Anda di halaman 1dari 10

Struma Nodusa Non Toksik (SNNT)

A. Pengertian
Strauma nodusa adalah pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul
(Tonacchera, Pirichhera dan Vitty, 2009), biasanya di anggap membesar bila kelenjar tiroid lebih
dari 2x ukuran normal stuma nodusa non toksik merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme (Hermes dan Huysmans, 2009).
Struma nodusa yaitu pembesaran pada kelenjar tiroid yang ukurannya 2x lebih besar dari ukuran
biasanya yang tanpa disertai tanda-tanda.

B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1. Defisiensi yodium
2. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
a) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia ( substansi dalam kol, lobak, dan kacang kedelai
)
b) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan ( Triocarbamide, sulfonylurea dan litium).
3. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid

C. Anatomi
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang
terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang
melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga. Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar
folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen
substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistem kerja balik antara kelenjar hipofisis atau
pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang
berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid,
meningkatkan ukuran kelenjar thyroid. Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis
anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk
meningkatkan sekresi hormon thyroid. Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan
metabolisme tubuh.Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.Fungsi
utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol
metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa
tyroglobulin sebagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.

D. Manifestasi Klinis
1. Gangguan menelan
2. Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi
3. Peningkatan simpatis (jantung menjadi berdebar-debar , gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca
dingin, diare, gemetar dan kelelahan).
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :
a) Jumlah nodul : satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)
b) Konsistensi : lunak, kistik, keras atau sangat keras
c) Nyeri pada penekanan : Ada atau tidak ada
d) Perlekatan dengan sekitarnya : Ada atau tidak ada
e) Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tyroid : Ada atau tidak ada

E. Komplikasi
Komplikasi tiroidektomi
1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7. Trakeumalasia (melunaknya trakea).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas , bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal
2. Human thyrologbulin ( untuk keganasan tyroid)
3. Pada pemeriksaan lab , ditemukan serum T4 (Troksin) dan T3 ( tryodotironin) dlam batas
normal, nilai normal T3 = 0,6-2,0, T4 = 4,6-11
4. Pada pemeriksaan USG ( Ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul
5. Kepastian histologi dapat ditegakan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
6. Pemerksaan sidik tyroid
a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya hal ini
menunjukan fungsi yang rendah
b) Nodus panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada bsekitarnya keadaan ini
memperlihatkan aktifitas yang lebih
c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya ini berarti fungsi nodul sama
dengan bagian tyroid yang lain

G. Penatalaksanaan
1. Dengan pemberian kapsul minyak berodium terutama bagi penduduk di daera epidemik
sedang dan berat
2. Eduksi
Program ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium
3. Penyuntikan lipidol penduduk yang tinggal di daerah epidemik di berisuntikan 40% tiga tahun
sekali dengan dosisi untuk orang dewasa dn anak diatas 6 tahun 1cc, sedangakan kurang dari 6
tahun diberi 0,2cc-0,8cc
4. Tindakan operasi (Stromektomi)
5. L- Tiroksin selama 4-5 bulan
Diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakuakan pemeriksaan sidik tyroid ulang.
6. Biopsy aspirasi jarum halus
Dilakukan pada kista tyroid hingga nodul kurang dari 10mm.

H. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Keluhan utama
a) Pre op mengeluh terdapat pembesaran pada leher
b) Post op thyroidectomy keluahan yang dirasakan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri
akibat luka operasi
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga
mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,
sebelumnya pernah menderita penyakit gondokn
6. Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini

I. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Lemah, kesadaran composmentis dengan tanda- tanda vital berubah
2. Kepala dan leher
Pre op terdapat pembesaran kelenjar tyroid
Post op terdapat tyrodectomy pada luka operasi yang sudah tertutup dengan kasa steril
3. Sistem pernafasan
Biasanya da sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anastesi atau karena adanya darah
dalam jalan nafas
4. Sistem neurologi
Pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang legang
dan gelisah karena menahan sakit
5. Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anastesi
umum, dan pada akirnya akan ilang sejalan dengan efek anastesi yang hilang
6. Aktifitas/ istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelaan berat, atropi otot,
7. Eliminasi
Urine dan jumlah banyak, perubahan dalam feses diare
8. Makanan /cairan
Kehilanagan berat badan yang mendadak, nafsu makn meningkat, makan baik, makannya sering,
kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
9. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebian, alergi terhadap iodium, suhu meningkat
diatas 37,4c, diaporesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus,
eksoptamus, retaksi , iritasi pada konjungtiva dab berair, pruritis, lesi eritema yang menjadi
sangat parah.

J. Analisa Data
DS :
- Klien mengatakan nyeri pada daerah leher, skala 4
- Klien mengatakan nyeri sewaktu menelan
DO : Ekpresi wajah meringis kesakitan
Etiologi : Inkontinuitas jaringan, Peradangan jaringan di bawah kulit (subkutis), Mengiritasi
daerah sekitar, mengeluarkan zat-zat prostaglandin, bradikinin, serotini dan histamine,
Merangsang reseptor nyeri dari sistem saraf pusat, Nyeri dipersepsikan
Masalah : Gangguan rasa nyaman nyeri
Ds: klien mengeluh tidak bisa tidur dan sering terbangun
Do: pasie tampak lemas
Etiologi : Terdapat luka post op, Menimbulkan nyeri pada leher, Pasien sering terjaga, Gangguan
istirahat tidur
Masalah : Gangguan istirahat tidur
Ds: Klien menanyakan penyakitnya, kenapa harus di operasi,
Do: Klien tidak mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Etiologi : Hospitalisasi, Di lakukan tindakan pembedahan, Informasi tidak akurat, Klien kurang
pengetahuan, Klien bingung, Stressor bagi klien, Koping tidak efektif, Cemas
Masalah : Cemas
Ds: klien mengataka sesak napas
Do:
Etiologi : Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, Pelepasan metabolisme
tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkat, Pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis, Menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid,
Gangguan pertukaran gas, Bersihan jalan nafas tidak efektif
Masalah : Bersihan jalan napas tidak efektif
Ds: -
Do: terdapat luka post op
Etiologi : Terputusnya inkontinuitas jaringan, Perawatan luka yang salah, Mediasi invasi kuman
dan mikroorganisme pathogen, Resiko tinggi infeksi
Masalah : Resiko tinggi infeksi

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d terputusnya Inkontinuitas jaringan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi trachea, pembengkakan
3. Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka post op
4. Gangguan rasa cemas b.d kurangnya informasi tentang penyakitnya.

L. Rencana Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan Inkontinuitas jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam nyeri berkurang
Intervensi :
1.Monitor skala nyeri
2.Ajar teknik relaksasi
3.Anjurkanmobilisasisesuaidengankemampuan
Rasionalisasi :
1.Untuk mengetahui skala nyeri dan untuk merencanakan tindakan selanjutnya
2.Teknik relaksasi nafas dalam memberikan suplai O2 kejaringan yang lebih banyak sehingga
vaskuterisasi lebih lancer dan nyeri berkurang
3.Mobilisasi secara bertahap dapat mengurngi beban kerja tulang sehingga nyeri berkurang.

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam Cemas teratasi
Intervensi :
Jelaskan tentang penyakit yang di derita klien. Jelaskan tentang penyebab dari penyakit dan cara
pencegahannya.
Rasional :
Menambah pengetahuan klien sehingga klien dapat memahami tentang penyakitnya sehingga
resiko penyakit berulang tidak tejadi.

3. Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka piost op


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam Infeksi tidak •
Jangkapendek
Intervensi :
1.Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2.Ganti balutan dengan menggunakan teknika septic dan antisepik
3.Kolaborasi dalam pemberian antibiotic dengan dokter
Rasional :
1.Mencegah infeksi nosocomial
2.Teknik aseptic meminimalkan masuknya mikroorganisme dalam luka

4.Bersihan jalan napas b.d tidak epektif b.d obstruksi trachea


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam bersihan jalan nafas teratasi
Intervensi :
1.Kaji pola napas klien
2.Berikan O2 tambahan nasal kanul 2-3L
3.Auskultasi suara napas
4.Atur posisi semi powler
Rasional :
1. Mengetahui frekuensi dan hambatan napas
2. Agar tidak terjadi infeksi
3. Memandirikan klien dan keluarga
4. Mencegah infeks

Struma nodosa merupakan pembesaran pada kelenjar tiroid yang teraba sebagai
suatu nodul (Sudoyo dkk, 2009). Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia
mengalami gangguan tiroid, baik kanker tiroid, struma nodosa non toxic, maupun
struma nodosa toxic (American Thyroid Association, 2013). Struma nodosa non
toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid baik berbentuk nodul atau difusa tanpa
ada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan disebabkan oleh autoimun atau proses
inflamasi (Hermus& Huysmans, 2004). Struma nodosa banyak ditemukan di daerah
pegunungan yang disebabkan oleh defisiensi yodium dan merupakan salah satu
masalah gizi di Indonesia. Yodium diperlukan dalam pembentukan hormon tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat terlihat pada penderita hipotiroidisme maupun
hipertiroidisme (Black and Hawks, 2009).
Penyebab utama pembesaran kelenjar tiroid adalah defisiensi yodium. Sekitar 70
– 75 % rumah tangga di Amerika Serikat menggunakan garam beryodium (Utiger,
2006). Penyebab lainnya adalah paparan goitrogen yang terdapat di obat-obatan dan
makanan. Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat
yodium oleh kelenjar tiroid, sehingga konsentrasi yodium dalam kelenjar menjadi
rendah. Kelenjar tiroid merupakan organ kecil pada anterior leher bagian bawah, di antara
muskulus sternokleidomastoideus, yang terdiri dari dua buah lobus lateral yang
dihubungkan oleh sebuah istmus (Price & Wilson, 2006). Kelenjar tiroid terletak
di leher, dibawah kartilago krikoid dan berbentuk seperti huruf H (Black &
Hawks, 2009). Dan menurut Newton, Hickey, &Marrs, (2009), kelenjar tiroid
terletak di pangkal leher di kedua sisi bagian bawah laring dan bagian atas trakea.
Panjang kelenjar tiroid kurang lebih 5 cm dengan lebar 3 cm dan berat sekitar 30
gram (Brunner & Suddarth, 2002). Kelenjar tiroid yang dimiliki wanita lebih
besar dibanding laki-laki (Seeley et al, 2007). Kegiatan metabolik pada kelenjar
tiroid cukup tinggi, ditandai dengan aliran darah yang menuju kelenjar tiroid
sekitar 5 kali lebih besar dari aliran darah ke dalam hati (Skandalakis, 2004). Kelenjar tiroid
menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda, yaitu tiroksin (T4),
triiodotironin (T3) yang keduanya disebut dengan satu nama, hormon tiroid dan
kalsitonin. Triiodotironin (T3) memiliki efek yang cepat dalam jaringan.
Dibutuhkan waktu 3 hari untuk T3 dan 11 hari bagi T4 dalam mencapai titik
puncak efek pada jaringan. Sehingga T3 merupakan bentuk aktif dari hormon
tiroid (Black & Hawks, 2009). Pelepasan hormon tiroid T3 dan T4 distimulasi oleh
tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating Hormon) yang disekresi oleh kelenjar
hipofisis (Braverman dkk, 2010). Pengeluaran TSH diatur oleh TRH
(Thyrotropin Releasing Hormon) yang disekresikan oleh hipotalamus. Penurunan
suhu tubuh dapat meningkatkan sekresi TRH. Pengeluaran TSH begantung pada
kadar T3 dan T4 yang biasa disebut sebagai pengendalian umpan balik atau feedback control.
Kalsitonin merupakan hormon penting lain yang disekresi
kelenjar tiroid yang tidak dikendalikan oleh TSH. Fungsi kalsitonin adalah
menjaga keseimbangan kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah
penumpukan kalsium pada tulang dan menurunkan reabsorpsi kalsium pada
ginjal, dengan demikian kadar kalsium plasma tidak menjadi tinggi (Black &
Hawks, 2009). Yodium berperan penting dalam pembentukan hormon tiroid (Brunner &
Suddarth, 2002). Yodium yang telah terserap dalam darah dari GI track akan
diambil oleh kelenjar tiroid dan akan dipekatkan dalam sel kelenjar tiroid.
Molekul yodium yang telah diambil akan bereaksi dengan tirosin (asam amino)
untuk membentuk hormon tiroid. Kelenjar tiroid mengatur fungsi metabolism
tubuh, dimana tubuh menghasilkan energi yang berasal dari nutrisi dan oksigen
yang mempengaruhi fungsi tubuh penting, seperti tingkat kebutuhan energi dan
detak jantung (ATA, 2013). Selain itu kelenjar tiroid juga berfungsi meningkatkan
kadar karbohidrat, meningkatkan ukuran dan kepadatan mitokondria,
meningkatkan sintesis protein dan meningkatkan pertumbuhan pada anak-anak.
Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh.
Fungsi hormon tiroid antara lain (Black & Hawks, 2009).: Merangsang laju metabolik sel-sel
sasaran dengan meningkatkan
metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat,
2.2.2 Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran,
2.2.3 Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga
meningkatkan frekuensi jantung,
2.2.4 Meningkatkan responsivitas emosi, Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang
meningkatkan
kecepatan kontraksi otot rangka,
2.2.6 Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal
semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan, Pembesaran pada kelenjar
tiroid biasa disebut sebagai struma nodosa atau struma.
Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul, disebut struma
nodosa (Tonacchera, Pinchera & Vitty, 2009). Biasanya dianggap membesar bila
kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada
kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid
(hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme) (Black and
Hawks, 2009). Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10%
untuk menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat dibanding
laki-laki (Incidence and Prevalence Data, 2012). Kebutuhan hormon tiroid
meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan menyusui Pada
umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil dan ibu
menyusui. Struma nodosa terdapat dua jenis, toxic dan non toxic. Struma nodusa
non toxic merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda- tanda hipertiroidisme
(Hermus& Huysmans, 2004). Pada penyakit struma nodusa non toxic tiroid
membesar dengan lambat. Struma nodosa toxic ialah keadaan dimana kelenjar
tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik,
yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Dampak struma nodosa terhadap
tubuh dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma nodosa
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia (Rehman, dkk 2006). Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Struma nodosa dapat
diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu (Roy, 2011):
a. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma
nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma
multinodosa.
b. Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk nodul
tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila
penangkapan yodium tidak ada atau kurang dibandingkan dengan bagian
tiroid sekitarnya. Hal ini menunjukkan aktivitas yang rendah. Nodul hangat
apabila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang
berlebih.
c. Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras.
Struma nodosa memiliki beberapa stadium, yaitu (Lewinski, 2002) :
a. Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan
b. Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat jika kepala ditegakkan
c. Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal
d. Derajat III : terlihat pada jarak jauh. Berdasakan fisiologisnya struma nodosa dapat
diklasifikasikan sebagai berikut
(Rehman, dkk, 2006) :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar
hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Struma nodosa atau
struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada
leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid
akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

Etiologi
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium (Black and
Hawks, 2009). Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid
oleh kelenjar. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid
mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi
bertambah besar. Penyebab lainnya karena adanya cacat genetik
yang merusak metabolisme yodium, konsumsi goitrogen yang tinggi (yang
terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran), kerusakan hormon
kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher
(Rehman dkk, 2006).
Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah
respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada
tiap individu. Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam
folikel yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF dan

EGF) sangat bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi tanpa
stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Selsel
akan bereplikasi menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel
dengan daya replikasi yang tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar
tiroid sehingga akan tumbuh nodul-nodul. Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam
sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar,
yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid
Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang
terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4)
menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja
langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolik

yang tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid
dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran

kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsurangsur,
struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya
tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan
karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan
trakea bila pembesarannya bilateral.
2.3.4 Tanda dan Gejala
Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama sekali.
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan
menelan. Peningkatan seperti ini jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan. Beberapa diantaranya
mengeluh adanya gangguan menelan, gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di
area leher, dan suara yang serak. Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic
berfokus pada inspeksi dan palpasi leher untuk menentukan ukuran dan bentuk
nodular. Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang
berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen
yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan
pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk
duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba
tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma
nodosa tidak termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah
untuk meminimalkan risiko terhadap kanker tiroid.

Anda mungkin juga menyukai