Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM BIOKIMIA

“PEMERIKSAAN BILIRUBIN”

Nama Dosen Pembimbing : dr. Dewi Karita, M.Sc


Nama : Shellya Dea K.
NIM : 2013010022

LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Dasar Teori
Bilirubin ( sebelumnya disebut sebagai hematoidin ) adalah produk rincian
kuning normal hemekatabolisme. Heme ditemukan dalam hemoglobin, komponen
utama dari sel darah merah.
Bilirubin diekskresikan dalam empedu dan urin, dan peningkatan kadar dapat
mengindikasikan penyakit tertentu. Hal ini bertanggung jawab untuk warna kuning
memar, warna kuning air seni (melalui produk pemecahan direduksi, urobilin), warna
coklat dari kotoran (melalui konversi kepada stercobilin), dan perubahan warna
kuning pada penyakit kuning .
Bilirubin Secara Kimia : Bilirubin terdiri dari sebuah rantai terbuka dari
empat pirol seperti cincin (tetrapyrrole). Dalam heme, sebaliknya, keempat cincin
yang terhubung ke sebuah cincin yang lebih besar, yang disebut porfirincincin.
Bilirubin adalah sangat mirip dengan pigmen phycobilin digunakan oleh ganggang
tertentu untuk menangkap energi cahaya, dan untuk pigmen fitokrom digunakan oleh
tanaman untuk merasakan cahaya.Semua ini mengandung rantai terbuka empat
cincin pyrrolic.
Seperti ini pigmen lainnya, beberapa ganda obligasi di bilirubin isomerize
ketika terkena cahaya. Ini digunakan dalam fototerapi dari bayi kuning: E, Z-isomer
bilirubin yang terbentuk setelah terpapar cahaya lebih larut daripada, Z unilluminated
Z-isomer, sebagai kemungkinan ikatan hidrogen intramolekul akan dihapus Hal ini
memungkinkan ekskresi bilirubin tak terkonjugasi dalam empedu. Beberapa buku
teks dan artikel penelitian menunjukkan isomer geometris salah bilirubin. Para
isomer alami adalah Z, Z-isomer.
- Fungsi bilirubin :
Bilirubin dibuat oleh aktivitas reduktase biliverdin pada biliverdin, pigmen
empedu hijau tetrapyrrolic yang juga merupakan produk katabolisme heme.Bilirubin,
ketika teroksidasi, beralih menjadi biliverdin sekali lagi. Siklus ini, selain
demonstrasi aktivitas antioksidan ampuh bilirubin, telah menyebabkan hipotesis
bahwa peran utama fisiologis bilirubin adalah sebagai antioksidan seluler.
- Pemeriksaan bilirubin :
Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium
dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua.
Garam diazonium terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate,
sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat. Adanya bilirubin 0,05-1
mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati
atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat
mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu
dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium.
- Metabolisme bilirubin
Eritrosit secara fisiologis dapat bertahan/ berumur sekitar 120 hari, eritrosit
mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70
kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel
eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari
hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya.
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel
retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan
gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu
tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-
reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang
dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan
metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh
biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi
rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen berwarna kuning
yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi
ini.
Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin.
Pada orang dewasa dibentuk sekitar 250–350 mg bilirubin per hari, yang dapat
berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan
pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah
bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat
nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih
kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang
melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi ke
jaringan.
Bilirubin I (indirek) bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan
dengan biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme
ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah
ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan
biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali
dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut
dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam
membran, bersaing dengan vitamin E. Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada
albumin diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa
yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat
besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang
akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar (I / indirek) akan menetap
dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II / direk). Hepatosit akan
mengubah bilirubin menjadi bentuk larut (II / direk) yang dapat diekskresikan
dengan mudah ke dalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan
asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym
bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym
glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi
konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai
donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida
sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida
yang larut pada tahap kedua.
Eksresi bilirubin larut ke dalam saluran dan kandung empedu berlangsung
dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam
keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada
dalam bentuk terkonjugasi (bilirubin II).
- Masalah Klinis :
Bilirubin Total, Direk
• Peningkatan Kadar : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis ,
sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit
Wilson. Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat
antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium),
barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin,
metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral,
tolbutamid, vitamin A, C, K.
• Penurunan Kadar : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate,
salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin indirek
• Peningkatan Kadar : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse,
malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF,
sirosis terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin,
fenotiazin (lihat biliribin total, direk)
• Penurunan Kadar : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)
(Murray K, 2013)
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping
itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel
membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah
harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. (Seswoyo,
2016).
Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya dengan
asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk
bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim glukoroniltransferase,
selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk monoglukoronida atau
ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. terkonjugasi dikeluarkan melalui proses
energi kedalam sistem bilier (Seswoyo, 2016).
Bilirubin berikatan dengan albumin sehingga zat ini dapat diangkut ke
seluruh tubuh. Dalam bentuk ini, spesies molekular disebut bilirubin tak
terkonjujgasi. Sewaktu zat ini beredar melalui hati, hepatosit melakukan fungsi
sebagai berikut :
1. Penyerapan bilirubin dan sirkulasi
2. Konjugasi enzimatik sebagai bilirubin glukuronida
3. Pengangkutan dan ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu untuk
dikeluarkan dari tubuh
Konjugasi intrasel asam glukoronat ke dua tempat di molekul bilirubin
menyebabkan bilirubin bermuatan negatif, sehingga bilirubin terkonjugasi ini larut
dalam fase air. Apabila terjadi obstruksi atau kegagalan lain untuk mengekskresikan
bilirubin terkonjugasi ini zat ini akan masuk kembali ke dan tertimbun dalam
sirkulasi (Seswoyo, 2016).
Selain bilirubin masuk ke dalam usus, bakteri kolon mengubah bilirubin
menjadimurobilinogen yaitu beberapa senyawa tidak berwarna yang kemudian
mengalam ioksidasi menjadi pigmen coklat urobilin. Urobilin diekskresikan dalam
feses tetapi sebagian urobilinogen direabsorpsi melalui usus, dan melalui sirkulasi
portal diserap oleh hati dan direekskresikan dalam empedu. Karena larut air,
urobilinogen juga dapat keluar melalui urin apabila mencapai ginjal (Seswoyo,
2016).
- Pembentukan bilirubin
Dalam keadaan fisiologis, masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari,
eritrosit mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat
badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari.
Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa.
Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya.
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel
retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan
gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu
tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-
reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang
dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan
metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh
biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi
rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen berwarna kuning
yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi
ini.
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin.
Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin dan tiap
hari dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang
terdiazotasi membentuk azobilirubin. Peningkatan kadar bilirubin direk atau
bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin
intrahepatik antara lain Sindroma Dubin Johson dan Rotor, Recurrent (benign)
intrahepatic cholestasis, Nekrosis hepatoseluler, Obstruksi saluran empedu.
Diagnosis tersebut diperkuat dengan pemeriksaan urobilin dalam tinja dan urin
dengan hasil negatif. (Supriyati, 2015).
- Bilirubin tak terkonjugasi/ indirek
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang
terikat albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan
bereaksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau
pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis penyakit
bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery bilirubin ke dalam
peredaran darah. Pada keadaan ini disertai dengan tanda-tanda payah jantung, setelah
payah jantung diatasi maka kadar bilirubin akan normal kembali dan harus
dibedakan dengan chardiac chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia.
Peningkatan yang lain terjadi pada bilirubinemia akibat hemolisis atau
eritropoesis yang tidak sempurna, biasanya ditandai dari anemi hemolitik yaitu
gambaran apusan darah tepi yang abnormal,umur eritrosit yang pendek.
- Pembentukan urobilin
Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa
oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida
direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak
berwarna.
Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan
dibawa ke ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning
pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh
bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.
- Pengambilan Bilirubin oleh Hati
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein,
terutama albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing
dengan bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat
mempunyai pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan
diambil pada permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport
berfasilitas (carriermediated saturable system) yang saturasinya sangat besar.
Sehingga, dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi.
Kemungkinan pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting (Sutedjo, 2009).
- Konjugasi Bilirubin
Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar
sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2 molekul
asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan
menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam
retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat sebagai donor
glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat diinduksi oleh sejumlah obat
misalnya fenobarbital.
- Ekskresi bilirubin kedalam empedu
Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui
mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting
enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan
obatobatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan
sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.
- Metabolisme Bilirubin di Usus
Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan
dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase).
Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.9 (8)
Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan
diekskresikan kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik.
Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau
sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces
yang berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi
urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.
- Metabolisme pigmen empedu
Eritrosit pada akhir masa hidupnya (yang sudah terlalu rapuh dalam sirkulasi)
membran selnya pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh RES.
Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin dan cincin heme dibuka untuk
memberikan (1) besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin, dan (2)
rantai lurus dari empat inti pirol, yaitu substrat yang akan dibentuk menjadi pigmen
empedu. Pertama pembentukan biliverdin berantai lurus. Biliverdin di konversikan
ke bilirubin dengan reduksi.
Bilirubin (bebas) yang bersirkulasi dalam plasma terikat albumin (karena
bilirubin ini larut lemak). Memasuki hati, albumin melepaskan ikatan dengan
bilirubin, dan memasuki hepatosit. Sekitar 80% Bilirubin dikonjugasi oleh asam
glukuronat melalui mekanisme yang melibatkan biilirubin-UDP indirek tidak
dilakukan tetapi dihitung sebagai perbedaan antara bilirubin total dan fraksi direk
(Sutedjo, 2009).
- Pemeriksaan Bilirubin Total
Pada pemeriksaan bilirubin total dilakukan dengan pengambilan sampel
darah dengan teknik flebotomi Yang perlu diperhatikan pada saat pengambilan darah
untuk sampel Bilirubin total adalah menghindari terjadinya hemolisis pada eritrosit,
lipemia atau pajanan sumber cahaya yang dapat menurunkan konsentrasi bilirubin
serum yang. kemudian dilakukan sentrifugasi yang berguna untuk mengendapakan
analit tertentu, menempatkan partikel dan medium suspensinya dalam suatu medan
gaya sentrifugasi. Medan sentrifugasi menyebabkan partikel bermigrasi lebih cepat
ke arah luar darisumbu rotasi sehingga terjadi pemisahan sedimen dan suspensinya
yang dilakukan selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm guna memperoleh
serum yang akan digunakan sebagai sampel pemeriksaan. sampel tersebut diperiksa
dengan melakukan penambahan reagen bilirubin total sebanyak 1000 µI dan 1 tetes
larutan T- Nitrit, fungsi penambahan reagen ini adalah sebagai akselerator guna
mempercepat reaksi dengan membentuk zat warna azo. Kemudian reagen tersebut
diinkubasi selama 5 menit berguna untuk mempercepat reaksi dimana analit-analit
pada sampel akan berikatan dengan sampel sehingga terjadi reaksi yang
sempurna.setelah itu dilakukan penambahan sampel sebanyak 100 µI dan dilakukan
inkubasi selama 15 menit setelah itu diperiksa terlebih dahulu blanko yang berguna
sebagai standar dimana hal ini digunakan sebagai pembanding. Lalu diperiksa secara
fotometrik pada humalyzer, dengan prinsip reaksinya yaitu terjadi dimana asam
sulphanilic direaksiakan dengan natrium nitrit menjadi diazotised sulphanilic acid
(DSA) yang akan bereaksi dengan bilirubin dan accelator membentuk zat warna azo.
sehingga hasil yang diperoleh pada pameriksaan bilirubin total adalah 0,3 mg/dl
Hasil yang diperoleh yaitu normal karena berada pada range normal untuk orang
dewasa yaitu 1,1 mg/dl yang dapat diinterpretasikan hasilnya tidak terjadi gangguan
pada hati (Zairen, 2011).
- Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
a. Sampel hemolisis,
b. Pengaruh obat-obatan tertentu seperti antibiotic, obat antipiretik seperti
Paracetamol dan vitamin
c. Sampel yang diperiksa terlalu lama dan tidak dibekukan.
- Pemeriksaan bilirubin direct
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke
saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan
mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil
melalui urin.
Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang
terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering
dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Dalam pemeriksaan bilirubin direk, dilakukan dengan pengambilan sampel
darah dengan teknik flebotomi Yang perlu diperhatikan pada saat pengambilan darah
untuk sampel Bilirubin direk adalah menghindari terjadinya hemolisis pada eritrosit,
lipemia atau pajanan sumber cahaya yang dapat menurunkan konsentrasi bilirubin
serum yang. kemudian dilakukan sentrifugasi yang berguna untuk mengendapakan
analit tertentu, menempatkan partikel dan medium suspensinya dalam suatu medan
gaya sentrifugasi. Medan sentrifugasi menyebabkan partikel bermigrasi lebih cepat
ke arah luar dari sumbu rotasi sehingga terjadi pemisahan sedimen dan suspensinya
yang dilakukan selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm guna memperoleh
serum yang akan digunakan sebagai sampel pemeriksaan (Seswoyo, 2016).
Sampel tersebut diperiksa dengan melakukan penambahan reagen bilirubin
total sebanyak 1000 µI dan 1 tetes larutan D- Nitrit, fungsi penambahan reagen ini
adalah sebagai akselerator guna mempercepat reaksi dengan membentuk zat warna
azo. Kemudian reagen tersebut ditambahkan sampel sebanyak 100 µI dan dilakukan
inkubasi selama 15 menit setelah itu diperiksa terlebih dahulu blanko yang berguna
sebagai standar dimana hal ini digunakan sebagai pembanding. Lalu diperiksa secara
fotometrik pada humalyzer, dengan prinsip reaksinya yaitu terjadi dimana asam
sulphanilic direaksiakan dengan natrium nitrit menjadi diazotised sulphanilic acid
(DSA) yang akan bereaksi dengan bilirubin dan akselerator berupa senyawa caffein
yang berada didalam komposisi reagen sehingga membentuk zat warna azo.
B. Tujuan Praktikum

Dalam pertemuan kali ini tujuan dilakukannya praktikum ini


dilakukan untuk mengetahui beberapa hal antara lain:

1. Mahasiswa dapat mengukur kadar bilirubin.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan reaksi - reaksi yang terjadi saat pengukuran


kadar bilirubin.

3. Mahasiswa dapat melakukan interpretasi hasil praktikum.

4. Mahasiswa dapatmelakukan diagnosa dini penyakit apa saja yang


berhubungan dengan hasil praktikum (aplikasi klinis).
BAB II
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


Alat:
1. Spuit3cc
2. Torniquet
3. Sentrifuge
4. Photometer
5. Mikropipet (500μl,50μl dan 20μl)
6. Rak tabung reaksi
7. Stopwatch
8. Bluetip
9. Yellowtip
10. Tabung Reaksi
11. Tabung Vacutainer
12. Handscoon
13. Kapas Alkohol/Alkohol Swab
14. Plester
Bahan:
1. Reagen Bilirubin Total
2. Reagen Bilirubin Direct
B. Cara Kerja
1. Bilirubin Total
a. Persiapkan 2 tabung, tabung pertama untuk Blanko dan Tabung Kedua untuk
sampel.
b. Isi kedua tabung dengan reagen T-Bil Sebanyak 500μl.
c. Tambahkan 20μl Reagen T-Nit ke dalam tabung sampel
d. Di inkubasi pada suhu ruangan selama 5 menit
e. Tambahkan 50μl Sampel ke kedua tabung
f. Inkubasi kembali pada suhu ruang selama10 menit
g. Baca menggunakan Photo meter dengan panjang gelombang 546nm.
2. Bilirubin Direct
a. Persiapkan 2 tabung, tabung pertama untuk Blanko dan Tabung Kedua untuk
sampel.
b. Isi kedua tabung dengan reagen D-Bil Sebanyak 500μl.
c. Tambahkan 20μl Reagen D-Nit ke dalam tabung sampel
d. Di inkubasi pada suhu ruangan selama 2 menit
e. Tambahkan 50μl Sampel ke kedua tabung
f. Inkubasi kembali pada suhu ruang selama 5 menit
g. Baca menggunakan Photo meter dengan panjang gelombang 546nm.
C. Nilai Normal
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil pemerikaan Bilirubin Total didapatkan hasil 0,9 mg/dL dan merupakan dalam
batas nilai normal karena nilai normal 0,2-1,2 mg/dL. Hasil pemerikaan Praktikum
Biokimia Bilirubin Direct didapatkan hasil 7.0 mg/dL dan merupakan melebihi dari nilai
normal karena nilai normal 0,1-0,4 mg/dL
B. Pembahasan
Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa pasien mengalami
peningkatan kadar bilirubin direct, dimana seharusnya normalnya adalah 0,1-0,4 mg/dl
untuk bilirubin direct.

Faktor yang dapat berpengaruh terhadap pemeriksaan bilirubin direct, dapat


dibagi menjadi 2 faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar meliputi cahaya,
suhu penyimpanan, dan waktu penyimpanan. Faktor dalam meliputi kelainan tubuh
antara lain ikterik obstruktik, anemia difesiensi besi dan pengaruh obat-obatan.
Stabilitas bilirubin direk dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan
mudah terjadi kerusakan terutama oleh cahaya, baik cahaya lampu maupun cahaya
matahari. Cahaya lampu atau cahaya matahari langsung dapat menyebabkan penurunan
kadar bilirubin direk dalam serum. Penyimpanan serum sebaiknya dilakukan pada
tempat yang gelap, atau tabung serum terbungkus kertas alumunium foil pada suhu
rendah atau almari pendingin. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas serum.
Suhu merupakan faktor penting untuk pemeriksaan bilirubin direk karena
suhu mampu menjaga kestabilan serum dan juga merusak komponen dalam serum jika
suhu tinggi. Berdasarkan reagen Diagnostic Systems terdapat persyaratan label bahwa
penyimpanan serum dapat stabil pada suhu 20-25°C selama 2 hari, suhu 4-8°C selama
7 hari, dan suhu 20°C selama 6 bulan. Waktu merupakan salah satu faktor yang dapat
berpengaruh terhadap kadar bilirubin dalam serum. Kadar bilirubin serum akan turun
apabila terlalu lama dibiarkan pada waktu yang terlalu lama, Penurunan tersebut dapat
berpengaruh terhadap kualitas kadar bilirubin dalam serum, oleh karena itu perlu
dilakukan upaya untuk mengurangi pengaruh tersebut serta mengoptimalkan kadar
bilirubin dalam serum agar dapat bereaksi dengan zat pereaksi secara sempurna.
Faktor yang mempengaruhi kadar bilirubin total Menurut Kee (2007)
faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan bilirubin antara lain :
1) Hemolisis pada spesimen darah Spesimen hemolisis yang disebabkan karena
adanya penyakit anemia hemolitik, infeksi, sepsis, meningitis, asidosis dan
sferositesis herediter dapat mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin total.
Hemolisis in vitro dapat menyebabkan pembentukan warna azo terhambat akibat
aktivitas pseudoperoxidase dari hemoglobin, sehingga kadar bilirubin menurun
(Koseoglu dkk., 2011).
2) Spesimen yang lipemik dapat menyebabkan penyerapan cahaya terganggu saat
melewati sampel pada tes spektrofotometri, apabila terdapat serum lipemik maka
blanko pemeriksaan menggunakan sampel.
3) Suhu penyimpanan spesimen Suhu penyimpanan spesimen dapat mempengaruhi
pemeriksaan kadar bilirubin dalam serum. Berdasarkan reagen Diasys Diagnostic
suhu penyimpanan 25-25C serum stabil selama 1 hari dan pada suhu 4-80C serum
stabil selama 7 hari.
4) Spesimen darah yang terpapar cahaya matahari. Paparan cahaya matahari terhadap
spesimen dapat menyebabkan bilirubin teroksidasi menjadi biliverdin, sehingga
menyebabkan kadar bilirubin dalam serum mengalami penurunan. Pemeriksaan
bilirubin dapat dilakukan ditempat gelap pada suhu rendah dan menggunakan tabung
atau botol yang dibungkus kertas gelap atau alumunium foil supaya proses denaturasi
protein terhambat dan kadar bilirubin total tetap stabil.
5) Pengaruh penggunaan obat tertentu seperti antibiotik, diuretik, isoniazid (INH),
sulfonilamid, steroid, vitamin A, C, K dapat meningkatkan kadar bilirubin total serta
penggunaan aspirin, penisilin dan kafein dapat menurunkan kadar bilirubin total.

Kesalahan yang sering terjadi dalam pemeriksaan laboratorium antara lain


kesalahan kasar, kesalahan acak, kesalahan sistemik atau sistematik. Kesalahan kasar
dapat terjadi akibat kekeliruan pada penanganan sampel, pipetasi, reagen dan
panjang gelombang. Kesalahan acak dapat terjadi apabila hasil pemeriksaan
bervariasi untuk pengukuran sampel berulangan pada kondisi yang sama. Hasil
pengukuran pada
kesalahan acak tidak dapat dihindari akan tetapi dapat diatasi dengan melakukan
pemeriksaan dengan cermat dan teliti serta reagen dan peralatan yang lengkap.
Kesalahan sistemik dapat terjadi karena pemipetan yang kurang teliti, penyimpanan
serum yang kurang baik dan tidak sesuai. Reagensia yang rusak dan fotometer yang
tidak dikalibrasi juga dapat menjadi sumber kesalahan.
Pada pemeriksaan bilirubin tentunya tidak hanya bilirubin total dan direct
saja sebagai indikasi adanya suatu penyakit. Bilirubin indirect yang meningkat bisa
ditemukan pada penyakit yang berhubungan dengan fase pre-hepatal pembentukan
bilirubin. Diantaranya adalah AIHA dan Thalassemia.

C. Terapi ikterik
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan kuning pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin indirek yang
berlebih. Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih
dari persentil 90. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2
mg/dl (>17µmol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin
>5mg/dl (86µmol/L). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan
kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar
bilirubin serum total (Puspitosari, 2013).
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, penyebab ikterus neonatarum
dapat dibagi:
a. Produksi yang berlebihan
Pada ikterus fisiologis biasanya disebabkan karena volume eritrosit yang
meningkat, usia eritrosit yang menurun, meningkatnya siklus enterohepatik. Pada
ikterus patologis terjadi oleh karena hemolisis yang meningkat seperti pada
inkompatibilitas golongan darah sistem ABO, inkomptabilitias rhesus, defek pada
membran sel darah merah (Hereditary spherocytosis, elliptocytosis,
pyropoikilocytosis, stomatocytosis), defesiensi berbagai enzim (defisiensi enzim
Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD), defesiensi enzim piruvat kinase, dan
lainnya), hemoglobinopati (pada talasemia). Keadaan lain yang dapat meningkatkan
produksi bilirubin adalah sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC),
ekstravasasi darah (hematoma, perdarahan tertutup), polisitemia, makrosomia pada
bayi dengan ibu diabetes (Mishra dkk., 2007).
b. Gangguan pada proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (Sindrom Criggler-Najjar).
Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting
dalam uptake bilirubin ke sel hepar (Mishra dkk., 2007).
c. Gangguan pada transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak (Lauer dan Nancy, 2011).
d. Gangguan pada ekskresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain (Mishra dkk., 2007; Lauer dan Nancy, 2011)
Jumlah bilirubin yang meningkat di dalam darah bisa terjadi karena banyak sebab,
antara lain:
e. Gangguan hati
Jumlah bilirubin bisa meningkat akibat kerusakan pada organ hati atau liver. Di
dalam tubuh, bilirubin akan diolah dan disimpan di dalam empedu. Ketika terjadi
kerusakan atau kelainan pada hati, misalnya pada penyakit hepatitis dan sirosis
maka kadar bilirubin bisa meningkat.
f. Penyakit pada empedu
Kandung empedu merupakan organ yang berfungsi menampung cairan empedu. Di
empedu inilah bilirubin akan tersimpan.
Karena itu, jika empedu terserang penyakit, seperti batu empedu, penyempitan
saluran empedu, radang atau infeksi kandung empedu (dan tumor empedu, maka
bilirubin bisa meningkat jumlahnya.
Selain itu, kerusakan pada organ lain di sekitar empedu, misalnya pada penyakit
kanker pankreas dan radang pankreas, juga bisa menyebabkan bilirubin meningkat.
g. Kerusakan sel darah merah
Kondisi yang membuat sel darah merah rusak lebih cepat, seperti anemia sel sabit
dan anemia hemolitik, bisa menyebabkan jumlah bilirubin meningkat drastic.
Pada bayi dan janin di dalam kandungan, kadar bilirubin bisa meningkat akibat
kondisi yang disebut eritroblastosis fetalis. Penyakit ini menyebabkan sel darah bayi
hancur karena dirusak oleh sistem kekebalan tubuh ibunya.
Selain itu, pada orang yang baru mendapatkan transfusi darah, kadar bilirubin bisa
meningkat apabila darah yang diterima tidak cocok dengan tubuhnya,
h. Efek samping obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang dapat menimbulkan efek samping berupa
peningkatan kadar bilirubin. Obat-obatan ini termasuk antibiotik, kortikosteroid, pil
KB, indomethacin, dan obat antikejang, seperti diazepam, flurazepam, dan
phenytoin.
1. Terapi farmakologi pada neonatus
- Antibiotik
Jika diduga terdapat infeksi atau sifilis dan infeksi bakteri berat.
- Antimalaria
Jika terdapat demam dan bayi berasal dari daerah endemis malaria.
- Antivirus
Pada kasus yang disebabkan oleh virus.
- Imunoglobulin IV
Imunoglobulin IV direkomendasikan untuk meningkatkan kadar bilirubin dari
hemolisis isoimun meskipun dilakukan fototerapi. Imunoglobin IV dimulai ketika
kadar bilirubin berada dalam 2 sampai 3 mg / dl dari tingkat transfusi tukar.
2. Terapi non farmakologi pada neonatus
- Fototerapi
Fototerapi dimulai berdasarkan faktor risiko dan kadar bilirubin serum pada
nomogram. Bilirubin menyerap cahaya secara optimal dalam kisaran biru-hijau (460
sampai 490 nm) dan dapat difotoisomerisasi dan diekskresikan di empedu atau
diubah menjadi lumirubin dan diekskresikan dalam urin. Selama fototerapi, mata
bayi baru lahir harus ditutup, dan area permukaan tubuh maksimal terpapar cahaya.
Penting untuk menjaga hidrasi dan keluaran urin karena sebagian besar bilirubin
diekskresikan dalam urin sebagai lumirubin. Penggunaan fototerapi tidak
diindikasikan pada hiperbilirubinemia terkonjugasi dan dapat menyebabkan
"sindrom bayi perunggu" dengan perubahan warna coklat keabu-abuan pada kulit,
serum, dan urine. Setelah fototerapi dihentikan, terjadi peningkatan kadar bilirubin
serum total yang dikenal sebagai "bilirubin rebound". Kadar "bilirubin rebound"
biasanya lebih rendah daripada tingkat saat dimulainya fototerapi dan tidak
memerlukan inisiasi ulang fototerapi.
- Transfusi Tukar
Transfusi tukar diindikasikan jika ada risiko disfungsi neurologis dengan atau tanpa
upaya fototerapi. Ini digunakan untuk menghilangkan bilirubin dari sirkulasi, dan
dalam hemolisis iso-imun menghilangkan antibodi yang bersirkulasi dan sel darah
merah yang peka juga. Transfusi tukar harus dilakukan dalam pelatihan unit
perawatan intensif neonatal atau anak (NICU / PICU) oleh personel terlatih.
Transfusi darah pertukaran volume ganda (160 sampai 180 ml / kg) dilakukan,
menggantikan darah neonatus dalam alikuot dengan darah yang dicocokkan.
Komplikasi yang mungkin timbul dari transfusi tukar adalah kelainan elektrolit
seperti hipokalsemia dan hiperkalemia, aritmia jantung, trombositopenia, infeksi
yang ditularkan melalui darah, trombosis vena portal, penyakit graft versus host, dan
necrotizing enterocolitis (NEC). Fototerapi harus dilanjutkan setelah transfusi tukar
sampai bilirubin mencapai tingkat yang dapat dihentikan dengan aman.
3. Terapi farmakologi pada dewasa
- Antibiotik
Jika diduga terdapat infeksi atau sifilis dan infeksi bakteri berat.
- Antivirus
Pada kasus yang disebabkan oleh virus.
- Imunoglobulin IV
Imunoglobulin IV direkomendasikan untuk meningkatkan kadar bilirubin dari
hemolisis isoimun meskipun dilakukan fototerapi. Imunoglobin IV dimulai ketika
kadar bilirubin berada dalam 2 sampai 3 mg / dl dari tingkat transfusi tukar.
Ursodeoxycholic acid (UDCA) UDCA adalah asam empedu yang ditemukan pada
beruang kutub. UDCA memiliki efek terapeutik seperti proteksi kolangiosit dari efek
toksik asam empedu, proteksi hepatosit dari apoptosis yang disebabkan asam
empedu, stimulasi sekresi bilier, dan sifat imunomodulator yang menurunkan
kerusakan hepar akibat sistem imun.
4. Terapi non farmakologi pada dewasa
Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice
akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang
cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik,
pengobatan penyebab dasarnya sudah mencukupi (Sulaiman, 2006).
Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ckstra-hepatik biasanya membutuhkan
tindakan pembedahan, ckstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan
drainase via kateter untuk striktura (sering keganasan) atau daerah penyempitan
sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat
dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara
endoskopik (ERCP). Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko
tinggi dapat dilakukan "ERCP terapeutik". Prinsip dari ERCP terapeutik adalah
memotong sfingter papilla. Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik schingga
muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik). Kebanyakan tumor ganas
yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sckali inoperabel pada saat diagnosis
ditegakkan. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan
laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di
saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran
empedu (Irawan, 2012, Puspitosari, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Biokima Harper. RobertK murray,DarylK.Granner,VictorW.Rodwell.Edisi27.


EGC.2013.Jakarta

Irawan, G. & Kosim, M.S. 2012. Prosedur Medik Pada Bayi Baru Lahir Terapi Sinar,
Neonatologi. Jakarta: IDAI. Hal. 406-410

Mishra et al. 2007. Jaundice in Newborns. New Delhi: Division of Neonatology, Department
of Pediatrics. cited on August, 7th, 2018

Puspitosari, R.D. Sumarno dan B. Susatia. 2013. Pengaruh Paparan Sinar Matahari Pagi
Terhadap Penurunan Tanda Ikterus Pada Ikterus Neonatorum Fisiologis. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. 12 (3): 132-134

Seswoyo, 2016. Pengaruh Cahaya Terhadap Kadar Bilirubin Total Serum Segera dan Serum
Simpan Pada Suhu 20-25°C Selama 24 Jam, KTI, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhamadiyah Semarang.

Supriyati. 2015. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Bilirubin Total Dan Direk Pada Serum Ikterik
Dengan Dan Tanpa Pengenceran. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Sutedjo AY., 2009. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.


Yogyakarta: Amara Books, pp. 28.

Yayok, Zairen. 2011. Pemeriksaan Fungsi Hati Bilirubin Total dan Bilirubin Direk. Makalah
Kimia Klinik I. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar.

Zunaidi. 2011. Pengaruh Penundaan Pemeriksaan Bilirubin Total 1, 2, dan 3 Jam. Skripsi.
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Makassar.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai