PROLONGED JAUNDICE
Oleh :
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan perubahan jaringan menjadi kuning
dan disebut sebagai ikterus.1 Ikterus neonatal adalah perubahan warna pada warna kulit dan
sklera menjadi kekuningan pada bayi baru lahir oleh bilirubin.2 Ikterus terlihat ketika kadar
bilirubin serum mencapai 5 - 7 mg/dl.3.Bilirubin serum normal adalah 0,3 – 1,0 mg/dl.1
2.2 Epidemiologi
Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian neonatus terbanyak di
Indonesia disebabkan oleh asfiksia (37%), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%), postmatur (3%),
dan kelainan kongenital (1%) per 1.000 kelahiran hidup.4
Kejadian ikterus neonatorum di Indonesia mencapai 50% bayi cukup bulan dan
kejadian ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan (premature) mencapai 58%. Rumah
Sakit Dr. Sarditjo melaporkan kejadian ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebanyak
85% yang mana memiliki kadar bilirubin di atas 5 mg/dl dan 23,80% memiliki kadar
bilirubin di atas 13 mg/dl.4
2.3 Patogenesis
b. Pemeriksaan Fisik
- Periksa keadaan umum, tanda-tanda vital, berat badan, status gizi dan observasi tanda-
tanda sepsis
- Akumulasi bilirubin di jaringan akan menyebabkan kulit dan sklera ikterik. Ikterik
terlihat pertama kali di wajah dan menyebar secara kaudal ke tungkai bawah dan
ekstermitas. Total serum bilirubin dapat dinilai dengan Transcutaneous bilirubin (TcB)
yaitu pengukuran luas tubuh yang mencerminkan kadar total serum bilirubin. Ikterik pada
hiperbilirubinemia terkonjugasi lebih kehijauan dibanding yang tidak terkonjugasi
dimana warna kulit lebih kuning
- Periksa adanya bintik-bintik atau petekie pada kulit untuk menyingkirkan adanya
koagulopati
- Pemeriksaan abdomen perlu diutamakan untuk melihat adanya distensi. Palpasi hepar dan
lien yang membesar untuk memeriksa adanya massa. Adanya massa pada bagian kanan
perlu dicurigai adanya kista koledokus. Splenomegali umumnya pada hepatitis neonatal
dan bisa menjadi tanda atresia biliar
- Perhatikan warna urin, dimana urin yang lebih gelap menunjukkan adanya
hiperbilirubinemia terkonjugasi dan feses berwarna dempul menunjukkan adanya
kolestasis
- Perlu diperhatikan tanda-tanda memar, sefalohematoma, atau perdarahan intrakranial
- Selain itu, pemeriksaan neurologis perlu dilakukan, dimana bisa terjadi bilirubin
ensefalopati. Perlu dicari tanda-tanda pemberian makan yang buruk, letargi, hipotonus,
atau kejang.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien untuk mencari etiologi
adalah sebagai berikut.
- Kadar bilirubin serum direk dan total
Pada neonatus kurang bulan atau sakit, periksa setiap 12-24 jam tergantung
peningkatannya sampai akhirnya stabil. Neonatus dengan bilirubin direk >50%
TSB perlu dilakukan evaluasi individual
- Pemeriksaan darah rutin
Apabila ada penyakit hemolitik, anemia, atau infeksi
- Golongan darah ibu dan anak dengan Rh
- Pemeriksaan Coombs langsung dan tidak langsung
- Untuk mendeteksi reaksi antigen antibodi pada anemia hemolitik
- Jumlah Retikulosit
- Jika neonatus mengalami anemia atau penyakit hemolitik
- Periksa adanya hipotiroidisme dan galaktosemia, dimana kedua kondisi tersebut perlu
tatalaksana cepat untuk mengurangi sekuele yang serius..
- Fungsi hepar (SGOT dan SGPT), pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan urin
- Pemeriksaan gula darah
- Pemeriksaan kadar hormone TSH dan tiroksin, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut.
- Pemeriksaan X-Ray
- USG hepar dan traktur bilier, apabila curiga adanya kolestasis
- MRI, apabila curiga bayi mengalami hemakromatosis neonatus dengan kadar besi yang
berlebihan
- MRCP dan ERCP
- Biopsi hepar perkutaneus8
2.7 Tatalaksana
1. Farmakoterapi
a. Imunoglobulin
Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan
inkompabilitas ABO untuk menekan hemolysis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi
ganti
b. Fenobarbital
Fenobarbital efektif dalam merangsang aktivitas dan konsentrasi UDGPT dan ligandin serta
dapat meningkatkan jumlah ikatan bilirubin. Penggunaannya setelah lahir masih
kontroversial dan dan secara umum tidak direkomendasikan.
c. Penggunaan metalloprotoporphyrin dalam pencegahan hiperbilirubinemia diteliti sebagai
analog sistensi heme. Protoporphyrin efektif sebagai inhibitor kompetitif heme oksigenase,
yang berfungsi untuk katabolisme heme menjadi biliverdin. Dengan zat tersebut, heme
dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh di dalam empedu.
d. Pada penelitian, didapatkan penggunaan protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin
(Sn-MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Pemakaian obat ini masih dalam
percobaan dan pemakaiannya hanya untuk bayi dengan hiperbilirubinemia dengan risiko
tinggi disfungsi neurologis
e. Inhibitor beta-glukoronidase pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI dikatakan juga
dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan mengurangi ikterik.
2. Fototerapi
Fototerapi dilakukan dengan menyinarkan cahaya biru kehijauan pada neonatus
dengan panjang gelombang 400-520 nm. Terapi ini dianggap aman dan efisien untuk
mengurangi toksisitas dan meingkatkan eliminasi bilirubin. Fototerapi mendetoksifikasi
bilirubin dengan tiga mekanisme: isomerisasi structural ke lumirubin, fotoisomerisasi
terhadap isomer yang kurang toksik dan fotooksidasi terhadap molekul polar kecil. Proses-
proses ini terjadi di pembuluh darah atau di rongga intersisial kulit. Fototerapi dengan cahaya
biru merubah bilirubin menjadi lumirubin dengan isomerisasi ireversibel. Lumirubin, zat
yang lebih larut daripada bilirubin, diekskresikan tanpa adanya konjugasi ke empedu dan
urin.
Beberapa yang mempengaruhi pemberian terapi sinar adalah masa gestasi, berat lahir,
umur bayi, faktor risiko seperti hipoksia, asidosis, sepsis, kelainan hemolitik.
a. Panduan terapi sinar berdasarkan masa gestasi menurut American Academy of Pediatrics
Tabel 2.1 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan
berdasarkan American Academy of Pediatrics
Kadar bilirubin total serum (mg/dL (µmol/L)
Usia (jam) Pertimbangkan Fototerapi Transfusi tukar Transfusi tukar
fototerapi jika fototerapi & fototerapi
intensif gagal intensif
25-48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430)
49-72 ≥ 15 (260) ≥ 18 (310) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
>72 ≥ 17 (290) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
3. Transfusi tukar
Transfusi tukar bertujuan menghilangkan komponen darah dan toksin yang berada di
sirkulasi dengan mempertahankan volume darah yang sirkulasi secara adekuat. Tindakan ini
dilakukan untuk menghilangkan antibodi dan bilirubin berlebihan. Merupakan manajemen
prenatal penyakit hemolitik aloimun dan hiperbilirubinmia neonatal. Pada hiperbilirubinemia,
transfuse tukar digunakan apabila kadar bilirubin berisiko untuk menyebabkan gangguan di
susunan saraf pusat (kern ikterik). Transfusi tukar yang dilakukan adalah double volume
exchange selama 50-70 menit. Penurunan bilirubin semakin efisien jika transfusi tukar
dilakukan perlahan, sehingga ada kesempatan untuk bilirubin ekstra dan intravaskuler
mencapai keseimbangan.
Gambar 2.4 Panduan transfusi tukar
Tabel 2.4 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan
berdasarkan American Academy of Pediatrics
Kadar bilirubin total serum (mg/dL (µmol/L)
Usia (jam) Pertimbangkan Fototerapi Transfusi tukar Transfusi tukar
fototerapi jika fototerapi & fototerapi
intensif gagal intensif
25-48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430)
49-72 ≥ 15 (260) ≥ 18 (310) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
>72 ≥ 17 (290) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
2.6 Komplikasi
Risiko tertinggi yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia indirek adalah disfungsi
neurologis akibat tingginya kadar bilirubin indirek. Kern ikterik (ensefalopati bilirubin)
tergantung dari kadar bilirubin indirek, durasi paparan terhadap peningkatan bilirubin,
penyebab ikterus, dan keadaan bayinya itu sendiri. Gangguan neurologis sepetri kern ikterus
bisa terjadi pada kadar bilirubin rendah pada bayi kurang bulan, bayi dengan asfiksia,
perdarah itraventrikular, hemolisis, atau obat-obtan yang melepas ikatan bilirubin dan
albumin.7
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny . F
Tanggal lahir/Umur : 17 oktober 2019 / 20 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Taruko IV tunggul hitam
Tanggal masuk : 06 November 2019
ANAMNESIS
Keluhan Utama: Kuning yang semakin bertambah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit
Riwayat Persalinan :
NBBLC 2800 gr , gravid aterm 37-38 minggu, Panjang Badan Lahir 46 cm, lahir SC atas
indikasi KPD letak sungsang dan oligohidramnion, A/S 5/7, tidak langsung menangis, sudah
mendapatkan injeksi vit.K
Riwayat Antenatal :
Kontrol ke bidan, teratur
HPHT : lupa
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : cukup aktif
Frekuensi Jantung : 132x/menit
Frekuensi Nafas : 48x/menit
Suhu : 36,6o C
Panjang Badan : 48 cm
Berat Badan : 3200 gram
Kulit : teraba hangat, ikterik sampai tungkai (grade III-IV)
KGB : tidak teraba pembesaran getah bening
Kepala : bulat, simetris, lingkar kepala 38 cm (Normal Standar Nellhauss)
ubun-ubun besar belum menutup, tidak menonjol
Rambut : hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
pupil isokor, diameter 2 mm/2 mm, refleks cahaya +/+ normal
Telinga : low set ear tidak ada
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Tenggorokan : tonsil dan faring sulit dinilai
Gigi dan mulut : mukosa bibir dan mulut basah, sianosis sirkum oral tidak ada
Leher : JVP sukar dinilai
Paru
Inspeksi : normochest, retraksi tidak ada
Palpasi : sulit dinilai
Perkusi : sulit dinilai
Auskultasi : SN bronkovesikuler rhonki tidak ada , wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC IV
Perkusi : sulit dinilai
Auskultasi : S1 S2 reguler , murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : Supel , Hepar ¼ - ¼, lien tidak teraba
Perkusi : sulit dinilai
Auskultasi : BU (+) normal
Umbilikus : tidak ada kelainan
Genitalia : eritem vulva (+) A1M1P1
Ekstremitas : atas : tidak ditemukan kelainan, teraba hangat, perfusi baik
bawah : tidak ditemukan kelainan, teraba hangat, perfusi baik
Anus : ada, tidak ada kelainan.
Tulang : intak
Refleks Moro :+ Isap :+
Rooting :+ Pegang : +
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 6 november 2019 : Tanggal 6 november 2019
Hb : 13,5 gr % Total bilirubin : 12,9 g/dL
Leukosit : 11860 /mm3 Bilirubin direk : 0,2 mg/dL
Ht : 39 vol % Bilirubin indirek : 12,7 vmg/dL
Trombosit : 306.000/mm3
DIAGNOSA KERJA
Prolonged jaundice ec susp. ISK
DIAGNOSA BANDING
TERAPI
1. Umum
ASI OD
2. Khusus
Ampicilin sulbactam 3 x 160 mg iv
Gentamicin 1 x 16 mg iv
RENCANA PEMERIKSAAN SELANJUTNYA
Kultur urin
Urinalisa
Bilirubin total, Bilirubin direk dan indirek
Bilirubin urin
FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi dan Rencana
7-11-2013 S/ - bayi rawatan dibawah infant warmer Ampicilin sulbactam
Hari rawatan - masih tampak kuning sampai tungkai 3 x 160 mg iv
ke-1 - demam tidak ada, kejang tidak ada, muntah tidak ada Gentamicin 1 x 16
- BAK dan BAB biasa mg iv
VS/ Keadaan : sakit sedang, cukup aktif
HR : 148x/mnt
RR : 48/mnt
Suhu : 36,70 C
Kulit : ikterik sampai tungkai (grade III-IV)
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Thorax : pulmo : bronkhovesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak
ada
Cor : irama teratur, bising tidak ada
Abdomen : distensi (-), hepar 1/4 – 1/4, lien tidak
teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
P/ Prolonged jaundice
BAB 1V
DISKUSI
Pada saat kehamilan, ibu pasien tidak pernah mengalami demam pada awal
hingga menjelang persalinan. Nyeri berkemih selama kehamilan tidak diketahui.
Keputihan selama kehamilan atau menjelang kelahiran tidak diketahui. Anak
sebelumnya sudah dirawat saat lahir sampai usia 5 hari di NICU RSUP Dr. M. Djamil
Padang, dengan diagnosa saat dirawat pneumonia neonatal, shock hipotermi, neonatal
jaundice ec unspecified. Telah dilakukan coomb test dengan hasil negatif dan kultur
darah hasilnya negatif.
Pada riwayat kehamilan ibu sekarang, tidak ada riwayat demam berulang dan
didapatkan kehamilan cukup bulan. Pemeriksaan tanda-tanda vital saat kehamilan
ditemukan normal. Pasien lahir dengan sectio cesarea dengan indikasi KPD letak
sungsang dan oligohidramnion.
Bayi dilahirkan tanggal 17 oktober 2019 gravid aterm 37-38 minggu dengan
berat badan lahir 2800 gram dan panjang badan 46 cm. APGAR pasien didapatkan
5/7. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada bayi, ditemukan ikterik.
Pemeriksaan fisik lainnya ditemukan normal.
Telah dilakukan pemeriksaan Coomb Test pada rawatan pertama, dengan hasil
negatif. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya antibodi yang
menyerang eritrosit individu, yaitu pada anemia hemolitik, inkompabilitas darah ibu
terhadap janin (ABO,Rh). Anemia hemolitik dan inkompabilitas darah dapat
disingkirkan sebagai penyebab ikterik pada pasien. Pada pasien dengan riwayat
infeksi sebelumnya dicurigai penyebab kuningknya berasal dai infeksi pada anak
sehingga dilakukan pemeriksaan urinalisa dengan hasil proteinuria tanpa ditemukan
adanya bakteri
Tatalaksana yang diberikan adalah fototerapi yang merupakan dilakukan
dengan menyinarkan cahaya biru kehijauan pada neonatus dengan panjang gelombang
400-520 nm. Bekerja mendetoksifikasi bilirubin dengan tiga mekanisme: isomerisasi
structural ke lumirubin, fotoisomerisasi terhadap isomer yang kurang toksik dan
fotooksidasi terhadap molekul polar kecil. Pasien ini diberikan ampisilin karena
dicurigai adanya infeksi berdasarkan riwayat rawatan pada bayi sebelumnya.
Kombinasi antibiotika gentamisin dan ampisilin digunakan sebagai antibiotik lini
pertama untuk pasien anak. Hal ini disebabkan gentamisin yang dikombinasikan
dengan penisilin atau vancomisin menghasilkan efek bakterisid yang kuat, yang
sebagian disebabkan oleh peningkatan ambilan obat yang timbul
karena penghambatan sintesis dinding sel. Penisilin mengubah struktur dinding sel
sehingga memudahkan penetrasi gentamisin kedalam kuman.
DAFTAR PUSTAKA