Disusun Oleh :
KELOMPOK 13
Tutor :
dr. Stazia Noija
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmatnya, laporan ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu.
Laporan ini berisi hasil diskusi kami mengenai skenario “Fraktur femur
sinistra” yang telah di bahas pada PBL tutorial 1 dan 2.
Dalam penyelesaian laporan ini, banyak pihak yang turut terlibat. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Stazia Noija, selaku tutor yang telah mendampingi kami selama
diskusi PBL berlangsung.
2. Semua pihak yang telah membantu yang tak dapat kami sebutkan satu per
satu.
Akhir kata, kami menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan untuk perbaikan laporan kami selanjutnya.
Kelompok 13
i
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK PENYUSUN
Anggota :
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................v
DAFTAR TABEL...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Skenario............................................................................................1
1.2 Step I. Identifikasi kata sukar dan kalimat kunci.............................1
1.3 Step II. Identifikasi Masalah............................................................2
1.4 Step III. Hipotesis Sementara...........................................................2
1.5 Step IV. Klarifikasi Masalah dan Mind Mapping............................5
1.6 Step V. Learning Objective..............................................................6
1.7 Step VI. Belajar Mandiri..................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
iii
2.5 Mekanisme perjalanan nyeri............................................................22
2.5.1 Jalur ascenden..........................................................................23
2.5.2 Jalur descenden........................................................................23
3.1 Kesimpulan........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................26
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Laki-laki usia 24 tahun jatuh dari sepeda motor, hasil foto rontgen di temukan
fraktur femur sinistra. Dilakukan operasi pemasangan plate femur. Pasca bedah
kesadaran (GCS E4 V5 M6) tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 88x/menit. Satu
jam pasca bedah penderita merasa nyeri. Dan diberikan obat nyeri oleh dokter
jaga.
Step I
a. Kata sukar
1
Step II
Step III
1. Cedera dan luka akan mengalami necrosis yang akan melepaskan protein
intraseluler yang akan menyebabkan pembengkakan dan terjadi inflamasi
yang mengaktivasi mediator yang merangsang nosiserptor yang akan
menerima rangsangan. Yang kemudia akan memicu terjadinya 4 proses
yaitu transduksi (proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus), Transmisi(impuls disalurkan menuju crono dorsalis medulla
spinalis kemudian sepanjang traktus sensorik menuju ke otak,
modulasi(proses amplifikasi neural terhadap nyeri), Presepsi(Merupakan
kesadaran terhadap pengalaman nyeri, merupakan hasil dari 3 proses
sebelumnya).
2. Biasanya terjadi beberapa jam atau ebebrapa hari seltelah cedera. Akibat
kerusakan saraf yang berjalan atau berada di bawah tulang. Tindakan
operasi, seperti pemotongan atau peregangan jaringan mengakibatkan
trauma dan inflamasi pada jaringan sekitar, sehingga menimbulkan
stimulus nosiseptif yang merangsang reseptor nosiseptif kemudian
diteruskan ke medula spinalis. respons inflamasi menyebabkan terjadinya
perubahan plastisitas reversibel pada reseptor nosiseptor yang membuat
ambang rangsang reseptor nosiseptor menurun. Hal tersebut menyebabkan
sensitivitas terhadap nyeri meningkat pada daerah yang mengalami
2
kerusakan jaringan, sehingga rangsangan ringan saja dapat menimbulkan
rasa sakit atau nyeri pada pasien. Nyeri yang yang terjadi setelah operasi
biasnya diakibatkan oleh adanya luka sayatan, akibat terangsangnya multi
reseptor oleh adanya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh adanya
luka sayatan. Dimana respon tubuh akan mempertahankan nyeri terhadap
kerusakan jaringan yang disebut inflamasi. Salah satu mediator inflamasi
yaitu asam arachidonat. Asam arachidonat adalat asam lemak
polyunsaturated yg berada di membrane sel fosfolipid yang akan dilepas
jika adanya stimulus dan kemudian asam arachidonat ini akan diaktivasi
oleh enzim phospholipase, melalui reaksi dengan enzim cyclooxygenase,
dan 5- lipoxygenase akan menghasilkan mediator aktif yang dinamakan
eicosanoid. Mediator aktif yg dihasilkan seperti prostaglandin, leukotriene,
dan lipoxin. prostadglandin yang merupaan mediator inflamsi yang
menyebabkan kemunculan nyeri.
3. E4 : Mata pada pasien spontan terbuka tanpa ada rangsangan
V5 : Dapat berbicara
M6 : Mengikuti instruksi perintah sesuai dokter
Dijumlahkan 15 berarti tigkat kesadaran tinggi karena jika nilai 14-15 itu
kmposmentis sadar sepenuhnya baik diri sendiri maupun lingkungan,12-13
nilai apatis yaitu pasien acuh tak acu,10-11 delirium yaitu pasien
mengalami kekacauan gerakn dan tampak gelisah,7-9 semnolen
mengantuk namun bisa sadar bila dirangsang, 5-6 sopor mengantuk dalam
tapi masih bisa dibngunkan, 4 yaitu semi koma penurunan kesadaran, 3
yaitu koma yaitu tidak menimbulkan rangsangan apapun
4. Ketika terjadi peradangan memicu inflamsi yang melepaskan mediator
leukotrien yang memicu tekanan darah meningkat akibat efek samping
obat bius, jaringan dari tubuh pasien membutuhkan O2, pasien mengalami
hipoksinia yang membuat tekanan darah pasien naik. Hubungan dengan
kadar O2 dalam tubuh karena pada pasien pasca operasi, beberapa jaringan
akan kekurangan pasokan O2 sehingga jika kekurangan O2 jantung harus
bekerja lebih kuat untuk memompa darah ke jaringan yang kekurangan
3
O2 sehingga tekanan darah meningkat. Sebelum operasi pasien akan
diberikan obat bius. Selama operasi obat bius menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan darah agar tidak kekurangan darah. Setelah opersi obat
bius akan mulai hilang reaksi sehingga jaringan pada area operasi akan
mambutuhkan O2 untuk melakukan metabolisme kembali. Sehingga
jantung meakukan kompensasi yang membuat tekanan darah naik. Atau
pasien sudah memiliki riwayat hipertensi
5. Bengkak,nyeri, dan kemerahan efeknya dapat menimbulkan nyeri pada
area pemasangan.
Ketika melakukan operasi pasien dibius, sehingga terdapat jaringan
kekurangan O2 (Hipoksia), sehingga jantung harus bekerja lebih untuk
mengembalikan oksingen yang kekurangan pada jaringan setelah pasien
sadar.
4
Step IV
1.5 klarifikasi masalah dan mind mapping
Operasi
C
GCS E4 V5 M6 pemasangan Terasa nyeri
plate femur
Transmisi
Modulasi
5
Step V
1.6 Learning Objective:
1. Mekanisme terjadinya nyeri dan jenis-jenis nyeri (kaitkan jenis nyeri
dengan skenario)
2. Jenis-jenis Fraktur
3. Pengertian GCS, cara pemeriksaan, pembagian secara kuantitatif dan
kualitatif
4. Mekanisme terjadinya inflamasi
5. Mekanisme perjalanan nyeri.
Step VI
1.7 Belajar Mandiri
(hasil belajar mandiri dibahas pada step VII yaitu jawaban dari learning
objective)
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron
spinal.1
c. Modulasi
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri
(pain related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis
medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian
reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu
dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari
korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah
(midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis.
Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan
penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.1
d. Persepsi
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah
organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara anatomis, reseptor
nyeri (nosiseptor) ada yang bermyelin dan ada juga yang tidak bermyelin
dari saraf aferen.1
8
Gambar 2.1.1 : Mekanisme Perjalanan Nyeri
(Sumber: Dominic Wu. Pain Management. 2017.)
2.1.2 Klasifikasi nyeri
Rasa nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual. Adanya takut,
marah, kecemasan, depresi dan kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri
itu dirasakan. Subjektifitas nyeri membuat sulitnya mengkategorikan nyeri dan
mengerti mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi (akut, kronik),
patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,
kanker).4
9
dan perubahan neuroplastik yang terjadi pada lokasi sekitar (dorsal horn
pada spinal cord) akan membuat pengobatan menjadi lebih sulit.4
Pasien dengan nyeri akut atau kronis bisa memperlihatkan tanda
dan gejala sistem saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat,
diaforesis, nafas cepat) pada saat nyeri muncul. Meskipun begitu, muncul
ataupun hilangnya tanda dan gejala otonom tidak menunjukkan ada atau
tidaknya nyeri.4
c. Nyeri Viseral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah
permukaan tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom
yang sama dengan asal nyeri. Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti
kontraksi ritmis otot polos. Nyeri visceral seperti keram sering bersamaan
dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral,
menstruasi, dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan.4
Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen,
spasme otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran
empedu, atau ureter. Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena
10
peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi pembuluh
darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan.4
d. Nyeri Somatik
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk,
mudah dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit,
jaringan subkutan, membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan
peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi
peritoneal adalah nyeri somatik.Penyakit yang menyebar pada dinding
parietal, yang menyebabkan rasa nyeri menusuk disampaikan oleh nervus
spinalis. Pada bagian ini dinding parietal menyerupai kulit dimana
dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun, insisi pada
peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada peritoneum
viseralis tidak nyeri sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri
parietal biasanya terlokalisasi langsung pada daerah yang rusak.4
Kondisi patologis tulang yang paling sering ditemukan yaitu fraktur. Fraktur
merupakan keadaan dimana suatu bagian khususnya tulang mengalami
pemecahan atau ruptur. Keadaan fraktur ini digolongkan menjadi beberapa jenis,
yaitu:5
11
a. Fraktur Komplit
c. Fraktur Tertutup
Terjadi ketika fraktur yang dialami tidak melibatkan jaringan di atasnya, sehingga
bagian luar permukaan kulit tidak menunjukkan luka.
d. Fraktur Terbuka
Fraktur akan meluas ke kulit di atasnya, sehingga pada daerah yang patah akan
terdapat luka dan tidak jarang mengalami perdarahan. Biasanya tulang yang patah
juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur
terbuka menyebabkan tulang menonjol keluar.
e. Comminuted
Keadaan ini dapat terjadi jika tulang yang mengalami fraktur menjadi tidak
segaris.
Apabila patah terjadi pada tempat penyakit yang sudah ada sebelumnya (contoh:
kista tulang, tumor ganas atau brown tumor yang berhubungan dengan
peningkatan HPT), dinamakan fraktur patologis. Sedangkan Stress fracture
berkembang perlahan-lahan dalam waktu yang lama sebagai kumpulan fraktur
mikro yang berhubungan dengan aktivitas fisis yang meningkat terutama beban
baru yang terjadi berulang pada tulang (seperti yang sering terjadi pada latihan
para militer).
12
Jenis-jenis fraktur juga dapat dibedakan berdasarkan radiologisnya antara lain: 6
a. Fraktur Transversal
Fraktur jenis ini merupakan suatu keadaan patah tulang dengan garis patahnya
berada tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
b. Fraktur hairline
Fraktur undisplaced dengan perpisahan minimal dari fragmen fraktur dan garis
fraktur sangat tipis.
c. Fraktur Kominutif
Jenis fraktur yang dimana keutuhan jaringan akan terputus sehingga terdiri dari
dua atau lebih segmen fragmen fraktur.
d. Fraktur Oblik
Garis patahan pada fraktur jenis ini akan membentuk sudut terhadap tulang.
e. Fraktur Segmental
Merupakan salah satu jenis fraktur yang sulit ditangani, karena pada satu tulang
terdapat lebih dari satu patahan yang berdekatan sehingga menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.
f. Fraktur Impaksi
Biasa disebut juga fraktur kompresi, fraktur ini terjadi ketika dua tulang
menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.
13
dan aferen. Semua impuls aferen disebut input dan semua impuls eferen dapat
disebut output susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang
baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri dan
formasio retikularis di batang otak yang intak.
Kesadaran mengacu pada kesadaran subjektif mengenai dunia luar dan diri,
termasuk kesadaran mengenai dunia pikiran sendiri; yaitu kesadaran mengenai
pikiran, persepsi, mimpi, dan sebagainya.
14
sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang terendah, maka koma yang
dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban kewaspadaan sama sekali
tidak berfungsi (disebut koma bihemisferik) atau oleh sebab neuron 6 penggalak
kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan
(koma diensefalik). Koma bihemisferik antara lain dapat disebabkan oleh
hipoglikemia, hiperglikemia, uremia, koma hepatikum, hiponatremia, dan
sebagainya. Koma diensefalik antara lain dapat disebabkan oleh: strok, trauma
kapitis, tumor intracranial, meningitis, dan sebagainya.
Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif yang sampai saat ini masih
digunakan adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah suatu skala
neurologik yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran
seseorang. GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Graham
Teasdale dan Bryan J. Jennett, professor bedah saraf pada Institute of
Neurological Sciences,Universitas Glasgow. GCS kini sangat luas digunakanoleh
dokter umum maupun para medis karena patokan/kriteria yang lebih jelas dan
sistematis.
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata (eye
opening), respons motorik terbaik(best motor response), dan respons verbal
terbaik(best verbal response).
Pada kondisi tertentu, akan sulit menentukan komponen GCS, misalnya: pasien
dalam keadaan ter-intubasi (pemasangan Endothracheal Tube/ETT). Pada kondisi
ini, diberikan skor 1 dengan modifikasi keterangan tambahan, misalnya:
E2M4V1t atau E2M4Vt (t = tube/ETT).5
15
Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan cedera kepala. Pasien dengan
cedera kepala yang tidak tertangani dengan baik sangat rentan dengan kecacatan
permanen atau bahkan kematian. Untuk mengetahui apakah seorang korban
kecelakaan mengalami cedera kepala atau tidak harus dilakukan evaluasi.
Evaluasi awal dan termudah yang dapat dilakukan ialah Primary Survey yang
terdiri dari pemeriksaan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure).
Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan skala yang diciptakan pada tahun
1974 oleh Graham Teasdale dan Bryan Jennet. GCS bertujuan untuk mengetahui
level kesadaran pasien yang mengimplementasikan ada tidaknya cedera otak akut.
Pemeriksaan GCS ini terdiri dari tiga komponen pemeriksaan yaitu mata, verbal
dan gerakan/motorik (eyes, verbal and motor). Pada setiap kondisi, memiliki skor
tertentu dan skor tersebut menggambarkan bagaimana tingkat kesadaran pasien.6
16
Tabel 2.3.1 Glasgow Coma Scale.6
Sumber : Handoko, E. J. (2019). Pemahaman Mahasiswa
terhadap Pemeriksaan Kesadaran Glasgow Coma Scale.
Contoh pelaporan kondisi pasien ialah E2, V3, M5 artinya pasien membuka
mata saat diberi rangsang nyeri, respon verbal pasien hanya berupa kata-kata dan
respon motorik pasien ialah mampu melokalisasi nyeri. Dengan demikian tingkat
kesadaran pasien ialah soporokomatus. Pada kondisi ini ada beberapa
kemungkinan cedera yang dialami pasien seperti meningitis, pendarahan pada
otak (pendarahan spatium subarachnoid), dan stroke emboli.
17
Berdasarkan salah satu wawancara peneliti dengan salah seorang responden
yang pernah terlibat dalam suatu kecelakaan lalu lintas, GCS adalah salah satu
upaya vital dalam penanganan pertama dan hasil GCS yang diperoleh korban akan
berpengaruh terhadap tindakan lanjutan yang akan dilakukan kepada probandus.
Menurut pengalaman responden, saat korban dilarikan ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan lanjutan, tenaga medis yang ada di rumah sakit akan
menanyakan bagaimana kondisi pasien saat dievaluasi pertama kali (hasil primary
survey) dan berapakah skor GCS pasien tersebut. Penurunan skor GCS sebesar 1
atau 2 poin saja dapat mengimplentasikan adanya penurunan fungsi neurologis
dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti Computerized Tomography
Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Maka dari itu, sangat penting pemahaman akan GCS karena kecelakaan lalu
lintas dapat terjadi dimana saja dan kapan saja dan GCS berperan dalam
mengurangi risiko cedera otak permanen karena melalui GCS, tenaga medis dapat
mengetahui tindakan medis apa yang tepat dan sesuai dengan kondisi korban.
Pada praktiknya, GCS hanyalah salah satu pemeriksaan neurologis. Untuk bisa
mendapatkan diagnosis pasti mengenai lokasi kelainan neurologis, harus
dilakukan pula pemeriksaan lain seperti refleks pupil, refleks batang otak,
pemeriksaan tanda meningeal dan pemeriksaan lainnya.
18
Artinya pasien tidak dapat membuka mata namun hal ini bukan disebabkan karena
cedera neurologis namun karena cedera pada wajah pasien yang menyebabkan
mata pasien tidak dapat dibuka.
19
Gambar : 2.4.1 Urutan kejadian pada reaksi inflamasi
Sumber: Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar
Patologi Robbins. Edisi 9. Singapura: Elsevier Saunders7
20
darah untuk merenggangkan ikatan rapatnya sehingga neutrofil mampu keluar dari
pembuluh darah dan membantu makrofag menyerang bakteri. Bradikinin juga
mampu berikatan dengan sel mast dan menstimulasi sel mast mensekresikan
histamine. Histamine menyebabkan pembuluh darah mengalami vasodilatasi dan
permeabilitas pembuluh darah meningkat. Vasodilatasi pada pembuluh darah
memungkinkan lebih banyak darah yang mengalir ke daerah luka. Sedangakn
permeabilitas yang meningkat memungkinkan protein-protein berfungsi dalam
pertahanan seperti antibody dan faktor pembekuan darah keluar dari pembuluh
darah ke daerah luka. Hal tersebut bertujuan untuk membantu menghilangkan
bakteri dan senyawa toksik yang mungkin dikeluarkan oleh bakteri.
Bradikinin yang menempel pada sel kapiler akan menstimulasi sel tersebut
mensekresikan prostaglandin. Prostaglandin menstmulasi sel syaraf sensoris pada
kulit untuk menimbulkan sensasi rasa sakit. Sinyal rasa sakit kemudian diterima
oleh otak dan meningkatkan kesadaran pada otak bahwa pada daerah tersebut
sedang terjadi proses inflamasi.
21
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat prosest ersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi,dan persepsi.9
22
yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan
sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin
dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.10
23
oblongata bagian atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis
(PGL) di medula lateralis.
c. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula
spinalis ke suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu
dorsalis medula spinalis.
BAB III
24
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
25
DAFTAR PUSTAKA
26
7. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi
Robbins. Edisi 9. Singapura: Elsevier Saunders.
8. Wiarto. Giri. 2017. Nyeri Tulang dan Sendi. Yogyakarta: Gosyen
Publishing
9. Bahrudin M. Patofisiologi Nyeri (Pain). 2017;13(1):8-9p.
10. Ryantama AAW. Respon Tubuh Terhadap Nyeri. 2017;5-7p
27