Anda di halaman 1dari 17

Metabolism bilirubin

Prof. Dr.Suhartati, dr., MS


Bagian Ilmu Biokimia
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabya

1. Heme
Heme adalah penyusun hemoglobin, mioglobin, dan sitokrom

1.1 Sintesis Heme


Sintesis heme sebagian besar di sel tubuh. Hati adalah sumber nonerythrocyte utama
dari sintesisnya. Heme adalah porfirin, senyawa siklik yang mengandung empat
cincin pirol yang dihubungkan bersama oleh jembatan metenil. Ini disintesis dari
glisin dan suksinil koenzim A, yang berkondensasi menjadi 5-aminolevulinat (5-
ALA). Reaksi ini dikatalis oleh sintase 5-ALA, yang terletak di mitokondria,
selanjutnya 2 molekul 5ALA masuk kedalam sitoplasma. Di dalam sitoplasma Dua
molekul 5-ALA membentuk molekul porfobilinogen (PBG) yang mengandung
cincin pirol. Kemudian, empat molekul PBG bergabung membentuk senyawa
tetrapirol linier, yang bersiklus menghasilkan uroporphyrinogen III dan kemudian
coproporphyrinogen III. Tahap akhir jalur terjadi lagi di mitokondria di mana
serangkaian dekarboksilasi dan oksidasi rantai samping pada uroporfirinogen III
menghasilkan protoporfirin IX. Pada tahap akhir, besi (Fe2+) ditambahkan oleh
ferrochelatase ke protoporphyrin IX untuk membentuk heme. Heme mengontrol laju
sintesisnya dengan penghambatan umpan balik sintase 5-ALA (Gbr. 1).
Gambar 1. Jalur sintesis heme.
Sebagian jalur terletak di mitokondria dan sebagian lagi di sitosol. ALA, 5-aminolevulinate;
PBG, porfobilinogen.

1.2 Porfiria ( porphyrias)


Cacat pada jalur sintetik heme menyebabkan kelainan langka yang dikenal sebagai porfiria
(porphyrias). Porfiria berbeda-beda disebabkan oleh kekurangan enzim yang berbeda pada
jalur biosintetik, dimulai dari sintase 5-ALA dan diakhiri dengan ferrochelatase. Porphyrias
diklasifikasikan sebagai hepatik atau eritropoietik, tergantung pada organ utama yang
terkena.

Tiga porfiria dikenal sebagai Porfiria akut dan dapat menjadi penyebab rawat inap darurat
dengan nyeri perut (yang perlu dibedakan dari berbagai penyebab pembedahan), juga
menyebabkan gejala neuropsikiatri.
1. Acute intermittent porphyria (AIC) disebabkan oleh kekurangan
hydroxymethylbilane synthase, enzim yang mengubah PBG menjadi tetrapyrrole;
pada gangguan ini konsentrasi 5-ALA dan PBG meningkat dalam plasma dan urin.
2. Coproporphyria herediter disebabkan oleh kerusakan pada konversi
coproporphyrinogen III menjadi protoporphyrinogen III (coprooxidase).
3. Porfiria beraneka ragam, yang manifestasi klinisnya sangat mirip dengan AIC.
Porfiria lain, seperti porfiria kutanea tarda, muncul secara klinis sebagai sensitivitas kulit
terhadap cahaya (fotosensitifitas) yang dapat menyebabkan kerusakan dan jaringan parut.
Juga, jalur tersebut dihambat oleh timbal pada tahap sintase porphobilinogen.

2. Metabolisme Bilirubin
2.1 Bilirubin
Bilirubin adalah produk katabolik heme. Sekitar 75% dari semua bilirubin berasal dari
pemecahan hemoglobin dari sel darah merah tua, yang difagositosis oleh sel mononuklear
dari limpa, sumsum tulang, dan hati (sel retikulo-endotel). Pada orang dewasa normal, beban
harian bilirubin adalah 250–350mg (kerusakan setiap jamnya dan menghasilkan sekitar 6
gram hemoglobin).

Pada proses katabolisme hemoglobin menghasilkan globin dan heme. Globin didegradasi
menjadi asam amino, yang akan digunakan kembali, dan Fe dari heme akan disimpan dan
digunakan kembali. Porfirin merupakan bagian dari heme, di degradasi terutama di dalam sel
retikuloendotelial hepar, limpa dan sumsum tulang.

2.2 Degradasi heme (Gbr. 2)


1. Struktur cincin heme secara oksidatif dibelah menjadi biliverdin oleh heme
oxygenase, sebuah sitokrom P-450.
2. Biliverdin, secara enzimatis direduksi menjadi bilirubin. Konsentrasi plasma normal
bilirubin kurang dari 21µmol / L (1.2mg / dL). Konsentrasi yang meningkat (lebih
dari 50µmol / L atau 3mg / dL) dapat langsung dikenali secara klinis, karena pada
konsentrasi ini atau lebih bilirubin memberikan warna kuning pada kulit dan
konjungtiva yang secara klinis dikenal sebagai ikterus, atau jaundice. Abnormalitas
dalam metabolisme bilirubin adalah petunjuk klinis yang penting untuk mengetahui
adanya penyakit hati.
Microsomal Hemeoxygenase syst.

Gambar 2. Degradasi heme menjadi bilirubin.

2.3 Bilirubin dimetabolisme oleh hepatosit dan diekskresikan dalam empedu


Katabolisme heme terjadi dalam fraksi microsomal sel dengan bantuan enzyme heme
oksigenase. Dengan penambahan NADPH dan oksigen, ion Fe dilepaskan, dan dihasilkan
karbon monoksida dan biliverdin dari pemecahan cincin tetrapirol.

Dengan bantuan enzyme bilirubin reductase, biliverdin direduksi menjadi bentukan bilirubin
bebas. Dari metabolism 1 gram hemoglobin akan dihasilkan 35mg bilirubin bebas atau
bilirubin indirek. Pada orang dewasa, bilirubin bebas diproduksi sekitar 250-350mg/hari dan
terutama bersumber dari katabolisme hemoglobin dan sebagian kecil dari hemoprotein lain.

Pada fase selanjutnya, bilirubin bebas akan ditransport masuk ke sel hepar dengan bantuan
albumin plasma sebagai transporter. Di hepar terjadi 3 proses metabolism bilirubin :
1. Uptake atau penyerapan bilirubin bebas oleh sel hepatosit
2. Konjugasi bilirubin bebas dengan bantuan enzym glukuronat di dalam
retikuloendoplasmik
3. Bilirubin bebas akan berubah menjadi bilirubin terikat atau direk dan akan disekresi
dan disimpan dalam kandung empedu dan akan digunakan untuk metabolisme lemak.

Setiap molekul albumin plasma memiliki satu lokasi dengan afinitas tinggi dan satu lokasi
dengan afinitas rendah untuk bilirubin. Dalam kondisi fisiologis, didalam 100ml plasma
mengandung 25mg bilirubin yang seharusnya berikatan dengan albumin. Pada keadaan
jumlah bilirubin yang sangat berlebihan, ikatan dengan albumin terpaksa terjadi pada lokasi
dengan afinitas rendah sehingga mudah terlepas dan masuk ke jaringan yang banyak
mengandung lemak. Kompetitor terbesar ikatan dengan albumin adalah antibiotika dan obat-
obatan tertentu, jadi pemberian obat-obatan seharusnya juga dipertimbangkan karena akan
menggeser ikatan bilirubin dengan albumin dan menyebabkan peningkatan kadar bilirubin
bebas dalam plasma dengan segala akibatnya.

Dalam hepar, bilirubin bebas akan terlepas dari albumin dan masuk ke sel hepatosit melalui
system transport yang berkapasitas cukup besar. Di dalam hepatosit, bilirubin akan diikat
oleh protein sitosolik ligadin dan protein Y untuk menjaga kelarutan bilirubin sebelum proses
konjugasi dan mencegah refluks bilirubin ke aliran darah sistemik. Proses konjugasi bilirubin
terjadi dengan bantuan enzim glukoroniltransferase didalam reticulum endoplasmic dengan
menggunakan UDP-asam glukoronik sebagai donor glukoronisil

Gambar 3. Proses pembentukan bilirubin diglukonid

Sintesis bilirubin dikloronat memerlukan 2 enzim yaitu UDP-glucuronosyltransferase, I dan


II. Aktivitas enzim UDP-glucuronosyltransferase dapat diinduksi oleh obat-obatan misalnya
phenobarbital. Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan menjadi bilirubin terikat yang larut
dalam air.
Proses selanjutnya adalah sekresi bilirubin terkonyugasi kedalam kandung empedu melalui
ductus koledokus dalam bentuk bilirubin diglukonid. Sekresi bilirubin diglukonid melalui
mekanisme system transport aktif yang terbatas. Transport diklokonid dari intrahepatic ke
kandung empedu juga dapat diinduksi oleh obat-obatan yang sama yang menginduksi
konjugasi bilirubin. Jadi konjugasi dan system eksresi bilirubin berjalan sebagai unit
fungsional yang terkoordinasi.
Proses selanjutnya adalah sekresi bilirubin diglukonid ke ileum dan diekskresikan melalui
feses dalam bentuk stercobilinogen dan membuat feses berwarna kuning kecoklatan dan
sebagian diubah menjadi urobilinogen dan keluar melalui urine yang membuat urine menjadi
sedikit kekuningan.
Proses metabolism bilirubin dalam intestine dan colon (Gbr 4.). Ileum terminale dan usus
besar, bilirubin diglukoronid tidak langsung dapat diresorbsi tetapi harus dikonversi kembali
menjadi bilirubin bebas dengan melepas unsur glukoronid dari bilirubin terikat dengan
menggunakan melalui enzym bacterial spesifik, β-glucuronidase. Resorbsi Kembali bilirubin
bebas dari saluran cerna dan Kembali ke hepar dikenal dengan sirkulasi entero-hepatik untuk
dikonjugasi kembali sesuai proses diatas.

Gambar 4. Proses metabolism bilirubin dalam intestine dan colon


Gambar 5 Metabolisme bilirubin normal

3.Penyakit Kuning (Jaundice)


Penyakit kuning dapat terjadi sebelum, sesudah, atau intrahepatic. Penyakit kuning
(hiperbilirubin) secara klinis jelas ketika konsentrasi bilirubin plasma melebihi 2 mg / dL).
Hyperbilirubinemia adalah kondisi dimana kecepatan produksi bilirubin melebihi kecepatan
eliminasi bilirubin dengan hasil akhir berupa peningkatan bilirubin total serum yang terukur
secara laboratoris. Jadi jika ditemukan klinis pewarnaan kuning pada kulit dan sklera mata
tetapi belum ada hasil laboratorium total bilirubin serum diagnosis adalah icterus atau
jaundice.
Pada orang dewasa normal, <1mg total kadar bilirubin serum berkisar /dL. Warna
kekuningan pada kulit atau jaundice atau ikterus mulai tampak jika kadar bilirubin serum
>2mg/dL, sedangkan pada bayi baru lahir jaundice mulai tampak jika kadar total bilirubin
serum >7mg/dL.
Gejala ikterus ditemukan pada 25-50% bayi lahir cukup bulan dan prosentasenya semakin
meningkat pada bayi prematur. Pada bayi baru lahir cukup bulan, 6,1% mempunya kadar
bilirubin maksimal >12,9mg/dL dan 3% bayi aterm yang normal bahkan bisa memiliki kadar
bilirubin maksimal >15mg/dL. Pemeriksaan fisik dengan menilai luasan warna kuning
dengan menggunakan skala KRAMER saja tidak bisa menggambarkan secara akurat kadar
bilirubin dalam serum.

Penyebab Hyperbilirubinemia :
1. Produksi bilirubin lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan hepar untuk
mengkonjugasi dan mengekskresikan bilirubin ke kandung empedu dan ke intestine
(pre hepatic)
2. Kelainan atau penyakit hepar yang menyebabkan gangguan fungsi hepar untuk
mengkonjugasikan bilirubin bebas dan mengekskresikan bilirubin yang sebenarnya
masih dalam jumlah normal (Intra hepatic)
3. Obstruksi ductus choledokus yang menyebabkan bilirubin yang sudah terkonjugasi
(bilirubin terikat) tidak dapat dialirkan ke kandung empedu dan terjadi refluks
bilirubin Kembali ke hepar dan masuk ke sirkulasi darah sistemik (ekstra hepatic)

Pada situasi demikian terjadi akumulasi bilirubin dalam darah dan jika mencapai sekitar 2-2.5
mg/dL, bilirubin akan berdifusi ke jaringan dan menimbulkan pewarnaan kuning yang
dikenal dengan jaundice atau icterus.
Terdapat 2 jenis bilirubin yang ada di plasma yakni bilirubin bebas atau bilirubin yang belum
terkonjugasi dan bilirubin terikat atau bilirubin yang sudah terkonjugasi. Perbedaan mendasar
dari ke 2 bilirubin tersebut adalah perbedaan kelarutannya. Bilirubin bebas memiliki afinitas
yang tinggi dalam lingkungan yang kaya lemak (hidrofobik), sedangkan bilirubin terikat
memiliki sifat hidrofilik yang menyebabkan bilirubin ini larut dalam air sehingga dapat
dibuang melalui urine dan feses.

a) Hyperbilirubinemia retensi akibat produksi bilirubin yang berlebihan : bilirubin tidak


terkonjugasi
b) Hyperbilirubinemia regurgitas karena refluks bilirubin kedalam sirkulasi darah karena
obstruksi bilier : bilirubin terkonjugasi

Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat memiliki afinitas kelarutan yang tinggi kedalam
jaringan yang banyak mengandung lemak sehingga dapat menembus sawar darah otak dan
berdifusi ke jaringan saraf pusat yang menyebabkan bilirubin ensefalopati yang bersifat
permanen

KLASIFIKASI HYPERBILIRUBINEMIA
I. Hyperbilirubinemia tidak terkonjugasi (bilirubin bebas):
Ikterus fisiologis
Hampir setiap bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang tanpa faktor risiko hemolisis
lainnya akan mengalami peningkatan kadar bilirubin bebas dalam serum selama minggu
pertama setelah lahir, tersering pada hari ke 2-3 dan mengalami penurunan secara spontan
dengan bertambahnya usia bayi. Tetapi hal ini juga patut diwaspadai karena tergantung pada
derajat prematuritasnya, semakin prematur tentunya semakin diwaspadai karena imaturitas
fungsi hepar dan fungsi organ lainnya yang terlibat dalam metabolisme bilirubin. Ikterus
yang timbul dalam 24 jam pertama setelah kelahiran digolongkan ke ikterus patologis dan
harus ditelaah penyebabnya.

Kriteria eksklusi:
Kadar bilirubin bebas > 12,9 mg/dL pada bayi cukup bulan
Kadar bilirubin bebas > 15 mg/dL pada bayi prematur
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin > 5 mg/dL/hari
Ikterus yang tampak pada usia 24 jam
Kadar bilirubin terikat > 2 mg/dL
Secara klinis tampak ikterik menetap sampai > 1 minggu pada bayi cukup bulan, atau
>2minggu pada bayi prematur

Bayi cukup bulan : Kadar bilirubin bebas dalam serum meningkat secara progresif mencapai
puncak 10mg/dL pada hari ke 3-4 pada bayi asia.
Bayi premature : Fungsi hepar masih belum matur dan karenanya icterus sering dijumpai dan
timbul lebih dini. Konsentrasi puncak 10-12mg/dL pada hari ke 5

A. Anemia hemolitik :
a. Anemia hemolitik bawaan : Defek SDM misalnya : hereditary spherocytosis, infantile
pyknocytosis, pyruvate kinase deficiency, G6PD deficiency, thalassemia, vitamin K-
induced hemolysis
b. Anemia hemolitik dapatan misalnya: inkompatibilitas ABO, Rh incompatibility,
sepsis

B. Polycythemia : jumlah SDM yang berlebihan jika mengalami lisis akan menyebabkan
peningkatan kadar bilirubin bebas yang berlebihan juga dan tidak sesuai dengan kapasitas
hepar untuk melakukan konjugasi

C. Ekstravasasi darah : Pengumpulan darah dalam ruang tubuh dapat menyebabkan


peningkatan bilirubin bebas karena peningkatan degradasi SDM, misalnya : cefalohematoma,
perdarahan intracranial, perdarahan paru, perdarahan hepar dan hemangioma

D. Defek proses konjugasi :


a. Defisiensi glukoroniltransferasi kongenital misalnya : crigler-najjar syndrom, gilbert
syndrom
b. Inhibisi glukoronil transferase : misalnya : obat-obatan (novobiocin), lucey-driscoll
syndrom

E. Icterus karena ASI : Etiologi pasti masih belum jelas. Sebagian besar etiologi yang
dipikirkan adalah factor yang berada didalam ASI, hipotesis lain adalah mutasi genetik pada
neonatus tertentu. Faktor yang berada di dalam ASI yang dicurigai adalah pregnane-3a,20-
diol karena dapat menginhibisi konjugasi bilirubin yang selanjutnya menghambat ekskresi
bilirubin. Factor lain di dalam ASi adalah glukoronidase yang dapat menghambat konjugasi
bilirubin dalam brush-border intestine dan menyebabkan peningkatan reabsorbsi serum
dibanding dengan ekskresi bilirubin

F. Kelainan metabolic : Misalnya : Galactosemia, hypothyroidism, maternal diabetes

G. Peningkatan sirkulasi enterohepatic bilirubin bebas akibat dari fibrosis, obstruksi


gastrointestinal, ileus.

H. Darah yang tertelan pada saat persalinan dan penurunan intake kalori juga merupakan
factor yang memberi kontribusi.
I. Bahan atau kondisi yang mempengaruhi ikatan bilirubin pada albumin : misalnya :
chloral hydrate, penicillin, gentamycin, asam lemak dalam produk makanan, , asphyxia,
acidosis, sepsis, hypothermia, hyperosmolality, hypoglycemia

II. Hyperbilirubinemia terkonjugasi

A. Obstruksi saluran empedu : Obstruksi ductus hepatikus dan choledokus akibat batu
empedu atau keganasan pancreas menyebabkan bilirubin terikat tidak bisa di ekskresi
dan terjadi refluks kembali ke hepar dan limfatik

B. Dubin-Johnson Syndrome : Kelainan bawaan yang bersifat autosomal resesif, jinak


pada usia anak atau dewasa. Terjadi hyperbilirubinemia akibat defek pada sekresi
hepatik bilirubin terikat masuk ke empedu. Disebabkan oleh mutasi gen

C. Rotor Syndrome : Jarang ditemukan, relative jinak dengan karakteristik


hyperbilirubinemia terikat kronik dan pemeriksaan histologi hepar dalam batas
normal.

Gambar 6. Metabolisme bilirubin


Bilirubin encephalopathy akut ditemukan pada bayi dengan kadar bilirubin bebas yang
sangat tinggi akibat pemecahan SDM yang hebat (> 20 mg/dL) dan ditemukan deposit
bilirubin pada jaringan otak (kern icterus).

Tabel 1.

3.1 Prahepatik: peningkatan produksi atau gangguan pengambilan bilirubin oleh hati
(Gbr. 4 ).
Gambar 7. Prehepatic (hemolytic) jaundice.
Pada Prehapatik jaundice didapatkan peningkatan konsentrasi bilirubin total plasma karena
kelebihan fraksi tak terkonjugasi ( Tabel 1.)
Hiperbilirubinemia prepatik, hasil dari kelebihan produksi bilirubin yang disebabkan oleh
hemolisis, atau kelainan genetik pada pengambilan bilirubin tak terkonjugasi di hati
Hemolisis biasanya disebabkan oleh penyakit kekebalan, adanya sel darah merah yang
abnormal secara struktural, atau kerusakan darah yang diekstravasasi. Hasil hemolisis
intravaskular dalam pelepasan hemoglobin ke dalam plasma, di mana ia dioksidasi menjadi
methemoglobin atau dikomplekskan dengan haptoglobin. Lebih umum, sel darah merah
mengalami hemolisis secara ekstravaskuler, di dalam fagosit, dan hemoglobin diubah
menjadi bilirubin, yang tidak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi dan terkonjugasi dapat
dibedakan di laboratorium sebagai bilirubin tidak langsung dan langsung.
3.2 Intrahepatik: gangguan metabolisme hati atau sekresi bilirubin (Gambar 5).

Gambar 8. Intrahepatic jaundice.


Bilirubin dalam plasma meningkat karena peningkatan fraksi terkonjugasi. Peningkatan
aktivitas enzim serum menandakan kerusakan hepatosit (lihat juga Tabel .2).
Ikterus intrahepatik mencerminkan disfungsi hepatosit umum
Pada kondisi ini, hiperbilirubinemia biasanya disertai kelainan lain pada penanda biokimiawi
fungsi hepatoseluler.
Ikterus hepatik (ikterus hepatoseluler) disebabkan oleh kerusakan fungsi hati, terjadi
kematian dan nekrosis sel hati, mengakibatkan gangguan transpor bilirubin melintasi
hepatosit. Transpor bilirubin melintasi hepatosit dapat terganggu antara pengambilan
bilirubin tak terkonjugasi oleh hepatosit dan pengeluaran bilirubin terkonjugasi dari hepatosit
ke dalam kandung empedu. Selain itu, terjadi edema seluler karena peradangan menyebabkan
obstruksi mekanis saluran bilier intrahepatik. Gangguan pada ketiga langkah utama
metabolisme yaitu bilirubin - ambilan, konjugasi, dan ekskresi - biasanya terjadi pada ikterus
hepatoseluler. Dengan demikian, peningkatan abnormal pada bilirubin tak terkonjugasi dan
terkonjugasi akan terjadi. Ekskresi biasanya sangat terganggu, hiperbilirubinemia
terkonjugasi mendominasi.
Bilirubin tak terkonjugasi masih memasuki sel hati dan menjadi terkonjugasi dengan cara
biasa. Bilirubin terkonjugasi ini kemudian dikembalikan ke darah, mungkin dengan pecahnya
kanalikuli empedu yang tersumbat dan pengosongan langsung empedu ke dalam limfe yang
meninggalkan hati. Jadi, sebagian besar bilirubin dalam plasma menjadi tipe terkonjugasi
daripada tipe tidak terkonjugasi, dan bilirubin terkonjugasi ini, yang tidak masuk ke usus
untuk menjadi urobilinogen, memberikan warna gelap pada urin.

Pada neonatus, ikterus transien sering terjadi, terutama pada bayi prematur, dan disebabkan
oleh ketidakmatangan enzim yang terlibat dalam konjugasi bilirubin. Bilirubin tak
terkonjugasi beracun bagi otak yang belum matang dan menyebabkan kondisi yang dikenal
sebagai kernikterus. Jika konsentrasi bilirubin plasma dinilai terlalu tinggi, fototerapi
dengan cahaya biru-putih, yang mengisomerisasi bilirubin menjadi pigmen yang lebih larut
yang mungkin dikeluarkan dengan empedu, atau melakukan transfusi darah untuk
menghilangkan kelebihan bilirubin, diperlukan untuk menghindari kernikterus.
3.3 Posthepatik: obstruksi ekskresi bilier.

Gambar 9. Posthepatik (hemolytic) jaundice


Ikterus posthepatic.
Ikterus posthepatik (ikterus obstruktif) disebabkan oleh penyumbatan ekskresi empedu
dari saluran empedu → peningkatan bilirubin terkonjugasi dan garam empedu. Pada
obstruksi total saluran empedu, bilirubin terkonjugasi tidak dapat melewati saluran usus
→ tidak ada konversi bilirubin lebih lanjut menjadi urobilinogen → tidak ada sterkobilin
atau urobilin. Sebaliknya, kelebihan bilirubin terkonjugasi disaring ke dalam urin tanpa
urobilinogen pada ikterus obstruktif. Bilirubin terkonjugasi dalam urin (bilirubinuria)
memberikan urin warna coklat gelap yang abnormal. Dengan demikian, adanya feses
pucat (stercobilin tidak ada pada feses) dan urin berwarna gelap (bilirubin terkonjugasi
ada dalam urin) menunjukkan penyebab obstruktif ikterus. Karena tanda-tanda terkait ini
juga positif pada banyak kondisi ikterus hepatik, tanda-tanda tersebut tidak dapat menjadi
gambaran klinis yang dapat diandalkan untuk membedakan penyebab ikterus antara
obstruksi dan ikterus hepatoseluler

Bilirubin plasma meningkat karena peningkatan fraksi terkonjugasi. Obstruksi saluran


empedu tidak memungkinkan aliran empedu ke usus. Kotoran biasanya berwarna pucat
Ikterus posthepatik disebabkan oleh obstruksi pohon bilier
Dalam kondisi ini bilirubin plasma terkonjugasi dan metabolit empedu lainnya, seperti
asam empedu, terakumulasi dalam plasma. Gambaran klinisnya adalah feses berwarna
pucat, yang disebabkan oleh tidak adanya bilirubin dan urobilin tinja, dan urin berwarna
gelap akibat adanya bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air. Dalam obstruksi lengkap,
urobilinogen dan urobilin tidak ada dalam urin, karena tidak ada konversi usus bilirubin
menjadi urobilinogen / urobilin, dan karenanya tidak ada ekskresi ginjal dari urobilinogen
/ urobilin yang diserap kembali.
Diagnosis
Pasien yang mengalami ikterus memiliki berbagai pola kelainan hati yang dapat
diprediksi. Pemeriksaan penunjang hati yang khas adalah kadar enzim non fungsional
dalam darah dari hati, seperti aminotransferase (ALT, AST), dan alkaline phosphatase
(ALP); bilirubin (yang menyebabkan penyakit kuning); dan kadar protein, khususnya
protein total dan albumin. Tes laboratorium utama lainnya untuk fungsi hati termasuk
gamma glutamyl transpeptidase (GGT) dan waktu protrombin (PT). Tidak ada tes tunggal
yang dapat membedakan berbagai klasifikasi ikterus. Kombinasi tes fungsi hati dan
temuan pemeriksaan fisik lainnya sangat penting untuk sampai pada diagnosis.

Tes Laboratorium
Tes laboratorium:
Serum : bilirubin, ALP,ALT,AST
Urin : bilirubin, urobilinogen
Feses : urobilinogen

Ringkasan
1. Hati memainkan peran sentral dalam metabolisme manusia.
2. Hati terlibat dalam metabolisme bilirubin yang berasal dari katabolisme heme.
3. Proses penyakit sering menyebabkan pasien datang dengan ikterus karena
hiperbilirubinemia.
4. Fungsi biokimianya dinilai dalam praktik klinis menggunakan panel tes darah, tes
fungsi hati, kelainan yang dapat mengarah ke penyakit yang mempengaruhi sistem
hepatoseluler atau bilier.
Daftar Pustaka
1. Rosenthal MD & Glew RH. 2009 Medical Biochemistry :Huan Metabolism in Heath
and Disease.John Wiley & Sons : 372-391
2. Jones AF. Role of the Liver in Metaboilism [https://doctorlib.info/
medical/biochemistry/32.html

Anda mungkin juga menyukai