Anda di halaman 1dari 4

Lesi korosif pada esofagus:

Definisi : Esofagitis Korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar karena zat
kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat dan zat organik.

Anammnesis: Adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik merupakan salah satu faktor utama
ditegakkannya diagnosis esofagitis korosif. Keluhan dan gejala yang biasanya dikeluhkan oleh penderita
diantaranya nyeri didalam mulut dan regio substernal, hipersaliva, nyeri saat menelan, dan disfagia.
Sedangkan demam dan perdarahan dapat terjadi serta sering diiringi dengan muntah.

Pemeriksaan Fisik: Pada pemeriksaan fisik tidak banyak yang ditemukan, kecuali kerusakan di mukosa
mulut berupa bercak keputihan, udema dan luka.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat tanda-tanda gangguan
elektrolit, diperlukan pemeriksaan elektrolit darah.

b. Pemeriksaan Radiologi

- Foto Thorax Postero-Anterior dan Lateral, untuk mendeteksi adanya mediastinitis atau aspirasi
pneumonia.

- Esofagogram (rontgen esofagus dengan kontras barium), pemeriksaan esofagogram tidak banyak
menunjukkan kelainan pada stadium akut. Bila dicurigai adanya perforasi akut esofagus atau lambung
serta ruptur esofagus akibat trauma tindakan, esofagogram perlu dibuat. Esofagogram perlu dilakukan
setelah minggu kedua untuk melihat ada tidaknya striktur esofagus dan dapat diulang setelah 2 bulan
untuk evaluasi.

c. Pemeriksaan Esofagoskopi

Esofagoskopi diperlukan untuk melihat adanya luka bakar di esofagus. Pada esofagoskopi akan
tampak mukosa yang hiperemis, edema dan kadang-kadang ditemukan ulkus. Esofagoskopi biasanya
dilakukan pada hari ke tiga setelah kejadian atau bila luka bakar di bibir, mulut dan faring sudah tenang.

Penatalaksanaan

Terapi pada esofagitis korosif berusaha untuk mengatasi dampak cedera dini maupun lanjutan. Terapi
segera adalah dengan membatasi luka bakar dengan menelan zat penetralisir dalam 1 jam pertama.
Larutan alkali dapat dinetralkan dengan cuka, jus lemon, atau jeruk. Sedangkan zat asam dapat
dinetralkan dengan susu, putih telur, atau antasida. Zat-zat emetik dikontraindikasikan karena vomitus
dapat menambah kontak zat kaustik dengan esofagus dan dapat berperan terjadinya perforasi jika terlalu
kuat. Hipovolumia di koreksi dan diberikan antibiotikaa spektrum luas untuk mencegah komplikasi
infeksius. Jika terdapat gangguan keseimbangan elektrolit diberikan infus aminofusin 600 2 botol,
glukosa 10% 2 botol, Nacl 0,9% + Kcl 5 Meq/liter 1 botol. Jika diperlukan, selang makan melalui
jejunostomi dapat dimasukkan untuk memberikan nutrisi. Pemberian makan melalui oral dapat dimulai
saat disfagia dari fase awal telah berkurang. 2

Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotik selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam. Biasanya
diberikan penisilin dosis tinggi 1 juta - 1,2 juta unit/hari. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi
inflamasi, edema, dan mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang berlebihan. Kortikosteroid harus
diberikan sejak hari ke pertama dengan dosis 200-300 mg sampai hari ke tiga. Setelah itu dosis
diturunkan perlahan-lahan tiap 2 hari (tapering off). Dosis yang dipertahankan (maintenance dose)
adalah 2x50 mg/hari. Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Morfin dapat diberikan, jika
pasien merasa sangat kesakitan. 2

Perluasan nekrosis di esofagus sering memicu perforasi dan paling baik jika dilakukan reseksi. Jika
terdapat perluasan yang melibatkan gaster, esofagus hampir selalu mengalami nekrosis atau mengalami
luka bakar berat sehingga diperlukan gastrektomi total serta esofagektomi sub total. Adanya udara di
dinding esofagus merupakan tanda nekrosis otot dan perkiraan terjadinya perforasi sehingga perlu
dilakukan esofagektomi. Penggunaan stent esofagus intraluminal dapat dilakukan pada pasien yang saat
di operasi tidak terdapat bukti perluasan nekrosis esofagogastrika. Pada pasien seperti ini, biopsi dinding
gaster posterior hendaknya dilakukan untuk menyingkirkan cedera tersembunyi. Apabila secara
histologis diragukan, dilakukan pemeriksaan kedua setelah 36 jam. Jika stent dimasukkan, posisi stent
tetap dipertahankan selama 21 hari dan di lepas setelah diyakinkan dengan esofagogram barium.
Esofagoskopi hendaknya dilakukan dan jika terdapat striktur, segera dilakukan dilatasi. 5,6

Pemeriksaan esofagoskopi tidak boleh dipaksa bila terdapat ulkus karena ditakutkan terjadi perforasi.
Pada keadaan demikian sebaiknya dipasang pipa hidung lambung (pipa naso gaster) dengan hati-hati dan
terus menerus selama 6 minggu. Setelah 6 minggu esofagoskopi di ulang kembali. Pada fase kronik
biasanya sudah terdapat striktur esofagus. Untuk ini dilakukan dilatasi dengan bantuan esofagoskop.
Dilatasi dilakukan sekali seminggu, bila keadaan pasien lebih baik dilakukan sekali 2 minggu. Setelah
sebulan, sekali 3 bulan dan demikian seterusnya sampai pasien dapat menelan makanan biasa. Jika
selama 3 kali dilatasi hasilnya kurang memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat
anastomosis ujung ke ujung. 4,6,7

Setelah fase akut dilewati, lakukan pencegahan dan penatalaksanaan striktur. Dilatasi antegrade dengaan
bougi Hurst atau maloney dan dilatasi retrograde dengan bougie Tucker telah memberikan hasil yang
memuaskan. Pengalaman dengan dilatasi dini yang dimulai saat fase akut pada 1079 paien memberikan
hasil yang sempurna pada 78%, baik pada 13%, dan buruk pada 2%, dan 55 pasien meninggal saat terapi.
Sebagai perbandingan, pengalaman dengan 333 pasien yang strikturnya dilatasi menunjukkan bahwa
hanya 21% yang mempunyai hasil sempurna, 46% baik, 6% buruk, dan 3 meninggal saat proses korosif
berlangsung. Lumen yang kuat hendaknya dicapai kembali dalam waktu 6 bulan hingga 1 tahun. Bila
selama perjalanan terapi, lumen yang adekuat tidak dapat dicapai atau dipertahankan, harus digunakan
bougie yang lebih kecil, intervensi operatif diindikasikan bila terdapat : 4,6

Stenosis total dimana semua tindakan di atas telah gagal untuk membentuk lumen
Irregulitas yang berarti dan pembentukan striktur pada pemeriksaan barium

Pembentukan reaksi periesofageal yang berat atau mediastinitis

Terdapat fistula

Ketidakmampuan berdilatasi

Pasien yang tidak mampu atau tidak mau menjalani perpanjangan periode dilatasi.

Operasi rekonstruksi dan reseksi perlu dilakukan bila terdapat fistel stenosis total, stenosis tidak teratur
pada beberapa tempat atau dilatasi tidak dapat dilakukan tanpa komplikasi perforasi. Saat ini, lambung,
jejunum, dan kolon merupakan organ yang digunakan untuk mengganti esofagus melalui rute
mediastinum posterior maupun rute retrosternal. Rute retrosternal dipilih ketika terdapat riwayat
esofagektomi sebelumnya atau bila terdapat fibrosis yang luas di mediastinum posterior. Ketika semua
faktor telah dipertimbangkan, pilihan lain sebagai pengganti esofagus adalah kolon, lambung , ataupun
jejunum. Graft jejunum bebas berdasarkan arteri tiroid superior telah memberikan hasil yang sempurna.
Metode yang dipilih harus dipertimbangkan, kesalahan dalam memutuskan tindakan dan teknik operasi
dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan fatal. 1,7

Hal yang penting dalam merencanakan operasi adalah pemilihan lokasi anastomosis proksimal, apakah
esofagus servikal, sinus piriformis, atau faring posterior. Lokasi anastomosis tergantung pada perluasan
faring dan kerusakan esofagus servikal yang ditemukan. Pada saat esofagus servikal hancur dan sinus
piriformis tetap terbuka, anastomosis dapat dilakukan di hipofaring. Ketika sinus piriformis benar-benar
mengalami stenosis, digunakan pendekatan transglotika untuk melakukan anastomosis terhadap dinding
orofaring posterior. Dapat dilakukan eksisi striktura supraglotika dan elevasi serta pemiringan laring ke
anterior. Pada kedua keadaan ini pasien harus belajar menelan kembali, penyembuhannya yang lama
serta membutuhkan beberapa kali dilatasi dengan endoskopi dan sering dilakukan operasi ulang. 7

Penatalaksanaan bypass esofagus yang rusak setelah terjadinya cedera masih menimbulkan masalah.
Bila esofagus masih dipertahankan untk menghindari rusaknya nervus vagus, harus dipertimbangkan
pembentukan ulserasi dari refluks gastroesofageal atau pembentukan karsinoma. Namun, meninggalkan
esofagus yang rusak ditempatnya dapat menyebabkan obstruksi multiple dan selanjutnya pembentukan
abses mediastinum bertahun-tahun kemudian. Pada umumnya sebagian besar ahli bedah menyarankan
esofagus hendaknya diangkat kecuali terdapat resiko operatif yang cukup tinggi. 7

Penggunaan segmen kolon untuk mengganti fungsi esofagus yang mengalami striktur akibat zat korosif
memberikan hasil yang baik. Penderita dapat menelan makanan secara normal dan dapat melakukan
pekerjaan sehari-hari secara normal dalam waktu yang tidak terlalu lama. Penggunaan transposisi kolon
merupakan salah satu pilihan pembedahan untuk mengganti fungsi esofagus akibat striktur esofagus
yang tidak membaik secara konservatif.
Varises esofagus:

Definisi: Varises esofagus adalah kondisi di mana terjadi pembengkakan pembuluh darah vena yang ada
pada esofagus.

Anamnesis: Pertama-tama, dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan sehubungan dengan keluhan
yang dialami oleh pasien. Umumnya, pertanyaan tersebut meliputi:

Sudah berapa lama kondisi ini berlangsung?

Apa saja yang dirasakan oleh tubuh?

Apakah pernah memiliki riwayat penyakit yang sama sebelumnya?

Apa pernah mengonsumsi alkohol?

Apa saja yang sudah dilakukan guna mengatasi kondisi ini?

Punya alergi obat?

Pemeriksaan Fisik: Setelah itu, dokter akan memeriksa kondisi fisik pasien dengan merujuk pada ciri dan
gejala varises esofagus pada umumnya, seperti pembengkakan pada area esofagus, mata dan kulit yang
berwarna kekuningan, dan gejala-gejala lainnya.

Anda mungkin juga menyukai