Anda di halaman 1dari 21

A.

Pengertian
Struma Nodusa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hiper
thyroidisme. (Brunner dan Sudarth 2002)
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat
kekurangna masukan iodium dalam makanan. ( kapita selekta kedokteran,
jilid 2)
Stuma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (bambang
sumantri Skep Ns 2011)
Struma Non Toksik Nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
 Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
 Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon
tyroid.
 Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai).
 Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

1
C. Pathofisiologi

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan


lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika
struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan
gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi
gangguan menelan.

2
D. Pathway

Kebut tiroksin (seperti pada usia pubertas)

Hyperplasia & Hipertrofi


kelenjar tiroid

Nodularis Kelenjar
Tiroid

Struma

Penyempitan Epiglostis Stromektomi


jalan Napas menutup trakea

Dyspnea sesak saat interupsi bedah


menelan

Ketidak efektifan
Luka oprasi
jalan nafas Nyeri telan

Kerusakan
komunikasi verbal
3
E. Pemeriksaan Penunjang
Nyeri telan 1. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara
fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk
a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih
c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.
Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa
bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau
jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
a) Kista
b) Adenoma
c) Kemungkinan karsinoma
d) Tiroiditis
3. Biopsi aspirasi jarum halus(Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap
cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya
penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan

4
hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang
benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena
salah interpretasi oleh ahli sitologi.
4. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >
0,9o C dan dingin apabila <0,9o C. Pada penelitian Alves didapatkan
bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling
sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)
serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak
rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

F. Penatalaksanaan
1. Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun,
1994)
 Keganasan
 Penekanan
 Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang
terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan
kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat
pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi
kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi
tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar
getah bening.

2. Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :


 Inoperabel

5
 Kontraindikasi operasi
 Ada residu tumor setelah operasi
 Metastase yang non resektabel
3. Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen
juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca
bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSHdependence). Terapai
supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel
dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang
inoperabel.

6
G. Komplikasi Struma Nodose Non Toksik
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah.
Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan
fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi
diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

7
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses


keperawatan secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang
dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien
melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :

 Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,


kelelahan berat, atrofi otot.

 Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

 Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun


fisik, emosi labil, depresi.

 Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu


makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual
dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.

 Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.

 Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea,


edema paru (pada krisis tirotoksikosis).

8
 Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan,
alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu
meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan
kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi,
iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi
pada pretibial) yang menjadi sangat parah.

 Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama


sekali, impotensi.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis


khususnya post operai dapat dirumuskan sebagai berikut ;

 Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas


berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan
spasme laringeal.

 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita


suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

 Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses


pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.

 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan


bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.

9
C. Perencanaan Keperawatan/Intervensi

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan


dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan
pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan di atas, maka
disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :

a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas


berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan
spasme laryngeal.

a) Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :

Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.

b) Rencana tindakan/intervensi

 Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.

Rasional :

Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi


berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi
kompresi trakea karena edema atau perdarahan.

 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.

Rasional :

10
Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme
laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang
cepat.

 Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas


suara.

Rasional :

Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang


membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.

 Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher,


menyokog kepala dengan bantal.

Rasional :

Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka


karena pembedahan.

 Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau


batuk efektif sesuai indikasi.

Rasional :

Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi.


Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri
yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas.

 Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai


indikasi, catat warna dan karakteristik sputum.

11
Rasional :

Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien


untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri.

 Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur,


terutama pada bagian posterior

Rasional :

Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin


akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada
daerah yang tergantung.

 Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.

Rasional :

Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku


pada jaringan sekitar daerah operasi.

 Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.

Rasional :

Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang


mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang
darurat.

 Pembedahan tulang

Rasional :

12
Mungkin sangat diperlukan untuk
penyambungan/perbaikan

pembuluh darah yang mengalami perdarahan yang terus


menerus.

b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita


suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

a. Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :

Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan


dapat dipahami.

b. Rencana tindakan/intervensi

 Kaji fungsi bicara secara periodik.

Rasional :

Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau


kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang
berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat
terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.

 Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang


hanya memerlukan jawaban ya atau tidak.

Rasional :

Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.

13
 Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti
papan tulis, kertas tulis/papan gambar.

Rasional :

Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.

 Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien


secara teratur.

Rasional ;

Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk


berkomunias.

 Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan


jawablah bel panggilan dengan segera.

Rasional :

Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk


menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan bantuan.

 Pertahankan lingkungan yang tenang.

Rasional :

Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi


perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus
diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.

14
c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.

1. Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :

Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi


terpenuhi/terkontrol.

2. Rencana tindakan/intervensi

 Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu


tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit
waktu bernafas (pembengkakan paru).

Rasional :

Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat


mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang
menyebabkan krisis tyroid.

 Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka


rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang,
prestesia.

Rasional :

Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat


terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi
hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma
yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total
kelenjar paratiroid selama pembedahan.

15
 Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat
tidur pada posisi yang rendah.

Rasional :

Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi


kejang.

 Memantau kadar kalsium dalam serum.

Rasional :

Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum


membutuhkan terapi pengganti.

 Kolaborasi

Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).

Rasional ;

Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara


tetapi mungkin juga menjadi permanen.

d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah


terhadap jaringan/otot dan paska operasi.

I. Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :

Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan


kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian
dengan aktif sesuai situasi.

16
II. Rencana tindakan/intervensi :

 Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal,


catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.

Rasional :

Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan


intervensi, menentukan efektivitas terapi.

 Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong


kepala/leher dengan bantal pasir/bantal kecil.

Rasional :

Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas


gari jahitan.

 Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong


selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan
tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan
untuk menghindari hiperekstensi leher.

Rasional :

Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan


tegangan otot.

 Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam


jangkauan yang mudah.

Rasional :

17
Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.

 Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi


jika pasien mengalami kesulitan menelan.

Rasional :

Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak


ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.

 Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti


imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif.

Rasional :

Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan


membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman
secara lebih efektif.

 Kolaborasi

Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai


kebutuhannya.

Berikan es jika ada indikasi

Rasional :

Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi


terhadap nyeri.

18
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis
dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan tidak mengungkapkan
secara terbuka/mengingat kembali, setelah menginterpretasikan
konsepsi.

 Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :

Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan


penanganannya, berpartisipasi dalam program pengobatan,
melakukan perubahan gaya hidup yang perlu.

 Rencana tindakan/intervensi :

 Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.

Rasional ;

Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat


keputusan sesuai informasi.

f. Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat
mencakup garam beriodium.

 Tujuan yang ingin dicapai :

Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai


berat badan yang sesuai dengan pemakaian garam beriodium
cukup.

 Intervensinya

19
Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan
laut yang berlebihan, kacang kedelai, lobak.

Rasional :

Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini


menekan aktivitas tyroid.

 Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)

Rasional :

Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar


paratiroid terganggu.

 Dorong program latihan umum progresif

Rasional :

Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi


hormon yang Amemfasilitasi pemulihan kesejahteraan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 1, EGC : Jakarta

Brunner & Suddarth. 2002. Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 3, EGC : Jakarta

Ruth F. Craven, EdD, RN. 2000. Fundamentals Of Nursing. Edisi II,


Lippincot, Philadelphia

21

Anda mungkin juga menyukai