disfungsi neurologis. Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnoe
berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi
untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien
dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4. Tindakan operasi. Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan
sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama
operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi
mekanik.
Kriteria Pemasangan Ventilasi Mekanik
Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator)
bila :
 Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
 Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
 PaCO2 lebih dari 60 mmHg
 AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
 Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
c) Mode Jenis Ventilasi Mekanik
Klasifikasi Ventilasi mekanik berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua
kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif. Berdasarkan mekanisme
kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu :

1. Volume Cycled Ventilator.


Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di ruangan unit
perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan
volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume
tidal yang konsisten. Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan
paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan
pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini
dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga
dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan
pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.

2. Pressure Cycled Ventilator


Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik
tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini
bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga
pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan,
sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas lapang paru
(atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.

3. Time Cycled Ventilator


Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi atau waktu
inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi
(jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.

4. Berbasis aliran (Flow Cycle)


Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran yang sudah disetting
terlebih dahulu.

5. Mode Ventilator Mekanik


Mode control (pressure control, volume control, continuous mode). Pasien mendapat
bantuan pernafasan sepenuhnya, pada mode ini pasien dibuat tidak sadar (tersedasi) sehingga
pernafasan di kontrol sepenuhnya oleh ventilator. Tidal volume yang didapat pasien juga sesuai
yang di set pada ventilator. Pada mode control klasik, pasien sepenuhnya tidak mampu bernafas
dengan tekanan atau tidal volume lebih dari yang telah di set pada ventilator. Namun pada mode
control terbaru, ventilator juga bekerja dalam mode assist-control yang memungkinkan pasien
bernafas dengan tekanan atau volum tidal lebih dari yang telah di set pada ventilator.
Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV). Pada mode ini pasien menerima volume dan
frekuensi pernafasan sesuai dengan yang di set pada ventilator. Diantara pernafasan pemberian
ventilator tersebut pasien bebas bernafas. Misalkan respiratory rate (RR) di set 10, maka setiap 6
detik ventilator akan memberikan bantuan nafas, diantara 6 detik tersebut pasien bebas bernafas
tetapi tanpa bantuan ventilator. Kadang ventilator memberikan bantuan saat pasien sedang
bernafas mandiri, sehingga terjadi benturan antara kerja ventilator dan pernafasan mandiri
pasien. Hal ini tidak akan terjadi pada Mode Synchronous Intermitten Mandatory Ventilation
(SIMV) yang sama dengan mode IMV hanya saja ventilator tidak memberikan bantuan ketika
pasien sedang bernafas mandiri. Sehingga benturan terhindarkan. Mode Pressure Support atau
mode spontan. Ventilator tidak memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Inisiasi nafas sepenuhya
oleh pasien, ventilator hanya membantu pasien mencapai tekanan atau volume yang di set di
mesin dengan memberikan tekanan udara positif.

d) Macam-macam Ventilator.
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan
terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled
ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang
konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik
tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini
bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga
pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi atau waktu
inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi
(jumlah napas permenit)Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
3. Bagian – bagian Ventilator
 Udara Tekan(Air Compress) dan Oksigen Sebagai sumber gas dari ventilator, bisa
menggunakkan Tabung dan Kompressor   Medis ataupun Gas Medis pada Wall Outlet. Dengan
standart tekanan 2-10 bar.
2)   Humidifier (sebagai pelembab udara yang masuk ke pasien)
3)   Circuit Patient (Neonatus/Pediatric dan Adult).
4)   Test Slang (Bag untuk coba sebelum ke pasien).
5)   Nebulizer (Optional untuk pasien tertentu).

Sedangkan bagian yang terdapat dari unit yaitu:


 Water trap dan bakteri filter gas Supply.
 Bakteri Filter inhalation (Inspirasi dan Expirasi).
 Battery unit backup Power Supply.
 Audible Sound/Alarm indikator.
 Grafik display dengan monitor atau Pressure Graph.
 O2 cell dan Exhalasi Flow sensor.
 Exhalasi Valve Adapter (Inspirasi/Expirasi).
 Heater pada Exhalasi
 Standart Mode (Circuit cek,O2 dan Flow sensor calibrate,self test)

e) PESAWAT SERVO VENTILATOR


1. Pengenalan pesawat
Bernafas merupakan kebutuhan makhluk hidup khusunya manusia yang membutuhkan  terus
menerus atau secara continue. Dalam kehidupan, banyak sekali penyakit yang timbul karena
berbagai faktor. Contoh dari salah satu penyakit yang ada adalah penyakit asma,susah untuk
bernafas dll. Pesawat Ventilator dapat digunakan untuk membantu pasien yang mengalami
kesusahan dalam bernafas.
1. Fungsi pesawat
Pada prinsipnya Ventilator berfungsi untuk membantu pernapasan pasien dengan cara
memompakan udara ke paru- paru dan memonitor udara yang dihembusklan lagi. Keadaan
pasien yang mungkin dapat dibantu oleh pesawat Ventilator yaitu :
1. Pasien yang sama sekali tidak menunjukan usaha menarik nafas, dengan bantuan pesawat ini
nafas pasien dapat dikontrol sepenuhnya.
2. Pasien menarik nafas tapi lemah, pesawat ini dapat membantu misalnya dengan memberikan
tekanan udara tertentu pada pasien.
3. Pasien yang hanya kadang menarik nafas, pesawat ini dapat membantu memberikan tekanan
udara kalau jangka waktu tertentu pasien tidak menarik nafas, pesawat akan memberikan
tekanan udara dengan volume tertentu pada pasien.

Ada beberapa hal pokok yang berhubungan dengan pernafasan dan alat bantu pernafasan yaitu:
1. Inspirasi
Inspirasi merupakan gerak aktif otot yang paling banyak pengaruhnya adalah diaghfraghma. Hal
lain berpengaruh dalam proses inspirasi ini adalah elastisitas dinding paru- paru dan dinding
dada. Pada proses inspirasi, lengkungan diafraghma bergerak kebawah kearah perut dan menjadi
datar, sehingga pada paru- paru terjadi penurunan tekanan udara, yang mengakibatkan udara dari
luar paru- paru tertarik masuk kedalam paru- paru. Pada proses pernafasan biasa lengkungan
diafragma bergerak sekitar 1 cm, tapi pada tarikan nafas dalam gerakan tersebut bisa mencapai
10 cm. Otot lain pendukung proses inspirasi adalah otot- otot luar dada yang menghubungkan
tulang- tulang iga, yang akan menarik dinding dada keatas dan keluar.
2. Humidifier
Salah satu hal penting dalam proses pernafsan dan dalam alat bantu pernafasn adalah
kelembaban udara pernfasan. Kelembaban ini penting untuk menjaga agar organ- organ
pernafasan baik trachea, bronchus maupun alveolus tetap lembab dan tidak menjadi kering. Prose
pelembaban udara pernafasan menjafi lebih penting dengan dinaikannya kadar oksigen pada
udara inspirasiu. Selain dilembabkan uadara, pernafasan juga dihangatkan sampai mewndekari
temperatur tubuh, untuk mencegah terkejutnya paru- paru terlalu dingin atau terlalu panas.
Dalam pernafasan normal, proses pelembaban dan penghanagtan ini terjadi dirnghga hidung.
Tetapi jika seseoerang memakai alat bantu pernafasan maka rongga hidung dilompati dan udara
langsung ke trachea, sehingga pada alat untuk pernafasan perlu adanya humidifier dan
penghangat.
3. Prinsip kerja pesawat
Pesawat servo ventilator terdiri dari dua bagian, bagian atas adalah bagian pneumatik dan bagian
bawah adalah bagian elektronik. Bagian Pneumatik selain merupakan bagian lintasan udara,
yang juga berisi sensor tekanan udara, sensor aliran udara dan sensor kadar Oksigen.
Udara masuk kealat ini melalui sebuah mixer (pencampur) antara oksigen murni dengan udara
tekan. Tekanan udar masuk ke mixer diharapkan sekitar 4- 6 bar (400- 600 Kpa). Output dari
mixer ini juga dapat diatur kadar oksigeennya antara 21- 100%. Udara campuran masuk ke
ventilator, kemudian udara ini disaring dengan saringan bakteri agar tidak ada bakteri yang
amsuk ke pasien. Udara campuran ini juga melewati sensor oksigen untuk mengetahui kadar
oksigennya. Tekanan udara diatur lagi untuk mendapatkan tekanan udara yang dibutuhkan,
sesuai dengan keadaan pasien. Pengatur tekanan udra campur ini terdiri dari katup udara masuk,
pegas pengatur dan bellow. Untuk orang dewasa tekanan udara normal diatur sekitar 60 Kpa.
Dalam rangakaian ini juga terpasang katup pengaman yang terbuka jika, tekanan udara mencapai
hingga 120 Kpa, sehingga udara dengan tegangan tinggi akan dikeluarkan.

Aliran udar dimonitor oleh flow Tranduser yang sangat peka terhadap aliran udara. Sinyal listrik
flow Tranduser ini menjadi input blok pengatur inspirasi (blok 2), sinyal akan mengatur
membukannya katup inspirasi. Periode pembukaan dan lamanya katup terbuka diatur oleh sinyal
dari blok 1 level frekuensinya. Tergantung dari mode yang dipilih, aktup inspirasi akan terbuka
dengan lebar tertentu oleh sinyal adri Flow randuser maupun sinyal dari Tranduser tekanan yang
telah dibandingkan dengan settingan yang diproses oleh blok 2. Udara dengan kecepatan tertentu
atau dengan tekanan tertentu, hasil pengaturan katup inspirasi inilah yang akan dihembuskan ke
paru- paru pasien setelah mengalami proses pelembababn dan penghangatan. Pada cicle inspirsi
ini juga dilakukan monitoring misalanya tekanan udara pada rongga pernafasan dan kadar
oksigen. Kadar oksigen ini dimonitor oleh oksyhen cell dan merupakan reaksi kimia, dimana sel
oksigen akan mengalami tegangan yang besarnya sesuai dengan kadar oksigen yang lewat sel
oksigen tersebut. Sinyal- sinyal monitoring ini diproses dalam blok monitorin ( blok 4) dan akan
menampilkan pada display seven segmen. Selain itu blok 4 merupakan penghubung dengan
panel input atau output untuk sambungan dengan peralatan lain.
Ketika udara berada dalam paru- paru maka terjadi keadaa diam dimana katup inspirasi dan
ekspirasi tertutup. Dalam keadaan ini paru – paru mengembang dan terjapertukaran oksigen
dengan karbondioksida.
Langkah- Langkah pengopersian pesawat
1. Gunakan tekanan udara (0,2- 7 Kgf/cm2) dari sentral gas, kompresor tekanan rendah atau
gas tabung.
2. Hubungkan kabel supply teganagan ke soket tegangan dinding yang telah diberi ground,
tekan swtch ke posisi On ( indikator menyala)/
3.   Hubungkan pipa udara tekan dengan menggunakan coupling.
4. Tekanan yang ditunjukan manometer yaitu 60 cm H2O dengan cara mengatur preset
working p[ressure.
5.   Hubungkan pasien tube, Humidifier dan katup penutup pesawat.
6.   Pasang Humiudifier, hubungkan water Trap kebagian Ekspirasi.
7. Atur volume inspirasi.
8. Nilai respirasi yang diinginkan diatur pada tombol Breaath/ min.
9. Atur nilai yang diinginkan untuk pause time(%) dan inspirasi (%).
10. Pilih fungsi penapasan melalui syimbol sigh.
11. Hubungkan Ventilator ke opasien.
12. Atur tombol alrm
13. Tekanan udar yang diberikan diatur sekitar 340 cm H2O dan batas alrm tertinggi pada
posisi tengah trigger level.
Pemeliharaan Pesawat
1. Hubungan antara pesawat denghan sumber tegangan dan gas harus diputuskan.
2. Tutup bagian Pneumatik dibuka.
3. Penutup bellows dibuka, kemudian ujung gas inlet dibuka atau diangakat.
4. Secara vertcal.
5. Kotak logam dibuka kemudian steril filter warna biru dikeluarakan, ganti steril filtr yang
baru.
6. Kotak logam dipasang kembali dan masukan ketempat semula.
7. Konektor dilepaskan dari taranduser aliran
8. Tube Tranduser tekanan dilepas dari pipa dan stewril filter.
9. Steril filter dilepaskan dari tube Tranduser ganti dengan yang baru.
10. Bagian Pneumatik ditutup kembali.
B. KONSEP DASAR ASKEP 

I. Pengkajian teoritis lengkap


1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
2. Keluhan Utama
Klien sering mengeluh sesak napas
3. Riwayat Kesehatan
Klien merasa lemah, sesak napas
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat ARDS terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi obat berlebihan
5. Riwayat Kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang
dialami klien
6. Data Dasar Pengkajian
a) Aktivitas/istirahat
 Gejala: kekurangan energi/kelelahan, insomnia     
b) Sirkulasi
 Gejala:riwayat adanya bedah jantung/bypass jantung paru, fenomena embolik
(darah,udara,lemak)
 Tanda:
 TD: dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut jadi hipoksia); hipotensi
terjadi pada tahap lanjut (syok) ataudapat faktor pencetus seperti pada ekslampia
 Frekuensi jantung: takikardi biasanya ada
 Distrimia dapat terjadi, tetapi EKG sering normal
 Kulit dan membran mukosa: pucat, dingin, sianosis biasanya terjadi (tahap lanjut
c) Integritas ego
 Gejala: Ketakutan,ancaman perasaan takut
 Tanda: Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental
d) Makanan/cairan
 Gejala: Kehilangan selera makan , mual
 Tanda: Edema/perubahan berat badan, Hilang/berkurangnya bunyi usus
e) Neurosensori
 Gejala/tanda: Adanya trauma kepala, Mental lamban, disfungsi motor
f) Pernapasan
 Gejala: Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, Timbul tiba-
tiba/bertahap
 Tanda: Pernapasan:
 cepat, mendengkur, dangkal
 Peningkatan kerja napas: penggunaan otot aksesori pernapasan, contoh retraksi
interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi
tinggi
 Bunyi napas: pada awal normal. AKrekels, ronki, dan dapat terjadi bunyi napas
bronkial
 Perkusi darah: bunyi pekak diatas area konsolidas
 Ekspansi dada menurun atau tak sama
 Peningkatan premitus (getar fibrasi pada dinding dada dengan palpitasi)
 Sputum sedikit, berbusa.
 Pucat atau sianosis.
 Penurunan mental, bingung
g) Keamanan
 Gejala: Riwayat trauma ortopedik/fraktur, sepsis, tranfusi darah, episode anafilaktik.
h) Seksualitas
 Gejala:Kehamilan dengan adanya komplikasi eklamplisia
i) Penyuluhan/pembelajaran
 Gejala:Makan atau kelebihan dosis obat   

II. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1.   Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan:
 Kehilangan fungsi sillia jalan napas (hipoperfusi)
 Peningkatan jumlah/vikositas sekret paru
 Meningkatnya tahanan jalan napas (edema interstisial)
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan :
 Hambatan upaya nafas dan ventilator
3.  Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan:
 Akumulasi protein dan cairan dalam interstisial/area alveolar
 Hipoventilasi alveolar
 Kehilangan surfaktan menyebabkan kolaps alveolar
4. Resiko Injury berhubungan dengan :
 Imobilisasi
 Penekanan sensorik
 ketidaksadaran
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan :
 Kelemahan fisik
6. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan :
 Kongesti pulmmonal yang menimbulkan hipoksia
 Dyspneu
 Status nutrisi yang buruk selama sakit

2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan


No Dx. Tujuan Interverensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Mandiri: Mandiri :
nafas tidak intervensi keperawatan -    Catat -    Penggunaan otot-otot
efektif selama 3X24 jam perubahan dalam interostan/abdominal/ leher
berhubungan diharapkan Jalan nafas bernafas dan dapat meningkatkan usaha
dengan kembali normal dan efektif pola nafasnya dalam bernafas
hilangnya -    Pasien dapat -    Observasi dari
fungsi jalan mempertahankan jalan penurunan -    Pengembangan dada dapat
nafas, nafas dengan bunyi nafas pengembangan menjadi batas dari akumulasi
peningkatan yang jernih dada dan cairan dan adanya cairan
sekret -    Pasien bebas dari peningkatan dapat meningkatkan fremitus
pulmonal, dispneu fremitus
peningkatan -    Mengeluarkan sekret -    Catat -    Suara nafas terjadi karena
resistensi jalan tanpa kesulitan karateristik dari adanya aliran udara melewati
nafas -    Memperlihatkan tingkah suara nafas batabf trakheo branchial dan
laku mempertahankan jalan juga karena adanya cairan,
nafas mucus atau sumbatan lain
dari saluran nafas
-    Catat -    Karateristik batuk dapat
karateristik dari merubah ketergantungan
batuk pada penyebab dan etiologi
dari jalan nafas Adanya
sputum dapat dalam jumlah
yang banyak, tebal dan
purulent
-    Pertahankan
 posisi -    Pemeliharaan jalan nafas
tubuh/kepala dan bagian nafas dengan paten
gunakan jalan
nafas tambahan
bila perlu
-    Kaji
kemampuan -    Penimbunan sekret
batuk, latihan menggangu ventilasi dan
nafas dalam, predisposisi perkembangan
perubahan posisi atelektasi dan infeksi paru
dan lakukan
suction bila ada
indikasi
-    Peningkatan
oral intake jika
-    Peningkatan cairan per oral
memungkinkan
dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
-    Berikan O2
Kolaboratif
cairan IV :
-    Mengeluarkan sekret dan
tempatkan di
meningkatkan transport
kamar
oksigen
humidifier sesuai
indikasi
-    Berikan terapi
aerosol, -    Dapat berfungsi sebagai
ultrasonic bronchodilatasi dan
nebulasi mengeluarkan sekret
-    Berikan
fisioterapi dada -    Meningkatkan drainase
misalnya : sekret paru, peningkatan
postural efisien penggunaan otot-otot
drainase, perkusi pernafasan
dada/vibrasi jika
ada indikasi
-    Berikan
bronchodilator
misalnya; -    Diberikan untuk
aminofilin, mengurangi bronchospasme,
albuteal dan menurunkan viskositas sekret
mukolitik dan meningkatkan ventilasi
- keluarkan
secret dengan -untuk mengeluarkan secret
cara suction agar tidak terjadi sumbatan
2 Pola Nafas Setelah dilakukan Mandiri :
tidak efektif intervensi keperawatan -buka jalan nafas -memaksimalkan jumlah O2
berhubungan selama 3X24 jam gunakan teknik yang masuk untuk memenuhi
diharapkan chin lift atau jaw kebutuhan O2
dengan :
ketidakefektifan pola nafas thrust bila perlu
Hambatan dapat teratasi dengan - posisikan
upaya nafas -memaksimalkan jumlah O2
criteria hasil : pasien untuk yang masuk
dan ventilator Tanda tanda vital dalam memaksimalkan
rentang normal, ventilasi
Menunjukkan jalan nafas -keluarkan secret -membuka jalan nafas
yang paten, frekuensi dengan suction
pernafasan dalam rentang Kolaborasi -membantu pemenuhan
normal, mampu -pemasangan O2 oksigen
mengeluarkan sputum. atau pemasangan
ventilator

3 Gangguan Setelah dilakukan Mandiri: Mandiri:


pertukaran gas intervensi  keperawatan -    Kaji kasus -    Takipneu adalah
berhubungan selama3X24 diharapakan pernapasan, catat mekanisme kompensasi
klien  mengalami peningkatan untuk hipoksemia dan
dengan
penurunan penumpukan respirasi atau peningkatan usaha nafas
alveolar cairan di alveoli perubahan pola
hipoventilasi, -    Pasien dapat napas.
penumpukan meperlihatkan ventilasi dan -    Catat ada -    Suara nafas mungkin tidak
cairan di oksigenasi yang adekuat tidaknya suara sama atau tidak ditemukan.
permukaan dengan nilai AGD normal nafas dan adanya
alveoli, -    Bebas dari gejala distress bunyi nafas
pernapasan tambahan sperti
hilangnya
crakles, dan
surfaktan pada wheezing.
permukaan -    Selalu berarti bila
-    Kaji adanya
alveoli diberikan O2 sebelum
cyanosis
Cyanosis muncul. Tanda
yanosis dapat dinilai pada
mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik,
cyanosis perifer seperti pada
kuku dan ekstremitas adalah
vasokontriksi

-    Observasi -    Hipoksemia dapat


adanya menyebabakan iritabilitas
somnolen, dari miokardium.
confusion, apatis
dan
ketidakmampuan
beristirahat. -    Menyimpan tenaga pasien,
-    Berikan mengurangi penggunaan
istirahat yang oksigen.
cukup dan
nyaman.
- kaji analisa gas -     mengetahui kadar O2
darah dalam darah

Kolaboratif: Kolaboratif:
-    Review X-Ray -    Memperlihatkan kongesti
dada paru yang progresif.
-    Berikan obat- -    Untuk mencegah
obat jika ada keparahan pada penyakit
indikasi seperti
steroids,
antibiotic,
bronchodilator,
dan
ekspektorant.

4. Resiko Injury Setelah dilakukan Mandiri :


berhubungan intervensi  keperawatan -Sediakan -untuk meningkatkan tingkat
selama3X24 jam lingkungan yang kenyamanan
dengan : diharapakan klien tidak aman untuk
Imobilisasi mengalami resiko Injury pasien
Penekanan dengan criteria hasil :
sensorik Klien terbebas dari cedera -memasang side -agar pasien tidak jatuh
Klien mampu mengenali rail tempat tidur
ketidaksadara perubahan status kesehatan -menempatkan -menjaga kenyamanan klien
n tempat tidur
yang nyaman
dan bersih
-menganjurkan -untuk meminimalisir
keluarga untuk pergerakan klien agar tidak
menemani klien jatuh.
5 Defisit Setelah dilakukan Mandiri :
perawatan intervensi  keperawatan -Monitor Untuk dapat menentukan
selama3X24 jam kemampuan intervensi apa yang dapat
diri diharapakan klien tampak klien untuk diberikan
berhubungan bersih dengan criteria perawatan diri
dengan : hasil : klien dapat terbebas
Kelemahan dari bau -sediakan -membantu meningkatkan
Klien dapat menyatakan bantuan sampai derajat kehidupan klien
fisik kenyamanan terhadap klien mampu
kemampuan untuk secara utuh
melakukan ADL untuk melakukan
Dapat melakukan ADL self care
dengan bantuan
-ajarkan klien -agar klien dapat melakukan
/keluarga untuk aktifitas secara mandiri
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan jika
pasien tidak
mampu untuk
melakukan
6 Intoleransi Setelah dilakukan -observasi -untuk mengurangi terjadinya
Aktifitas intervensi  keperawatan adanya cedera
berhubungan selama3X24 jam pembatasan klien
dengan diharapakan klien dapat dalam
melakukan aktifitas dengan melakukan
-Kongesti
criteria hasil : aktifitas
pulmmona
l yang -self care -monitor nutrisi
menimbul dan sumber -meningkatkan status gizi
Berpartisipasi dalam energy yang klien
kan
aktifitas fisik tanpa disertai adekuat
hipoksia
peningkatan tekanan darah,
-Dyspneu nadi dan RR -bantu untuk
-Status nutrisi mendapatkan -membantu klien dalam
yang buruk alat bantuan melakukan aktifitas
selama sakit aktifitas seperti
kursi roda, krek
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

ARDS adalah Suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus dan/atau
membrane kapilerparu.ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru,
kardiovaskuler, atau tubuh secara luas.ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan
bentuk kegagalan nafas berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikeduabelah paru
biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997 ).
Adult Respirator Distress Syndrome  (ARDS ) merupakan keadaaan gagal napas
mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sulit
untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak
factor predisposisi seperti syok karena perdarahan, spesies, rudak paksa / trauma pada paru atau
bagian tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau
metadon.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah sekumpulan gejala dan tanda yang
terdiri dari empat komponenyaitu: gagal napas akut, perbandingan antara PaO2/FiO2<300
mmHg untuk ALI dan<200 mmHg untuk ARDS, terdapat gambaranin filtrat alveolar bilateral
yang sesuai dengan gambaran edema paru pada foto toraks dan tidak ada hipertensi atrium kiri
serta tekanan kapiler wedge paru<18 mmHg. Hal ini terjadi karena peningkatan permeabilitas
membrane alveolarkapile rterhadap air, larutan dan protein plasma disertai kerusakan alveolar
difus dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru. ARDS muncul
sebagai respons terhadap berbahai trauma dan penyakit yang mempengaruhi paru baik secara
langsung maupun tidak langsung. Penanganan yang holistic pada tahap awal penyakit sangat
penting. Prinsip-prinsip dasar penangan ARDS adalah pertama: pemberian oksigen, PEEP dan
ventilasi tekanan positif, kedua: atas infeksi, MODS dan penyebab dasarnya, ketiga: pengaturan
ventilasi mekanik yang hati-hati terutama volume tidal.
Diagnosan keperawatan yang muncul adalah :
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan
secret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di
permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3. Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.

3.2. Saran
Kepada perawat diharapkan dapat memberikan komunikasi  yang jelas kepada pasien
dalammempercepat penyembuhan. Berikan pula Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada
pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya resiko pada ards.
Kepada tenaga keperawatan untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan
ARDS.sesuai dengan kebutuhan klien.Kepada dosen pembimbing dapat memberian penjelasan
secarA merinci tentang askep pada pasien ARDS.
Dalam pembuatan makalah ini penyusun menyadari tentu banyak kekurangan dan
kejanggalan baik dalam penulisan maupun penjabaran materi serta penyusunan atau sistematik
penyusunan. Untuk itu,penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca semua. Dan penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2009.Buku Ajar Asuhan Keperawata Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan;SalembaMedika.
https://sehati11022012.blogspot.com/2013/10/makalah-sistem-respirari-ards-lengkap.html

Amin Z, Purwoto J. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I. BukuAjarIlmuPenyakitDalam. BalaiPenerbit FK UI; 2009. Hal: 4072-4079.

Mutaqqin, Arif, 203. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pernapasan. Salemba
Medika : Jakarta

Indonesian Journal ofCHESTCritical and Emergency Medicine Vol. 3, No. 2 Apr - Jun 2016

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/62792/5_644256781006012418.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai