HIPERBILLIRUBINEMIA
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Laily Babgei, Sp.A
Disusun Oleh :
Adillia Yurivka U.S.
H2A011001
Kepaniteraan Klinik
REFERAT
HIPERBILLIRUBINEMIA
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Kesehatan Anak
Disusun Oleh:
Adillia Yurivka U.S.
H2A011001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan
referat ini, yang diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat mengikuti
ujian kepaniteraan klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak.
Referat ini berjudul HIPERBILLIRUBINEMIA. Dengan selesainya Referat
ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasihkepada :
1. dr. Siti Moetmainah, Sp OG (K), MARS, selaku Dekan Fakultas beserta
jajaran di Prodi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang.
2. dr. Laily Babgei, Sp.A; dr.Galuh Ramaningrum, Sp.A; dr. Agus Saptanto,
Sp.A dan dr. Noor Hidayati, Sp.A selaku pembimbing Stase Ilmu
Kesehatan Anak.
3. RSUD Dr.Adhyatma, MPH seluruh direksi dan karyawan.
4. Semua pihak dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan namanya
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesepurnaan
referat ini. Semoga referat ini berguna bagi kita semua.
Semarang, Mei 2016
Penulis
BAB 1
3
PENDAHULUAN
neonatus yang mengalami kuning harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi
merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai
kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia berat. (Kamilah Budhi
Rahardjani: Kadar Bilirubin Neonatus dengan dan Tanpa Defisiensi Glucose-6Phosphate Dehydrogenase yang Mengalami atau Tidak Mengalami Infeksi)
Tujuan
utama
dalam
penatalaksanaan
hiperbilirubinemia
adalah
untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang
dapatmenbimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati
penyebab langsung dari hiperbilirubinemia pada neonatus. 1,4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total >5
mg/dL (86 mol/L). Hiperbilirubinemia tampak sebagai ikterus, yaitu warna
kuning pada kulit dan mukosa yang disebabkan karena deposisi produk akhir
katabolisme heme. Hiperbilirubinemia merupakan kejadian yang sering dijumpai
pada
minggu-minggu
pertama
setelah
lahir.
(Baginda
P.
Gangguan
2.2 KLASIFIKASI
a. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang paling sering terjadi pada bayi baru
lahir di minggu pertama kehidupannya, transiet, murni disebabkan oleh
peningkatan bilirubin tak terkonyugasi akibat proses fisiologis pada neonates.
Proses tersebut antara lain karena penurunan level glukoronil transferase,
tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek
(80-90 hari) , belum matangnya fungsi hepar. Jika ikterus fisiologis, maka
harus:7
1. Tidak muncul pada hari pertama
2. Total bilirubin serum yang naik harus < 5 mg/dL dengan puncak < 12,9
mg/dL pada hari ke 3 4 untuk bayi aterm dan < 15 mg/dL pada hari ke 5
7 untuk bayi prematur
3. Bilirubin terkonjugasi harus < 2 mg/dL
4. Ikterus tidak menetap > 1 minggu pada bayi aterm dan > 2 minggu bagi
bayi prematur
b. Ikterus non fisiologis merujuk kepada keadaan sebagai berikut :6
1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
3. Peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL/jam
4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargis, malas
menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak
stabil)
5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari
pada bayi kurang bulan
2.3 ETIOLOGI
1. Peningkatan produksi bilirubin
melebihi
kemampuan
bayi
untuk
mengeluarkannya :
Defisiensi albumin
3.
Defisiensi UDPGt
Criggler-Najjar Syndrome
anoksia/hipoksia.
Gangguan ekskresi
Penurunan
asupan
enteral,
stenosis
pilorik,
ileus
mekonium,
atresia/stenosis usus,
Hirschprung Disease
2.4 PATOFISIOLOGI
Metabolisme bilirubin
Bilirubin diproduksi dari
indirek ini, bilirubin sulit untuk diekskresikan ( karena sifatnya yag larut lemak )
dan bisa dengan mudah melewati sistem saraf pusat, toksik bagi saraf sehingga
bisa terjadi kernikterus.5
Pada saat komplek bilirubin mencapai membrane plasma hepatosit albumin
terikat pada reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui sel
membrane yang berikatan dengan ligandin (protein Y) mungkin juga dengan
protein ikatan sistolik lainnya. Bilirubin indirek dikonjugasikan oleh Uridine
Diphophate Glucuronosyltransferase ( UDPGT ) dalam bentuk bilirubin direk.
Bilirubin direk tidak larut dalam lemak tetapi larut dalam air, non toxic dan
tidak dapat melewati sawar darah otak. Kemudian dikeluarkan dari hepar melalui
kanalikuli empedu ke dalam traktus digestivus kemudian keluar bersama dengan
feses atau direabsorpsi kembali. Akan tetapi, bilirubin direk tidak dapat langsung
direabsorpsi kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk indirek oleh
enzim b glukoronidase yang terdapat dalam usus. Reabsorpsi bilirubin dari
saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonyugasi kembali disebut sirkulasi
entero hepatic.5,6
Keterangan gambar :
Heme dilepaskan dari hemoglobin sel darah merah atau dari hemoproteins
lainnya yang terdegradasi oleh proses enzimatik yang melibatkan heme oxygenase,
yang membutuhkan NADPH dan oksigen, dan mengakibatkan pelepasan besi dan
pembentukan karbon monoksida dan biliverdin. Metalloporphyrins, analog sintetis
heme, secara kompetitif dapat menghambat heme oxygenase aktivitas (ditunjukkan
oleh X). Biliverdin yang kemudian dirubah menjadi bilirubin oleh reduktase
biliverdin enzim. Karbon monoksida dapat mengaktifkan guanylyl cyclase (GC) dan
mengarah pada pembentukan guanosin monofosfat siklik (cGMP). Bilirubin yang
terbentuk diambil oleh hati dan terkonjugasi dengan glucuronides untuk membentuk
bilirubin monoglucuronide atau diglucuronide (BMG dan BDG, masing-masing),
dalam reaksi dikatalisis oleh uridin difosfat dan monofosfat glucuronosyltransferase.
Para glucuronides bilirubin kemudian diekskresikan ke dalam lumen usus tetapi dapat
deconjugated oleh bakteri sehingga bilirubin yang diserap ke dalam sirkulasi, seperti
yang ditunjukkan.
10
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produkis bilirubin berasal dari katabolisme
heme haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Bayi baru lahir akan memproduksi
bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 minggu/kgBB/hari.
Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit
bayi lebih pendek ( 70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari),
peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat, dan reabsorbsi
bilirubin dari usus yang meningkat (sirkuasi enterohepatik).7
2.5 DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
4. Riwayat inkompatibilitas darah
5.
Pemeriksaan Fisik
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi
baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl
atau 1000mikro mol/L (1mg/dl = 17,1 mikro mol/L).
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah
lahir atau
beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat
dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan
terapi sinar. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna
kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula
11
dalam diagnosis
dan
Derajat ikterus
Hari 1
Ikterus berat
Hari 2
Hari 3dst
Ikterus patologis
Tinja pucat
Ikterus fisiologis
Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 4 Evaluasi Laboratorium Hiperbilirubinemia Neonatal
Indication
Assessments
12
Indication
Assessments
level
approaching
Prolonged jaundice (more than 3 weeks) TSB and conjugated bilirubin levels
or sick infant
Check results of newborn thyroid and
galactosemia screen
13
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada
neonatus yang
mengalami ikterus.
4,5,9
digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil
sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL
(<257 mol/L), dan tidak reliable pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi
sinar. 5,11
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain :
1. Golongan darah dan Coombs test
2. Darah lengkap dan hapusan darah
3. Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc
4. Bilirubin direk
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.4,5,9
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui
daerah letak kadar bilirubin serum total (gambar ..) besrta faktor risiko terjadinya
hiperbilirubinemia berat. (tabel)
14
Gambar 1. Normogram Bhutani (di kutip dari Rennie J.M and Roberton NRC.
Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4thEd, Arnold, 2002 :
414-432)
Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada
15
Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau penyakit
hemolitik lainnya (defisiensi G6PD)
ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang
berlebihan
Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada
daerah risiko sedang
Laki-laki
Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya risiko ikterus yng
signfikan, besarnya risiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah risiko makin
rendah)
Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko
rendah
16
Kulit hitam
17
18
Tata laksana
Tata laksana umum meliputi, hidrasi pemberian cairan sesuai dengan berat badan dan
usia postnatal, obat obatan (fenobarbital, tin-protoporphyrin), dan pemberian albumin
sebelum dilakukan transfusi tukar.
Prevensi terhadap ensefalopati bilirubin.
Terapi terhadap ancaman ensefalopati bilirubin adalah fototerapi (intensif ), apabila
tidak memenuhi kriteria/indikasi fototerapi
Mekanisme kerja fototerapi
Baik sinar biru (400-550 nm), sinar hijau (550-800nm) maupun sinar putih (300800 nm) akan mengubah bilirubin indirek menjadi bentuk yang larut dalam air untuk
diekskresikan melalui empedu atau urine dan tinja. Sewaktu bilirubin mengabsorpsi
cahaya, terjadi reaksi kimia yaitu isomerisasi, selain itu terdapat juga konversi
ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yang disebut lumirubin yang secara cepat
dibersihkan dari plasma saluran empedu. Lumirubin merupakan produk terbanyak
dari degradasi bilirubin akibat terapi sinar (fototerapi). Sejumlah kecil bilirubin
plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin. Fotoisomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk
asalnya dan secara langsung bisa diekskresikan melalui empedu. Hanya produk foto
oksidan saja yang dapat diekskresikan melalui urin.
Indikasi Fototerapi
Petunjuk fototerapi (menurut AAP, 2004) tertera pada Setiap neonatus yang tidak
memenuhi kriteria terapi sinar sebagai berikut: Perhatian: selama fototerapi (intensif )
ulang TSB
setiap 2-3 jam / 4-24 jam
19
Transfusi Tukar
20
22
bilirubin lebih dari 20 mg/dL, akan mengalami kernikterus. Insidensi pada otopsi bayi
prematur dengan hiperbilirubinemia adalah 2-16 %. 1, 2, 3, 4
Sawar darah otak (blood brain barrier) adalah suatu lapisan yang terdiri dari
pembuluh darah kapiler yang mempunyai sel endotel dengan tight junction khas
yang berfungsi membatasi serta mengatur pergerakan molekul antara darah dan SSP.
Pada kondisi sawar darah otak normal yang dapat menembus barier ini adalah
bilirubin indirek bebas (yang tidak terikat albumin). Pada kondisi abnormal adanya
brain injury (trauma serebral) diperberat keadaan hipoksemia, acidemia, hiperkapnia,
hipoalbumin, bilirubin yang terikat pun dapat melewati/menembus sawar darah otak.
Mekanisme deposisi asam bilirubin pada lapisan lipid membran sel dan mekanisme
masuknya bilirubin menembus sawar darah otak ke dalam sel syaraf.
Bilirubin indirek bebas yang bersifat lipofilik Bilirubin indirek bebas yang
bersifat lipofilik dapat menembus sawar darah otak dan masuk ke sel neuron otak,
selanjutnya terjadi presipitasi dalam memran sel syaraf. Keadaan asidosis,
23
afinitas
albumin-bilirubin
indirek.
Pada
bentuk
tersebut
akan
meningkatkan presipitasi didalam jaringan serta dapat menembus sawar otak. Pglikoprotein (P-gp) adalah suatu substrat dalam sawar darah otak yang dapat
membatasi masuknya bilirubin ke dalam SSP. Pada kerusakan sawar otak, zat tersebut
mengalami penurunan sehingga bilirubin indirek bebas dapat menembus sawar otak
yang mengakibatkan presipitasi bilirubin indirek di dalam SSP.
Berdasarkan temuan histologi dan biofisika penelitian Madan (2005)
mekanisme toksisitas bilirubin terhadap sel syaraf adalah sebagai berikut.
Bilirubin masuk ke dalam sel-sel neuron sehingga menyebabkan,
- pertukaran Na K berkurang.
- akumulasi cairan sel syaraf meningkat.
- pembengkakan akson syaraf.
- menurunkan potensial membran dan potensial aksi.
- mengurangi aktifitas auditory brain stem responses
- mengurangi fosforilasi protein kinase dan synapstosis.
- mengurangi tyrosin uptake sintesis dopamin.
- mengurangi uptake methionine dan thymidine.
- merusak mitokondria.
24
- pada penelitian memakai isotop 31p secara invitro maupun invivo bilirubin dapat
menyebabkan perubahan metabolisme energi sel syaraf.
Gangguan neurotransmisi merupakan tahap awal dan toksisitas bilirubin yang
bersifat reversibel pada aktifitas auditory brain stem responses.
Patogenesis kernikterus
Mekanisme penting terhadap toksisitas bilirubin adalah menghambat enzim
fosforilase sinapsis 1 dan reseptor non channel N-methyl-D-aspartate
yang berfungsi untuk pelepasan neurotransmiter. Penumpukan bilirubin akan
menimbulkan perubahan potensial membran dan potensial aksi yang akan
mempengaruhi transmisi neuro- transmiter sinaps. Hal yang esensial pada
25
26
Manifestasi klinis ensefalopati bilirubin terdiri dari 2 tahapan sesuai dengan proses
perjalanan penyakit. fase akut yang diikuti ensefalopati bilirubin akut, dan fase kronis
yaitu ensefalopati bilirubin kronis yang disebut juga kern ikterus.
1. Ensefalopati bilirubin akut.
a. Fase awal (early phase) Timbulnya beberapa hari pertama kehidupan. Klinis BBL
tampak ikterus berat (lebih dari Kramer 3). Terjadi penurunan kesadaran, letargi,
mengisap lemah dan hipotonia. Terapi dini dan tepat akan memberikan prognosis
lebih baik.
b. Fase intermediate (intermediate phase) Merupakan lanjutan dari fase awal,
tindakan terapi transfusi tukar emergensi dapat mengembalikan perubahan
susunan syaraf pusat dengan cepat. Fase ini ditandai stupor yang moderat/sedang,
ireversibel, hipertonia dengan retrocollis otot-otot leher serta opistotonus otot-otot
punggung, panas, tangis melengking (high-pitched cry) yang berlanjut berubah
menjadi mengantuk dan hipotonia.
c.
Fase lanjut (advanced phase) Fase ini terjadi pada BBL setelah usia 1 minggu
kehidupan yang ditandai dengan retrocollis dan opistotonus yang lebih berat,
tangisnya melengking, tak mau minum/ menetek, apnea, panas, stupor dalam
sampai koma,
Gangguan penglihatan, gerakan bola mata terganggu, paralisis dari upward gaze.
Kelainan tersebut sebagai akibat dari kerusakan nukleus nervus kranialis di
batang otak.
Gangguan pada gigi, dapat dijumpai adanya displasia dental-enamel setelah usia
bayi bulan ke-9.
lahir pada bayi cukup bulan dan paling lambat hari ke-7 pada bayi prematur. Tandatanda awal bisa tidak terlihat jelas dan tidak dapat dibedakan dengan sepsis, asfiksia,
hipoglikemia, pendarahan intrakranial dan penyakit sistemik akut lainnya pada bayi
28
neonatus. Lesu, nafsu makan jelek dan hilangnya refleks Moro merupakan tandatanda awal yang lazim. Selanjutnya, bayi dapat tampak sangat sakit, tidak berdaya
disertai refleks tendo negatif dan kegawatan pernapasan. Opistotonus, dengan
fontanela yang mencembung, muka dan tungkai berkedut, dan tangisan melengking
bernada tinggi dapat menyertai. Pada kasus yang lanjut terjadi konvulsi dan spasme,
kekakuan pada bayi dengan lengan yang terekstensi dan berotasi ke dalam serta
tangannya menggenggam.2
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. 2002. Ikterus
Neonatorum. Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FKUP/RSHS. 64-84.
2. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicterus. Textbook of Pediatrics. New
Yorkl. 17th edition. Saunders. 596-598.
3. Garna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FKUP/RSHS. 97-103
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit
dalam. Ed 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. Vol III.
5. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006
6. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta . 2003.
7. Arthur C, Guyton, Hall JE. Bukun ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta:
EGC; 2007.
8. James E. Colleti;2007 An emergency medicine approach to neonatal
hyperbilirubinemia dalam Emergency Medicine Clinic of North America,
Elsevier Saunder :2007.
9. Clohety JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam: Manual of Neonatal Care,
Edisi ke 3. Boston: Little Brown Company;1991:289-99.
10. Abdulrahman S. Hiperbilirubinemia. Dalam: Sholeh M, Ari Y, Rizalya Dewi,
Gatot IS, Ali U, penyunting. Neonatologi. Jakarta:IDAI;2008.h.147-169.
30
31