Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STRUMA NODUSA

BILATERAL PADA NY.M DI RUANGAN BAJI KAMASE RSUD

LABUANG BAJI

DI SUSUN OLEH:

NAMA : NURMALA

NIM : 142 2016 0002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Struma (goiter) merupakan penyakit kelenjar tiroid terbanyak di dunia
yang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Penyakit tiroid terjadi bila
terdapat gangguan sekresi hormon tiroid, pembesaran kelenjar tiroid, maupun
keduanya. (Tallane, Monoarfa, & Wowiling, 2016)
B. KLASIFIKASI
Struma bisa diklasifikasikan secara fisiologik menjadi eutiroid,
hipotiroid dan hipertiroid, maupun secara klinik menjadi struma toksik dan non
toksik. Kedua tipe struma dapat diklasifikasikan juga berdasarkan perubahan
bentuk anatomi tiroid menjadi struma nodusa non toksik, struma nodusa toksik,
struma difusa non toksik, dan struma difusa toksik. (Tallane, Monoarfa, &
Wowiling, 2016)
C. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mencetuskan penyakit tiroid (struma) adalah:
1. Umur. Usia diatas 60 tahun maka semakin berisiko terjadinya hipotiroid
atau hipertiroid.
2. Jenis kelamin. Perempuan lebih berisiko terjadi gangguan tiroid.
3. Genetik. Diantara banyak faktor penyebab autoimunitas terhadap kelenjar
tiroid, genetik dianggap merupakan faktor pencetus utama.
4. Merokok dapat menyebabkan kekurangan oksigen di otak dan nikotin
dalam rokok dapat memacu peningkatan reaksi inflamasi.
5. Stres juga berkorelasi dengan antibodi terhadap antibodi /TSH-reseptor.
6. Riwayat penyakit keluarga yang ada hubungan dengan kelainan autoimun
merupakan faktor risiko hipotirodisme tiroiditis autoimun.
7. Zat kontras yang mengandung iodium. Hipertiroidisme terjadi setelah
mengalami pencitraan menggunakan zat kontras yang mengandung
iodium.
8. Obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tiroid seperti
amiodaron, lithium karbonat, aminoglutethimide, interferon alfa,
thalidomide, betaroxine, stavudine.
9. Lingkungan. Kadar iodium dalam air kurang.
(Kementrian Kesehatan RI, 2015)
D. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh trotropin (TSH), yang disekresikan
oleh kelenjar pituitari, yang mana pada gilirannya dipengaruhi oleh tritropin
releasing hormone (TSH) dari hipotalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan
diferensiasi sel dan produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid.
Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid
dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke
pituitari, yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh
TSH, TSH-receptor antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic
gonadotropin, bisa menyebabkan strume diffuse. Ketika sejumlah kecil sel
tiroid, sel-sel peradangan atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa
terbentuk nodusa tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan
kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.
Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,
kekurangan iodium dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH
receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap
hormon tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari dan tumor yang
menghasilkan human chorionic gonadotropin.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Terdapat benjolan di daerah leher.
2. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
3. Jika struma cukup besar akan menunda daerah trakea yang bisa dilanjutkan
gangguan pada respiasi dan juga kerongkongan tertekan sehingga terjadi
gangguan menelan.
4. Klien tidak memiliki keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme.
5. Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan mengalihkan
denyut nadi.
6. Peningkatan simpatis seperti : jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, dan gemetar.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,
kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3
sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang
dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH
meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
b. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun :
1) antibodi tiroglobulin
2) antibodi microsomal
3) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
4) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
5) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
2. Sidik (scanning) tiroid
Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila
uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut
cold area (pada neoplasma).
3. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau
padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan
kistik. Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka
selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.
4. Radiologi
a. Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin
lesion (papiler), cloudy (folikuler).
b. Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
5. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi
anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi
paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum
Halus atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan
oleh operator yang sudah berpengalaman. Di tangan operator yang terampil,
BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak atau
ganas pada nodul soliter atau nodul dominan dalam struma multinodular.
BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila
BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif
palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
6. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah
dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
G. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada
kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
a. Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
b. Struma toksik :
1) Bed rest
2) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-
tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir
dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4).
Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai
eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis
maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
3) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar
tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang
tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam
mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10
mg/hari selama 14 hari.
2. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang telah
diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi
radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko
tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren.
Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran
kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara
parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri.
e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy
subtotal sinistra dan sebaliknya.
f. Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan limfoid
pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus
naccessories, vena jugularis eksterna dan interna, musculus
sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar
ludah submandibularis
H. KOMPLIKASI
1. Gangguan menelan atau bernafas
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
3. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
4. Komplikasi pembedahan :
a. Perdarahan
b. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
c. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
d. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
e. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
f. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
g. Trakeumalasia (melunaknya trakea).
I. PENCEGAHAN
1. Pemberian edukasi.
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya
mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam beriodium.
2. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada
di wilayah endemic sedang dan berat.
3. Penyuntikan lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang usianya sedang
atau kurang dari enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan,
no rm, diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama
penanggung jawab, alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
2. Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada
leher. Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang
dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher
yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya
pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
3. Pola Kebutuhan
a. Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema
paru (pada krisis tiroksikosis).
b. Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,
kelelahan berat, atrofi otot.
c. Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
d. Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
terkadang nafsu makan meningkat, makan sering, kehausan,mual,
muntah.
e. Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
f. Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
d. Pemeriksaan Head to Toe
1) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
2) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi : Tidak ada gangguan
3) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada gangguan
4) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
5) Leher
Palpasi : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
6) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi : Sonor
7) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
8) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
9) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
10) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit struma antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan nafas
2. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
7. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
8. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas, b. Auskultasi suara nafas, catat
frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
dalam rentang c. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada d. Posisikan pasien untuk
suara nafas memaksimalkan ventilasi
abnormal. e. Identifikasi pasien perlunya
b. Mampu pemasangan alat jalan nafas
mengidentifikasikan buatan
dan mencegah factor f. Atur intake untuk cairan
yang dapat mengoptimalkan keseimbangan.
menghambat jalan
nafas

2 Nausea berhubungan Nausea and vomiting Nausea Management


dengan efek agen control 1. Kaji rasa mual secara
farmakologis Nausea and vomiting komperehensif mulai dari
severity frekuensi, durasi, tingkat mual
dan faktor yang menyebabkan
Setelah dilakukan pasien mual.
tindakan asuhan 2. Evaluasi efek mual terhadap
keperawatan selama 3 x nafsu makan pasien, aktivitas
24 jam diharapkan rasa sehari – hari dan pola tidur
mual klien hilang atau pasien
berkurang. 3. Berikan istirahat dan tidur
Kriteria hasil : yang adekuat
1. Pasien mengatakan 4. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang sedikit tetapi sering dan dalam
atau tidak mual lagi keadaan hangat
2. Pasien mengatakan 5. Kolaborasi pemberian
tidak muntah antiemetic
3. Tidak ada
peningkatan kelenjar
saliva
4. Pasien dapat
menghindari faktor
penyebab nausea
dengan baik
3 Risiko penurunan Cardiac Pump Cardiac care
curah jantung Effectiveness Vital Sign Monitoring
berhubungan dengan Circulation status 1.Monitor TTV dan keadaan umum
perubahan irama Vital sign status pasien
jantung Setelah diberikan asuhan 2.Observasi tanda – tanda adanya
keperawtan selama 3 edema
x24jam diharapkan curah 3.Observasi status pernafasan
jantung dalam batas 4.Observasi adanya nyeri dada
normal, dengan kriteria (intensitas, durasi, skala, lokasi
hasil : nyeri)
e. TTV dalam batas normal 5.Monitor balance cairan
f. Kelelahan tidak ada 6.Anjurkan istirahat yang cukup
g. Edema paru (-) Anjurkan menurunkan stress
h. Asites (-)
i. Penurunan kesadaran (-)
4 Ansietas a. Anxiety self control a. Anxiety Reduction
berhubungan dengan b. Anxiety level (Pengurangan kecemasan)
c. Coping
kurang terpapar Setelah dilakukan 1. Gunakan pendekatan yang
informasi tindakan asuhan menenangkan dan
keperawatan selama 3 x menyakinkan.
24 jam diharapkan 2. Dorong pasien
kecemasan klien hilang mengungkapkan kecemasan
atau berkurang. yang dialaminya.
Kriteria hasil : 3. Dengarkan pasien dengan
penuh perhatian.
1. Mampu
4. Kaji tanda kecemasan yang
mengindentifikasi
diungkapkan secara verbal
dan mengungkapan
maupun nonverbal.
(tanda dan gejala)
5. Beri pujian atau kuatkan
kecemasan.
perilaku yang baik secara
2. Mengatakan
tepat.
kecemasan sudah
6. Ajak melakukan teknik
berkurang yang
relaksasi nafas dalam
dinyatakan verbal
b. Peningkatan Koping
maupun nonverbal.
1. Berikan informasi mengenai
3. Tampak adanya
penyakit, yang dideritanya
dukungan keluarga
2. Dukung keterlibatan keluarga
untuk mendampingi pasien
5 Nyeri akut
j. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga
k. 2. Pain control 2. Analgesic administration
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level
(prosedur operasi) Setelah dilakukan a. Observasi TTV
tindakan asuhan b. Kaji karakteristik nyeri secara
keperawatan selama 3 x komprehensif (penyebab,
24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang. dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil : d. Ajarkan teknik relaksasi baik
1. Pasien mengatakan nafas dalam ataupun distraksi
nyeri berkurang yang e. Kolaborasi pemberian obat
diekspresikan melalui analgesik
verbal dan non verbal
2.Mampu mengontrol
nyeri dengan
manajemen nyeri

6 Gangguan m. 1. Anxiety self control 1. Communication enhancement :


komunikasi verbal
n. 2. Coping Speech deficit
berhubungan dengan
o. 3. Sensory fundion : 2. Anxiety reduction
gangguan hearing & vision a. Kaji kemampuan berbicara
neuromuscular p. 4. Fear self control pasien
b. Kaji kemampuan lain yang
Setelah dilakukan dimiliki pasien
tindakan asuhan c. Dengarkan dengan penuh
keperawatan selama 3 x perhatian
24 jam diharapkan d. Berikan pujian atas kemampuan
gangguan komunikasi yang dimiliku
verbal pasien berkurang. e. Berikan fasilitas yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi
Kriteria hasil : (buku, pulpen, pensil, dan
1. Mampu perlatan lainnya yang dapat
berkomunikasi digunakan komunikasi dua arah
dengan menunjukkan secara optimal)
ekspresi verbal dan f. Ajarkan menyampaikan
atau non verbal yang informasi dengan bahasa isyarat
bermakna
2. Mampu g. Dorong partisipasi keluarga
mengkoordinasikan dalam proses penyembuhan
gerakan dalam h. Kolaborasi pemberian terapi
menggunakan bahasa wicara
isyarat
3. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan pesan

7 Gangguan pola tidur


q. 1. Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
berhubungan dengan
r. 2. Comfort level
adanya nyeri s. 3. Pain level a. Kaji kebutuhan tidur pasien
t. 4. Rest : Extent and b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
Pattern pasien
u. 5. Sleep : Extent and c. Identifikasi penyebab gangguan
Pattern pola tidur yang dialami pasien
d. Berikan lingkungan yang nyaman
Setelah dilakukan dan kurangi factor penyebabkan
tindakan asuhan gangguan pola tidur
keperawatan selama 3 x e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
24 jam diharapkan waktu tidur terhadap kesehatan
gangguan pola tidur f. Ajarkan teknik relaksasi
berkurang. g. Dorong keluarga pasien untuk
membantu peningkatan kuantitas
Kriteria Hasil : dan kualitas tidur pasien
1. Pasien dapat tidur h. Kolaborasi pemberian obat untuk
dengan tenang mengurangi dampak dari factor
2. Jumlah tidur pasien penyebab yang menimbulkan
sesuai dengan gangguan tidur
kebutuhan pasien (6- i. Kolaborasi pemberian makanan
8 jam/hari) seperti susu

8 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control


berhubungan dengan 2. Knowledge : (Kontrol Infeksi )
efek prosedur invasif Infection control
3. Risk control a. Monitor keadaan luka
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan c. Monitor kadar WBC, granulosit
tindakan asuhan d. Berikan perawatan luka secara
keperawatan selama 3 x berkala dengan teknik yang tepat
24 jam diharapkan risiko e. Berikan lingkungan yang bersih
infeksi klien hilang atau f. Berikan KIE pasien dan keluarga
berkurang. mengenai personal hygiene
(seperti cara mencuci tangan yang
Kriteria hasil : benar) untuk menghindari adanya
1. Tidak tampak adanya factor pemicu infeksi
tanda dan gejala g. Kolaborasi pemberian antibiotic
infeksi
2. Jumlah leukosit
dalam batas normal
3. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
9 Risiko jatuh 1. Trauma risk for 1. Fall prevention
berhubungan dengan 2. Injury risk for a. Identifikasi defisit kognisi atau
efek agen Setelah diberikan fisik pasien
farmakologis asuhan keperawatan b. Identifikasi karakteristik
selama 3 x 24jam lingkungan yang berpotensi
diharapkan tidak ada menyebabkan kejadian jatuh
kejadian jatuh dengan c. Pasang belt pengaman pada tepi
kriteria hasil : tempat tidur dan kunci roda tempat
tidur setelah melakukan mobilisasi
1. Mampu
d. Bantu memenuhi ADLs pasien
mempertahakan
e. Ajarkan pasien dan keluarga
keseimbangan tubuh
pasien menjaga lingkungan yang
2. Tidak terjadi kejadian
aman dan terhindar dari kejadian
jatuh
jatuh
3. Mempunyai
pemahaman dan
perilaku pencegahan
kejadian jatuh
4. Lingkungan aman
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Situasi dan Analisi Penyakit Tiroid. Jakarta:
INFODATIN.

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction

Jogja.

Smeltzer. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tallane, S. T., Monoarfa, A., & Wowiling, P. A. (2016). Profil Struma Non Toksik

pada PAsien di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2014-

Juni 2016. Journal e-Clinic, 50-54.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA,

Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai