Anda di halaman 1dari 20

Ikterus Fisiologis pada Bayi setelah 48 Jam dilahirkan

Cathelin Stella 10-2010-219 C-6


Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 e-mail : cathelinstella@yahoo.com _________________________________________________________________________ PENDAHULAN Latar Belakang Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg.1 Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi
1

bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal.2 Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19 % menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Karena setiap bayi dengan ikterus harus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.1,2 Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang berlangsung lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu : 1. Mempelajari apa saja yang haus di perhatikan pada bayi yang baru lahir, serta penyakit apa saja yang dapat terjadi. 2. Mempelajari bagaimana melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, mendiagnosa, patofisiologi dan lainnya yang berhubungan dengan riwayat penyakit pada neonatal, terutama ikterus.

ISI Definisi Ikterus Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.2

Ikterus Neonatorum Yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena penumpukan bilirubin.3 Ikterus Fisiologis Yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.4 Ikterus Patologis Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.3 Kernicterus Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel sel otak.5

Metabolisme Bilirubin Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :1,4 1. Produksi Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak. 2. Transportasi Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma.
3

Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (protein , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin. 3. Konjugasi Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu transferase (UDPG : T) yang monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto). 4. Ekskresi Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat. 5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus bilirubin bentuk

monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide uridin di fosfat glukoronide pembentukan bilirubin mengkatalisasi

Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma.

Ikterus Fisiologis Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel
5

darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati. Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 47, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10. Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika : 1. 2. 3. 4. 5. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.5

Ikterus Patologis Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik. Kernicterus Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai
6

ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.1,5

Anamnesa 1. Identitas Pasien Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi:6 Nama lengkap pasien Umur pasien Tanggal lahir Jenis kelamin Agama Alamat Umur (orang tua) Pendidikan dan pekerjaan (orang tua) Suku bangsa

2. Keluhan Utama Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : bayi tampak kuning 3. Riwayat Penyakit Sekarang Menanyakan kepada pasien atau orang tua sebagai wali : Sejak kapan kuningnya? Berapa berat badan sebelum sakit ? adakah penurunan berat badan?

4. Riwayat Penyakit Dahulu - Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? jika ya, apakah
7

sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang diberikan ? 5. Riwayat Maternal dan Perinatal Menanyakan :
-

Berapa usia ibu saat hamil ini dan taksiran persalinannya kapan. Bagaimana kondisi dan kebiasaan selama hamil. Berapa kali memeriksakan kehamilannya, adakah penyakit yang diderita selama hamil. Menanyakan hasil APGAR score Menanyakan golongan darah orangtuanya

6. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis seperti hipertensi, asma, DM, penyakit menular dan penyakit lainnya selain itu juga perlu ditanyakan apa ada keturunan kembar. 7. Riwayat Status Sosial Ekonomi Keluarga ini termasuk berkecukupan atau tidak. Dari sini dapat diperkirakan apakah pasien tinggal ditempat yang cukup memadai dan kondisi lingkungan rumah yang cukup higienis 8. Riwayat Pengobatan Obat apa saja yang sudah diminum pasien untuk mengatasi kuning pada bayi.6

Pemeriksaan Fisik 1. Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll) 2. Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai. 3. Berdasarkan Kramer7

Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian yang di mulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan dengan angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak menunjukkan intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut menunjukkan arah meluasnya ikterus.

Gambar 1. Zona Derajat Ikterus Kramer8

Tabel 1. Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer7


Derajat ikterus I II III IV V Daerah ikterus Perkiraan kadar bilirubin

Kepala dan leher 5,0 mg% Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg% Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga 11,4 mg/dl tungkai atas (di atas lutut) Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Differential Diagnosis Ikterus Patologis ec Inkompatibilitas golongan darah Ikterus patologis oleh karena inkompatibilitas glongan darah merupakan percepatan destruksi sel darah merah pada janin dan neonatus paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah Rh dan ABO dengan golongan darah ibu (eritoblastosis fetalis). Konsentrasi bilirubin serum hanya sedikit meningkat di darah tali pusat bayi yang terkena, tetapi dapat meningkat pesat setelah pemisahan plasenta saat persalinan.9 Ikterus Patologis ec Infeksi Sebagian kecil bayi yang tampak ikterik saat lahir, menderita suatu infeksi kongenital yangdapat melewati plasenta dan mungkin dapat menyebabkan kerusakan serius pada janin. Infeksi kongenital tersebut adalah toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, virus herpes, dan sifilis. Ikterus akibat infeksi kongenital ini biasanya merupakan gabungan bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Bayi memperlihatkan tanda-tanda infeksi lainnya yang abnormal.10 Ikterus Patologis ec Trauma Hemolisis perdarahan tertutup yang menyebabkan trauma ( pendarahan

subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)

Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah. Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.

Pemeriksaan Penunjang Pengukuran bilirubin darah direk dan indirek


10

Penggolongan darah Uji Coombs11 Bahan uji adalah darah.

Darah perifer lengkap DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.

Apus darah untuk morfologi darah tepi Konsentrasi G6PD Albumin serum12 Kultur Urin dan Cairan Serebrospinal Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi organisme.

Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)

Working Diagnosis Diagnosa kerja pada kasus ini adalah ikterus fisiologis. Dimana ikterus ini timbul 2472 jam sesudah lahir. Penyebab ikterus ini masih ada kemungkinan oleh : Inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya lebih dari 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau enzim eritrosit lain. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi.
11

Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu.

Etiologi Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi : 1. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu hepar. 3. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 4. Gangguan dalam ekskresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.3,5,7,9 Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.
12

defisiensi protein.

Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel

Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari. Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak pernah dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -pregnan-3 , 2-diol dan asam lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.9

Patofisiologi Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.
13

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

Epidemiologi Pada sebagian besar neonatus di seluruh dunia, keadaan ikterus akan ditemukan pada minggu pertama kehidupannya. Ikterus fisiologis dijumpai pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan lebih dari 80% bayi prematur. Bilirubin serum mencapai kadar maksimum sebesar 6 mg/dL antara hari ke-2 dan ke-4 pada bayi cukup bulan dan 10-12 mg/dL pada hari ke-5 sampai ke-7 pada bayi prematur.9 Ikterus ini pada sebagian besar penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.

Manifestasi Klinik Gejala klinis pada permulaannya tidak jelas tapi dapat disebutkan ialah mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap , tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Pada umur yang lebih lanjut bila bayi ini hidup dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan, gangguan bicara dan retardasi mental. Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning
14

pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.5 Umumnya gambaran klinis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi puncak kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 12 mg/dL pada usia hari ketiga. Pada bayi prematur puncaknya lebih tinggi (15 mg/dL) dan terjadi lebih lambat (hari kelima).

Tabel 2. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer (dalam satuan mol/l)7
Zona 1. 2 3. 4. 5. Bagian Tubuh yang Kuning Kepala dan leher Pusat-leher Pusat-paha Lengan + tungkai Tangan + kaki Rata-rata serum bilirubin indirek ( mol/l) 100 150 200 250 >250

Komplikasi Kernikterus (Enselofati Bilirubin) Fraksi bilirubin direk, tidak terkonjugasi, dan larut lemak bersifat toksis terhadap perkembangan sistem saraf pusat, terutama bila konsentrasi bilirubin indirek tinggi dan melebihi kapasitas pengikatan albumin. Kernikterus terjadi bila bilirubin indirek diendapkan dalam sel otak serta menganggu metabolisme dan fungsi neuron, terutama pada ganglia basalis. Bilirubin indirek dapat melewati sawar darah-otak karena kelarutannya dalam lemak. Teori lain menunjukkan bahwa gangguan sawar darah-otak memungkinkan masuknya bilirubin-albumin atau kompleks bilirubin bebas-asam lemak.

15

Kernikterus biasanya ditemukan bila kadar bilirubin terlalu tinggi menurut usia kehamilan. Kernikterus bisanya tidak terjadi pada bayi cukup bulan bila kadar bilirubin di bawah 20-25 mg/dL. Insidensi kernikterus meingkat ketika kadar bilirubin serum meningkat di atas 25 mg/dL. Kernikterus dapat ditemukan pada kadar bilirubin di bawah 20 mg/dL bila ada sepsis, meningitis, hemolisis, asfiksia, hipoksia, hipotermia, hipoglikemia, obat pemindah bilirubin, dan prematuritas. Secara klinis, kernikterus pada neonatus memperlihatkan spektrum gejala dan tanda yang cepat berkembang menjadi penyakit yang destruktif dan biasanya fatal. Tidak nafsu makan, rigiditas, opistotonus, menangis bernada tinggi, demam, dan kejang, yang muncul secara berurutan, adalah gejala yang paling sering dijumpai.9,11

Terapi Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatarum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus atau ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan megusahakan mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau fenobarbital. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.9,11 Fototerapi Bilirubin, yang bersifat fotolabil, mengalami beberapa fotoreaksi apabila terpajan ke sinar dalam rentang cahaya tampak, terutama sinar biru (panjang gelombang 420 sampai 470 nm); hal ini menyebabkan fotoisomerasi bilirubin. Turunan bilirubin yang dibentuk oleh sinar bersifat polar, dengan demikian turunan tersebut lebih larut dalam air daripada bilirubin asli, dan lebih mudah diekskresikan di urin. Bentuk isometrik bilirubin yang utuh diekskresikan dalam empedu dalam keadaan tidak terkonjugasi, secara spontan direkonversi menjadi bilirubin tidak terkonjugasi di lumen usus, dan
16

diserap secara parsial di usus halus. Bilirubin, dalam jumlah jumlah yang lebih kecil, juga secara ireversibel dipecahkan oleh oksigen yang sangat reaktif yang diaktifkan oleh sinar. Produk foto-oksidasi ini juga diekskresikan di urin dan empedu. Fototrapi harus dilakukan sebelum bilirubin mencapai konsentrasi kritis, penurunan konsentrasi serum mungkin belum tampak selama 12 sampai 24 jam. Fototerapi harus dilanjutkan sampai konsentrasi bilirubin serum tetap dibawah 10 mg/dL. Transfusi tukar Transfusi tukar digunakan untuk menurunkan secara bermakna kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang meningkat yang tidak responsif terhadap terapi standar. Rekomendasi sebelumnya untuk transfusi tukar adalah jika kadar serum >20 mg/dL dengan adanya hemolisis dengan ambang yang lebih rendah untuk bayi dengan berat lahir rendah atau prematur dan dengan penyakit lain. Obat pengikat bilirubin Pemberian oral arang aktif atau agar menurunkan secara bermakna kadar bilirubin rata-rata selama 5 hari pertama setelah bayi lahir pada bayi sehat, tetapi potensi terapeutik modalitas ini belum diteliti secara ekstensif. Blokade perubahan hem menjadi bilirubin Inhibisi kompetitif hem oksigenase akan akan menghambat penguraian hem. Metaloporfirin sintetik, seperti portoporfirin timah terbukti menghambat hem oksigenase, mengurangi kadar bilirubin serum, dan meningkatkan ekskresi hem yang tidak dimetabolisasi melalui empedu. Karena potensi toksisitasnya belum diketahui, obat-obat ini belum digunakan secara klinis untuk anak. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab Menentukan berdasarkan waktu terjadinya ikterus, dapat dilihat dalam tabel 3. Tabel 3. Penegakkan Diagnosis Ikterus Neonatorum Berdasarkan Waktu Kejadian1,3,4,7
Waktu Ikterus Diagnosis Banding Anjuran Pemeriksaan

17

24 jam pertama (Hari ke-1)

- Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. - Infeksi intrauterin (oleh virus, TORCH, bakteri) - Sferositosis - Defisiensi G-6-PD - Hepatitis neonatal ec. TORCH

- Kadar bilirubin serum berkala - Darah tepi lengkap - Golongan darah ibu dan bayi - Uji coombs - Uji tapis defisiensi enzim G-6-PD - Uji serologi terhadap TORCH - Biopsi hepar (bila perlu)

24- 72 jam sesudah - Kuning pada bayi premature Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus lahir - Kuning fisiologis tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah (Hari ke-2 5) - Masih ada kemungkinan tepi, hitung jenis darah lengkap, pemeriksaan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila peningkatan kadar bilirubin cepat, perlu. misalnya melebihi 5 mg%/24 jam. - Defisiensi enzim G-6-PD - Polisitemia - Hemolisis perdarahan tertutup - Hipoksia - Sferositosis, eliptositosis, dll - Dehidrasi asidosis Sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama (Hari ke-5 10) - Biasanya karena sepsis - Kuning karena ASI - Dehidrasi asidosis - Defisiensi enzim G-6-PD - Pengaruh obat - Sindrom Criggler-Najjar - Sindrom Gilbert - Biasanya karena obstruksi atresia biliaris, kista koledokus, stenosis pilorik) - Hipotiroidisme - "breast milk jaundice" - Infeksi/ Sepsis - Neonatal hepatitis - Pemeriksaan terhadap sepsis/ infeksi bakteri - Uji fungsi tiroid - Uji tapis enzim G-6-PD - Gula dalam urin

Akhir minggu pertama dan selanjutnya (Hari ke-10 atau lebih)

- Urin mikroskopik dan biakan urin - Uji serologik terhadap TORCH - AFP, alfa-1-antitripsin - Biopsi hati - Kolesistografi - Uji Rose-Bengal

Pencegahan Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : 1. Pengawasan antenatal yang baik. 2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain. 3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus. 4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. 5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir. 6. Pemberian makanan yang dini. 7. Pencegahan infeksi.13

Prognosis
18

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya. Umumnya prognosis untuk ikterus pada neonatal adalah bonam.

PENUTUP Ikterus merupakan disklorisasi pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3 dengan kadar bilirubin indirek 5-6 mg/dl dan untuk selanjutnya menurun hari ke 5-7 kehidupan maka disebut ikterus fisiologis sedangkan ikterus patologis yaitu bila bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl / 24 jam pertama kehidupan yang selanjutnya dapat terjadi kernikterus bila tidak didiagnosa dan ditangani secara dini. Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan yang menurun dan hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim ditemukan tanda-tanda kernikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya kernikterus. Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan untuk mencegah agar konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksitas, pengobatan yang sering diberikan adalah fototerapi dan transfusi tukar. Prognosis ikterus tergantung diagnosa secara dini dan penatalaksanan yang cepat dan tepat. Umumnya prognosisnya adalah bonam.

DAFTAR PUSTAKA

19

1. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam Jakarta, 2002, hal : 313-317.

A.H.

Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h.634-5. 3. Prawirohartono EP, Sunarto (ed), Ikterus dalam Pedoman Tata Laksana Medik Anak RSUP. Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK UGM, Yogyakarta 2002, hal 37-43. 4. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XIV rd Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 2002; pages 641-647. 5. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Hepatologi Anak dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku 2, edisi 7, Bab 20, Infomedia, Jakarta, 2003, hal : 519-522. 6. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga; 2007.h.1-17. 7. Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66. 8. Zona Derajat Ikterus Kramer. Diunduh dari Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66. 9. Appleton, Lange. Rudolphs pediatrics. 20th ed. Jakarta:EGC; 2007.h.1249-52. 10. Yusna d, hartanto h, editors. Dasar-dasar pediatri. edisi ke-3. Jakarta:EGC; 2008.h.62. 11. Mutaqqin H, Dany F, Dwijayanthi L, Wulandari N, Darmaniah N, editors. Essensi pediatri nelson. Edisi ke-4. Jakarta:EGC; 2010.h.213-47. 12. Safitri A, editor. At a glance neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009.h.96-9. 13. Prawirohartono EP, Sunarto, editors. Ikterus dalam pedoman tata laksana medik anak RSUP. Edisi ke-2, Cetakan ke-2. Yogyakarta: Medika FK UGM; 2004.h.37-43.

20

Anda mungkin juga menyukai