Di susun oleh :
Afit Ananda Putri
(P1337420116037)
2019
SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK)
A. Definisi
Struma Nodusa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hiper
thyroidisme. (Brunner dan Sudarth 2002). Struma nodosa non toksik
merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat kekurangna masukan iodium
dalam makanan. ( kapita selekta kedokteran, jilid 2).
Stuma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi
(bambang sumantri Skep Ns 2011).
Struma Nodusa Non Toksik adalah pembesaran dari kelenjar tyroid yang
berbatas jelas tanpa gejala-gejala hypertyroid.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme (Hartini, 1987).
B. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah nodul :
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter (uninodusa),
dan bila lebih dari satu disebut struma multi nodusa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radio aktif dikenal 3 bentuk
nodul tyroid yaitu : Nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.
C. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan
faktor penyebab pembedaran tiroid antara lain:
1. Defisiensi iodium :
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya
daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat hormon tiroid
3. Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobal. dan kacang kedelai)
4. Penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (thiocarbamide,
sulfonylyurea) (Brunicardi et al, 2010).
D. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tiroid. Dalam kelenjar tiroid, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh TSH kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang
terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diidotironiin membentuk T4 dan T3. T4 menunjukkan pengaturan umpan
balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,
sedang T3 merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan
keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid
sekaligus menghambat sintesis T4 dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
E. Pathways
F. Manifestasi Klinis
Pada penyakit SNNT tiroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar
ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar,
akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terhadi gangguan menelan.
Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau
hipertirodisme. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan
meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis, seperti : jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar
dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul ; satu (soliter), atau lebih dari satu (multipel)
2. Konsistensi : lunak, kistik, keras dan sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada.
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tyroid ; ada atau
tidak ada.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bemodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
2. Human trylogobulin (untuk keganasan tyroid)
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troskin) dan T3
(tridotironim) dalam batas normal. Nilai normal T3 = 0,6-2,0, T4 = 4,6-11
4. Pada pemeriksaan USG dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
5. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus
yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang
berpengalaman.
6. Pemeriksaan sidik tiroid.
Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain
H. Penatalaksanaan
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun
diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi).
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan
operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya :
penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan
yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan
apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm
I. Komplikaasi
1. Gangguan menelan atau bernafas.
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga
tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.
J. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian.
a. Pengumpulan Data
1) Identifikasi klien.
2) Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy
keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka
operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher
yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya
pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit
gondok.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
6) Riwayat psikososial.
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau
sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan
orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya
composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi,
pernafasan dan suhu yang berubah.
b. Kepala Dan Leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
Pada post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka
operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan
hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua
sampai tiga hari.
c. Sistim Pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek
dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d. Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan
didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan
sakit.
e. Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan
dengan efek anestesi yang hilang.
f. Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi
otot.
g. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
i. Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat,
makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid.
j. Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu
meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan
kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi,
iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi
pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
l. Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
K. Diagnosa Keperawatan
I. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan
spasme laringeal.
II. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita
suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
III. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
IV. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan
bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
V. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi
yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
VI. Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya
pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.
L. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan
No DX
Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko tinggi Setelah dilakukan -Monitor pernafasan - Mengetahui
terjadi perawatan selama dan kedalaman perkembangan
ketidakefektivan 1x24 dan kecepatan dari gangguan
bersihan jalan jamdiharapkan jal nafas. pernafasan.
nafas an nafas klien -Dengarkan suara - Ronchi bisa
keperawatan -Konsumsikan
makanan tinggi
calsium dan
vitamin D.
M. Penatalaksanaan Medis
1. Operasi / pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang
sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk
para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium
radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-
reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan
tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita
yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar
hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak
tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar
T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid,
sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan
akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena
jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon
dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi
pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang
tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat
mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul
dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap
jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker,
leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam
bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini
ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian
obat tiroksin.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi
3. EGC : Jakarta.