Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh:
Adillia Yurivka U.S.
H2A011001
: Ny. S
Umur
: 30 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SLTP
Status
: Sudah menikah
No. RM
: 0966xx
Masuk RS
: 18 Februari 2016
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien tanggal 27
Februari 2016, pukul 06.30
Keluhan utama :
Kaki sulit digerakan
Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat HT & DM
Riwayat batuk lama
Riwayat PMS
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui
: diakui (HIV)
:
: disangkal
: disangkal
: disangkal
1. Sistem Serebrospinal
:
nyeri kepala (+), pingsan (-), kelemahan anggota gerak (+), wajah
2.
3.
4.
5.
6.
7.
RESUME ANAMNESIS
Pasien perempuan berusia 30 tahun, kesulitan menggerakan kaki sejak 5
hari setelah masuk rumah sakit. Kaki kiri tidak bisa diangkat dan hanya bisa
menggeser saja. Pasien dapat merasaan perabaan tetapi tidak bisa
menggerakanya, kesemutan dan terasa baal. Kaki kanan pasien juga terasa
masih lemas sehingga Pasien hanya bisa berbaring Pasien juga mengeluh
4
demam, diare lama 1 minggu SMRS, batuk lama > 6 bulan, penurunan berat
badan dan sariawan hampir diseluruh mulut. Riwayat batuk lama (+), PMS(+)
yaitu HIV tetapi putus obat sejak 1 bulan SMRS. Anamnesis sistem
didapatkan nyeri kepala (+), kelemahan anggota gerak (+), kesemutan/baal
(+), sesak nafas (+), batuk (+), mual (+), muntah (+) dan diare (+).
III.
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis
: Kelemahan & penurunan sensorik anggota gerak bawah
akut.
Diagnosis Topis
: Medula spinalis segmen torakal bawah
Diagnosis Etiologi : Myelopati dd infeksi, malignancy
DISKUSI I
Dari anamnesa didapatkan kelemahan pada kedua kaki disertai kesemutan,
terasa baal dan penurunan sensibilitas. Dari gejala yang ada pada pasien, dapat
disimpulkan terdapat gangguan pada area motorik, sensorik yang merupakan
karakteristik klinis dari gangguan medula spinalis. Gejala ini merupakan
karakteristik klinis gangguan LMN (Lower Motor Neuron). Hal tersebut diperkuat
dengan tidak ditemukannya penurunan kesadaran, kejang, bicara pelo, mual,
muntah yang biasanya megindikasikan adanya gangguan pada otak.
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan studi fisiologis, dikenal 2 tipe paresis,
yaitu Akibat keterlibatan upper motor neuron (UMN) dan akibat keterlibatan
lower motor neuron (LMN). Salah satu kumpulan kelainan akibat adanya lesi
LMN yaitu Myelitis. Lower motor neuron (LMN) merupakan kumpulan sarafsaraf motorik yang berasal dari batang otak, menyalurkan impuls motorik pada
bagian perjalanan akhir ke sel otot skeletal. Ciri-ciri klinik pada lesi LMN, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
sistem kekebalan tubuh yang aktif akibat virus. Adanya virus yang menyerang
jaringan tubuh menyebabkan inflamasi dan dapat menyebabkan kerusakan myelin
dalam sumsum tulang belakang. Iskemia dapat terjadi di dalam sumsum tulang
5
belakang akibat penyumbatan pembuluh darah atau mempersempit, atau faktorfaktor lain yang kurang umum. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke
jaringan saraf tulang belakang dan membawa sisa metabolik. Ketika
arterivenosus menjadi menyempit atau diblokir, mereka tidak dapat memberikan
jumlah yang cukup sarat oksigen darah ke jaringan saraf tulang belakang. Ketika
wilayah tertentu dari sumsum tulang belakang menjadi kekurangan oksigen, atau
iskemik, sel saraf memburuk relative dengan cepat. Kerusakan ini dapat
menyebabkan peradangan luas, kadang-kadang menyebabkan myelitis transversal.
Myelitis transversa dapat bersifat akut (berkembang selama jam sampai beberapa
hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6 minggu).
MYELITIS
Definisi
Pada abad ke-19, hampir semua penyakit pada medulla spinalis disebut
myelitis. Dalam Dercums Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince
seorang ahli neuro pernah menulis tentang myelitis traumatik, myelitis kompresif
dan sebagainya, yang agak memberikan kejelasan tentang arti terminologi
tersebut. Dengan bertambah majunya pengetahuan neuropatologi, satu persatu
penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang tergolong benar-benar karena radang
atau inflmasi saja yang masih tertinggal 1. Menurut Plum dan Olsen (1981) serta
Banister (1978) myelitis adalah terminologi nonspesifik, yang artinya tidak lebih
dari radang medulla spinalis. Tetapi Adams dan Victor (1985) menulis bahwa
myelitis adalah proses radang infektif maupun non-infektif yang menyebabkan
kerusakan hingga nekrosis pada substansia grisea dan alba.2,3
Definisi Acute Transverse Myelitis (ATM) menurut NINDS ( National
Institute of Neurological Disorders and stroke) 2012 adalah kelainan neurologi
yang disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu
tingkat atau segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan
peradangan pada medulla spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan
sepanjang medulla spinalis.1 Beberapa literature sering menyebutnya sebagai
myelitis transverse maupun myelitis transverse akut. Bahkan bentuk subakut dari
myelitis juga disebut sebagai myelitis transverse akut. Sebagai hasilnya, makna
Acute
Transverse
Myelitis
sering
tumpang
tindih
dengan
Myelitis
6
Klasifikasi
2.2.1. Menurut Onset
Menurut Sema et.al. (2007) perjalanan klinis antara onset hingga munculnya gejala
klinis myelitis dibedakan atas:6
a) Akut.
Gejala berkembang cepat dan mencapai puncaknya dalam waktu beberapa hari.
b) Sub Akut.
Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2 minggu.
c) Kronik.
Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 2 minggu.
2.2.2. Menurut NINDS
Adapun beberapa jenis dari myelitis menurut NINDS 2012 1,2 :
a) Myelitis yang disebabkan oleh virus.
1. Poliomielitis, group A dan B Coxsackie virus, echovirus
2. Herpes zoster.
3. Rabies.
4. Virus B2.
7
b) Myelitis yang merupakan akibat sekunder dari penyakit pada meningens dan
medula spinal.
1. Myelitis sifilitika
2. Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)
3. Meningomielitis kronik
4. Myelitis piogenik atau supurativa
5. Meningomielitis subakut
6. Myelitis tuberkulosa
7. Meningomielitis tuberkulosa
8. Infeksi parasit dan fungus yang menimbulkan granuloma epidural,
meningitis lokalisata atau meningomielitis dan abses.
c) Myelitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui.
1. Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi.
2. Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik
3. Degeneratif atau nekrotik
2.2.3. Menurut Lokasi dan Distribusi Myelitis
1. Myelitis transversa apabila mengenai seluruh potongan melintang medula
spinalis
2. Poliomyelitis apabila mengenai substansia grisea
3. Leukomyelitis apabila mengenai substansia alba
Istilah mielopati digunakan bagi proses non inflamasi medulla spinalis misalnya yang
disebabkan proses toksis, nutrisi, metabolik dan nekrosis 6
Patofisiologi
Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab
ATM. Satu teori utama yang menyebabkan ATM adalah imun memediasi inflamasi
sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral 3
Pada kasus ATM post infeksi, mekanisme sistem immun baik pada viral atau
infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan kerusakan saraf
spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat mekanisme kerusakan saraf
spinal. Rangsangan sistem immun sebagai respon terhadap infeksi menunjukkan
bahwa suatu reaksi autoimun yang bertanggung jawab. Molekuler mimikri dari viral
dapat menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan reaksi silang dengan
antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan aktivasi dari
complement-mediated atau cellmediated yang dapat menimbulkan injury terhadap
jaringannya sendiri. Infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan langsung jaringan
saraf tulang belakang3,6
Pada penyakit autoimun, sistem imun yang secara normal melindungi tubuh
terhadap organisme, melakukan kesalahan dengan menyerang jaringan tubuh sendiri
yang menyebabkan inflamsi dan pada beberapa kasus merusak mielin medulla
spinalis. ATM juga terdapat pada beberapa penyakit autoimun seperti systemic lupus
erythematosus, Sindrom Sjogren's, dan sarcoidosis 6
Beberapa kasus ATM disebabkan oleh malformasi arteri-vena spinalis (kelainan
yang merubah aliran darah) atau penyakit vaskuler seperti atherosklerosis yang
menyebabkan iskemik. Sehingga menurunkan kadar oksigen pada jaringan medulla
spinalis. Iskemik dapat disebabkan perdarahan (hemorragik) dalam medulla spinalis,
pembuluh darah yang menyumbat atau sempit, atau faktor lainnya. Pembuluh darah
membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan medulla spinalis dan membuang hasil
metabolisme. Saat pembuluh darah tersumbat atau menyempit dan tidak dapat
membawa sejumlah oksigen ke jaringan medulla spinalis. Saat area medulla spinalis
menjadi kekurangan oksigen atau iskemik. Sel dan serabut saraf mulai mengalami
perburukan secara cepat. Kerusakan ini menyebabkan inflamasi yang luas kadangkadang menyebabkan ATM.6
Ketika TM timbul tanpa penyakit penyerta yang tampak, hal ini diasumsikan
untuk menjadi idiopatik. TM idiopatik diasumsikan untuk sebagai hasil dari aktivasi
abnormal sistem imun melawan medulla spinalis. Makroskopis pada medulla spinalis
yang mengalami peradangan akan tampak edema, hiperemi dan pada kasus berat
terjadi perlunakan (mielomalasia).3
Mikroskopis akan tampak pada leptomening tampak edema, pembuluh
pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla
spinalis tampak pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler
(limfosit/leukosit) di substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan degeneratif
pada sel - sel ganglia, pada akson akson dan pada selubung mielin, disamping itu
tampak adanya hiperplasia dari mikroglia. Traktus traktus panjang disebelah atas
atau bawah daripada segemen yang sakit dapat memperlihatkan kelainan kelainan
degeneratif3
Tanda dan gejala klinis ATM
Medula spinalis adalah struktur yang relatif sempit di mana traktus motorik,
sensorik, dan otonom berada saling berdekatan. Oleh karena itu, lesi di medulla
spinalis dapat memiliki efek dalam semua modalitas ini. Namun, efek tersebut tidak
9
selalu seragam dimana tingkat keparahan atau simetris di seluruh modalitas berbeda.
Pemeriksaan klinis dengan fokus pada penyelidikan untuk sensorik tulang belakang
dan tingkat motorik, akan membantu dalam lokalisasi lesi. 3
ATM terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari)
atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala umum yang muncul
melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom. Beberapa penderita juga
melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya
selera.3
Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik ATM yaitu kelemahan otot atau
paralisis kedua lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada kaki dan jari jari kaki,
disfungsi kandung kemih dan buang air besar
Gejala sensorik pada ATM1,3 :
1) Nyeri adalah gejala utama pada kira-kira sepertiga hingga setengah dari semua
penderita ATM. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap
seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan.
2) Gejala lainnya berupa parastesia yang mendadak (perasaan yang abnormal
seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik.
Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas, perasaan geli,
kedinginan atau perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita ATM mengalami
kepekaan yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau
sentuhan ringan dengan jari menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri
(allodinia). Beberapa penderita juga mengalami kepekaan yang tinggi terhadap
perubahan temperatur atau suhu panas atau dingin.
Gejala motorik pada ATM: beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan
yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan ATM terlihat
bahwa mereka terasa berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka
karena terasa lebih berat dari normal. Kekuatan otot dapat mengalami penurunan.
Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan
kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi
roda. Terjadi paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi
paraplegia (kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah). 1.5
Gejala otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti
retensi urin dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual
sering terjadi. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa
10
11
akan menentukan jumlah sel darah putih yang dapat terakumulasi dalam cairan, yang
nantinya dapat berfungsi sebagai indikator dari besarnya peradangan. 2,5
Selain neuroimaging dari spinal cord dan laboratorium CSF, darah/ tes serologi
sering membantu dalam mengesampingkan adanya gangguan sistemik seperti
penyakit rematologi (misalnya, penyakit Sjogren atau lupus eritematosa sistemik ),
gangguan
metabolisme. Tes laboratorium seperti : indeks IgG, vPCR virus, antibodi lyme dan
mikoplasma, dan VDRL terjadinya myelitis setelah infeksi atau vaksinasi tidak
menghalangi kebutuhan untuk evaluasi lebih lanjut dalam menentukan etiologinya
seperti infeksi sifilis, HIV, campak, rubella dan lainnya, karena infeksi atau imunisasi
juga dapat memicu serangan myelitis. 2,5
Penatalaksanaan
Tujuan terapi selama fase akut mielitis adalah untuk menghambat
progresivitas dan menginisiasiresolusi lesi spinal yang terinflamasi sehingga dapat
mempercepat perbaikan secara klinis.Kortikosteroid merupakan terapi lini
pertama. Sekitar 50-70% pasien mengalami perbaikan parsial atau komplit.
Regimen intravena dosis tinggi (1000 mg metilprednisolon setiap hari,biasanya
selama 3-5 hari) diberikan kepada pasien. Regimen oral dapat digunakan pada
kasuspasien mielitis episode ringan yang tidak perlu dirawat inap. Pemberian
glukokortikoid atauACTH, biasanya diberikan pada penderita yang datang
dengan gejala awitanya sedangberlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau
bila terjadi progresivitas defesit neurologik.
Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk prednison oral 1 mg/kg berat
badan/hari sebagaidosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan
dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan per oral dapat pula diberikan
metil prednisolon intravena dengan dosis 0,8mg/kg/hari dalam waktu 30 menit.
Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular denagndosis 40 unit dua
kali per hari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali per hari (selama 4hari) dan
20unit dua kali per hari (selama 3 hari). Untuk mencegah efek samping
kortikosteroid, penderitadiberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari
atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selainitu sebagai alternatif dapat diberikan
antasid per oral.Efek
yang
tidak
diinginkan
pada
terapi
kortikosteroid
12
yaitu
gejala
kortikosteroid.
Hipotensi,
gangguan
elektrolit,
hanya
ketika
diterapi
dengan
siklofosfamid
dan
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 27 Februari 2016,pukul 14.30 WIB.
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4M6V5
Status Gizi
: kesan baik
13
Vital sign
TD
Nadi
RR
Suhu
: 90/60 mmHg
: 80 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
: 20 x/menit
: 36,8 0 C secara aksiler
Status Internus
Kepala : Mesocephal
Mata
(+/+)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax :
Cor
Dextra
Pergerakan simetris,
Sinistra
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
retraksi (-)
Vokal
kanan = kiri
kanan = kiri
Sonor
fremitus
seluruh
normal
lapang
paru
Auskultasi
SD
paru
vesikuler
Abdomen :
14
Inspeksi
Bawah
Status Neurologis
Sikap Tubuh
: Simetris
N. IV. Troklearis
N. V. Trigeminus
N. VI. Abdusen
N. VII. Fasialis
Pemeriksaan
Daya penghidu
Daya penglihatan
Pengenalan warna
Lapang pandang
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Ukuran pupil
Bentuk pupil
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Strabismus divergen
Gerakan mata ke lat-bwh
Strabismus konvergen
Menggigit
Membuka mulut
Sensibilitas muka
Refleks kornea
Trismus
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Kedipan mata
Lipatan nasolabial
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis
Kanan
Kiri
N
N
N
N
N
N
3 mm
Bulat
+
+
-
N
N
N
N
N
N
3 mm
Bulat
+
+
-
N
N
Simetris
Simetris
Simetris
N
N
N
N
Simetris
Simetris
Simetris
N
N
15
N. VIII.
Vestibulokokleari
s
N. IX.
Glosofaringeus
N. X. Vagus
N. XI. Aksesorius
N. XII.
Hipoglossus
Menggembungkan pipi
Daya kecap lidah 2/3 ant
Mendengar suara bisik
Mendengar bunyi arloji
Tes Rinne
Tes Schwabach
Tes Weber
Arkus faring
Daya kecap lidah 1/3 post
Refleks muntah
Sengau
Tersedak
Denyut nadi
Arkus faring
Bersuara
Menelan
Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu
Trofi otot bahu
Sikap lidah
Artikulasi
Tremor lidah
Menjulurkan lidah
Trofi otot lidah
Fasikulasi lidah
N
+
+
+
TDL
TDL
TDL
Simetris
N
+
+
+
TDL
TDL
TDL
Simetris
N
N
80 x/menit
Simetris
Simetris
N
N
N
N
N
N
N
N
Eutrofi
Eutrofi
N
N
Simetris
-
Pemeriksaan Motorik
G
RF
5555 5555
Tn
4444 1111
RP
Cl
Tr
Eu
Eu
Eu
Eu
+
+
16
anuria (-)
Defekasi : BAB Diare berlendir (+), inkontinentia alvi (-), retensio
alvi (-),
: (-)
Kernig sign
: (-)
Brudzinsky I
: (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Tanggal 19/02/2016
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit
Limfosit%
Monosit%
Granulosit%
PCT
PDW
Glukosa puasa
G2PP
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
Hasil
7,0
7,5
2,51
21,1
313 H
83,9
28,5
33,9
13,8
16,7
2,1
0,1
2,1
18,9
3,5
74,5
0,297
12,3
85
95
30
19
29,2
0,62
3,29
Nilai rujukan
13,2 - 17,3
3,8-10,5
4,5-5,8
37-47
150-400
82-95
>27
32-37
10-15
7-11
1,0-4,5
0,2-1,0
2-4
25 40
28
50- 80
0,2 - 0,5
10 18
74 106
<120
0 50
0 50
10 50
0,62 - 1,1
27
Satuan
g/dl
Ribu
Juta
%
Ribu
fL
Pg
g/dl
%
mikro m3
103/mikro m3
103/mikro m3
103/mikro m3
%
%
%
%
%
mg/dL
U/L
IU/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
17
Cholesterol
166
< 200
mg/dL
dianjurkan,
200 - 239
res sedang,
HDL
LDL
Trigliserida
38
111
85
mg/dL
mg/dL
mg/dL
Hasil:
-Alignment masih normal
-Tak tampak kompresi maupun listesis
-Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis
-Pedikulus prosesus spinosus masih intak
3. Rontgen Thorax PA
18
Hasil:
-Cor: Bentuk dan letak normal
-Pulmo: Corakan meningkat, bercak lapangan atas paru kiri, parakardial
kanan dan kiri
-kedua sudut kostofrenikus lancip
Kesan :
-Cor tak membesar
-Suspek proses spesifik (TB/Pneumoni)
VI.
DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topis
Diagnosis Etiologi
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E 4M6V5 yang
menunjukkan bahwa pasien compos mentis. Tekanan darah pasien 90/60 mmHg.
Nadi 80x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup , laju napas 20x/menit,
suhu36,80C secara aksiler. Didapatkan demam yang merupakan tanda adanya
infeksi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gerakan ekstremitas inferior terbatas,
kekuatan motorik ekstremitas bawah kanan 4 dan kiri 1, refleks fisiologis (+),
reflek patologis ekstremitas bawah (+) terjadi hipestesi mulai dari T12-L2, clonus
(+/+) serta ada gangguan pada fungsi vegetative yaitu BAB diare berlendir.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil yang bermakna yaitu Hb
7,0 yang menunjukan anemia ET 2,51 dan HT 21,1. Pemeriksaan foto Vertebrae
Thoracolumbal AP/ Lateral tidak menunjukan adanya kelainan pasca trauma jatuh
yang dialami pasien, sehingga kelemahan post trauma dapat disingkirkan.
Pemeriksaan x-foto thorax AP menunjukan Cor tampak tak membesar dan
Pulmo : corakan bronkovaskular memadat, tampak bercak/ infiltrat di lapangan
atas paru kiri, parakardial kanan dan kiri parakardial. Terlihat adanya proses
spesifik pada pasien, selain itu dari segi klinis ditemukan adanya gejala
TB/pnrumonia. Diagnosis pasti myelitis TB adalah dengan px mikrobiologi
19
jaringan tulang atau abses yang menunjukan BTA positif. Selain itu dapat
dilakukan uji tuberkulin, PCR, IgG TB, pasien telah dilakukan uji BTA dengan
hasil BTA posif sehingga dapat menegakan diagnosis TB serta foto rontgen yang
menunjukan adanya infirltrat pada lapang paru kir atas yang menunjukan adanya
pneumonia.
VI. PENATALAKSANAAN
Farmakologi
1.
Infus RL 20 tpm
2.
ARV 1x1
3.
4.
Anemolat 1x1
5.
Ambroxol 3x1
6.
Piracetam 3x 3 gr
7.
Metilcobalamin 11 amp
8.
Ceftriakson 2 x 1 gr
Non Farmakologi
VII.
Rawat Inap
Bedrest
PROGNOSIS
1.
Quo ad vitam
2.
Quo ad Sanam
3.
Quo ad Functionam
: dubia
: dubia
: dubia
Diskusi III
Injeksi Piracetam 3x3 gram
Meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenylat kinase(AK)
yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP
dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan
komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP diproduksi
di mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit neurologi
khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral
iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan post
20
tanpa efek
vasodilatasi.
Injeksi Metilcobalamin 1x1
Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang
berperan dalam reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif
dibandingkan dengan homolog vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal
kaitannya dengan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.
Mecobalamin/methylcobalamin meningkatkan metabolisme asam nukleat,
protein dan lemak. Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesa metionin.
Mecobalamin terlibat dalam sintesis timidin pada deoksiuridin dan mempercepat
sintesis DNA dan RNA. Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin
mempercepat
sintesis
lesitin,
suatu
komponen
utama
dari
selubung
mielin.Mecobalamin diperlukan untuk kerja normal sel saraf. Bersama asam folat
dan vitamin B6, mecobalamin bekerja menurunkan kadar homosistein dalam
darah. Homosistein adalah suatu senyawa dalam darah yang diperkirakan
berperan dalam penyakit jantung.
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr
Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas
dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram
positif dan gram negatif. Dengan menghambat pembentukan dinding kuman.
Dosis IV pada dewasa 0,5-2g. Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat
penghambatan sintesis dinding kuman.Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang
tinggi terhadap beta-laktanase, baik terhadap penisilinase maupun sefalosporinase
yang dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif. Pada pasien ini diberikan
antibiotik ceftriaxone karena antibiotik ini efektif terhadap bakteri gram positif
maupun negatif, dan belum ada penelitian di Indonesia yang menunjukan tingkat
keresistensian.
21
Follow Up
Subjective
Paraparesis
Hipestesia
Kesemutan
pada kaki
Kesemutan
++
jari tangan
Nyeri
pinggang
Nyeri pada
kaki
Objective
KU
GCS
TD
Nadi
100/80
100/80
90/60
98/67
88 x/m
80 x/m
80 x/m
85 x/m
80 x/m
22 x/m
20 x/m
20 x/m
20 x/m
36,8 C
36,7C
36,6C
36,6 C
5555/555
5555/555
5555/555
5555/555
5555/555
4444/111
4444/111
4444/222
5555/333
5555/444
Pernapasan 22 x/m
Suhu
37 C
Motorik
ARV 1x1
3.
4.
Anemolat 1x1
5.
Ambroxol 3x1
6.
Piracetam 3x 3 gr
7.
Metilcobalamin 11 amp
8.
Ceftriakson 2 x 1 gr
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus Kedokteran Dorland. 2007
2. Transverse Myelitis fact sheet. National Institute of Neurological Disorders
and Stroke. 2012.
3. Douglas Kerr. The history of TM: The Origins Of The Name And The
Identification Of The Disease. The transverse myelitis association. 2013.
4. Timothy W West. Transverse Myelitis-A Review Of The Presentation,
Diagnosis And Initial Management. 2013.
5. Varina L. Wolf, Pamela J. Lupo and Timothy E. Lotze. Pediatric Acute
Transverse Myelitis Overview and Differential Diagnosis. J Child Neurol.
2012; 27: 1426.
6. Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J
Med. 2010: 363;6
24