OLEH:
YULIUS WONGA, S.Tr.Kep.
NIM : PO5303211211569
Mengetahui,
( ) ( )
Eritrosit
Hemoglobin
Hem Globin
Bilirubin berikatan
dengan albumin Terjadi dalam plasma darah
Melalui hati
Bilirubin direk
diekskresi ke kandung
empedu
Melaui Duktus Billiaris
Kandung empedu ke
duodenum
Bilirubin direk
diekskresi melalui
urine dan feses
(http://ebookbrowse.com/askep-bayi-hiperbilirubinemia-doc-d443563044)
2. Pengertian Hiperbilirubinemia
Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah. Salah satu
komponen sel darah merah adalah hemoglobin. Satu gram hemoglobin akan
menghasilkan 35 mg bilirubin (Murray et al., 2014).
Hiperbilirubinemia merupakan berlebihnya kadar bilirubin dalam
darah lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang mengakibatkan jaundice,
warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urin, serta
organ lain, sedangkan pada bayi normal kadar bilirubin serum totalnya adalah
5 mg% (Sembiring, 2019).
3. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
a. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis merupakan gejala normal dan sering terjadi
pada bayi baru lahir. Pada bayi aterm kadar konsentrasi bilirubin indirek
tidak lebih dari 12 mg/dl, sedangkan pada bayi preterm tidak lebih dari 15
mg/dl. Pada bayi yang mendapatkan asupan Air Susu Ibu (ASI) dari susu
formula maka kadar konsentrasi bilirubinnya yang masih tergolong
fisiologis adalah 15-17 mg/dl (Marcdante et al., 2014).
b. Hiperbilirubinemia Patologis
Hiperbilirubinemia patologis adalah suatu keadaan kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah melebihi nilai batas normal dan mempunyai potensi
untuk menimbulkan kernikterus (Hassan dan Alatas, 2007).
Hiperbilirubinemia patologis terjadi pada 24 jam pertama pada bayi baru
lahir. Keadaan patologis ini terjadi karena kadar konsentrasi bilirubin dalam
darah lebih dari 12 mg/dl untuk bayi aterm dan 15 mg/dl pada bayi
preterm. Gambaran yang terlihat jelas pada bayi seperti kulit berwarna
kuning hingga jingga, bayi tampak lemah, urine berubah menjadi berwarna
gelap sampai berwarna kecoklatan (Kosim et al., 2014).
Apabila Apabila penyakit ini tidak ditangani dengan segera akan
menimbulkan kernikterus yang dapat membahayakan bayi. Kernikterus
adalah temuan neuropatologis dengan pewarnaan kuning pada daerah basal
ganglia, hippocampus, dan cerebellum. Gejala klinis kernikterus dapat
berupa gerakan tidak menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku,
ketulian, dan dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian pada bayi
(Down dan Gourley, 2018). Menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2006), kernikterus mempunyai empat tahap:
a. Tahap I: Depresi neurologis umum termasuk buruknya refleks moro,
asupan minum yang buruk, muntah, tangisan melengking, tonus
menurun, dan letargi.
b. Tahap II: Opistotonus, kejang, demam, krisis oculogyric, dan
kelumpuhan pandangan atas terjadi pada tahap ini. Kematian neonatus
tinggi pada tahap ini.
c. Tahap III: Setelah spastisitas usia satu minggu menurun dan semua
tanda dan gejala klinis yang masih ada bisa hilang.
d. Tahap IV: Terlihat setelah periode neonatus dan menunjukkan luasnya
kerusakan yang terjadi selama tahap sebelumnya. Sekuele jangka
panjang dapat berupa spastisitas, atetosis, tuli, dan retardasi mental.
4. Epidemiologi Hiperbilirubinemia
Insiden ikterus di Amerika Serikat ditemukan sebanyak 65% dari 4
juta bayi baru lahir dalam minggu pertama kehidupannya, sedangkan di
Indonesia insiden ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan berkisar 13,7%
hingga 18,5% (Depkes RI, 2004). Pada bayi aterm insiden ikterus sebanyak
50% mengalami perubahan warna kulit, mukosa, dan sklera pada mata,
sementara itu pada bayi preterm ditemukan sebanyak 75% (Depkes RI,
2014). Insiden ikterus neonatal meningkat pada bayi keturunaan Indian Asli,
Mediterania (Yunani, Turki, dan Sardinia), Sephardic Jewish, dan keturunan
Asia Timur. Orang Yunani asli lebih rentan terkena insiden ini dari orang-
orang Yunani di Amerika Serikat (Marcdante et al., 2014).
5. Faktor Risiko Hiperbilirubinemia
Menurut Wong dan Connel (2018), faktor risiko hiperbilirubinemia pada
neonatus dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor maternal dan faktor
neonatus. Faktor maternal:
a. Tipe darah golongan ABO dan rhesus tidak sesuai
b. Etnis: Asia dan Amerika Latin
c. Pemberian ASI ekslusif
d. Obat-obatan
Faktor neonatal:
a. Trauma lahir: chepalohematoma
b. Infeksi: TORCH
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Bayi makrosomik dari ibu diabetes
e. Polycytemia
f. Prematuritas
6. Manifestasi Hiperbilirubinemia
Bayi baru lahir akan tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-
kira 6 mg/dl (Berk dan Korenblat, 2016). Ikterus terjadi akibat penimbunan
bilirubin indirek pada kulit yang akan menimbulkan warna kuning muda
atau jingga, sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan
warna kuning kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini dapat ditemukan
hanya pada ikterus yang berat (Marcdante et al., 2014). Menurut Kosim et
al. (2014), gambaran klinis ikterus fisiologis dan patologis adalah sebagai
berikut:
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
c. Bertahan selama 8 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada bayi preterm
Ada faktor risiko seperti muntah, letargis, penurunan berat badan, apnea,
takipnea dan suhu tubuh yang tidak stabil
Gejala lain:
7. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Menurut Price dan Wilson (2006), mekanisme umum yang
menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus terbagi atas empat.
Hiperbilirubinemia indirek terutama disebabkan oleh tiga mekanisme pertama,
sedangkan hiperbilirubinemia direk disebabkan oleh mekanisme keempat.
Mekanismenya sebagai berikut:
a. Pembentukan bilirubin yang berlebihan. Penyakit hemolitik atau
peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari
pembentukan bilirubin yang berlebihan, disebut juga ikterus hemolitik.
Konjugasi dan transfer berlangsung normal, akan tetapi suplai bilirubin
indirek melewati kemampuan hati. Hal ini menyebabkan peningkatan
kadar indirek dalam darah. Meskipun demikian kadar bilirubin serum
jarang melampaui 5 mg/dl dan ikterus bersifat ringan. Bilirubin tidak larut
dalam air sehingga tidak dapat dieksresikan bersama urine dan
menyebabkan peningkatan pembentukan urobilinogen yang menyebabkan
feses dan urine berwarna gelap
b. Gangguan pengambilan bilirubin indirek oleh hati. Ambilan bilirubin
indirek yang terikat dengan albumin oleh sel hati dengan memisahkan
dan mengikat bilirubin terhadap protein penerima. Ikterus akan
menghilang bila obat pencetus dihentikan. Ikterus bukan disebabkan oleh
defisiensi protein penerima dan gangguan ambilan oleh hati, tetapi
disebabkan oleh adanya defisiensi glukoronil transferase
c. Gangguan konjugasi bilirubin. Hiperbilirubinemia yang timbul pada hari
kedua dan kelima setelah lahir disebut ikterus fisiologis neonatus. Ikterus
neonatus yang normal ini disebabkan oleh imaturitas enzim glukoronil
transferase. Aktivitas glukoronil transferase akan meningkat hingga
minggu kedua setelah itu akan menghilang. Jika kadar bilirubin >20
mg/dl maka akan menyebabkan kernikterus pada bayi.
d. Penurunan ekskresi bilirubin direk dalam empedu. Ganggguan eksresi
bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun obstruktif
akan menyebabkan bilirubin direk yang larut dalam air sehingga dapat
dieksresikan dalam urine yang menimbulkan bilirubinuria serta urine
gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urine sering menurun
sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin direk dapat
disertai bukti-bukti kegagalan eksresi hati lainnya, seperti peningkatan
kadar fosfatase al-kali, kolesterol dan garam empedu dalam serum
(Mathindas dkk , 2013).
8. Patway Hiperbilirubinemia
Tipe darah Etnis : Asia Pemberian Obat-obatan: Trauma lahir: Infeksi : Jenis kelamin Polycyte Premat
golongan ABO dan Amerika Asi ekslusif Antibiotik, Chepalohema TORCH : Laki-laki mia uritas
dan rhesus latin Salsilat toma Toxoplasma
tidak sesuai Gondi
Kurangnya Efek samping Penumpukan Memiliki 1 Produksi Fungsi
asupan Asi obat darah di luar kromosom X sel darah hepar
Ibu Merusak sel belum
pembuluh merah
bergolongan darah merah matur
darah yang
darah o dan Kekurangan
Menghambat Menurunkan berlebiha
bayi non o Enzim Glukosa
pembersihan proses n
6 Phospat Usia sel
mekonium pembuangan Usia sel darah Dehodrogenase darah
Vaiasi gen (kandungan bilirubin merah
Darah ibu yang mengatur tinggi direk dari merah
menjadi
akan metabolism bilirubin) darah Peningkatan matur (80-
singkat
membentuk bilirubin hasil Peningkat 90 hari
antigen pemecahan Keutuhan an
Mekonium Peningkatan pemecaha
Bilirubin direk bilirubin dinding sel
terlanjur hasil n Peningkat
menumpuk darah merah
Reaksi antigen diserab oeh pemecahan bilirubin an
dalam darah mudah pecah
tubuh bilirubin pemecaha
n bilirubin
Sel darah merah
hancur
Peningkatan kadar bilirubin Ikterus pada Ikterik
dalam darah sclera, leher Neonatus
Penuru
dan badan (D.0024).
nan
Hemoglobin daya
Defisit tahan
Orang tua Kurang
Pengeta tubuh
bertanya tentang terpaparnya
huan
kondisi anak informasi
(D.0111
Heme Globin ) Risiko
Infeksi
(D.014
Peningkatan destruksi eritrosit, gangguan konjugasi/ gangguan transportasi 2)
Toxic bilirubin
Terbentuknya besi Tubulus ginjal
di SPP
dalam Foto terapi
pembentukan Hb
Co meningkat Penumpukan Gangguan
Kern Icterus Filtrasi, absorbs, dihepar konjugasi
Intensitas eksresi
Diekskresikan cahaya tinggi
ke paru-paru Gangguan Hepatomegali Kembali ke
oksigenasi di Produksi urin kuning entrohepatic
Peningkatan otak
Peningkatan C02 Menekan
evaporasi Ketidakmampua
dalam paru-paru G. Eliminasi Urin lambung
n mengikat air
(D.0040)
diusus
Hilangnya Rethargic Mual-muntah
Ketidakseimban Menurunnya
cairan tubuh (lesu)
gan 02 dan Co2 reflex hisap bayi
Peningkatan
Risiko Perfusi Anorexia sekresi diusus
Dehidrasi serebral tidak Menyusui tidak
Dyspnea
efektif (D.0017) efektif (D.0029)
Defisit Nutrisi Diare (D.0020)
(D.0036)
Pola napas tidak efektif (D.0005)
Tubuh Demam (Suhu Hiperter
Penurunan
Risiko kehilangan >37,5oC mia
cairan intrasel
ketidakseimba cairan (D.0130)
ngan Cairan
(D.0036)
B6 (Bone)
Foto terapi
Penigkatakata
n evaporasi
Dehidrasi
Kelemahan
b. Fototerapi
c. Transfusi Tukar
Mekanisme transfusi tukar dengan menghilangkan sebagian
hemolisis dan antibodi sel darah merah yang dilapisi serta antibodi
yang tidak terikat dan menggantikan itu dengan donor sel darah merah
yang antigen sensitisasinya rendah. Bilirubin dihilangkan dari plasma,
maka bilirubin ekstravaskuler akan dengan cepat menyeimbangkan dan
mengikat ke albumin dalam darah yang ditukar. Dalam setengah jam
setelah pertukaran, 60% kadar bilirubin kembali ke tingkat sebelumnya.
Indikasi dilakukannya transfusi tukar adalah jika fototerapi
gagal dalam menurunkan kadar bilirubin dan kadar bilirubin telah
mencapai level toksik, anemia, gagal jantung pada bayi hidropik dan
riwayat peningkatan kadar bilirubin dengan sensitisasi Rh tanpa
fototerapi .
Tabel 2.6 Petunjuk pelaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan
kadar bilirubin (American Academy Pediatrics, 2004).
(Atikah ,M ,V & Jaya ,P, 2015). Hal ini sesuai dengan penelitian Azlin
diberikan dengan jarak 10-20 cm, semakin dekat jarak bayi dengan
Menurut Hassan dan Alatas (2007), ikterus dapat dicegah dan dihentikan
peningkatannya dengan:
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada
bayi saat masa kehamilan dan kelahiran, seperti
sulfafurazole dan novobiosin
c. Pencegahan terhadap hipoksia pada janin
d. Penggunaan penobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
f. Pencegahan infeksi (Dewi et al., 2016).
2) Diagnosa Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya bernapas
Dibuktikan dengan Dispnea, Penggunaan otot bantu
pernapasan, Fase ekspirasi memanjang dan Pola napas
abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul
cheyne-stokes). (D.0005)
2) Ikterik Neonatus b.d neonates mengalami kesulitan transisi
kehidupan ekstra uterin, keterlambatan pengeluaran mekonium,
penurunan berat badan tidak terdeteksi, pola makan tidak tepat
dan usia ≤ 7 hari dibuktikan dengan Profil darah abnormal
(Hemolisis, bilirubin serum total > 2mg/dL, bilirubin serum
total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada normogen
spesifik waktu), membran mukosa kuning, kulit kuning dan
sklera kuning (D.0024)
3) Hipertermia b.d Dehidrasi, penggunaan incubator, terpapar
lingkungan panas dibuktikan dengan Suhu tubuh diatas nilai
normal (D.0130)
4) Diare b.d malabsorbsi dibuktikan dengan Defekasi lebih dari
tiga kali dalam 24 jam dan feses lembek atau cair. (D.0020)
5) Risiko Perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan
Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin
parsial, Penurunan kinerja ventikel kiri, Aterosklrosis aorta,
Diseksi arteri, Fibrilasi atrium, Tumor otak, Stenosis karotis,
Miksoma atrium, Aneurisma serebri, Koagulopati (mis. anemia
sel sabit), Dilatasi kardiomiopati, Koagulasi (mis. anemia sel
sabit), Embolisme, Cedera kepala, Hiperkolesteronemia,
Hipertensi, Endokarditis infektif, Katup prostetik mekanis,
Stenosis mitral, Neoplasma otak, Infark miokard akut, Sindrom
sick sinus, Penyalahgunaan zat, Terapi tombolitik dan Efek
samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass) (D.0017)
6) Risiko ketidakseimbangan Cairan dibuktikan dengan Prosedur
pembedahan mayor, Trauma/ pembedahan, Luka bakar,
Aferesis, Obstruksi intestinal, Peradangan pancreas, Penyakit
ginjal dan kelenjar dan Disfungsi intestinal (D.0036)
7) Risiko Infeksi dibuktikan dengan Penyakit kronis (mis.
diabetes. melitus), Efek prosedur invasi, Malnutrisi,
Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan,
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: (Gangguan
peristaltik, Kerusakan integritas kulit, Perubahan sekresi pH,
Penurunan kerja siliaris, Ketuban pecah lama, Ketuban pecah
sebelum waktunya, Merokok, dan statis cairan tubuh),
Ketidakdekuatan pertahanan tubuh sekunder: (Penurunan
homolobin, Imununosupresi, Leukopenia, Supresi respon
inflamasi, dan Vaksinasi tidak adekuat). (D.0142)
8) Defisit Nutrisi b.d kurangnya asupan makanan dibuktikan
dengan Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang
ideal. (D.0019)
9) Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan dibuktikan dengan
Mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat >20% dari
kondisi sehat. (D.0056)
10) Defisit Pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi
dibuktikan dengan Menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran
dan Menunjikan presepsi yang keliru terhadap masalah
(D.0111)
3) Intervensi
(SIKI, 2018)
NO DX. KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi
Managemen Jalan napas (I.01011)
keperawatan selama 15 menit maka Observasi
hambatan upaya bernapas
pola napas membaik dengan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
Dibuktikan dengan Dispnea, kriteria hasil: napas)
1) Dispnea cukup menurun (4) 2. Monitor bunyi napas tambahan
Penggunaan otot bantu
2) Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor Sputum
pernapasan, Fase ekspirasi cukup menurun (4) Terapeutik
3) Orthopnea cukup menurun (4) 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
memanjang dan Pola napas
4) Pernapasan cuping hidung dan chinlift
abnormal (mis. takipnea. cukup menurun (4) 2. Posisikan semi fowler atau fowler
5) Frekuensi napas cukup3. Lakukan fisioterapi dada
bradipnea, hiperventilasi
membaik (4) 4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
kussmaul cheyne-stokes). 6) Kedalaman napas cukup5. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
membaik (4) endotrakeal
(D.0005)
6. Berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik jika perlu
2. Ikterik Neonatus b.d neonates Setelah dilakukan intervensi Foto terapi Neonatus (I.03091)
keperawatan selama 1x24 jam Observasi
mengalami kesulitan transisi
maka Adaptasi Neonatus membaik 1. Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
kehidupan ekstra uterin, dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia
keterlambatan pengeluaran 1) Berat badan cukup menigkat (4) gestasi dan BB
2) Membran mukosa kuning 3. Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam
mekonium, penurunan berat
cukup menurun (4) 4. Monitor efek samping fototerapi (hipertermi, diare,
badan tidak terdeteksi, pola 3) Sklera kuning cukup menurun rush pada kulit, penurunan BB lebih dari 8-10%)
(4) Terapeutik
makan tidak tepat dan usia ≤ 7
4) Prematuritas cukup menurun 1. Siapkan lampu fototerapi dan inkubator atau kotak
hari dibuktikan dengan Profil (4) bayi
5) Aktivitas ekstremitas membaik 2. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
darah abnormal (Hemolisis,
(5) 3. Berikan penutup mata
bilirubin serum total > 2mg/dL, 6) Respon terhadap stimulus 4. Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30
sensorik membaik (5) cm atau tergantung spesifikasi lampu fototerapi)
bilirubin serum total pada
5. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara
rentang risiko tinggi menurut berkelanjutan
6. Ganti segera alas dan popok bayi jika bayi BAB/BAK
usia pada normogen spesifik
7. Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan
waktu), membran mukosa cahaya sebanyak mungkin
Edukasi
kuning, kulit kuning dan sklera
1. Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
kuning (D.0024) 2. Ajarkan ibu menyui sesering mungkin
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemeriksaan darah vena direk dan indirek
5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu langkah untuk menentukan kemajuan seseorang
(Olifah, 2016). Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yan menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan
hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil
keputusan
DAFTAR PUSTAKA
Murray, R. K., Bender, D. A., Botham, K. M., Kennely, P. J., Rodwell, V. W. &
Weil, P. A. 2014, ‘Metabolisme Protein dan Asam Amino’, Biokimia
Harper, 29 ed, pp. 340-355, EGC, Jakarta.