Anda di halaman 1dari 6

ENATALAKSANAAN HIPERBILIRRUBIN

DENGAN FOTOTERAPI
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan
bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent
light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi
menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer
yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin
dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat
mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit
dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl.
Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada
bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

1. Metabolism Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan
katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin berasal dari katabolisme protein
heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit
yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi
bilirubin, dan ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang
larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin
bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi
yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut
dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin
bersifat nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke
reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan
ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas
pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus
fisiologis.

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di
retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-
T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul
bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu,
kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah berada dalam usus
halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali
menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi
kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi
enterohepatik.

2. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko
hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan, dan bayi yang
mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau
penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur.
Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena peningkatan
produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic clearance jarang
memproduksi bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan
meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat.
Pada hiperbilirubinemia fisiologis bayi baru lahir, terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi >2
mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu biasanya meningkat
menjadi 6 sampai 8 mg/dl pada umur 3 hari dan akan mengalami penurunan. Pada bayi kurang
bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai 12 mg/dl pada umur 5
hari.
Dikatakan hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan
kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl setiap jam, ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan
atau 14 hari pada bayi kurang bulan, dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, letargi,
penurunan berat badan yang berlebihan, apnu, asupan kurang).
Hiperbilirubinemia patologis dapat dikatakan pula sebagai suatu keadaan dimana kadar Bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus jika tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.

3. Kern Ikterus
Kern Ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV.

4. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin


Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di
salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi – bayi yang mendapat sinar
matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya.
Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai
pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping pengaruh
sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin
pada bayi – bayi prematur lainnya.
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial dan ruang-
ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih
lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat
perkutan.3 Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya
seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan
molekul obat yang terikat pada reseptor.
Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi fotokimia yang relatif
cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan
mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu
bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang
berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa
mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini
mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.18 Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama
penting dalam mengurangi muatan bilirubin.Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui
proses yang cepat.6,18 Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung
2% sampai 6% dari total bilirubin serum.
Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin. Lumirubin bersifat larut dalam air.

Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus kurang bulan
menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi. Fototerapi diindikasikan
pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau
berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan rekomendasi American
Academy of Pediatrics (AAP)1
Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin direk yang
disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.

5. Cara kerja Fototerapi


a. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air
untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
b. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.
c. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat
dibersihkan dari plasma melalui empedu.
d. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.
e. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara
langsung bisa dieksreksikan melalui empedu
f. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati.
g. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
h. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat
mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

6. Kriteria Alat Fototerapi


• Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.
• Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
• Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
• Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru
khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .

7. Sinar Fototerapi
Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan suatu gelombang
elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan panjang
gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari
sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang
gelombang yang berbeda beda.
Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin adalah sinar biru
dengan panjang gelombang 425-475 nm.19,20,35 Sinar biru lebih baik dalam menurunkan kadar
bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan sinar hijau.
Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang
terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar
maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum.13,23 Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai
W/cm2/nm.
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas sinar diukur dengan
menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi. Intensitas sinar ≥ 30 μW/cm2/nm cukup
signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk intensif fototerapi.27 Intensitas sinar yang
diharapkan adalah 10 – 40 μW/cm2/nm. Intensitas sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah
30 – 50 μW/cm2/nm. Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang
gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus yang
disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.

8. Jarak Sinar Fototerapi


Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Cara mudah
untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada bayi.
Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan menggunakan sinar
halogen. Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi. Bayi
cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan
terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas
sinar paling tinggi.
Pada penelitinan Winra Pratika (2010) dengan judul ”Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada
Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia Indirek” didapati bahwa fototerapi dengan jarak sinar lebih dekat
ke neonatus lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia.

9. Prosedur pemberian Fototerapi


Persiapan Unit Terapi sinar
1. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu
antara 38 0C sampai 30 0C
2. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.
3. Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering):
a. Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
b. Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa
berfungsi.
4. Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit
terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi

Pemberian Terapi sinar


1. Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.
a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan
bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
2. Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan
tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.
3. Balikkan bayi setiap 3 jam
4. Pastikan bayi diberi makan
5. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam
6. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
7. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti
ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
8. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume
cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar .
9. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar
terapi sinar .
10. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan
berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
11. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
12. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di
dalam unit terapi sinar .
13. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah
bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
14. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari
37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai
suhu bayi antara 36,5 0C - 37,5 0C.
15. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus.
16. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
17. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi
dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan
contoh darah ibu dan bayi.
18. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
19. Setelah terapi sinar dihentikan
20. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau
perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis.
21. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi
sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian
terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada
di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
22. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah
lain selama perawatan, pulangkan bayi.
23. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi
bertambah kuning

10. Penurunan Kadar Bilirubin Dengan Fototerapi


Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum sinar yang
dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan
kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30
mg/dL [513 μmol/L]) dengan menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin akan mengalami
penurunan sekitar 10 mg/dL (171 μmol/L) dapat terjadi dalam beberapa jam.
Garg AK dkk menyatakan fototerapi ganda lebih cepat menurunkan kadar bilirubin dibandingkan
dengan menggunakan fototerapi tunggal, selain mudah dilakukan dan lebih efektif. Dengan
menggunakan sinar biru jarak yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm
dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan
kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 13%.

11. Efek Samping Fototerapi


Laporan klinis tentang toksisitas yang signifikan pada fototerapi sangat jarang. Pada bayi dengan
cholestasis (hiperbilirubinemia direct), fototerapi dapat mengurangi ‘bronze baby syndrome’, termasuk
pada kulit, serum, dan urin yang bertambah gelap, perubahan warna menjadi coklat keabu-abuan.
Patogenesis dari kondisi ini, hanya terdapat pada bayi dengan cholestasis tapi tidak sepenuhnya
diketahui. Purpura dan erupsi bullous jarang dilaporkan pada bayi dengan ikterik cholestasis berat
yang menerima fototerapi, yang terjadi kemungkinan adalah hasil dari sensitisasi oleh akumulasi
pophyrin. Rash eritem dapat muncul pada bayi yang diterapi dengan tin-meroporphyrin (merupakan
obat percobaan yang digunakan untuk mencegah dan mengobati hiperbilirubinemia) kemudian yang
diekspose oleh sinar matahari atau lampu floeresent pada siang hari. Porphyria congenital, terdapat
riwayat porphyria pada keluarga dan bersamaan dengan penggunaan obat fotosensitizing atau agen
lain yang merupakan kontraindikasi absolut terhadap fototerapi, panas yang berat, dan agitasi selama
fototerapi dapat menjadi tanda dari porphyria congenital.
Fototerapi tradisional dapat mengurangi perubahan akut pada suhu lingkungan infant, terutama pada
peningkatan aliran darah perifer dan kehilangan air. Hal yang ditemukan ini tidak dapat dipelajari
dengan LED, yang mana karena output panas mereka relatif rendah, sehingga kurang lebih sama
dengan penyebab kehilangan cairan yang tidak disadari. Bayi yang lahir cukup bulan dengan
perawatan dan makanan yang mencukupi, penambahan cairan intravena selalu tidak diperlukan
Studi yang dilakukan mempecayakan bahwa fototerapi yang intensif akan meningkatkan angka
atypical melanocyt nevi yang diidentifikasi pada usia sekolah. Walaupun penelitian lain tidak
menunjukkan hubungan ini. Fototerapi intensif tidak menyebabkan hemolisis. Studi-studi Swedia
mengatakan bahwa fototerapi dihubungkan dengan diabetes tipe 1 dan mungkin asma. Karena
birirubin adalah antioksidan yang kuat, penurunan angka total bilirubin serum, terutama pada bayi
dengan BBLR dapat menyebabkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan tapi tidak
ada yang dapat diidentifikasi secara jelas.

12. Diagnosa Keperawatan Pada Bayi Dengan Fototerapi


a. Resiko Kekurangan volume cairan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan yang
berlebihan (penguapan)
b. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan terpajan lingkungan panas (jangka
panjang)
c. Cemas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan
d. Resiko gangguan pelekatan orang tua/anak b.d bayi/anak sakit tidak mampu mengawali kontak
dengan orang tua secara efektif

13. Intervensi Keperawatan


Diagnosa : Resiko Kekurangan volume cairan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan
yang berlebihan (penguapan)
Tujuan: defisit volume cairan akan dicegah dibuktikan dengan status hidrasi adekuat, asupan cairan
adekuat.
Intervensi
a. Pantau TTV setiap 4 jam
b. Peningkatan asupan cairan melalui oral sebanyak 10%
c. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI tiap 3 jam
d. Hitung balance cairan
e. Kolaborasi pemberian terapi intra vena

DAFTAR PUSTAKA

Dian. 2008. Fototerapi Pada Ikterik Neonatus. Available at


http://megamedline.multiply.com/journal/item/13/FOTOTERAPI_PADA_IKTERIK_NEONATUS
IDM RSU GARUT – FK YARSI. 2009. Hiperbilirubinemia. Available at
http://idmgarut.wordpress.com/2009/02/04/hyperbilirubinemia/
Laila, Nur. 2008. Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia Dengan Fototerapi available at .http://moslem-
ners.blogspot.com/2008/02/penatalaksanaan-hiperbilirubinemia.html
Pratita, Winra. 2010. Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus Dengan
Hiperbilirubinemia Indirek. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20333/7/Cover.pdf
Pratita, Winra. 2010. Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus
Dengan Hiperbilirubinemia Indirek. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20333/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai