Anda di halaman 1dari 9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Kecemasan
Cemas berasal dari bahasa latin anxius dalam bahasa jerman An Gst,
kemudian di ganti menjadi anxiety yang berarti kecemasan, merupakan suatu
efek negatif dan keterangsangan (Darmanto Jatman, 2000:37). Anxiestas/
kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi/ keadaan khawatir yang
mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, 2005:
163). Kecemasan menjadi abnormal bila tingkatnya tidak sesuai dengan
proporsi ancaman, atau bila sepertinya datang tanpa ada penyebabnya, yaitu
bila bukan merupakan respon terhadap perubahan lingkungan. Dalam
bentuknya yang ekstreem, kecemasan dapat menganggu fungsi kita sehari-hari.
Menurut (Cervone, 2012: 195), kecemasan adalah mengenali bahwa
suatu peristiwa yang dihadapi oleh seseorang berada di luar jangkauan
kenyamanan pada sistem konstruk seseorang. Menurut Craig (dalam Indayani
2006:12) kecemasan dapat di artikan sebagai suatu perasaan yang tidak tenang,
rasa khawatir, atau ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas/ tidak di
ketahui. Kecemasan/ anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang
berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan obyek
ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan itensitas wajar dapat
dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya
tinggi dan bersifat negatif dapat menimbulkan kerugian dan dapat menganggu
keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan (Gostiar, 2010:9).
Kecemasan menurut Grevt dan Jeverson (dalam Maisaroh, 2011:80)
adalah pengalaman manusiawi yang universal, suatu respon emosiional yang
tidak dapat menyenangkan dan penuh kekhawatian, suatu reaksi antisipatif
serta rasa takut yang tidak terarah karena sumber ancaman/ pikiran tentan
sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak terdefinisikan.Atkinson (dalam
Maisaroh, 2011:80) menyatakan kecemasan dapat timbul jika ego menghadapi

6
ancaman implus yang tidak dapat di kendalikan. Kecemasan tidak berdasar
selalu berdasar atas kenyataan, tetapi dapat juga hanya berdasar imajinasi
individu. Kecemasan yang tidak rasional ini biasanya disebabkan oleh
ketakutan individu akan ketidakmampuan diri sendiri.
Daradjat (dalam Maisaroh, 2011:81) membagi gejala kecemasan ini
menjadi dua, yaitu gejala fisik, dan gejala mental; sedangkan faktor yang
mempengaruhi kecemasan menurut Muchlas terdiri dari lima faktor yaitu
sosiokultural, kemajuan ilmu dan teknologi, pendidikan nilai moral serta nilai
agama. Kecemasan merupakan suatu keadaan aprehensi/ keadaan khawatir
yang mengeluhkan bahwa suatu yang akan terjadi, banyak yang dapat
menimbulkan kecemasan, misalnya ujian, kesehatan, relasi sosial, karier, relasi
internasional, dan kondisi lingkungan adalah beberapa hal yang menjadi
sumber kekhawatiran (Hidayat, 2008). Begitu pula menurut Akhmad Fauzi
bahwa kecemasan adalah rasa takut yang tak jelas sasarannya dan juga tidak
jelas dasarnya (fauzi, 2007).
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai
dengan perasaan ketakutan/ kekhawatiran yang mendalam dalam kelanjutan,
tidak mengalami gangguan dalam menilai Realitas Testing Ability/ RTA,
masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan
kepribadian/ spilitiing of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih
dalam batas-batas normal (Hawari, 2008). Menurut Chaplin kecemasan adalah
perasaan campuran yang berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-
masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut (Chaplin,
2000:33).Kecemasan merupakan suatu kata yang digunakan untuk
menggambarkan suatu efek negatif dan keterangsangan (Darmanto Jatman,
2000:37).
Berdasarkan pengertian kecemasan diatas dapat di simpulkan bahwa
kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang berefek pada kondisi
psikologis seperti takut, tegang, khawatir, gelisah, dan keadaan yang tidak
menyenangkan pada seorang individu.

7
2.1.2 Kecemasan Dalam Matematika
Matematika memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan
dan kemajuan ilmu pengetahuan/ IPTEK. Rendahnya prestasi matematika
siswa Indonesia dalam berbagai ajang perlombaan di dunia dapat menghambat
kemajuan bangsa. Rendahnya prestasi matematika di Indonesia dapat di lihat
dari sumber kompas. Com (11 April 2012). Peringkat Indonesia dari 127
negara, Indonesia menempati posisi 65 menjadi posisi 69. Berdasarkan data
dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden
Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO)
yang diluncurkan di New York,indeks pembangunan pendidikan atau
education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934.
Padahal Marpaung (2004) berpendapat bahwa sejarah menunjukkan
bahwa matematika dibutuhkan manusia. Melalui matematika manusia dapat
berhitung, bisa memahami ruang tempat manusia tinggal, bisa memahai harga
suatu barang ditoko. Melalui matematika manusia bisa mendengarkan radio,
melihat televisi, naik kereta api, pesawat terbang, mobil, berkomunikasi lewat
telepon atau handpone. Pelajaran matematika sering menimbulkan kecemasan
pada peserta didik dan berakibat pada hasil prestasi akademik belajar
matematika. Kecemasan yang dialami siswa pada mata pelajaran matematika
sering disebut sebagai kecemasan matematika (Mathematics Anxiety).
Kecemasan terhadap matematika tidak bisa dipandang sebagai hal biasa,
karena ketidak mampuan siswa dalam beradaptasi pada pelajaran menyebabkan
siswa kesulitan serta fobia terhadap matematika yang akhirnya menyebabkan
hasil belajar dan prestasi siswa dalam matematika rendah.
Kecemasan matematika dapat diperparah karena kondisi pembelajaran
dikelas yang kurang menyenangkan. Faktor yang muncul dapat berasal dari
desain pembelajaran yang monoton atau dari kurang cakapnya guru
matematika. Wahyudin (2010:21) menyatakan bahwa kecemasan matematika
seringkali tumbuh dalam diri para siswa di sekolah, sebagai akibat dari
pembelajaran oleh para guru yang juga merasa cemas tentang kemampuan

8
matematika mereka sendiri dalam area tertentu. Seperti yang dituliskan oleh
(Zakaria & Nordin, 2007:27) ada hubungan antara kecemasan matematika
dengan prestasi siswa dalam matematika. Prestasi dan hasil belajar matematika
siswa secara terperinci dijabarkan dalam beberapa penguasaan kemampuan
matematis sesuai dengan jenjang pendidikan. Dalam tujuan pendidikan
matematika yang dikutip dari KTSP (Depdiknas 2006) pada poin pertama yaitu
siswa memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan
tepat dalam menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa tahap awal
kemampuan yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan mengkoneksikan
konsep secara matematis yang pada akhirnya kemampuan koneksi matematis
ini menjadi prasyarat siswa dapat menguasai kemampuan-kemampuan lain
yang lebih tinggi. Penanaman ketrampilan siswa dalam kemampuan koneksi
matematis yang salah berpengaruh pada perjalanan intelektualnya menuju
kemampuan yang lebih tinggi. Permasalahan inilah yang mendorong penulis
untuk melakukan studi terkait pengaruh kecemasan matematika siswa terhadap
kemampuan koneksi matematis siswa.
Kanjan dan Gunendra Chandra (2013) mengungkapkan bahwa ilmu
matematika merupakan sumber dari perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang lainnya. Selaras dengan pernyataan tersebut, Anilah W., dkk
(2008:7.11) menyatakan bahwa matematika merupakan ratu ilmu dan pelayan
ilmu. Matematika di sebut sebagai pelayan ilmu karena dalam ilmu
pengetahuan lainnya, perkembangan dan penemuannya bergantung pada
matematika. Sementara itu, Confederation of British Industry (2006)
menyatakan bahwa ilmu dasar matematika merupakan suatu kebutuhan yang
harus di penuhi dalam kehidupan sehari-hari, terlebih lagi untuk mendapatkan
pekerjaan. Di dunia kerja, banyak informasi yang di sajikan dalam bentuk data
kuallitatif, tabel, grafik, diagram batang maupun diagram lingkungan. Dalam
suatu pekerjaan juga di perlukan penerjemah data, seperti mengubah data
persentase menjadi decimal, pecahan, ataupun sebalilknya. Maka kompetensi
matematika di butuhkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut.

9
Di balik pentingnya matematika sebagaimana pembahasan di atas,
terdapat suatu permasalahan matematika. permasalahan yang di maksud adalah
kecemasan matematika/ mathematic anxiety, yang di sebut juga dengan math
anxiety. Kecemasan matematika merupakan perasaan tertekan maupun rasa
gugup yang menganggu dalam memanipulasi angka dan melakukan pemecahan
permasalahan matematika luas, baik di dalam kehidupan sehari-hari maupun di
dalam proses pembelajaran (Ranjan dan Gunendra Chandra, 2013).
Menurut George Brown College (2014), kecemasan matematika
merupakan perasaan tertekan yang mempengaruhi kemampuan matematika,
sikap negatif terhadap matematika ataupun merasa kurang percaya diri
terhadap matematika.Kecemasan matematika berdampak buruk terhadap
pelaksanaan hasil dari pembelajaran matematika. Menurut hasil penelitian
Olaniyan dan Medirant F. Salman (2015), siswa terindikasi kecemasan
matematika akan berpendapat bahwa matematika itu sulit untuk di pelajari ,
siswa tidak menyukai matematika, menolak mengerjakan tugas matematika.
Bahkan sampai membolos pada saat jam pelajaran matematika. Hasil penelitian
Zakaria dan Narzah M. Noordin (2008) menunjukkan bahwa tingkat prestasi
dan motivasi kecemasan lebih rendah daripada siswa tidak terindikasi
kecemasan matematika. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecemasan
matematika dapat membuat kemampuan matematika peserta didik rendah.
Fehnema dan Sherman (dalam Zakaria, 2008) mendiefiniskan bahwa
kecemasan matematika adalah perasaan yang kuat melibatkan rasa takut dan
ketakutan ketika di hadapkan dengan menangani masalah
matematika.Sedangkan Ashcraft dan Faust (dalam Zakaria, 2008) menjelaskan
bahwa kecemasan matematika sebagai perasaan ketegangan, ketidak
berdayaan, disorganisasi mental dan ketakutan seseorang untuk memanipulasi
angka-angka bentuk dan pemecahan masalah matematika.Peneliti
menyimpulkan bahwa kecemasan matematika merupakan perasaan tertekan,
khawatir, gelisah, tidak suka maupun rasa takut seseorang terhadap segala
sesuatu yang berkaitan dengan matematika.

10
2.1.3 Tingkatan Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundenn (2000), tingkat kecemasan di bagi menjadi
beberapa tingkatan yaitu kecemasan ringan (rendah), kecemasan sedang, dan
kecemasan berat (tinggi).
2.1.3.1 Kecemasan Ringan (rendah)
Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Kemampuan melihat dan mendengar menjadi meningkat
serta Menurut Stuart dan Sundenn (2000), tingkat kecemasan di bagi menjadi
beberapa tingkatan yaitu kecemasan ringan (rendah), kecemasan sedang, dan
kecemasan berat (tinggi).cemas dan ringan dapat memotivasi belajar akan
menghasilkan kreatifitas.
2.1.3.2 Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan
padahal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah.
2.1.3.3 Kecemasan Berat (Tinggi)
Kecemasan berat, sangat membatasi lahan seperti persepsi seseorang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu terinci, spesifik, dan tidak dapat
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku di tujukan untuk banyak pengarahan
sehingga memusatkan pada suatu obyek lain.
Menurut pendapat Cameroon menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi
dalam berbagai intensitas, yaitu:
a. Chronic Anxiety Reaction
Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang rendah, individu tidak
mengetahui dari mana atau penyebabnya kecemasannya. Hal ini langsung
secara terus menerus atau pada suatu jangka waktu yang cukup lama.

11
b. Anxiety Reaction
Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang akut dan disertai oleh
perbedaan pada alat-alat tubuh seperti adanya gangguan pada alat pernafasan,
cardio vascular dan gastronical.
c. Panic Reaction
Kecemasan ini terjadi dalam intensitas yang merupakan keadaan
serangan kecemasan yang maksimal, ketegangan yang dirasakan individu
begitu kuatnya sehingga dapat bertindak agresif, maka kadang-kadang ada
keinginan untuk bunuh diri, kesadaran akan dirinya begitu menurun sehingga
tidak memperhatikan lagi kepentingan dirinya sendiri.Reaksi panik dapat pula
menyerupai manifestasi psikotik di mana ego mengalami disintegrasi yang di
sertai delusi dan halusinasi (Trismati, 2005).
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian relevan yang sesuai dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang tingkat kecemasan peserta didik
terhadap pembelajaran matematika. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kuantitatif deskriptif, dengan menyebar angket ke kelas X
dan XII dengan program bidang keahlian di SMK Negeri I Pujon Kabupaten
Malang. Tujuan peneliti melakukan penelitian dalam menyebarkan angket
adalah agar dapat mengetahui tingkat kecemasan peserta didik terhadap
pembelajaran matematika. Serta diketahui tingkatan kecemasan peserta didik
dalam angket (kuesioner) ada 5 tahap yaitu tingkat tidak ada rasa cemas,
tingkat rasa cemas sedikit (ringan), tingkat rasa cemas sedang, tingkat rasa
cemas berat dan ada tingkat rasa cemas berat sekali. Penelitian tersebut di
harapkan tingkat kecemasan peserta didik terhadap pembelajaran matematika
di SMK Negeri I Pujon Kabupaten Malang dapat berkurang. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan peserta didik terhadap
pembelajaran matematika adalah tidak ada rasa kecemasan terhadap
pembelajaran matematika.

12
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan/kaitan antara
konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah masalayang ingin di
teliti. Kerangka ini gunanya untuk menghubungkan/ menjelaskan panjang lebar
tentang topik yang akan di bahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep/ ilmu
teori yang di pakai sebagai landasan penelitian yang di dapat di bab tinjauan
pustaka/ boleh di katakan oleh penulis merupakan ringkasan dari tinjauan
pustaka yang di hubungkan dengan garis sesuai variabel yang di teliti.
Beberapa definisi tentang kerangka konseptual menurut para ahli.
Menurut Masri Singarimbun & Sofian Effendi (Metode Penelitian
survey, Jakarta: LP3ES), kerangka konseptual adalah di perlukan dalam setiap
penelitian untuk memberikan landasan teori bagi teoritis bagi penulis dalam
menyelesaikan masalah di dalam proses penelitian. Kerangka konsep
merupakan gambaran dan arahan asumsi mengenai variabel-variabel yang akan
di teliti (Hidayat, 2010). Lazimnya kerangka konsep di buat dalam bentuk
diagram yang menunjukkan jenis serta hubungan antar variabel yang di teliti
dan variabel yang lainnya terikat (Sastroasmoro, 210:46).
Pada setiap penelitian pasti diperlukan adanya kerangka berpikir sebagai
pijakan atau sebagai pedoman dalam menentukan arah dari penelitian, hal ini
diperlukan agar penelitian tetap terfokus pada kajian yang akan diteliti. Alur
kerangka berpikir pada penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: Peneliti
meninjau lokasi sekolah yang akan di teliti. Peneliti membuat konsep angket
yang sesuai dengan tema. Dengan waktu dan tempat penelitian yang sudah di
tentukan, maka peneliti memperbolehkan menyebarkan angket ke peserta didik
dengan kelas yang di kehendaki. Menerima hasil data dari angket yang telah di
sebarkan, maka tingkat kecemasan dapat di ketahui. Kerangka berpikir dalam
penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

13
Alur Analisis Penelitian
SMK Negeri I Pujon Kabupaten
Malang

Subyek Penelitian
(Meninjau Sekolah)

Peneliti
Membuat Angket

Peneliti
Sebar Angket

 MM  MM
 PKT  PKT
 AKT  AKT
X XII
 TPHP  TPHP
 TSM  TSM
 APT  APT

HASIL ANGKET

14

Anda mungkin juga menyukai