Anda di halaman 1dari 24

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON

BUKU PENUNTUNCSL BIOMEDIK 5


Penyusun :
Tim CSL FK Unpatti

2020
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN ENDOKRIN
(TIROID)

2|Page
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KELENJAR TIROID
(ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK)

A. PENDAHULUAN
Gangguan fungsi endokrin, yang sering dijumpai di praktik, cenderung menyebabkan
gejala nonspesifik. Oleh karena itu, dokter yang kurang cermat mungkin melewatlan
kemungkinan adanya defisiensi (hipofungsi) atau kelebihan (hiperfungsi) hormon –
hormone tertentu sebagai penyebab masalah sehingga kita harus melakukan anamnesis
lengkap dan memanfaatkan hasil temuan anamnesis saat melakukan pemeriksaan fisik.
Kelenjar tiroid adalah salah satu kelenjar endokrin yang pembesarannya dapat dideteksi
melalui pemeriksaan fisik sehingga menjadi salah satu keterampilan diagnostik yang
harus dikuasai oleh seorang dokter dengan level kompetensi 4, yaitu mampu memiliki
pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini baik konsep, teori, prinsip maupun
indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum
Pada akhir latihan ini, mahasiswa diharapkan secara mandiri mampu melakukan
pemeriksaan kelenjar tiroid dengan baik dan benar.
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti skill lab pemeriksaan kelenjar tiroid, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan dasar teori dan prinsip pemeriksaan kelenjar tiroid
2. Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan kelenjar tiroid
3. Melakukan pemeriksaan kelenjar tiroid dari arah anterior dan posterior (inspeksi,
palpasi, dan auskultasi) dengan benar
4. Menginterpretasi hasil pemeriksaan kelenjar tiroid

C. ALAT DAN BAHAN


1. Stetoskop
2. Air putih

D. DASAR TEORI
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, disatukan oleh istmus tepat di bawah tulang rawan
krikoid. Lobus lateral meluas sepanjang salah satu sisi laring sampai setinggi

3|Page
pertengahan kartilago tiroid.
Secara embriologis, kelenjar tiroid berasal dari penebalan sel-sel endoderm pada dasar
faring berupa evaginasi epitel faring yang membawa pula sel-sel dari kantung faring
lateral. Evaginasi ini berjalan dari pangkal lidah kearah kaudal menuju leher hingga
mencapai letak anatominya yang terakhir. Sepanjang perjalanan ini, sebagian jaringan
tiroid dapat tertinggal, membentuk kista tiroglosus, nodula atau lobus piramidalis tiroid.
Fungsi utama kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormone tiroksin dan triiodotironin
yang berefek pada metabolisme tubuh. Hormon kalsitonin disekresi oleh kelenjar
paratiroid yang berfungsi dalam metabolisme kalsium.
Gangguan pada kelenjar tiroid dapat menyebabkan pembesaran kelenjar yang tampak
sebagai benjolan pada leher. Dengan pemeriksaan fisik, kelenjar tiroid yang membesar
dapat dideteksi sehingga membantu penegakan diagnosis penyakit kelenjar tiroid.
Cara pemeriksaan kelenjar tiroid dapat dilakukan dari arah anterior dan posterior. Dari
arah anterior, kelenjar tiroid tampak seperti kupu-kupu. Pemeriksaan adalah sebagai
berikut :
1. Inspeksi
Leher harus diinspeksi dari depan. Bila tampak pembengkakan yang terletak di
daerah kelenjar tiroid, minta pasien untuk menelan (biasanya dengan menawarkan
segelas air, tetapi tidak harus). Benjolan yang terletak di tiroid akan terangkat saat
pasien menelan. Metastasis ke kelenjar limfe dapat menimbulkan benjolan yang
tampak di sebelah lateral kelenjar tiroid.
Pembesaran tiroid secara difus seringkali menyebabkan pembesaran leher secara
merata misalnya pada Grave’s disease. Pasien goiter multinodular akan
menampakkan benjolan berupa massa nodular. Pasien dengan goiter juga dapat
ditemukan bendungan vena superfisial.
2. Palpasi
Hasil inspeksi dapat diperjelas dengan melakukan palpasi. Umumnya pemeriksa
jarang dapat meraba kelenjar tiroid dalam keadaan normal. Namun, bila ditemukan,
konsistensi normal tiroid mirip dengan jaringan otot. Bila konsistensi padat, biasanya
ditemukan pada kanker tiroid atau karena adanya jaringan parut. Konsistensi yang
lunak umumnya dijumpai pada goiter toksik. Bila terjadi infeksi akut atau perdarahan
ke dalam kelenjar, maka akan ditemukan nyeri raba dan tekan.
3. Auskultasi
Bila ditemukan pembesaran, maka auskultasi dilakukan pada pembesaran tersebut
dengan meletakkan bel stetoskop dan meminta pasien menahan napas untuk
menghindari bunyi akibat pergerakan trakea saat bernapas. Pada auskultasi
kelenjar, dapat terdengar bising (bruit) pada pasien penyakit Grave, tetapi

4|Page
waspadalah terhadap transmisi bising karotis atau murmur jantung. Dengarkan
adanya bunyi bruit berupa aliran yang pelan dan lembut akibat vibrasi yang
ditimbulkan oleh aliran darah.

Gambar 1. Pemeriksaan fisik kelenjar tiroid

Penyakit kelenjar tiroid paling sering bermanifestasi sebagai pembengkakan yang


dapat mengenai seluruh kelenjar (goiter) atau terlokalisasi di dalam kelenjar. Pasien
yang datang dengan tanda-tanda kelebihan atau kekurangan sekresi hormon tiroid
(dengan atau tanpa pembengkakan) lebih jarang dijumpai. Penyakit kelenjar tiroid jarang
menimbulkan nyeri.

Tabel 1. Disfungsi hormon, tanda dan gejala

Kelainan hormon Gejala Tanda Fisik Spesifik


Defisiensi tiroid Cepat leleah, malaise, Mental lamban, rambut tipis,
(hipotiroidisme) berat badan bertambah, kering, hipotermia, mata
intoleransi dingin, sembap, hilanbgnya sepertiga
perubahan penampilan, luas alis, suara berat,
kulit kering, konstipasi obesitas, refleks melemas
lambat, pada kegagalan tiroid
primer-goiter

5|Page
Kelebihan tiroid Penurunan berat badan, Eksoftalmus, oftalmoplegia,
(hipertiroidisme) nafsu makan meningkat, goiter dengan bising di
iritabilitas, gelisah, atasnya, penurunan berat
tremor, palpitasi, badan, miopati, refleks tendon
intoleransi panas, diare, cepat dan tekanan nadi
keluhan mata, takikardia yang lebar
oligomenorea

6|Page
E. PROSEDUR PEMERIKSAAN

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN TIROID

NO LANGKAH KLINIK
A. PERSIAPAN
1 Ucapkan salam
2 Dengan sopan, perkenalkan diri anda dan tanyakan identitas (nama, umur,
alamat)
3 Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan dan prosedur
pemeriksaan
B. PEMERIKSAAN
1 INSPEKSI
a. Saat istirahat/rileks
- Mintalah pasien duduk bersandar pada kursi dengan sandaran tegak
lurus dan bersikap rileks dengan cahaya yang cukup menerangi leher
pasien
- Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien (mata pemeriksa sejajar
dengan leher pasien)
- Amati apa yang tampak pada leher (simetris/asimetris, pergeseran
trakea, benjolan, pembesaran, luka, jaringan parut atau bendungan
vena superfisial). Misalnya bila ditemukan benjolan, perhatikan
lokasinya, ukurannya, bentuknya, dan permukaannya serta warnanya.
b. Saat mendongak
- Mintalah pasien mendongak dengan mengangkat dagu kurang lebih 450
terhadap bidang horizontal
- Amati apa yang tampak pada leher (simetris/asimetris, pergeseran
trakea, benjolan, pembesaran, luka, jaringan parut atau bendungan
vena superfisial).
c. Saat menelan
- Dalam posisi tetap mendongak, mintalah pasien menelan ludah atau
meminum air
- Saat pasien melakukan gerakan menelan, amati gerakan tiroid apakah
mengikuti gerakan menelan atau tidak (bila tampak benjolan, amati
gerakannya saat menelan)
2 PALPASI
Dari anterior

7|Page
a. Palpasi ismus
- Letakkan jari telunjuk dan tengah tepat di bawah kartilago krikoid
- Bila ismus telah teraba, mintalah pasien menelan sambil tetap
meletakkan kedua jari pada ismus
- Apakah ismus mengikuti gerakan menelan
b. Palpasi kedua lobus
- Geser trakea ke arah kanan pasien dengan ibu jari tangan kanan
- Lakukan palpasi lobus kanan dengan jari telunjuk dan jari tengah
tangan kiri
- Apakah terdapat kelainan misalnya adanya benjolan atau pembesaran
lobus (perhatikan ukuran, permukaan dan konsistensi pembesaran
kelenjar, apakah tepi kelenjar dapat dicapai, ke arah mana pembesaran
meluas, hubungannya dengan struktur di sekitarnya, apakah terfiksir
atau tidak dan apakah terdapat nyeri atau tidak)
- Geser trakea ke arah kiri pasien dengan ibu jari tangan kiri
- Lakukan palpasi lobus kiri dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanan
- Apakah terdapat kelainan misalnya adanya benjolan atau pembesaran
lobus (perhatikan ukuran, permukaan dan konsistensi pembesaran
kelenjar, apakah tepi kelenjar dapat dicapai, ke arah mana pembesaran
meluas, hubungannya dengan struktur di sekitarnya, apakah terfiksir
atau tidak dan apakah terdapat nyeri atau tidak)
c. Palpasi bagian posterior kedua lobus
- Pegang otot sternokleidomastoideus kanan dengan jari-jari tangan kiri
(jari telunjuk dan tengah pada bagian belakang otot dan ibu jari pada
bagian depan otot) dan jari telunjuk tangan kanan menggerakkan
kartilago tiroid ke kanan pasien
- Rasakan adanya bagian posterior lobus kanan diantara jari-jari tangan
kiri
- Apakah terdapat kelainan
- Pegang otot sternokleidomastoideus kiri dengan jari-jari tangan kanan
(jari telunjuk dan tengah pada bagian belakang otot dan ibu jari pada
bagian depan otot) dan jari telunjuk dan tengah tangan kiri
menggerakkan kartilago tiroid ke kiri pasien
- Rasakan adanya bagian posterior lobus kiri di antara jari-jari tangan
kanan

8|Page
- Apakah terdapat kelainan
Dari posterior
a. Palpasi ismus
- Pemeriksa berdiri di belakang pasien
- Letakkan jari-jari kedua tangan dengan perlahan pada kedua sisi trakea
tepat di bawah kartilago krikoid
- Mintalah pasien menelan sambil tetap meletakkan kedua jari pada
ismus
- Apakah ismus mengikuti gerakan menelan
b. Palpasi kedua lobus
- Mintalah pasien memfleksikan lehernya ke sisi kanan
- Gerakkan kartilago tiroid ke kanan dengan jari tangan kanan
- Lakukan palpasi lobus kanan dengan jari tangan kiri
- Apakah terdapat kelainan
- Mintalah pasien memfleksikan lehernya ke sisi kiri
- Gerakkan kartilago tiroid ke kiri dengan jari tangan kiri
- Lakukan palpasi lobus kiri dengan jari tangan kanan
- Apakah terdapat kelainan
c. Palpasi tepi kedua lobus
- Pegang otot sternokleidomastoideus kanan dengan jari-jari tangan
kanan (jari telunjuk,jari tengah dan jari manis pada bagian depan otot
dan ibu jari pada bagian belakang otot) dan tiga jari tangan kiri
menggerakkan kartilago tiroid ke kanan pasien
- Rasakan adanya bagian tepi lobus kanan diantara jari-jari tangan kanan
- Apakah terdapat kelainan
- Pegang otot sternokleidomastoideus kiri dengan jari-jari tangan kiri (jari
telunjuk , jari tengah dan jari manis pada bagian depan otot dan ibu jari
pada bagian belakang otot) dan tiga jari tangan kiri menggerakkan
kartilago tiroid ke kiri pasien
- Rasakan adanya bagian posterior lobus kiri di antara jari-jari tangan kiri
- Apakah terdapat kelainan
3 AUSKULTASI
- Letakkan bel stetoskop pada lobus kanan
- Mintalah pasien menahan napas
- Dengarkan bunyi yang ditimbulkan dan interpretasikan
- Letakkan bel stetoskop pada lobus kiri

9|Page
- Mintalah pasien menahan napas
- Dengarkan bunyi yang ditimbulkan dan diinterpretasikan

Analisis Hasil Pemeriksaan

Pada keadaan normal kelenjar tiroid tidak teraba. Apabila dijumpai pembesaran, maka
rekomendasikan pemeriksaan penunjang laboratorium yang sesuai untuk memastikan
diagnosis.

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Schteingart DE. Penyakit kelenjar tiroid. Dalam : Caroline Wijaya, editor. Patofisiologi
: konsep klinis proses-proses penyakit. Buku 2. Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC;1995. h.1070-81
2. Guyton AC. Hormon tiroid. Dalam : Andrianto Petrus, editor. Fisiologi manusia dan
mekanisme penyakit. Edisi revisi. Jakarta :vPenerbit Buku Kedokteran EGC;1990. h.
677-86
3. Morton PG. Panduan pemeriksaan kesehatan dengan dokumentasi SOAPIE. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2003. H. 425-45
4. Dacre J, Kopelman P. Buku saku ketrampilan klinis. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2004. H. 245-56
5. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997. H. 30-1
6. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC;1995. H.83-5
7. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan ketrampilan klinis bagi dokter di
fasilitas kesehatan primer. Edisi 1;2017.h.250-1

10 | P a g e
11 | P a g e
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
INSPEKSI DAN PALPASI
GENETALIA EKSTERNA
(WANITA)

12 | P a g e
PANDUAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN INSPEKSI DAN PALPASI GENITALIA EKSTERNA WANITA

A. PENDAHULUAN
Masalah kesehatan wanita yang meliputi kehamilan, persalinan, gangguan haid, tumor
panggul, inkontinensia atau prolapse, kontrasepsi dan kesuburan, merupakan sebagian
besar masalah praktik sehari-hari.
Fisiologi dan anatomi organ panggul memiliki rentang “normal” yang sangat lebar.
Selain fungsi organ panggul bervariasi sepanjang kehidupan wanita normal, dan masing
– masing menimbulkan gejala dan tanda sistemik yang berbeda. Jangan berpikir sempit
sewaktu menilai anamnesis ginekologik. Banyak sekali penyakit sistemik yang dapat
bermanifestasi sebagai perubahan fungsi vagina atau uterus. Contoh yang baik adalah
infeksi jamur vagina berulang yang merupakan masalah ginekologi yang sangat sering
dijumpai, tetapi mungkin merupakan keluhan utama pada wanita yang menderita
diabetes melitus yang tidak terdiagnosis.
Pemeriksaan ginekologi termasuk didalamnya inspeksi dan palpasi genitalia eksterna
wanita merupakan salah satu ketrampilan klinik dengan level kompetensi 4 menurut
Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Berbeda dengan kebanyakan pemeriksaan fisik
lainnya, pemeriksaan ini harus dilakukan dengan perlahan-lahan dan hati-hati serta
penjelasan yang memadai. Pemeriksa harus berbicara dengan pasien dan
memberitahukan dengan tepat apa yang akan dilakukan serta adanya kontak mata
untuk mengurangi ansietas pasien.

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Pada akhir latihan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan inspeksi dan palpasi
genitalia eksterna pada wanita secara berurutan dan mampu mengetahui keadaan
normal dan tidak normal dari pemeriksaan tersebut.
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti latihan ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan
2. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan
3. Melakukan persiapan pasien sebelum pemeriksaan dengan baik
4. Melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi secara berurutan dan sesuai prosedur
yang ada

13 | P a g e
5. Menjelaskan tentang hasil pemeriksaan baik normal maupun tidak normal

C. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan :
1. Meja ginekologi dan penopang kaki
2. Lampu leher angsa atau lampu ginekologik fleksibel
3. Sarung tangan
4. Kain penutup
5. Sabun dan air bersih
6. Handuk bersih dan kering
7. Kapas dan larutan antiseptik

D. DASAR TEORI
Ovarium berkembang dari gonad primitive yang dimiliki baik oleh janin laki-laki atau
perempuan. Bila terdapat kromosom XY, terbentulah testis – bila tidak, terbentuklah
ovarium. Tuba falopi, uterus, serviks dan bagian atas vagina terbentuk melalui fusi
system mesonefrik ganda. Bagian bawah vagina terbentuk dari invaginasi cekungan
kloaka. Bila proses fusi tidak sempurna, dapat terbentuk dua uterus, dua serviks dan dua
vagina.
Genitalia eksterna termasuk struktur-strukturnya dapat dilihat pada inspeksi vulva
(mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum, dan kelenjar-kelenjarnya,
meatus uretra dan orifisium vagina). Semuanya dapat diuraikan dan didefenisikan seperti
yang tampak bila pasien dalam posisi litotomi.
Mons pubis merupakan gundukan seperti daging yang melapisi simfisis pubis dan
berkembang penuh pada wanita dewasa, ditutupi dengan rambut kaku hitam dalam
distribusi segitiga terbalik dengan dasar rata yang meluas ke arah abdomen dan apeks
pada atau di dekat perineal.
Labia mayora merupakan lipatan kulit, lemak dan jaringan ikat yang mengelilingi
dan melindungi struktur permukaan yang lebih dalam. Labia mayora meluas dari mons
pubis sampai sedikit ke belakang komisura posterior. Pada bifurkatio ventral dari labia
mayora terdapat klitoris yang dibungkus dalam kepalanya. Tepat di posterior (inferior,
karena struktur tampak oleh pemeriksa yang melihat perineum pasien dalam posisi
litotomi) sampai struktur klitoris, labia minora membentuk bifurkasio dan mengikuti
kontur umum labia mayora. Labia minora lebih tipis dan ditutupi dengan membrane
mukosa skuamosa. Lipatan posterior labia minora terletak sisa struktur permukaan dari
genitalia eksterna.

14 | P a g e
Meatus uretra atau pintu uretra, tampak sebagai lesung memanjang vertical ringan
atau orifisium sekitar 2 cm posterior (inferior) dari klitoris.
Orifisium vagina merupakan celah vertikal panjang yang meluas dari posterior
sampai meatus uretra ke fourchette posterior (cincin hymen pada introitus),
ekstremitasnya yang paling posterior.
Dua-tiga sentimeter bidang kulit antara komisura posterior dan lobang anus secara
teknis disebut perineum, meskipun istilah perineum juga digunakan lebih jarang untuk
semua genital eksterna-kompleks anus.
Pembukaan ke kelenjar vestibular mayora (kelenjar Bartholin) terletak di dalam
celah antara labia minora dan orifisium vagina. Kelenjar itu sendiri terletak dalam labia
mayora. Pembukaan ke kelenjar periuretra (kelenjar skene) terletak di sisi lain dan
posterior dari uretra.
Lobang anus adalah jalan keluar traktus gastrointestinal yang berkerut, terletak pada
titik temu lipatan gluteus.
Suplai darah ke genitalia eksterna dan perineum terutama berasal dari arteri
pudenda interna. Drainase limfatiknya adalah ke dalam nodus inguinal superfisial dan
profunda.

E. PROSEDUR PEMERIKSAAN

No Prosedur Latihan
1 Informed consent: Jelaskan kepada pasien tentang jenis pemeriksaan, tujuan
dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan. Informasikan bahwa
pemeriksaan yang akan dilakukan tidak menyebabkan nyeri namun pasien
mungkin akan merasa kurang nyaman

2 Meminta persetujuan pasien


3 Dokter ditemani oleh asisten dalam melakukan pemeriksaan
4 Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan
5 Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemihnya terlebih dahulu
6 Meminta pasien melepaskan celana dan berbaring di meja periksa dengan posisi
litotomi
7 Menutup dinding perut dan paha dengan kain penutup tetapi jangan
mengganggu kontak mata pasien dan pemeriksa atau pandangan daerah yang
akan diperiksa
8 Menghidupkan lampu dan mengarahkan dengan benar pada bagian yang akan
diperiksa

15 | P a g e
9 Pemeriksa mencuci tangan dan memakai sarung tangan
10 Duduk pada kursi yang telah disediakan, menghadap ke aspekus genitalis dan
mengatur sumber cahaya dengan baik
11 Sentuh paha sebelah dalam terlebih dahulu, sebelum menyentuh daerah genital
pasien
12 Melakukan inspeksi struktur eksterna dari anterior sampai posterior:
a. Mons veneris : menilai apakah ada lesi atau pembengkakan
b. Rambut pubis : menilai pola distribusi dan menilai apakah ada kutu
c. Kulit vulva : menilai apakah ada kemerahan, ekskoriasi, massa,
leukoplakia, atau pigmentasi
d. Klitoris :
- meretraksikan dengan lembut labia mayora ke arah lateral untuk
mengekspos kepala klitoris kemudian dengan jari telunjuk,
meretraksikan kepala ke anterior untuk membiarkan visualisasi
klitoris sendiri
- menilai ukuran dan adanya lesi. Ukuran klitoris 3-4 mm
e. Orifisium uretra : dengan ibu jari dan jari telunjuk, melebarkan labia
mayora dan labia minora ke lateral untuk melihat orifisium uretra
kemudian menilai apakah ada kemerahan atau sekret
f. Orifisium vagina :
- Memeriksa ke arah posterior (inferior) terhadap uretra dan menilai
kepanetan dan permukaan normal mukosa merah muda mengkilap
- Menilai pula apakah ada lesi peradangan, ulserasi, pengeluaran
sekret, parut, kutil, trauma, bengkak, perubahan atrofik atau massa
yang ditemukan.
g. Perineum dan Anus :
- Perineum, menilai apakah ada massa, parut, fisura atau fistel
- Anus, memperhatikan kerutan normal dari mukosa anus (merah
muda keabuan sampai coklat), menilai apakah ada hemoroid, iritasi
atau fisura.
13 Memeriksa kelenjar Skene untuk melihat adanya keputihan dan nyeri. Dengan
telapak tangan menghadap ke atas, masukkan jari telunjuk ke dalam vagina lalu
dengan lembut mendorong ke atas mengenai uretra dan menekan kelenjar pada
kedua sisi kemudian langsung ke uretra
14 Memeriksa kelenjar Bartholin untuk melihat apakah ada cairan dan nyeri.
Masukkan jari telunjuk ke dalam vagina di sisi bagian bawah mulut vagina dan

16 | P a g e
meraba dasar masing-masing labia majora. Dengan menggunakan jari telunjuk
dan ibu jari,mempalpasi setiap sisi untuk mencari apakah ada benjolan atau nyeri
15 Meminta pasien untuk mengejan ketika menahan labia dalam posisi terbuka.
Periksa apakah terdapat benjolan pada dinding anterior atau posterior vagina
16 Melakukan palpasi daerah periuretra dan menilai apakah ada nyeri tekan
17 Membersihkan daerah periksa dengan kapas yang telah dicelupkan ke larutan
antiseptic
18 Memberitahukan kepada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai dan
mempersilahkan pasien untuk bangun dan duduk di kursi periksa
19 Membuka sarung tangan dan mencuci tangan
20 Menjelaskan kepada pasien tentang hasil pemeriksaan

Analisis Hasil Pemeriksaan

Jika terdapat kelainan pada kulit atau mukosa, terdapat benjolan, perdarahan selain
menstruasi atau nyeri saat pemeriksaan, hal ini menunjukkan adanya keadaan
abnormalitas pada genitalia wanita.

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan ketrampilan klinis bagi dokter di
fasilitas kesehatan primer. Edisi 1;2017.h.211-12
2. Dacre J, Kopelman P. Buku saku ketrampilan klinis. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2004. h. 203-7

17 | P a g e
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
INSPEKSI DAN PALPASI
GENETALIA EKSTERNA
(PRIA)

18 | P a g e
PANDUAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN INSPEKSI DAN PALPASI GENITALIA EKSTERNA PRIA

A. PENDAHULUAN
Pemeriksaan ginekologi termasuk didalamnya inspeksi dan palpasi genitalia eksterna
pria merupakan salah satu ketrampilan klinik dengan level kompetensi 4 menurut
Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Genitalia eksterna pria terdiri dari penis, skrotum,
dan isi skrotum. Publisitas media telah meningkatkan kesadaran pria muda tentang
kemungkinan buruk benjolan di testis. Sebagian besar benjolan di skrotum dapat
dipastikan bersifat jinak hanya dengan pemeriksaan klinis, tetapi kadang diperlukan
pemeriksaan khusus.
Perlu diingat bahwa pemeriksaan ini secara kultur dan personal menyebabkan
kegelisahan bagi pasien. Dokter harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya ereksi
sebagai respons terhadap manipulasi genital dan bicarakan langsung dengan pasien jika
itu terjadi.

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Pada akhir latihan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan inspeksi dan palpasi
genitalia eksterna pada pria secara berurutan dan mampu mengetahui keadaan normal
dan tidak normal dari pemeriksaan tersebut.
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti latihan ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan
2. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan
3. Melakukan persiapan pasien sebelum pemeriksaan dengan baik
4. Melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi secara berurutan dan sesuai prosedur
yang ada
5. Menjelaskan tentang hasil pemeriksaan baik normal maupun tidak normal

C. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan :
1. Lampu leher angsa atau lampu ginekologik fleksibel
2. Sarung tangan
3. Sabun dan air bersih
4. Handuk bersih dan kering.
19 | P a g e
D. DASAR TEORI
Penis terdiri dari sepasang korpus kavernosum dan satu korpus spongiosum yang
mengelilingi uretra dan membesar di sebelah distal sebagai glans. Glans mempunyai
batas yang menonjol pada permukaan dorsal yang disebut korona. Lubang seperti celah
pada ujung glans adalah meatus eksternus uretra. Uretra melintasi korpus spongiosum.
Penis mempunyai dua permukaan, dorsal dan ventral (uretral), dan terdiri dari pangkal,
batang dan kepala. Batang penis terdiri dari jaringan erektil, yang kalau terisi penuh
dengan darah menimbulkan ereksi yang kuat yang diperlukan untuk koitus. Bersama
batang penis, struktur – struktur ini dibungkus oleh selubung fibrosa dan dilapisi oleh kulit
yang sangat mobile dan elastik. Pada ujung distal penis, suatu lipatan kulit yang bebas
disebut prepusium (kulup) . Korpus melekat di bagian proksimal ramus pubis inferior.
Skrotum adalah kantong yang mengandung testis, yang tergantung di luar dari
perineum. Skrotum dibagi menjadi dua oleh septum interskrotal, satu testis terletak pada
satu sisi. Dinding skrotum mengandung otot polos involunter dan otot lurik volunter.
Peran utama skrotum adalah mengatur suhu testis.
Testis turun abdomen melalui kanalis inguinalis untuk mencapai skrotum pada usia
gestasi sekitar 38 minggu. Vas deferens dan pembuluh testis berjalan melalui kanalis
inguinalis di dalam funikulus spermatikus, yang memperoleh selubung dari setiap lapisan
yang ditembus oleh testis.
Vas deferens adalah suatu struktur seperti tali, yang dapat diraba dengan mudah di
dalam skrotum. Vas deferens, arteri-arteri testis, dan vena-vena membentuk korda
spermatika, yang memasuki kanalis inguinalis.
Fasia kremasterika mengandung otot yang kontraksinya dapat menyebabkan testis
tertarik dari skrotum, terutama anak, sehingga sering disangka undesendus testis.
Selama testis dapat dimanipulasi ke dasar skrotum maka testis akan berada di skrotum
permanen setelah pubertas. Sewaktu turun, testis ikut menarik peritoneum, prosesus
vaginalis yang normalnya mengalami obliterasi pada usia 1-2 tahun, kecuali bagian yang
membungkus testis.
Di sekeliling testis, peritoneum tersebut menetap sebagai rongga serosa yang
mengelilingi tiga perempat dari testis (kecuali bagian testis yang berkontak dengan
epididimis), yang dikenal sebagai tunika vaginalis.
Epididimis terletak menutupi seluruh bagian posterior testis dan merupakan bagian
khusus dari apparatus pengumpul, tempat spermatozoa mengalami pematangan dan
disimpan sebelum dialirkan melalui vas deferens ke vesikula seminalis. Normalnya,
epididimis tidak terbungkus oleh tunika vaginalis seluruhnya dan permukaan posteriornya

20 | P a g e
melekat ke bagian belakang skrotum. Pelekatannya tersebut mencegah testis terpuntir
dari tangkai vaskularisnya.
Apendiks testis, atau hidatid Morgagni, mungkin adalah sisa embriologis duktus
Mulleri yang berkembang menjadi tuba falopii pada wanita. Apendiks testis adalah
struktur kecil bertangkai yang terletak di kutub atas testis, tepat di depan epididimis.
Struktur ini dapat mengalami torsio, dan menimbulkan nyeri skrotum akut menyerupai
torsio testis.

E. PROSEDUR PEMERIKSAAN

No Prosedur Latihan
1 Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan dan prosedur
pemeriksaan
2 Dokter ditemani oleh asisten dalam melakukan pemeriksaan
3 Kondisikan ruang pemeriksaan yang nyaman
4 Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan
5 Cuci tangan dan gunakan sarung tangan

6 Meminta pasien untuk melepaskan pakaian dalam


7 Melakukan inspeksi kulit lipat paha : apakah ada infeksi jamur superfisialis,
ekskoriasi atau ruam lainnya
8 Melakukan inspeksi rambut pubis : perhatikan distribusi rambut dan apakah ada
kutu
Penis
1 Melakukan inspeksi pada penis, nilai kulit di sekitar penis apakah terdapat
ekskoriasi atau inflamasi.

2 Preputium. Tarik preputium ke belakang atau minta pasien yang melakukan,


perhatikan apakah terdapat karsinoma, smegma, atau kotoran di bawah lipatan
kulit, dan gland, perhatikan apakah terdapat ulserasi, skar, nodul, atau tanda-
tanda inflamasi.

3 Nilai posisi dari meatus uretra. Tekan glans penis menggunakan ibu jari dan

telunjuk, untuk menilai apakah terdapat discharge. Jika terdapat discharge,


namun pasien mengeluhkan terdapat discharge, maka lakukan pemijatan penis
dari pangkal hingga glans untuk mengeluarkan discharge. Sediakan tabung

21 | P a g e
untuk kultur discharge.

4 Melakukan palpasi pada penis, nilai apakah terdapat benjolan atau indurasi.

Skrotum
1 Melakukan inspeksi, nilai kulit dan kontur dari skrotum. Angkat skrotum untuk
menilai permukaan posterior skrotum, perhatikan apakah ada benjolan atau
pelebaran pembuluh darah vena.
2 Melakukan palpasi testis dan epididimitis menggunakan ibu jari, telunjuk, dan jari
tengah. Nilai ukuran, bentuk, konsistensi, dan perhatikan apakah terdapat nodul.
a. Testis :
- Tiap testis dipalpasi secara terpisah dengan menggunakan kedua tangan
- Tangan kiri memegang kutub superior dan inferior testis, tangan kanan
melakukan palpasi permukaan anterior dan posterior
b. Epididimis :
- Tentukan lokasi
- Palpasi pada aspek posterior testis
3 Melakukan palpasi korda spermatikus, menggunakan ibu jari jari-jari dari
belakang epididimis ke cincin inguinal superfisial. Perhatikan apakah ada nodul
atau pembengkakan.

4 Untuk menilai pembesaran skrotum di luar testis, dapat dilakukan pemeriksaan


transluminasi. Di dalam ruang pemeriksaan yang gelap, arahkan sinar senter dari
belakang skrotum, jika terdapat cairan, maka akan tampak bayangan merah dari
transmisi sinar melewati cairan.

Lainnya
1 Melakukan palpasi nodus inguinal sepanjang ligamentum inguinal untuk menilai
adanya pembesaran kelenjar inguinal
2 Memberitahukan kepada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai dan
mempersilahkan pasien untuk duduk di kursi periksa
3 Membuka sarung tangan dan mencuci tangan
4 Menjelaskan kepada pasien tentang hasil pemeriksaan

Analisis Hasil Pemeriksaan

1. Jika preputium tidak dapat ditarik ke belakang, disebut fimosis, dan jika setelah dapat
ditarik tidak dapat dikembalikan, disebut parafimosis.

22 | P a g e
2. Terdapatnya inflamasi pada gland, disebut balanitis, inflamasi pada gland dan
preputium, disebut balanopostitis.
3. Adanya ekskoriasi di sekitar pubis dan genital, dicurigai adanya skabies.
4. Jika posisi meatus uretra berada di bagian ventral penis, disebut hipospadi.
5. Terdapatnya secret berwarna kuning keruh dicurigai ke arah urethriti
gonokokus secret bening dicurigai ke arah urethritis non gonokokus,
pemeriksaan pastinya menggunakan kultur.
6. Terdapatnya indurasi sepanjang permukaan ventral penis, mengarah pada
striktur uretera atau kemungkinan keganasan. Adanya nyeri di daerah
indurasi, kemungkinan terdapatnya inflamasi periuretral akibat striktur uretra.
7. Adanya salah satu skrotum yang tidak berkembang, dicurigai adanya
kriptodisme.
8. Pembengkakan skrotum dapat terjadi pada hernia, hidrokel, dan edema
skrotum. Nyeri dan bengkak dapat terjadi pada akut epididymitis, akut
orkhitis, torsio korda
spermatikus, atau adanya hernia strangulata.
9. Adanya nodul yang tidak nyeri pada skrotum, dicurigai ke arah kanker testikular.

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan ketrampilan klinis bagi
dokter di fasilitas kesehatan primer. Edisi 1;2017.h.248-9, 472
2. Dacre J, Kopelman P. Buku saku ketrampilan klinis. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2004. H. 245-56
3. Wilms JL, Schmeiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik evaluasi diagnosis
dan fungsi di bangsal. EGC. Jakarta;2005.h.426-39,451-56
4. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta : EGC;1995.h.263-76, 282-95

5. Llewellyn D. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi. 6th ed. Jakarta:


Hipokrates;1995.h.30.

23 | P a g e
24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai