Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

BAYI DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA

Ahmad, Neng Vera, Cahaya, Nika & Elvy


Pendahuluan
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu
fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada
bayi baru lahir. Kejadian hiperbilirubinemia pada
bayi cukup bulan sekitar 60-70%, bahkan pada bayi
kurang bulan (BKB) atau bayi berat badan rendah
(BBLR) jauh lebih tinggi.
Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali
dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan
oleh keadaan ini. WHO (2015), menjelaskan bahwa
sebanyak 4,5 juta (75%) dari semua kematian bayi
dan balita terjadi pada tahun pertama kehidupan.
Data kematian bayi terbanyak dalam tahun pertama
kehidupan ditemukan di wilayah Afrika, yaitu
sebanyak 55/1000 kelahiran.
2
PENGERTIAN


Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum
bilirubin dalam darah sehingga melebihi nilai normal.
Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami
hiperbilirubinemia pada minggu pertama setelah
kelahiran. Keadaan hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir disebabkan oleh meningkatnya produksi bilirubin
atau mengalami hemolisis, kurangnya albumin sebagai
alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati,
penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan
ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
(IDAI, 2013).

3
Anatomi & Fisiologi

4
o Siklus enterohepatik
o Metabolisme bilirubin

Sebagian besar bilirubin terbentuk Dalam sel hepar, bilirubin kemudian


Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi
sebagai akibat degradasi hemoglobin pada dikonjugasi menjadi bilirubin
bilirubin direct yang larut dalam air dan
system retikuloendotelial (RES). Tingkat diglukoronide walaupun ada sebagian
dieksresi cepat ke system empedu
penghancuran hemoglobin ini pada kecil dalam bentuk monoglukoronide.
kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin
neonates lebih tinggi dari pada bayi yang Glukoronil transferase merubah
ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil
lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat bentuk monoglukoronide menjadi
bilirubin direct dihidrolisis menjadi
menghasilkan 35 mg bilirubin indirect. diglukoronide. Enzim yang terlibat
bilirubin indirect dan reabsorbsi.
dalam sintesis bilirubin diglukoronide
KONJUGASI EKSRESI
PRODUKSI
20XX

20XX
20XX
TRANSPORTASI
Bilirubin indirect kemudian diikat oleh
albumin. Bilirubin di transfer melalui
membrane sel ke dalam hepatosit
sedangkan albumin tidak. Di dalam sel
bilirubin akan terikat terutama pada
ligandin dan sebagian kecil pada
glutation S transferase lain dan protein
Z. proses ini merupakan proses 2 arah,
tergantung dari konsentrasi dan
afinitas albumin dalam plasma dan
ligandin dalam hepatosit

5
Perbedaan Bilirubin Direct
Dan Bilirubin Indirect
No Bilirubin Indirect Bilirubin Direct

1. Tidak larut dalam air Larut

2. Terikat oleh albumin Tidak terikat oleh protein

3. Tidak terdapat dalam urine Dapat ditemukan dalam urine

4. Bilirubin yang belum dikonjugasi Bilirubin yang dikonjugasi

5. Tidak dapat difiltrasi oleh Dapat difiltrasi oleh glomerulus

glomerulus

6
 Produksi bilirubin yang berlebihan Etiologi Neonatus
 Gangguan dalam proses uptake
dan konjugasi hepar Hiperbilirubin
 Gangguan transportasi bilirubin.

 Gangguan dalam ekskresi

7
Patofisiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah
diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga
dapat disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi
bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di dalam
darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang
kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna, 2013).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin
yang larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi
dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi
atau tidak aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam
hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan
penurunan darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).

8
1) Hiperbilirubinemia
Fisiologis

2) Hiperbilirubinemia
Patologis

Klasifikasi Neonatus
Hiperbilirubin
9
Manifestasi Klinis
1. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain
tampak kuning akibat penumpukan bilirubin.
2. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
3. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau
lebih setelah 24 jam.
4. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada
neonatus cukup bulan dan 12,5 mg/dL pada
neonatus kurang bulan.
5. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
6. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang
dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36
minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia,
hiperkarbia.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan bilirubin Ultrasonografi Radioscope
serum (USG) Scan
Pada bayi cukup bulan, kadar Pemeriksaan USG
Pemeriksaan
bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 digunakan untuk
mg/dL, antara 2 dan 4 hari mengevaluasi anatomi radioscope scan
kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 cabang kantong empedu dapat digunakan
mmg/dL maka dikatakan untuk membantu
hiperbilirubinemia non fisiologis atau membedakan
patologis. Pada bayi dengan kurang hepatitis atau
bulan, kadar bilirubin mencapai
atresia biliary
puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL,
antara lima dan tujuh hari
kehidupan. Apabila nilainya diatas 14
mg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau
patologis

11
KOMPLIKASI
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak
segera diatasi dapat mengakibatkan bilirubin
encephalopathy (komplikasi serius). Pada keadaan
lebih fatal, hiperbilirubinemia pada neonatus dapat
menyebabkan kern ikterus, yaitu kerusakan
neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan
retardasi mental, hiperaktivitas, bicara lambat, tidak
dapat mengoordinasikan otot dengan baik, serta
tangisan yang melengking .

(Suriadi dan Yuliani, 2010).


Penatalaksanaan
Neonatus
Hiperbilirubin

Fototerapi
Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa
harus diubah dahulu oleh organ hati dan dapat dikeluarkan melalui urine dan feses sehingga kadar
bilirubin menurun. Di samping itu, pada terapi sinar terapi ditemukan pola peninggian konsentrasi
bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan
empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses.

 Transfusi Tukar
Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hiperbilirubinemia yang tidak dapat diatasi dengan
tindakan lain misalnya telah diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi.
Indikasi untuk melakukan transfuse tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%,
kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3-1 mg%/ jam 13
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
menurut Widagdo, 2012 meliputi:
✦ Pemeriksaan umum
1. Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran, status
nutrisi, postur/aktivitas anak, dan temuan fisis sekilas yang
prominen dari organ/sistem, seperti ikterus, sianosis, anemi,
dispneu, dehidrasi, dan lain-lain.
2. Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju
nafas.
3. Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
tebal lapisan lemak bawah kulit, serta lingkar lengan atas.

15
✦ Pemeriksaan organ
1. Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi,
hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis
2. Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut, dan
bentuk wajah apakah simestris kanan atau kiri.
3. Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme,
supersilia, silia, esksoptalmus, strabismus, nitagmus, miosis,
midriasis, konjungtiva palpebra, sclera kuning, reflek cahaya
direk/indirek, dan pemeriksaan retina dngan funduskopi.
4. Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan sekresi.
5. Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus, lidah
kotor berpeta, tonsil membesar dan hyperemia, pembengkakan dan
perdarahan pada gingival, trismus, pertumbuhan/ jumlah/
morfologi/ kerapatan gigi.
6. Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeri tekan.
7. Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma, retraksi,
murmur,bendungan vena, refluks hepatojugular, dan kaku kuduk.
16
8. Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri tekan.
9. Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas
jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur, irama
gallop, bising gesek perikard (pericard friction rub)
10. Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak, hipersonor,
fremitus, batas paru-hati, suara nafas, dan bising gesek pleura
(pleural friction rub)
11. Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling
umbilicus, distensi, caput medusa, gerakan peristaltic, rigiditas,
nyeri tekan, masa abdomen, pembesaran hati dan limpa,
bising/suara peristaltik usus, dan tanda-tanda asites.
12. Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula,
edema skrotum.
13. Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan
nyeri otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin, capillary
revill time, cacat bawaan

17
Diagnosa Keperawatan
1. Ikterik neonatus berhubungan dengan penurunan berat badan
abnormal (>7-8% pada bayi baru lahir yang menyusu ASI, >
15% pada bayi cukup bulan); pola makan tidak ditetapkan
dengan baik; kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin, usia
kurang dari 7 hari; keterlambatan pengeluaran feses (mekonium)
2. Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan
faktor mekanis / faktor elektris (fototerapi)
3. Hipovolemia berhubungan dengan evaporasi, kehilangan cairan
aktif
4. Hipertermi berhubungan dengan terpapar lingkungan panas;
penggunaan inkubator
5. Penampilan peran tidak efektif berhubungan dengan perubahan
peran orangtua

18
Intervensi Keperawatan

19
20
21
22
Implementasi Keperawatan
Implementasi muncul jika perencanaan yang dibuat
di aplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan
mungkin sama mungkin juga berbeda dengan urutan yang
telah di buat pada perencanaan. Implementasi
keperawatan membutuhkan fleksibelitas dan kreatifits
perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat
harus mengetahui tindakan keperawatan yang dilakukan
sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan,
dilakukan dengan rencana yang tepat, aman, serta sesuai
dengan kondisi pasien (Ode Debora, 2013). Implementasi
dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

23
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil
tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan serta menilai apakah masakah yang
terjadi sudah diatasi seluruhnya, hanya sebagian, atau
belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk
mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui
kesesuain tindakan keperawatan, perbaikan tindakan
keperawatan, kebutuhan klien saat ini,perlunya dirujuk
pada tempat kesehatan lain dan perlu menyusun ulang
prioritas diagnosa supaya kebutuhan klien bisa terpenuhui
atau teratasi (Ode Debora, 2013).
24
Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi
peningkatan kadar bilirubin >5 mg/dL pada darah, yang
sering ditandai oleh adanya ikterus. Pada bayi baru lahir,
hiperbilirubinemia sering terjadi oleh karena kemampuan
hati bayi yang masih kurang untuk mengekskresikan
bilirubin yang terus diproduksi. Etiologi
hiperbilirubunemia perlu dideteksi secara pasti, fisiologik
atau nonfisiologik, sebagai dasar pemeriksaan dan tindak
lanjut penanganan neonatus. Pengobatan
hiperbilirubinemia bertujuan untuk menurunkan kadar
bilirubin yang tinggi. Pemantauan dan pemeriksaan yang
tepat sangat dibutuhkan untuk menentukan jenis
pengobatan yang akan dipergunakan.
25
Daftar Pustaka
Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta :
Perpustakaan Nasional.
 
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta :
Salemba Medika.
 
Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
 
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
ed. 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
 
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
ed. 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
 
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, ed. 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
26
Thanks!
Any questions?

27

Anda mungkin juga menyukai