Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bilirubin

Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem

retikuloendotelial dan dibawa di dalam plasma menuju hati untuk melakukan

proses konjugasi (secara langsung), untuk membentuk bilirubin diglukuronida dan

dieksresikan ke dalam empedu. Bilirubin terbagi menjadi dua jenis di dalam tubuh

yaitu bilirubin terkonjugasi atau yang dapat larut, dan bilirubin tidak terkonjugasi

atau memiliki ikatan protein. Bilirubin total yang berada dalam kisaran normal

tidak perlu dianalisis bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Salah satu nilai

bilirubin yang dilaporkan mewakili nilai bilirubin total (Kee, 2007).

Bilirubin terikat menjadi asam glukuronat pada retikulum endoplasmik

melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil transferase

(UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut air

menjadi molekul yang larut air. Bilirubin diekskresikan ke dalam empedu dan

masuk ke dalam usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tidak

berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dekonjugasi terjadi di dalam usus

kecil proksimal melalui kerja β-glucuronidase. Bilirubin tidak terkonjugasi ini

dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan

bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan

reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung sangat

http://repository.unimus.ac.id
7

panjang pada neonatus, karena asupan gizi yang terbatas pada hari - hari pertama

kehidupan (Mathindas, 2013).

Metabolisme bilirubin dimulai oleh penghancuran eritrosit setelah usia 120

hari oleh sistem retikuloendotel menjadi heme dan globin. Globin akan

mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan sebagai pembentukan

protein lain. Heme akan mengalami oksidasi dengan melepaskan

karbonmonoksida dan besi menjadi biliverdin. Biliverdin reduktase akan

mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek).

Bilirubin tidak terkonjugasi yang dilepaskan ke dalam plasma berikatan dengan

albumin, kemudian berdifusi ke dalam sel hati. Bilirubin tidak terkonjugasi dalam

sel hati akan dikonjugasi oleh asam glukuromat membentuk bilirubin terkonjugasi

(bilirubin direk), kemudian dilepaskan ke saluran empedu dan saluran cerna.

Bilirubin terkonjugasi di dalam saluran cerna dihidrolisis oleh bakteri usus β-

glucuronidase, sebagian menjadi urobilinogen yang keluar dalam tinja

(sterkobilin) atau diserap kembali oleh darah kemudian dibawa ke dalam hati

(siklus enterohepatik). Urobilinogen dapat larut dalam air, sehingga sebagian

dikeluarkan melalui ginjal (Rosida, 2016).

Peningkatan kadar bilirubin total menunjukan adanya gangguan pada hati

atau saluran empedu, ikterik, hepatitis, penyakit wilson, dan juga karena pengaruh

obat. Penurunan kadar bilirubin total dapat terjadi karena pengaruh obat

barbiturate, salisilat, penisilin, kafein dalam dosis tinggi atau faktor lain yang

dapat berpengaruh terhadap hasil bilirubin. Metabolisme bilirubin secara singkat

terdapat pada Gambar 1 berikut.

http://repository.unimus.ac.id
8

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin (Rosida, 2016)

Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah > 13 mg/dL

dan merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada neonatus.

Hiperbilirubinemia berat dapat menekan konsumsi O2 dan fosforilasi oksidasi

yang menyebabkan kerusakan sel-sel otak menetap, sehingga terjadi disfungsi

neuronal, ensefalopati dan dikenal sebagai kernikterus. Kernikterus pada bayi

dengan kadar bilirubin total 18 - 20 mg/dL berisiko mengalami kematian atau

kecacatan.

Peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir umumnya merupakan suatu

keadaan transisi normal atau fisiologis yang lazim terjadi pada 60 – 70 % bayi

aterm dan pada hampir semua bayi preterm. Kadar bilirubin pada kebanyakan

kasus yang menyebabkan ikterus tidak berbahaya dan tidak memerlukan

pengobatan. Namun demikian, pada beberapa kasus hiperbilirubinemia dapat

berhubungan dengan beberapa penyakit, seperti hemolitik, kelainan metabolik dan

endokrin, kelainan hati, dan infeksi. Bilirubin pada konsentrasi > 5 mg/dL akan

tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa

yang disebut ikterus (Pusparani, 2017). Hiperbilirubinemia merupakan salah satu

http://repository.unimus.ac.id
9

fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Bayi dengan

hiperbilirubinemia tampak kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin yang

berwarna kuning pada sklera dan kulit (Mathindas, 2013).

2.2 Ikterus

Definisi ikterus (jaundice) adalah kulit dan sklera yang berwarna kuning

akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Keadaan ini

menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin atau eliminasi bilirubin dari

tubuh yang tidak efektif. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang

timbul akibat kadar bilirubin yang diproduksi tinggi tetapi yang dieksresi rendah

selama masa transisi pada neonatus. Produksi bilirubin pada neonatus dua sampai

tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa normal. Hal ini dapat

terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan memiliki umur yang

lebih pendek. Bayi baru lahir terutama bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia

gestasi < 37 minggu memiliki resiko yang lebih besar pada minggu pertama

kehidupannya (Maulida, 2014).

Ikterus neonatorum dibagi menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan ikterus

non fisiologis. Ikterus fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan

kadar bilirubin tidak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Kadar

bilirubin bayi baru lahir yang diberi susu formula mencapai puncaknya sekitar 6-8

mg/dL pada hari ke-3 kehidupan. Bilirubin akan menurun cepat selama 2-3 hari

diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1-2 minggu. Kadar

bilirubin pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI akan mencapai kadar yang

http://repository.unimus.ac.id
10

lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat selama 2-4 minggu

dan dapat mencapai 6 minggu.

Ikterus non fisiologis dikenal sebagai ikterus patologis, yang tidak mudah

dibedakan dengan ikterus fisiologis. Ikterus non fisiologis terjadi pada bayi usia

kurang dari 24 jam. Ikterus non fisiologis memiliki tanda – tanda penyakit yang

mendasar pada setiap bayi, seperti muntah, penurunan berat badan yang cepat,

apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil. Kadar bilirubin total serum pada bayi

meningkat > 0,5 mg/dL per jam. Bayi dengan kadar bilirubin yang meningkat

memerlukan fototerapi (Marthindas, 2013).

Warna kekuningan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena produksi

bilirubin yang berlebihan, misalnya pada pemecahan sel darah merah (hemolisis)

yang berlebihan pada incompabilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.

Selain itu dapat terjadi karena adanya gangguan dalam proses uptake dan

gangguan ekskresi yang mengakibatkan sumbatan hati atau kerusakan sel hati

(Maulida, 2014).

2.3 Pemeriksaan Bilirubin

Pemeriksaan bilirubin untuk menilai eksresi hati di laboratorium terdiri dari

pemeriksaan bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek. Apabila terdapat

gangguan fungsi eksresi bilirubin maka kadar bilirubin total meningkat. Kadar

bilirubin yang meningkat dapat menyebabkan ikterik (Rosida, 2016).

Metode yang digunakan pada pemeriksaan bilirubin adalah Colorimetric Test

– Dichloroaniline (DCA). Prinsip pemeriksaan bilirubin adalah bilirubin total

direaksikan dengan dichloroaniline terdiazotisasi membentuk senyawa azo yang

http://repository.unimus.ac.id
11

berwarna merah dalam larutan asam, campuran khusus (detergen enables) sangat

sesuai untuk menentukan bilirubin total. Nilai normal kadar bilirubin total pada

orang dewasa mencapai 0,1 – 2 mg/dL, pada anak – anak 0,2 – 0,8 mg/dL, dan

pada bayi baru lahir 1 – 12 mg/dL (Kee, 2017).

Bahan pemeriksaan atau sampel pemeriksaan bilirubin adalah plasma

Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA). Plasma EDTA merupakan cairan

darah yang memiliki komposisi air, protein, asam amino, hormon, enzim, limbah

nitrogen, nutrisi, gas, dan fibrinogen. Sampel plasma mengandung fibrinogen

yang tidak dapat berubah menjadi fibrin karena adanya antikoagulan yang

ditambahkan (Sadikin, 2001). EDTA mengandung natrium dan kalium yang

bekerja mencegah koagulasi dengan cara mengikat kalsium, sehingga tidak

berpengaruh terhadap kadar bilirubin (Randik, 2014).

Pemeriksaan kadar bilirubin sebaiknya dikerjakan dalam waktu 2-3 jam

setelah pengambilan darah. Apabila dilakukan penundaan maka akan terjadi

penurunan kadar bilirubin total yang dapat berpengaruh terhadap hasil

pemeriksaan. Penyimpanan sampel sebaiknya disimpan pada tabung dengan

suasana gelap untuk menjaga stabilitas bilirubin. Stabilitas bilirubin pada suhu

kamar tidak stabil dan akan mudah terjadi kerusakan apabila terkena sinar, baik

sinar lampu maupun sinar matahari (Safarina, 2015).

2.4 Pengenceran Sampel Plasma

Pengenceran merupakan penambahan sejumlah pelarut ke dalam larutan

tertentu. Pengenceran akan menyebabkan volume larutan berubah akan tetapi

jumlah molaritas dalam larutan tetap (Sutardi, 2016). Pengenceran yang

http://repository.unimus.ac.id
12

digunakan pada pemeriksaan bilirubin dapat menggunakan Natrium Chlorida

(NaCl) 0,9 % dan aquadest steril. NaCl 0,9 % dan aquadest steril dapat digunakan

sebagai pelarut karena memiliki sifat yang larut dalam air. Pelarut yang sering

digunakan untuk pengenceran sampel adalah NaCl 0,9 %. Pengenceran yang

dilakukan selain karena sampel kurang, dapat juga dilakukan jika kadar bilirubin

dalam darah terlalu tinggi dan tidak dapat terukur menggunakan alat pemeriksaan.

Pengenceran dapat dilakukan terhadap semua pasien baik bayi, anak – anak,

maupun dewasa (Murdani, 2017).

Larutan NaCl 0,9 % merupakan larutan normal salin yang bersifat isotonik,

tidak berbau, berasa garam dan mudah larut dalam air. NaCl 0,9 % diperoleh dari

0,9 gram kristal NaCl yang dilarutkan dalam 100 mL aquadest dan dinyatakan

dalam % b/v. NaCl berperan dalam memelihara tekanan osmosis darah dan

jaringan. NaCl 0,9 % merupakan larutan steril dan bebas dari pirogen. Kemasan

larutan NaCl 0,9 % memiliki komposisi elektrolit Na+ 154 mEq/L dan Cl- 154

mEq/L, dengan osmolaritas sebesar 300 mOsm/L (Novara, 2009).

Aquadest merupakan suatu pelarut yang penting dan memiliki kemampuan

untuk melarutkan banyak zat kimia seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas

dan macam - macam molekul organik sehingga aquadest disebut sebagai pelarut

universal. Aquadest berasal dari hasil penyulingan dan memiliki kandungan murni

H2O bersifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada kondisi standar.

Aquadest merupakan substansi kimia dengan rumus kimia H2O satu molekul air

tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom

oksigen (Hasanah, 2016).

http://repository.unimus.ac.id
13

2.5 Kerangka Teori

Heme Eritrosit Globin

Bilirubin

Sampel Plasma EDTA

Pemeriksaan Kadar Bilirubin Total


Waktu Metode Colorimetric Test - Cahaya
Dichloroaniline

Pengenceran

NaCl 0,9 % Aquadest


Steril

http://repository.unimus.ac.id
14

2.6 Kerangka Konsep

Sampel plasma
pengenceran NaCl 0,9 %
Kadar
Bilirubin
Total
Sampel plasma
pengenceran aquadest
steril

2.7 Hipotesis

Ada perbedaan kadar bilirubin total pada sampel plasma EDTA pengenceran

NaCl 0,9 % dan pengenceran aquadest steril.

http://repository.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai