Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH EXCHANGE TRANSFUSION

Mata Kuliah:Keperawatan Anak I

Dosen Pengampuh:Hera Heriyanti,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh:

Adinda Dwi Arsi Ahmad K.20.01.001

Avelinda Oktavia Makota Ogur K.20.01.006

Rindi Ade Jaya K.20.01.026

PROGRAM STUDI SI.ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO

2022
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Dasar Exchange Transfusiun Untuk Mengatasi Penyakit Hiperbilirubinemia Pada

Anak

     Pengertian

Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa

oleh karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin

dalam darah.

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan

ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi ( Kosim, 2012).

IKterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-

7mg/dL/

  Etiologi

Etiologi Hiperbilirubin (Rusepno, 2005) antara lain :

1. Peningkatan produksi

a. Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang trejadi bila terdapat

ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada pengolongan rhesus dan ABO.

b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan bilirubin terganggu

seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis.

c. Defisisensi G6PD (Glukosa 6 phospat Dehidrogenase),

d. Breas milk jaundice yang disebabkan oleh kekuranangannya pregnan 3 (alfa), 20

(beta), diol (steroid)


e. Kekurangan enzime glukoronil transferse, sehinga kadar bilirubin indirek

meningkat misalnya pada BBLR.

f. Kelainan konginetal

2. Gangguan transfortasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya

hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu misalnya sulfadiazin.

Defisiensi albumin menyebabkan lebih bnyak terdapat bilirubin indirek yang bebas

dalam darah yang mudah melekat pada sawar otak.

3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin

yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi tokoplasmasiss,

syphilis.

4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatic. Gangguan ini dapat terjadi

akibat obstruksi dalam hepar kelainan dari luar hepar biasanya disebabkan oleh

kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar

oleh penyebab lain

5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

 Patofisiologi Hiperbilirubinnemia

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian

yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel

hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan

penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,

meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi

enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan


kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada

keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh amnion lain, misalnya pada bayi dengan

asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan

kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim

glukoranil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya menderita

hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstrahepatik. Pada derajat

tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini

terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah

larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak

apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak

ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa

kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin

indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata

tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada

keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak

apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,

hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

Maifestasi Klinis

Ikterus dapat terjadi pada saat lahir atau dapat muncul pada setiap saat lahir atau

dapat muncul pada setiap saat selama masa neonatus, bergantung pada keadaan yang

menyebabkannya. Ikterus biasanya mulai pada muka, dan ketika kadar serum bertambah
turun ke abdomen dan kemudian kaki. Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit

apalagi dalam cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari

dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena

pengaruh sirkulasi darah. Sebaiknya penilaian ikterus dilakukan secara laboratoris,

apabila fasilitas tidak memungkinkan dapat dilakukan secara klinis.

Tabel 1 Rumus Kremer (Saifudin, 2000)

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg

%)

1 Kepala dan leher 5

2 Daerah 1 + Badan bagian atas 9

3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah 11

sampai lutut

4 Daerah 1,2,3 + Lengan dan kaki 12

dibawah lutut sampai tungkai

5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16

Tekanan kulit dapat menunjukkan kemajuan anatomi ikterus, akan tetapi hal ini

tidak dapat dijadikan tumpuan untuk memperkirakan kadarnya di dalam darah.

Kern-icterus (enselopati biliaris) ialah suatu kerusakan otak yang terjadi akibat

perlengketan bilirubin indirek pada otak (Saifuddin, 2001:381).

Pada kern-icterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas, antara lain dapat disebutkan

yaitu bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar, gerakan tidak menentu (involuntary

movements), kejang, tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Jika keadaan
telah parah maka akan terjadi kelumpuhan serebral,tuli dan kelainan mata,keterbelakangan

mental hingga kematian. (Saifuddin, 2005:383).

Penatalaksanaan

Prinsip pengelolaan hiperbilirubinemia neonatal yaitu segera menurunkan kadar

bilirubin indirek umtuk mencegah jangan sampai timbul penyulit kern ikterus (Sukadi et

al 2000). Untuk bayi sehat dan cukup bulan, kadar bilirubin tidak diperiksa secara rutin

kecuali jika ikterus timbul dalam 2 hari pertama kehidupan. Umumnya bayi sehat

dipulangkan dari rumah sakit pada usia 24-48 jam, oleh karena itu orang tua harus

diberitahukan mengenai iketrus sebelum dipulangkan.

Follow up rutin dan hanya pemberian makan jika :

- Keadaan klinis baik

- Masa gestasi > 37 minggu

- Bayi tidak mempunyai kecenderungan terjadi inkompatibilitas ABO

- Pada riwayat keluarga tidak ada yang mengalami anemia hemolitik dan

ikterus yang berat

- Ikterus menghilang pada usia > 2 minggu

Jika secara klinis tampak ikterus yang signifikan, pemeriksaan kadar bilirubin dan

penanganan yang lebih lanjut diperlukan.

1. Fototerapi

Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang dengan pajanan cahaya

berintensitas tinggi pada spektrum yang dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara

maksimal pada kisaran biru (dari 420-470 nm). Meskipun demikian, cahaya putih
berspektrum luas dan biru, biru (super) berspektrum sempit khusus, dan hijau efektif

menurunkan kadar bilirubin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang

yang cocok yang tepat untuk fotoaktivasi bilirubin bebas, cahaya hijau dapat

mempengaruhi fotoreaksi bilirubin yang terikat albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap

energi cahaya, yang dengan fotoisomerisasi mengubah bilirubin -4Z, -15Z tak

terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik menjadi isomer konfigurasi terkonjugasi yaitu

bilirubin -4Z, -15E. Yang terakhir ini adalah produk reaksi reversibel dan diekskresi ke

dalam empedu tanpa perlu konjugasi. Fototerapi juga mengubah bilirubin alamiah,

melalui suatu reaksi yang irreversibel pada isomer lumirubin struktural, yang diekskresi

oleh ginjal pada keadaan tak terkonjugasi.

Bayi normal yang mendapat fototerapi selama 1-3 hari mempunyai kadar puncak

bilirubin serum sekitar setengah dari bayi yang tidak diobati. Bayi prematur yang tanpa

hemolisis berarti biasanya bilirubin serumnya turun 1-3 mg/dL sesudah 12-24 jam

menjalani fototerapi konvensional, dan kadar puncak yang dapat diturunkan 3-6 mg/dL.

Pengaruh teurapetik tergantung pada energi cahaya yang dipancarkan pada kisaran

panjang gelombang yang efektif, jarak antara cahaya dan bayi, dan jumlah kulit yang

terpajan.

Fototerapi intensif maksimum harus digunakan jika kadar bilirubin indirek

semakin meninggi (>15 mg/dL). Terapi ini menggunakan tabung fluorosens ”biru

spesial” dengan jarak lampu 15-20 cm dari bayi, dan menggunakan selimut fototerapi

serabut optik yang ditempatkan dibawah punggung bayi, dengan demikian memperluan

daerah yang terpajan cahaya.


Fototerapi konvensional dapat dipakai secara terus menerus, dan bayi sering

dibolak balik untuk mendapatkan pemajanan kulit yang optimal kurang lebih 3 kali dalam

24 jam. Jarak lampu 45-50 cm dari bayi. Suhu tubuh bayi diukur setiap 2 jam

(pertahankan suhu tuhuh bayi 36,5-37,5 0C). Segera setelah kadar bilirubun indirek turun

pada kadar yang dianggap aman berdasarkan umur dan keadaan bayi, pemajanan harus

dihentikan. Kadar bilirubin serum dan hematokrit harus dipantau setiap 4-8 jam pada bayi

dengan penyakit hemolitik atau pada bayi yang kadar bilirubinna mendekati kisaran yang

dianggap toksik untuk setiap bayi. Untuk bayi yang lebih tua, dapat dipantau pada

interval 12-24 jam. Pemantauan harus dilanjutkan sekurang-kurangnya sampai 24 jam

setelah penghentian fototerapi pada penderita dengan penyakit hemolitik karena kadang

terjadi kenaikan bilirubin serum yang tidak diharapkan dan memerlukan pengobatan lebih

lanjut. Warna kulit tidak dapat dipercaya fototerapi, karena kulit bayi yang terpajan

cahaya dapat terlihat hampir tanpa ikterus walaupun ada hiperbilirubinemia berat.

Mata bayi harus ditutup untuk mencegah pemajanan terhadap cahaya (tekanan

yang berlebihan pada mata dapat menimbulkan jejas pada mata yang tertutup, atau

kornea dapat tergores jika bayi dapat membuka matanya di bawah balutan). Suhu tubuh

harus dipantau , dan bayi harus dilindungi dari pecahan bola lampu. Bayi harus minum

sekurang-kurangnya setiap 3 jam.

Komplikasi fototerapi pada bayi meliputi tinja lembek, ruam makular eritematosa,

kepanasan, dehidrasi, diare, menggigil karena pemajanan dan sindrom bayi perunggu

(perubahan warna kulit yang coklat keabu-abuan dan gelap).

2. Transfusi ganti/tukar
Munculnya tanda-tanda kern ikterus merupakan indikasi dilakukannya transfusi

ganti pada kadar bilirubin serum berapapun. Transfusi dilakukan melalui vena umbilikasis

atau vena safegna magna. Darah yang digunakan harus darah segar (<24 jam). Pemilihan

donor darah disesuaikan dengan penyebab ikterus. Darah yang digunakan mengandung

darah citrat atau heparin. Transfusi ganti biasanya diberikan 2 x volume darah bayi (80

ml/kg BB) yaitu 160 ml/kg BB (diharapkan dapat menggantikan darah bayi 87%).

Transfusi ganti harus dihentikan jika terjadi emboli, trombosis, hiperkalemia,

hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia, gangguan pembekuan karena

pemakaian heparin, perforasi pembuluh darah.

Komplikasi dari transfusi ganti berupa gangguan vaskuler seperti emboli, kelainan

jantung seperti aritmia, overload, henti jantung, gangguan elektrolit seperti

hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis, gangguan koagulasi seperti trombositopenia,

heparinisasi berlebih.

Pengertian Exchange Transfusiun

Transfusi tukar atau disebut juga dengan terapi pertukaran plasma darah (therapeutic plasma

exchange) adalah tindakan yang dilakukan untuk mengganti plasma darah seseorang dengan

darah pendonor.

Tindakan ini biasanya dilakukan pada bayi baru lahir yang mengalami kondisi polisitemia

neonatus (jumlah sel darah merah berlebihan pada bayi baru lahir) atau pada penderita anemia

sel sabit.
Prosedur ini digunakan untuk “membersihkan” darah dari berbagai unsur yang menimbulkan

penyakit, termasuk antibodi, kompleks imun, elemen sel, agen infeksius, dan racun.

Selanjutnya, memasukkan kembali darah segar yang lebih sehat dalam jumlah yang sama ke

dalam tubuh penderita.

Tujuan

Tujuannya adalah untuk menurunkan jumlah sel darah merah pada penderitanya serta

memudahkan mengalirkan darah kembali ke seluruh tubuh.

Indikasi

Bayi baru lahir yang memiliki jumlah sel darah merah yang sangat tinggi (neonatal

polycythemia).

Bayi baru lahir yang mengidap penyakit hemolitik yang diinduksi Rh pada.

Orang yang mengalami gangguan kimia tubuh yang parah.

Bayi baru lahir yang mengalami penyakit kuning (jaundice) yang parah dan tidak berespons

terhadap terapi sinar.

Penderita anemia sel sabit yang berada dalam masa kritis.

Orang yang mengalami keracunan setelah mengonsumsi obat-obatan tertentu.

Kontraindikasi

Penggumpalan darah.

Perubahan kimia darah, seperti kalium meningkat atau menurun, kalsium menurun, glukosa

menurun, dan perubahan keseimbangan asam-basa dalam darah.

Masalah jantung dan paru-paru.

Infeksi dengan risiko sangat rendah selama prosedurnya dikerjakan dengan cermat.

Risiko syok jika jumlah darah yang diganti tidak mencukupi.


B. Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian

-Biodata

-Riwayat orang tua :

Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi,

Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.

-Pemeriksaan Fisik :

Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang

lemah, iritabilitas.

- Pengkajian Psikososial :

Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah

Bonding, perpisahan dengan anak.

-Pengetahuan Keluarga meliputi :

Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang

memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .

Analisa Data :

Data Subyektif Data Obyektif

1.Ibu mengatakan anak rewel, daya hisap lemah .

2. Ibu mengatakan merasa khawatir dan takut karena tidak bisa terus bersama- sama dengan

bayinya. 1. Kulit dan sklera terlihat kuning

2. Bayi iritabel, letargi

3. Kadar bilirubin indirek lebih dari 12,5 mg% pada bayi cukup bulan dan pada bayi BBLR lebih

dari 10 mg%
4. Kulit tampak kemerahan.

5. Frekuensi bab meningkat.

Diagnosa Keperawatan :

Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukar

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi tukar dapat

dilakukan tanpa komplikasi

Intervensi :

1) Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan (R : menjamin keadekuatan akses

vaskuler )

2) Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan ( R : mencegah

trauma pada vena umbilical ).

3) Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan (R: mencegah aspirasi )

4) Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur ( R : mencegah hipotermi

5) Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan adalah darah

segar ( R : mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0

6) Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit, kejang

selama dan sesudah tranfusi (R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat

melakukan tindakan lebih dini )

7) Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif (R : dapat melakukan tindakan segera bila terjadi

kegawatan )

Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.

Berdasarkan terminilogi Nursing Outcome Clacifikation (NIC), implementasi terdiri dari

melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khhusus

yang diperlukan untuk melakukan intervensi atau program keperawatan (Kozier, 2010).

Evaluasi

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang

sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2012). Berdasarkan kriteria hasil dalam perencanaan

keperawatan diatas adalah sebagai berikut:

 Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)

 Warna kulit normal (tidak ikterik)

 Refleks mengisap baik

 Mata bersih (tidak Ikterik)

 Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal

 Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)

Anda mungkin juga menyukai