Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Hiperbilirubinemia

Pembimbing :
dr. Syarifah Mahlisa Soraya, Sp.A

Disusun Oleh :

Bima Kurnia Sandi


19360234

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN


ANAK

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN


SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI

TAHUN 2020
DAFTAR ISI

2
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus neonatorum (Ikterus: kuning , Neonatorum: bayi baru lahir) adalah
kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena
adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah (disebut juga hiperbilirubinemia). Warna
kekuningan pada bayi baru lahir umumnya merupakan kejadian alamiah (fisologis),
namun adakalanya menggambarkan suatu penyakit (patologis). Ikterus pada bayi
dapat berupa ikterus fisiologis atau ikterus patologis. Bayi berwarna kekuningan yang
alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu dapat terjadi pada 25%
hingga 50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan
persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur.1,2

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara
klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5
mg/dL. 3,4

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total ≥5 mg/dl
(86 mmol/L). Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan
mukosa akibat penumpukan bilirubin tak tekonjugasi pada jaringan. Ikterus pada
neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum >5 mg/dL. Istilah bilirubinemia
sering disalahartikan sebagai ikterus berat yang membutuhkan terapi segera.
Sesungguhnya, hiperbilirubinemia dan ikterus/jaundice merupakan terminologi yang
merujuk pada keadaan yang sama.1,2

Hiperbilirubinemia adalah keadaan transien yang sering ditemukan baik pada


bayi cukup bulan (50-70%) maupun bayi premature (80-90%). Sebagian besar
hiperbilirubinemia adalah fisiologis dan tidak membutuhkan terapi khusus, tetapi
karena potensi toksik dari bilirubin, maka semua neonatus harus dipantau untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat. Hiperbilirubinemia
seringkali dianggap menakutkan, baik oleh dokter maupun keluarga sehingga
dibutuhkan panduan yang jelas agar tidak terjadi overtreatment maupun
underdiagnosis. Pemahaman yang baik mengenai patofisiologi dan tatalaksana
hiperbilirubinemia dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diharapkan, seperti
penghentian menyusui, terapi yang tidak perlu, dan biaya yang berlebihan.1,2

Penyebab hiperbilirubinemia:

1. Hiperbilirubinemia fisiologis

Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin / UCB) pada


neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu
berangsur turun. Pada bayi premature, awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar bilirubin
naik perlahan tetapi kadar puncak lebih tinggi, serta memerlukan waktu lebih lama
untuk menghilang, mencapai 2 minggu. Kadar bilirubin pada neonatus premature
dapat mencapai 10-12 mg/dL pada hari ke-5 dan masih dapat naik menjadi >15
mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu. Kadar bilirubin akan mencapai < 2 mg/dL
setelah usia 1 bulan, baik pada bayi cukup bulan maupun premature.

4
2. Hiperbilirubinemia patologis

Keadaan di bawah ini menandakan kemungkinan hiperbilirubinemia nonfisiologis dan


membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut:

- Awitan ikterus sebelum usia 24 jam

- Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi

- Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam

- Kadar bilirubin terkonjugasi > 2mg/dL (>20% bilirubin total)

- Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan

badan, asfiksia, apne, takipnu, instabilitas suhu)

- Ikterus pada BBLR dan neonatus kurang bulan

- Ikterus yang menetap > 2 minggu1,2

2.2 ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:

a) Produksi yang berlebihan


Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar


Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake
bilirubin ke sel hepar.

c) Gangguan transportasi

5
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

d) Gangguan dalam eksresi


Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan
di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.3

2.3 PATOFISIOLOGI

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini,
bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas
bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke
asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk).3,4
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin.3,4
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl.3,4

6
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati
(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.3,4

2.4

MANIFESTASI KLINIS

7
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6
mg/dl. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning- kehijauan atau kuning
kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat.1,4

Gambaran klinis ikterus fisiologis:

 Muncul > 24 jam


 Bayi tampak sehat (normal)
 Kadar bilirubin total <12mg%
 Menghilang paling lambat 10-14 hari
 Tak ada faktor resiko

Gambaran klinik ikterus patologis:

 Timbul pada umur < 24 jam


 Kenaikan bilirubin cepat
 Bisa disertai anemia
 Menghilang lebih dari 2 minggu
 Ada faktor resiko4

2.5 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat pada bayi usia gestasi >35 minggu:

Faktor risiko mayor

 Kadar bilirubin serum total sebelum dipulangkan berada pada zona risiko
tinggi
 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
 Inkompabilitas golongan darah dengan uji antiglobulin direk positif atau
penyakit hemolitik lain
 Usia gestasi 35-36 minggu
 Riwayat saudara kandung mendapat terapi sinar
 Sefahematom atau memar luas

8
 ASI eksklusif, terutama bila asupan tidak adekuat dan terdapat berat badan
berlebih
 Ras Asia Timur

Faktor risiko minor

 Kadar bilirubin serum total sebelum dipulangkan berada pada zona risiko
tinggi sedang
 Usia gestasi 37-38 minggu
 Ikterus terjadi sebelum dipulangkan
 Riwayat saudara kandung dengan ikterus
 Bayi makrosomia dari ibu DM

2.6 Diagnosis

Anamnesis
 Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat
janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
 Apakah masa kehamilan cukup? Apakah BBLR?
 Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan infeksi virus atau
toksoplasma
 Ibu pernah mengalami sakit kuning sebelum mengandung atau selama
mengandung
 Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi yang berpotensi
menyebabkan perdarahan atau hemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami
hiperbilirubinemia yang disebabkan ketidakmampuan hati memetabolisme
bilirubin atau akibat perdarahan intracranial. Keterlambatan klem tali pusat
dapat menyebabkan polisitemia neonatal dan peningkatan bilirubin.
 Waktu terjadinya perubahan warna kuning pada kulit bayi. Hal ini penting,
karena waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan
erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut

9
 Riwayat terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
 Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada kemungkinan
inkompabilitas golongan darah atau breast milk jaundice
 Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa untuk
diagnosis banding terhadap penyakit hemolitik yang diakibatkan thalesemia,
sferositosis dll,
 Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa
6-fosfat (G6PD)
 Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan
galaktosemia, tirosinosis, hipermmetioniemia, penyakit Gilbert, sindrom
Crigler-Najjar tipe I dan II
 Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetic/metabolic (fibro-kistik atau defisiensi α1-
antitrypsin).
 Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan hiperbilirubinemia direk
berkepanjangan.
 Pemberian ASI. Harus dibedakan antara breast milk jaundice dan breast
feeding jaundice
- Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh kekurangan
asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu produksi
ASI belum banyak. Untuk neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan, hal
ini tidak perlu dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak coklat,
glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan metabolisme selama 72 jam.
Walaupun demikian keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia,
yang disebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan
ASI.
- Breast milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh ASI. Insiden pada
bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada sebagian besar bayi, kadar bilirubin
turun pada hari ke-4, tetapi pada breast milk jaundice, bilirubin terus naik,
bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan,
bilirubin akan turun secara drastic dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali,
maka bilirubin kembali naik tetapi umumnya tidak akan setinggi sebelumnya.
Bayi menunjukkan pertambahan berat badan yang baik, fungsi hati normal,

10
dan tidak terdapat bukti hemolisis. Breast milk jaundice dapat berulang (70%)
pada kehamilan berikutnya. Mekanisme sesungguhnya yang menyebabkan
breastmilk jaundice belum diketahui, tetapi diduga timbul akibat terhambatnya
UDGPA oleh hasil metabolisme progesterone, yaitu pregame-3-alpha 2-beta-
diol yang ada di dalam ASI sebagian ibu.1,5,6

2.7 Pemeriksaan fisik


Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar
yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak
terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya
gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang
mendapatkan terapi sinar.1
Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada neonatus secara klinis,
sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti pada tulang
hidung, dada, lutut. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian
kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan table yang
telah diperkirakan kadar bilirubinnya.1

Bagian tubuh yang Rata-rata serum bilirubin indirek


Zona
kuning ( mol/l)
1 Kepala dan leher 100 (6 mg/dL)
2 Pusat-leher 150 (9 mg/dL)
3 Pusat-paha 200 (12 mg/dL)
4 Lengan + tungkai 250 (15 mg/dL)
5 Tangan + kaki > 250 (> 15 mg/dL)

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis


dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai
kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.1
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan fisik
- Prematuritas
- Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia
- Tanda infeksi intrauterine, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan
- Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom

11
- Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah ekstravaskular
- Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
- Tanda dehidrasi, letargi
- Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atau
penyakit hati
- Koriorenitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
-Tanda hipotiroid4-6

2.8 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau
bayi- bayi yang tergolong resiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah, Rhesus dan ‘Coombs test’,
darah lengkap dan hapusan darah untuk melihat morfologi dan ada tidaknya
hemolisis, hitung retikulosit dan kadar enzim G6PD pada eritrosit.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia
bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur
untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar. Pada ikterus
berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati, pemeriksaan urin untuk mencari
infeksi saluran kemih, serta pemeriksaan untuk mencari infeksi kongenital,
sepsis, defek metabolic, atau hipotiroid.4,5,6

2.9 DIAGNOSIS BANDING


1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Ikterus yang segera timbul begitu bayi lahir atau muncul dalam 24 jam pertama
mungkin disebabkan oleh inkompatibilitas darah Rh, ABO, atau golongan darah lain,
infeksi intrauterin (virus, bakteri, toksoplasmosis kongenital, rubela, inklusi
sitomegali), eritroblastosis fetalis, perdarahan tersembunyi dan kadang oleh karena
defisiensi enzim G-6-PD.

12
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir

Ikterus yang muncul pada hari ke-2 atau hari ke-3 dapat menunjukkan ikterus yang
fisiologis namun dapat pula menunjukkan adanya hiperbilirubinemia oleh karena
sindrom Crigler-Najjar yang merupakan ikterus non-hemolitik familial, dapat pula
ikterus muncul karena kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, masih
memungkinkan juga disebabkan oleh defisiensi enzim G-6-PD, keadaan polisitemia,
hemolisis perdarahan tertutup, hipoksia, sferositosis, dehidrasi asidosis, dan defisiensi
enzim eritrosit lainnya.

3. Ikterus yang muncul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

Ikterus yang muncul setelah 3 hari memberi gambaran septikemia karena infeksi lain
terutama sifilis, toksoplasmosis, dan penyakit inklusi sitomegalovirus. Selain
septikemia, dapat pual ikterus muncul karena dehidrasi asidosis, pengaruh obat,
sindrom Criggler Najjar, sindrom Gilbert.

4. Ikterus yang muncul di akhir minggu pertama

Ikterus yang muncul setelah usia satu minggu memberi kesan ikterus karena ASI atau
biasa disebut sebagai breastmilk jaundice, septikemia, atresia kongenital saluran
empedu, hepatitis, rubela, hepatitis herpes, galaktosemia, hipotiroidisme, anemia
hemolitik kongenital, atau kemungkinan kegawatan anemia hemolitik lainnya
misalnya karena defisiensi piruvat kinase atau karena obat-obatan.

5. Ikterus yang persisten selama umur 1 bulan

Ikterus yang terus bertahan selama umur satu bulan akan memberi kesan sindrom
empedu mengental (yang dapat menyertai penyakit hemolitik bayi baru lahir), sifilis,
toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, kadang ikterus fisiologis dapat
memanjang selama beberapa minggu pada keadaan bayi hipotiroidisme atau stenosis
pilorus.4,5

2.10 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus

13
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun
sesudah terapi tukar.
c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini1-3

Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan etiologi, yaitu


sebagai berikut:
- Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme bilirubin, ikatan bilirubin
dengan albumin atau integritas sawar darah-otak harus dieliminasi
- Breastfeeding jaundice
 Pantau jumlah ASI yang diberikan, apakah sudah mencukupi atau belum
 Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari
 Pemberian air putih, air gula, formula pengganti tidak diperlukan\
 Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi buang air kecil dan buang
air besar
 Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan penambahan volume
cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara
 Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila hiperbilirubinemia menetap >6
hari, kadar bilirubin >20 mg/dL, atau riwayat terjadi breastfeeding jaundice
pada anak sebelumnya.
- Breastmilk jaundice, terdapat dua pendapat mengenai tatalaksana breastmilk
jaundice
 American Academy of Pediatrics tidak menganjurkan penghentian ASI dan
merekomendasikan agar ASI terus diberikan
 Gartner dan Aurbach menyarankan penghentian ASI sementara untuk
memberi kesempatan hati mengkonjugasi bilirubin indirek yang berlebihan.

14
Apabila kadar bilirubin tidak turun, makan penghentian ASI dilanjutkan
sampai 24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin tiap 6 jam. Bila
kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam, maka
jelas penyebabnya bukan karena ASI, ASI kembali diberikan sambil mencari
penyebab hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk sementara
adalah untuk menegakkan diagnosis.

- Bayi dengan hipotiroid harus mendapat substitusi hormone sesuai protokol


- Bayi dengan penyakit hemolitik: hati-hati terhadap kemungkinan hemolitik berat
yang membutuhkan transfusi tukar4-6
-
Memberi terapi sinar menggunakan pancaran sinar (460-490 nm) hingga bilirubin
diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh
karena mudah larut dalam air melalui urin. Dalam perawatan bayi dengan terapi
sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
 Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.
 Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
 Lampu diletakkan 35-50 cm di atas bayi
 Hangatkan ruangan tempat terapi sinar dilakukan
 Gunakan kain putih untuk menutupi seluruh kotak incubator agar cahaya
terpantulkan sebanyak mungkin pada bayi
 Balikkan posisi bayi setiap 3 jam
 Selama terapi sinar, pemberian cairan dan asupan nutrisi tetap dilakukan
sesuai kebutuhan
 Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
 Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
 Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.4,5,6

15
Panduan terapi sinar untuk bayi dg usia gestasi ≥ 35 minggu

- Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar. Transfusi tukar


adalah prosedur yang menggantukan sebagian volume darah bayi dengan darah atau
plasma dari donor. Biasanya volume yang digantikan sekitar 2 kali volume darah
bayi, yaitu 80-90 mlkgBB dan pemasangan kateter pembuluh darah dilakukan di vena
umbilical. Pada umumya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
 Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
 Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
 Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
 Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs
direct positif.
 Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor
inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum
digunakan secara rutin.
 Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara
intravena(500- 1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan
untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik
isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi secara teori immunoglobulin

16
menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel dengan demikian dapat
mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi oleh antibody.4,5,6

Panduan transfusi tukar untuk bayi dg usia gestasi ≥35 minggu

Normogram untuk menentukan risiko terjadinya hiperbilirbinemia berat pada bayi usia gestasi
≥ 36 minggu berdasarkan kadar bilirubin serum total dan usia

17
Berat Indikasi terapi sinar Indikasi transfuse tukar
Bilirubin serum total Bilirubin serum total
(mg/dL) (mg/dL)
<1000 gram Dimulai dalam 24 jam 10-12
pertama
1000-1500 7-9 12-15
gram
1500-2000 10-12 15-18
gram
2000-2500 13-15 18-20
gram
Panduan terapi sinar dan transfusi tukar untuk bayi premature

2.11 PENCEGAHAN
Setiap bayi baru lahir harus dievaluasi terhadap kemungkinan mengalami
hiperbilirubinemia berat. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
memeriksa kadar bilirubin serum total atau pengkajian terhadap faktor risiko secara
klinis. Dengan memeriksa bilirubin serum total dan memplot hasilnya pada
nomogram, dapat diketahui apakah bayi berada pada zona risiko rendah, menengah
atau tinggi untuk terjadinya hiperbilirubinemia berat. Studi terbaru menyatakan bahwa
kombinasi kadar bilirubin sebelum dipulangkan dan usia gestasi merupakan prediktor
terbaik untuk terjadinya hiperbilirubinemia berat. Setiap ibu hamil harus menjalani
pemeriksaan golongan darah dan faktor Rhesus.5,6

2.12 KOMPLIKASI
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara
lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu,
kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat
biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.1,3,7

2.13 PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik apabila pasien mendapatkan perawatan sesuai
dengan alur tatalaksana. Kerusakan otak oleh karena kernicterus masih menjadi risiko

18
berat dan insidens kernicterus yang meningkat di tahun-tahun terakhir ini disebabkan
karena adanya miskonsepsi bahwa ikterus pada bayi sehat cukup bulan tidak
berbahaya dan tidak perlu dievaluasi sehingga kadang pertanda dini
hiperbilirubinemia tidak dikenali.6,7

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi Pertama 2008, FKUI

: Jakarta

2. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, et al. Current pediatric diagnosis &
treatment. 18th edition. United States of America: McGraw-Hill
Companies;2007.p.11-7.
3. Wahab AS, Sugiarto, alih bahasa. Buku ajar pediatri rudolph. Ed ke-20, volume 2.
Jakarta: EGC;2007.h.1249-52.
4. Wahab AS, editor edisi bahasa indonesia. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed ke-15,
vol 1. Jakarta: EGC;2004.h.610-6.
5. Hassan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Indomedika;2007.h.1101-14.
6. Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, Avery’s disease of the newborn.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p. 1226-30.
7. Springer SC. Kernicterus. 2012 Apr 26. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/975276-overview

19

Anda mungkin juga menyukai