Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA NODUSA

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PERIOPERATIF

A. Dasar Teori
1. Definisi Diagnosa Medis
Struma nodosa merupakan pembesaran pada kelejar tiroid yang teraba
sebagai suatu nudul (Sudoyo, 2009). Struma goiter merupakan penyakit kelenjar
tiroid terbanyak di dunia yang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Struma
di bagi penyebanya berdasarkan klinis, perubahan anatomi, dan fisiologi. Bila
kerja kelenjar tiroid tidak ada ganguan maka disebut struma non toksik dan
menyangkutkan berbagai faktor risiko (Tallane, Monoarfa, & Wowilin, 2016).
Struma nodusa adalah pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat
adanya nodul (Tonacchera, Pirichhera dan Vitty, 2009). Biasanya di anggap
membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal stuma nodusa non
toksik merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme
(Hermes dan Huysmans, 2009).
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasana terjadi karena
foikel-flikel terisi koloid secara berlebihan, setelah bertahun-tahun folikel
tumbuh semakin membesar, dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut
menjadi noduler (Smeltzer & Suzanne,2006).

2. Epidemiologi Kasus
Dilaporkan pada tahun 2009, di Amerika ditemukan kasus Goiter pada
sejumlah lebih dari 250.000 pasien. Menurut WHO, Indonesia sendiri
merupakan negara yang dikategorikan endemis kejadian goiter. Penyakit ini
dominan terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Umumnya 95% kasus
Gondok bersifat jinak (benigna), sisanya 5% kasus kemungkinan bersifat ganas
(maligna).
Internasional, Pada area endemik kekurangan iodium, struma nodular
toksik terjadi sekitar 58 % dari kasus hipertiroidism, 10% berbentuk nodul
toksik yang solid. Grave disease terjadi sekitar 40 % dari kasus hipertiroidism
Morbiditas dan mortalitas, Kompresi local yang terjadi yang berhubungan
dengan perkembangan nodul dan kelenjar mengakibatkan terjadinya dyspnea,
serak, dan dysphagia.
Jenis Kelamin, Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria. Pada wanita dan pria berusia diatas 40 tahun, rata - rata prevalensi
nodul yang bisa teraba adalah 5 - 7 % dan 1 - 2 %.
Umur, Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun.
Thyrotoksikosis sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang
berkepanjangan. Toksisitas terjadi pada pasien dengan perkembangan fungsi
yang otonomik. Toksisitas meningkat pada dekade 6 dan 7 dari kehidupan
khususnya orang dengan riwayat keluarga mengalami struma nodular toksik.

3. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan
faktor penyebab pembesaran tiroid antara lain:
1. Defisiensi iodium :
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya
daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat hormon tiroid
3. Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobal. dan kacang kedelai)
4. Penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (thiocarbamide,
sulfonylyurea) (Brunicardi et al, 2010).
5. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroidpada umumnya ditemui pada
masa pertumbuhan, puberitas,menstruasi, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana
menimbulkannodularitaskelenjartiroid yang dapat bekelanjutan dengan
berkurangnya aliran darahdidaerah tersebut (Brunicardi et al, 2010).
6. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa
kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.

4. Tanda dan Gejala


Biasanya penderita struma nodusa tidak mempunyai keluhan. Karena
pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat menjadi besar tanpa
memberikan gejala selain adanya benjolan di leher yang dikeluhkan terutama
atas alas an kosmetik. Keluhan yang sering timbul menurut Sjamsuhidayat 2004
antara lain :
a. Rasa berat di leher
b. Adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan
c. Alasan kosmetik
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga
terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan.
Beberapa diantaranya mengeluh adanya gangguan menelan, gangguan
pernapasan, rasa tidak nyaman di area leher, dan suara yang serak. Pemeriksaan
fisik struma nodosa non toxic berfokus pada inspeksi dan palpasi leher untuk
menentukan ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa
yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala
sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen
yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan
pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta
untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemerika berdiri di belakang pasien dan
meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk
penderita. Struma nodosa tidak termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari
evaluasi klinis adalah untuk meminimalkan risiko terhadap kanker tiroid
(Sudoyo, 2010).

5. Pemeriksaan Penunjang & Hasilnya Secara Teoritis


a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,
kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3
sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa
antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk
mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.
Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
b. Sidik (scanning) tiroid
Memakai uptake I yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi
tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila
uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut
cold area (pada neoplasma).
Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau
padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan kistik.
Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka selanjutnya dapat
dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin
lesion (papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi
anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi
paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus
atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh
operator yang sudah berpengalaman.Di tangan operator yang terampil,
BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak atau
ganas pada nodul soliter atau nodul dominan dalam struma
multinodular.BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas
92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka
negatif palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah
dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.

6. Penatalaksanaan Medis
a. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat.
b. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
c. Penyuntikan lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik
diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan
anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc –
0,8 cc.
d. Tindakan operasi (strumektomi).
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi
bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada
organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan
dicurigai.
e. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan
apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.
f. Biopsy aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm
g. Operasi / pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan
tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang
merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah
atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak
meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein
maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui
keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar
kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah
pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin
karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi
hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
h. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau
dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok
sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid
sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi
ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35
Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus
diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu
setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
i. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena
itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4)
ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah
operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang
digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol

7. Patofisiologi / Pathway
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.
Dalam kelenjar tiroid, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh TSH kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi
pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diidotironiin
membentuk T4 dan T3. T4 menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari
sekresi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang T3 merupakan
hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi
sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis T4
dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh
kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
8. Prosedur Tindakan Operasi
Time out
1. Time out dipimpin oleh perawat sirkuler dengan konfirmasi hal-hal berikut
a. Konfirmasi nama tim operasi
b. Identitas pasien
c. Pemberian antibiotik profilaksis
d. Tindakan darurat di luar standart operasi
e. Estimasi lama operasi
f. Antisipasi kehilangan darah
g. Perhatian khusus selama pembiusan
h. Sterilitas alat instrumen bedah
2. Berikan jahitan mersilk 2-0 cutting & pincet cirurgis ke operator untuk fiksasi
duk bawah leher, kanan & kiri leher dilapisi kasa).
3. Berikan mess no. 10 ke operator untuk melakukan insisi area operasi, berikan
mosquito, kassa dan pincet cirurgis pada asisten. Rawat perdarahan dengan
couter.
4. Berikan pincet sirurgis , couter pada operator untuk memperdalam area
operasi sampai massa tumor tampak
5. Berikan jahitan mersilk 2-0 cutting untuk memfiksasi flap kulit ke atas &
bawah.
6. Berikan pincet anatomis & gunting metzembaum untuk membuka otot,
dilanjutkan menggunakan pincet anatomis, gunting metzembaum, pean
manis dan couter untuk membebaskan otot kearah lateral. Beri langenback
untuk membuka lapang area operasi.
7. Lapisan Struma terlihat, operator akan membebaskan lobus kanan dari
jaringan sekitar dengan memotong menggunakan couter.
8. Berikan 2 klem & gunting, kemudian ligasi dengan mersilk 2-0 ® saat terjadi
perdarahan dari pembuluh darah besar yaitu: arteri-vena superior dan inferior,
arteri tiroidea media
9. Operator terus melakukan pelepasan jaringan tumor dengan couter dan luksir
manual dengan jari
10. Berikan klem sedang (6 buah) lalu gunting metzembaum untuk memfiksasi
jaringan yg ditinggal, sampai jaringan lobus kanan terlepas.
11. Berikan nald holder + mersilk 2-0 untuk menjahit jaringan yang tertinggal
serta pembuluh darah yang terpotong
12. Hal yang sama dilakukan untuk mengangkat struma di lobus kiri dan
Struma yang metastase ke intra thorakal
13. Setelah semua jaringan terangkat, berikan pincet anatomis + kasa + couter
untuk merawat perdarahan.
14. Berikan jaringan tumor ke perawat sirkuler untuk ditempatkan pada tempat
sample dengan formalin 40%.
15. Perdarahan teratasi, cuci dengan aquadest, berikan kassa untuk
membershkan area operasi.

9. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif (jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).

B. Asuhan Keperawatan

1) Diagnosis Keperawatan :
Ansietas b.d Rencana operasi (D. 0080)
Definisi :
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman
DS & DO yang mendukung :
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Merasa bingung.
2. Merasa khawatir dengan akibat.
3. Sulit berkonsenstrasi.
Objektif
1. Tampak gelisah.
2. Tampak tegang.
3. Sulit tidur
Gejala dan Minor
Subjektif
1. Mengeluh pusing.
2. Anoreksia.
3. Palpitasi.
4. Merasa tidak berdaya.
Objektif
1. Frekuensi napas meningkat.
2. Frekuensi nadi meningkat.
3. Tekanan darah meningkat.
4. Diaforesis.
5. Tremos.
6. Muka tampak pucat.
7. Suara bergetar.
8. Kontak mata buruk.
9. Sering berkemih.
10. Berorientasi pada masa lalu.
2. Diagnosis Keperawatan : Resiko perdarahan b.d Tindakan pembedahan (D.
0012)
Definisi
Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam tubuh)
maupun ekternal (Terjadi hingga keluar tubuh).
DS & DO yang mendukung :
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(Tidak ada)
Objektif
(Tidak ada)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(Tidak ada)
Objektif
(Tidak ada)
3. Diagnosis Keperawatan : Gangguan integritas kulit b.d Pembedahan (D. 0129)
Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan /atau ligamen ).
DS & DO yang mendukung :
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(Tidak ada)
Objektif
1. Kerusakan jaringan dan / atau lapisan kulit.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(Tidak ada)
Objektif
1. Nyeri
2. Perdarahan
3.Kemerahan
4.Hermatoma

Tujuan Dan Rencana Intervensi :


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
1. Ansietas b.d Rencana Setelah dilakukan asuhan (Reduksi Ansietas)
operasi keperawatan selama 1 x 40 I. 09314
(D. 0080) menit diharapkan tingkat Observasi
ansietas menurun dengan, - Monitor tanda-tanda ansietas
kriteria hasil : (verbal dan non verbal)
- Verbalisasi khawatir Terapeutik
akibat kondisi yang - Ciptakan suasana terapeutik
dihadapi menurun untuk menumbuhkan
- Perilaku gelisah menurun kepercayaan
- Perilaku tegang menurun - Temani pasien untuk
- Tidak pucat mengurangi kecemasan
- Gunakan pendekatan yang
Tenang dan meyakinkan
Edukasi
- Jelaskan prosedur termasuk
sensasi yang mungkin dialami
- Latih teknik relaksasi napas
2. Resiko perdarahan b.d Setelah dilakukan asuhan (Pencgahan Perdarahan)
Tindakan pembedahan keperawatan selama 1x40 I. 09314
(D. 0012) menit diharapkan tingkat Observasi
perdarahan menurun dengan, - Monitor tanda dan gejala
kriteria hasil : perdarahan
- Tidak terjadi penurunan - Monitor nilai
Hb hemoglobin/hematokrit
- Tidak terjadi penurunan sebelum dan setelah
hematokrit kehilangan darah
- Tidak terjadi perdarahan Terapeutik
- Tekanan darah 120/80 - Batasi tindakan invasif
mmHg - Anjurkan segera melapor
- Tidak terjadi sianosis Jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
- Anjurkan pemberian
Produk darah, jika perlu
3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan (Perawatan Luka)
b.d Pembedahan keperawatan selama 1x40 I. 14564
(D. 0129) menit diharapkan perbaikan Observasi
keutuhan kulit meningkat - Monitor karakteristik luka
dengan, kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda infeksi
- Tidak nyeri Terapeutik
- Tidak kemerahan - Bersihkan luka dengan
- Kerusakan kulit betadine dan NaCl atau
menurun pembersih nontoksik
- Berikan salep gentamicin
sulfate dan sufratule
- Pasang balutan dengan kassa
steril dan hypafix
- Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian terapi

DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, Arief.dkk,2009.Kapita Selecta Kedokteran , jilid I Media Aesculapius:


Jakarta
Smeltzer (2012), Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
Syarifuddin, drs. AMK. 2010. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi
3. EGC : Jakarta.
Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P. 2009. Assesment of nodular goiter. Journal
of best practice & research clinical endocrinology and metabolism. Pisa :
Elseiver.
Smeltzer, Suzanne. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddart
Vol 2. Jakarta : EGC
Tim Pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai