Anda di halaman 1dari 20

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

KONSEP PROGRAM PELATIHAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 11

1. ISMA YUNITA SARI (1914301044)

2. DELLA PUSPITA (1914301045)

3. MULYA TRIANISA (1914301046)

4. BELLA ARYANTO HASIBUAN (1914301047)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI SARJANA TERAPAN

SARJANA TERAPAN TINGKAT 3 REGULER 1

T.A 2022
1 KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan. Dalam
penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan yang menunjang. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Makalah ini berasal dari berbagai
sumber. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
teman-teman. Amin..

Bandar Lampung, 15 Januari 2022

Kelompok 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................2
1.1 Latar Belakang................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Konsep dasar pelatihan.........................................................................4
2.2 Peran dan Keterampilan Pelatih dalam Pemberdayaan Masyarakat............18
2.3 Aplikasi Pelatihan dalam Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan.....18

BAB III PENUTUP..............................................................................................20


3.1 Kesimpulan....................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................21


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan peningkatan penguasaan ilmu dan teknologi pada masa sekarang
semakin dirasakan seiring dengan semakin luasnya dan semakin rasionalnya hubungan-
hubungan manusia ddalam tatanan global masyarakat modern. Fenomena ini paling tidak
dapat didekati dan kecendrungan tiga elemen penting, yaitu bahwa: (1) individu-individu
semakin membutuhkan wawasan -wawasan dan penguasaan keterampilan-keterampilan
baru atau tambahan bagi penyesuaian dengan tuntunan dunia kerja, peningkatan karier,
atau aktualisai diri di masyarakat; (2) organisasi-organisasi usaha maupun organisasi sosial
memandang perlu dan mendesak untuk memiliki sumber daya-sumber daya manusia yang
mampu mengembangkan strategi-strategi operasi yang dapat diandalkan dalam iklim
usaha yang semakin kompetetif; dan (3) pemerintah sangat berkepentingan dengan upaya-
upaya memajukan kesejahtraan sosial lewat pengembangan potensi insani pada lingkup
mikro organisasi maupun lingkup makro masyarakat.

Kecendrungan ketiga elemen penting tersebut terpacu oleh iklim dan tatanan global yang
menuntut penyesuaian-penyesuaian yang cepat, tepat, dan rasional pada mekanisme
hubungan-hubungan yang terbuka dan kompetitif, baik pada sektor-sektor domestik
maupun dalam konteks hubungan antar bangsa. Dalam kaitan dengan hal tersebut,
kebutuhan-kebutuhan akan penguasaan ilmu teknologi selama ini memang secara
konvensional telah banyak dipenuhi lewat pendidikan, khususnya pendidikan formal atau
sekolah.

Pendidikan pada masa sekarang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan setiap masyarakat dan bangsa. Pada umumnya diakui bahwa pendidikan
berkontribusi signifikan terhadap kesejahtraan masyarakat dan kemajuan bangsa. Hanya
saja diakui bahwa terdapat perbedaan antar masyarakat dan bangsa dalam hal pemberian
prioritas atau kadar perhatian terhadap pendidikan, yang sampai batas-batas tertentu
mencerminkan tingkat konsistensi para pembuat kebijakan. Namun mengatasi variasi-
variasi yang ada, secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan telah menjadi sektor
yang menentukan. Namun secara subtansial, aktivitas pendidikan pada dasarnya tidak
hanya berupa pendidikan sekolah, atau cukup dengan dan berhendi pada, pendidikan
formal. Mengingat sifat-sifatnya, terutama yang lebih bercorak akademik dan
membutuhkan waktu yang cukup lama, maka pendiddikan sekolah (saja) tidak dapat
memenuhi tuntutan-tuntutan yang bersifat praktis dan mendesak.

Sekolah memiliki persistensinya tersendiri yang bsering lambat merespon perubahan-


perubahan yang terjadi di lingkungannya dan dunia yang lebih luas. Pada hal sebagaimana
dapat disaksikan, perubahan- perubahan yang terjadi, khususnya dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknilogi sering berlangsung sangat cepat. Perubahan-perubahan tersebut
jelas perlu diimbangi secara tepat. Oleh karena itu, dalam masyarakat modern, atau
masyarakat yang dalam orientasi ke arah masyarakat yang lebih maju, pendidikan dalam
artiyang konvensional itu pada dasarnya telah menjadi sesuatu yang standar saja.

Pendidikan formal lebih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan akan penguasaan


pengetahuan dan kemampuan dasar yang memang sangat diperlukan. Sementra untuk
memenuhi kebutuhan akan wawasan-wawasan aktual dan kecakapan-kecakapan praktis,
terutama yang bersifat segera, masyarakat demikian lebih mengandalkan pada mekanisme-
mekanisme pelatihan yang dilaksanakan diluar sekolah.

Berbagai pelatihan memang lebih banyak dilaksanakan dalam masyarakat atau dalam
dunia kerja untuk mengisi kebutuhan-kebutuhan fungsional. Kegiatan-kegiatan pelatihan
ini sangat populer dan mudah dilakukan karena menggunakan prinsip-prinsip dan metode-
metode pendidikan dan pembelajaran pada pendidikan luar sekolah. Meskipun demikian
dalam banyak kasus pula pelaksanaan pelatihan ini tidak jarang dipadukan atau saling
melengkapi dengan pendidikan formal.

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat yang


karena ketidakmampuannya baik karena faktor internal maupun eksternal. Pemberdayaan
diharapkan mampu mengubah tatanan hidup masyarakat kearah yang lebih baik,
sebagaimana cita-cita bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang adil, demokratis,
sejahtera dan maju.

Pemberdayaan masyarakat kini telah menjadi agenda penting pemerintah, terutama


sebagai kelanjutan dari kegagalan konsep pembangunan masa lalu. Tidak hanya
pemerintah, tapi dunia usaha juga memiliki program pemberdayaan masyarakat sebagai
bentuk tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat, (Corporat Social
Responsibility/CSR). Namun hal ini seringkali bertentangan dengan kenyataan dilapangan.
Program pemberdayaan kurang mengena sasaran, karena sering dilakukan secara charity,
ditambah lagi program pemberdayaan malah menguras dan “memperdayai” rakyat.
Sehingga praktek korupsi semakin merajalela, yang kaya semakin berkuasa, yang miskin
semakin tidak berdaya.

Pengentasan kemiskinan hakikatnya adalah mengubah perilaku, yang dimulai dari


mengubah mindset individu dan masyarakat. Pengentasan kemiskinan hanya dapat
dilakukan melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Masyarakat didorong untuk memiliki
kemampuan sesuai potensi dan kebutuhannya untuk berdiri tegak di atas kakinya sendiri,
memiliki daya saing, serta mandiri, melalui berbagai kegiatan pemberdayaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian, Tujuan, Manfaat, Komponen-komponen , Prinsip-prinsip , Metode dan
Manajemen pelatihan?
2. Apa saja Peranan dan keterampilan pelatih dalam pemberdayaan masyarakat?
3. Apa Saja Aplikasi pelatihan dlm pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan?

1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui Pengertian, Tujuan, Manfaat, Komponen-komponen , Prinsip-prinsip ,
Metode dan Manajemen pelatihan?
2. Agar mengetahui Peranan dan keterampilan pelatih dalam pemberdayaan masyarakat?
3. Agar mengetahui Aplikasi pelatihan dlm pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan?
BAB II

PEMBAHASAN

3 2.1 Konsep Dasar Pelatihan

4 2.1.1 Pengertian Pelatihan

Istilah pelatihan merupakan terjemahan dari kata “training” dalam bahasa inggris.
Secara harfiah akar kata “training” adalah “train” yang berarti : 1. memberikan pelajaran
dan praktek (give teaching and practice), 2. menjadikan berkembang dalam arah yang
dikehendaki (cause to grow in a required direction), 3. persiapan (preparation), dan 4.
Praktek (practice). Banyak pengertian pelatihan yang dikemukakan oleh para ahli, antara
lain sebagai berikut.

Edwin B.Flippo (1971) mengemukakan bahwa: “training is the act of increasing the
knoeledge and skill of an employee for doing a particular job” (pelatiah adalah tindakan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seorang pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan tertentu).

Menurut Michael J. Jucius (1972) dalam Mustafa kamil mengemukakan “training is


the act here to indicate any process by which the aptitudes, skill” ( istilah latihan yang
dugunakan disini adalah untuk menunjukan setiap proses untuk mengembangkan bakat,
keterampilan).

Berdasarkan pendapat diatas menunjukkan pelatihan adalah suatu proses untuk


mengembangkan suatu bakat dan keterampilan melalui pemberian materi pelajaran dan
praktek yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan


jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para
peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis
untuk tujuan tertentu”. Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991: 2)
menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan
bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
tertentu.

Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses
memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau
membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus
kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan
tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang.

Pengertian-pengertian di atas mengarahkan kepada penulis untuk menyimpulkan bahwa


yang dimaksud pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada
proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu
untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai
baik di masa yang sekarang ini maupun yang akan datang.

Istilah pelatihan biasa dihubungkan dengan pendidikan. Ini terutama karena secara
konsepsional pelatihan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Meskipun demikian secara
khusus pelatihan dapat dibedakan dari pendidikan.untuk memahami istilah pendidikan,
kriteria yang dikemukakan oleh peters (1996, hal 45) berikut ini mungkin dapat menjadi
acuan. Kriteria tersebut antara lain sebagai berikut :

 Pendidikan meliputi penyebaran hal yang bermanfaat bagi mereka yang terlibat di
dalamnya.
 Pendidikan harus melibatkan pengetahuan dan pemahaman serta sejumlah
perspfektif kognitif.

Pendidikan setidaknya memiliki sejumlah prosedur, dengan asumsi bahwa peserta didik
belum memiliki pengetahuan dan kesiapan belajar secara sukarela.

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Moekijat (1991) mengatakan bahwa tujuan umum pelatihan adalah:


a. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif
b. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara
rasional
c. Untuk mengembangkan sikap, sehingga dapat menimbulkan kemauan untuk bekerja
sama.
Secara khusus dalam kaitandengan pekerjaan, Simamora (1995)
mengelompokkan tujuan pelatihan kedalam lima bidang, yaitu:
a. Memutahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi. Melalui
pelatihan, pelatihan memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif menggunakan
teknologi-teknologi baru.
b. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan.
c. Membantu memecahkan permasalahan operasional.
d. Mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan
e. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi

Sedangkan menurut Marzuki (1992:12), ada tiga tujuan pokok yang harus dicapai
dengan pelatihan, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan organisasi.
b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan
standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dan dalam keadaan yang normal serta
aman.
c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugasnya.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari suatu pelatihan adalah untuk mengembangkan sikap,
pengetahuan dan keahlian seseorang.

5 2.1.3 Komponen Pelatihan

Secara lebih komprehensif, dengan melihat pelatiihan sebagai suatu sistem, Sudjana
mengemukakan komponen-komponen pelatihan sebagi berikut :

a. Masukan sarana (instrument input), yang meliputi keseluruhan sumber danfasilitas


yang menunjang kegiatan belajar. Masukan sarana dalam pelatihan ini mencakup
kurikulum, tujuan pelatihan, sumber belajar, fasilitas belajar, biaya yang dibutuhkan,
dan pengelola pelatihan.

b. Masukan mentah (raw input), yaitu peserta pelatihan dengan berbagai


karakteristiknya, seperti pengetahuan, keterampilan, dan keahlian, jenis kelamin,
pendidikan, kebutuhan belajar, latar belakang sosial budaya, latar belakang ekonomi,
dan kebiasaan belajar.
c. Masukan lingkungan (environment input), yaitu faktor lingkungan yang menunjang
pelaksanaan kegiatan pelatihan, seperti lokasi pelatihan.
d. Proses (process), merupakan kegiatan interaksi edukatif yang terjadi dalam
pelaksanaan kegiatan pelatihan antara sumber belajar dengan warga belajar peserta
pelatihan.
e. Keluaran (out put)yaitu lulusan yang telah mengalami proses pembelajaran
pelatihan.
f. Masukan lain (other input), yaitu daya dukung pelaksanaan pelatihan, seperti
pemasaran, lapangan kerja, informasi, dan situasi sosial-budaya yang berkembang.
g. Pengaruh (impact), yaitu yang berhubungan dengan hasil belajar yang dicapai oleh
peserta pelatihan, yang meliputi peningkatan taraf hidup, kegiatan membelajarkan
orang lain lebih lanjut, dan peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial dan
pembangunan masyarakat.

2.1.4 Prinsip-Prinsip Pelatihan

Karena pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip


pelatihan pun dikembangkan dari prinsip-prinsup pembelajaran. Prinsip umum agar
pelatihan berhasil adalah sebagai berikut:

a. prinsip perbedaan individu

Perbedaan-perbedaan individu dalam latar belakang sosial, pendidikan, pengalaman,


minat, bakat, dan kepribadian harus diperlihatkan dalam menyelenggarakan pelatihan.

b. Prinsip motivasi

Agar peserta pelatihan belajar dengan giat perlu ada motivasi. Motivasi dapat berupa
pekerjaan atau kesempatan kerja atau usaha, penghasilan, kenaikan pangkat atau jabatan,
dan peningkatan kesejahteraan serta kualitas hidup. Dengan begitu, pelatihan dirasakan
bermakna oleh peserta pelatihan.

c. Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih

Efektivitas program pelatihan antara lain bergantung pada para pelatih yang
mempunyai minat dan kemampuan melatih, anggapan bahwa seseorang yang dapat
mengerjakan sesuatu dengan baik akan dapat melatihnya dengan baik pula tidak
sepenuhnya benar, karena itu perlu ada pelatihan bagi para pelatih. Selain itu pemilihan
dan pelatihan para pelatih dapat menjadi motivasi tambahan bagi peserta pelatihan.

d. Prinsip Belajar

Belajar harus dimulai yang mudah menuju yang sulit, atau yang sudah diketahui kepada
yang belum diketahui.

e. Prinsip Partisifasi Aktif

Partisifasi aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan minat dan motivasi
peserta pelatihan
f. Prinsip Fokus Pada Batasan Materi

Pelatihan dilakukan hanya untuk mengusai materi tertentu, yaitu melatih keterampilan dan
tidak dilakukan terhadap pengertian, pemahaman, sikap dan penghargaan

g. Prinsip Diagnosis Dan Koreksi

Pelatihan berfungsi sebagai diognosis melalui usaha yang berulang- ulang mengadakan
koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul.

h. Prinsif Pembagian Waktu

Pelatihan dibagi menjadi kurun waktu yang singkat.

i. Prinsip Keseriusan

Pelatihan jangan dianggap sebagai usaha sambilan yang bisa dilakukan seenaknya.

j. Prinsip Kerjasama

Pelatihan dapat berhasil dengan baik melalui kerja sama yang apik antar semua
komponen yang terlibat dalam pelatihan..

k. Prinsip Metode Pelatihan

Terdapat berbagai metode pelatihan, dan tidak ada satu pun metode pelatihan yang dapat
digunakan untuk semua jenis pelatihan. Untuk itu perlu dicarikan metode pelatihan yang
cocok untuk suatu pelatihan.

l. Prinsip hubungan pelatihan

Dengan pekerjaan dan kehidupan nyata Pekerjaan, jabatan, atau kehidupan nyata dalam
organisasi atau dalam masyarakat dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan,
keterampilan, dan sikap apa yang dibutuhkan, sehingga perlu diselenggarakan pelatihan.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa pelatihan pada dasarnya memiliki
duabelas prinsip yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap Pelatihan itu sendiri, baik
itu dari segi input,proses, output maupun outcome.

2.1.5 Metode Pelatihan


Menurut Sedarmayanti (2016:207-215) terdapat beberapa metode pelatihan,
yaitu sebagai berikut:

1. On The Job Training yaitu Metode pelatihan yang dilaksanakan ditempat


kerja sebenarnya dan dilakukan sambil bekerja. Metode On The Job
Training terdiri dari 2 jenis yaitu Informal On The Job (Dalam metode ini
tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta pelatihan harus
memperhatikan dan mencontoh pekerja lain yang sedang bekerja untuk
kemudian melakukan pekerjaan tersebut sendiri) dan Formal On Teh Job
(Peserta mempunyai pembimbing khusus, biasanya ditunjuk seorang
pekerja senior ahli. Pembimbing khusus tersebut, sambil terus
melaksanakan tugasnya sendiri, diberi tugas tambahan untuk membimbing
peserta pelatihan yang bekerja di tempat kerjannya). On The Job Training
meliputi:
a. Rotation Of Assignment/Job Rotation/Planned Progression (pertukaran
atau rotasi pekerjaan), Tujuan rotasi pekerjaan adalah memperluas latar
belakang peserta dalam bisnis. Karyawan berpindah melalui
serangkaian pekerjaan sepanjang periode enam bulan sampai dua tahun.
b. Coaching and Counselling (bimbingan dan penyuluhan), pelatihan
Dilaksanakan dengan cara peserta harus melaksanakan tugas dengan
dibimbing oleh pejabat senior atau ahli.
c. Apprenticeship Training (magang), Magang dilakukan dengan cara
peserta mengikuti pekerjaan/kegiatan yang dilakukan oleh pemangku
jabatan tertentu, untuk mengetahui bagaimana cara melakukan suatu
kegiatan.
d. Demonstration and Example (demonstarasi dan pemberian contoh),
Pelatih harus memberi contoh/memperagakan cara melakukan
pekerjaan/cara bekerja suatu alat/mesin.
2. Off The Job Training adalah pelatihan yang dilaksanakan ditempat kerja
terpisah/diluar tempat kerja, dan diluar waktu kerja reguler. Off The Job
Training terdiri dari :
a. Simulation (simulasi), Dilakukan dengan cara menggunakan alat/mesin
dalam kondisi lingkungan yang dibuat sama dengan yang sebenarnya.
Alat/mesin maupun kondisi lingkungan merupakan tiruan dari kondisi
kerja sebenarnya. simulasi ini mengacu pada materi yang berupaya
menciptakan lingkungan pengambilan keputusan yang realistik bagi
pelatih. Metode simulasi meliputi :
1) Case Study (studi kasus), Studi kasus adalah penyajian tertulis dan
naratif serangkaian fakta dari permasalahan yang dianalisis dan
dipecahkan oleh peserta pelatihan. Kasus ini digunakan untuk
merangsang topik diskusi, dan dari semua jenis topik, sebagaimana
halnya simulasi kasus dapat sederhana atau rumit.
2) Role Playing (bermain peran), Peserta diminta memainkan peran
tertentu, pada situasi tertentu dalam organisasi tiruan. Diharapkan
peserta memiliki pemahaman sikap dan perilaku tertentu yang harus
diambil dalam kaitannya dengan situasi atau kondisi yang tertentu
pula, melalui pengalihan pengetahuan/pengalaman.
3) Business Game (permainan peran dalam bisnis), Bentuk latihan
simulasi yang dilakukan dalam kelas. Pengorganisasian para
pesertanya dilakukan dengan membagi peserta kedalam beberapa tim
yang bertugas untuk secara kompetitif memecahkan masalah tertentu
dari suatu organisasi tiruan.
4) Vestibule (pelatihan beranda), Metode pelatihan yang digunakan
untuk menggambarkan pelatihan dalam sebuah ruang kelas bagi
pekerjaan semi ahli. Penekanan metode pelatihan ini cenderung pada
belajar dibandingkan produksi, pelatihan ini biasanya dipakai untuk
melatih teller bank, operator mesin, juru ketik dan pekerjaan sejenis.
5) Laboratory Training (pelatihan dengan laboratorium), Metode
pelatihan dengan peralatan laboratorium dilaksanakan dengan cara
peserta dibawa kedalam situasi yang dapat menyaksikan, merasakan,
dan mencoba sendiri tentang suatu kejadian/peran sehingga pelatihan
dapat lebih mantap dan lebih terkesan.
6) Sensitivity Training (pelatihan sensitivitas), Metode pelatihan
sensitivitas adalah Metode pelatihan untuk meningkatkan
sensitivitas antar pribadi dengan menuntut diskusi yang terbuka dan
jujur tentang perasaan, sikap dan perilaku peserta pelatihan.
7) Outbond/Widerness (pelatihan alam terbuka), Metode pelatihan alam
terbuka adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan
program pengembangan manajemen dan eksekutif yang berlangsung
dialam terbuka yang meliputi pendakian gunung, pelayaran, arung
jeram, sepeda gunung dll.
b. Presentation Information (presentasi informasi), meliputi
1) Lecture (kuliah), Kuliah adalah penyajian informasi secara lisan.
Kuliah yaitu ceramah/pidato dari pelatih yang diucapkan secara
ilmiah untuk tujuan pengajaran dan kuliah merupakan pelatihan
paling umum.
2) Conference (konferensi/seminar), Koferensi dilakukan secara
berkelompok, berisi diskusi yang diawasi oleh evaluator. Setelah
diskusi selesai, evaluator menilai dan mengukur keseluruhan diskusi
yang telah dilakukan peserta.
3) Programmmed Instruction (instruksi terprogram), instruksi
terprogram adalah presentasi informasi yang sudah menggunakan
pola terprogram/tertentu.
2.1.6 Manajemen Pelatihan

Pelatihan memang perlu diorganisasikan biasanya lebih dikenal dengan panitia pelatihan.
Badan-badan pendidikan dan pelatihan, lembaga- lembaga kursus dan panitia-panitia yang
dibentuk secara insidental, pada dasarnya adalah organizer pelatihan. Secara manajerial,
fungsi- fungsi pelatihan adalah merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelatihan.
Sementara secara operasional, tugas-tugas pokok organizer pelatihan meliputi hal-hal
berikut :

 mengurusi kebutuhan pelatihan pada umumnya


 mengembangkan kebijakan dan prosedur pelatihan
 mengelola anggaran pelatihan
 mengembangkan dan menerapkan administrasi pelatihan
 meneliti metode-metode pelatihan yang sesuai untuk diterapkan
 mempersiapkan materi, peralatan dan fasilitas pelatihan
 menganalisis dan memperbaiki sistem pelatihan

Sudjana (1996) mengembangkan sepuluh langkah pengelolaan pelatihan sebagai berikut :

a) Rekrutmen peserta pelatihan

Dalam rekritmen biasanya penyelenggara memiliki syarat-syarat yang telah ditetapkandan


harus dipenuhi oleh peserta pelatihan. Biasanya dapat berupa faktor internal (kebutuhan,
minat, pengalaman dan pendidikan) dan faktor eksternal (keluarga, status sosial,
pergaulan dan status ekonomi)

b) Identifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar dan kemungkinan hambatan


Identifikasi kebutuhan belajar adalah keiatan mencari, menemukan, mencatat dan
mengelola data tentang kebutuhan belajar yang ingin atau diharapkan oleh peserta
pelatihan.

c) Menentukan dan merumuskan tujuan pelatihan

Tujuan pelatihan yang dirumuskan akan menentukan penyelenggaraan pelatihan dari awal
sampai akhir kegiatan, dari pembuatan rencana pembelajaran samapai evaluasi hasil
belajar.

a) Menyusun alat evaluasi awal dan evaluasi akhir

Evaluasi awal dimaksudkan untuk mengetahui ”entry behavioral level” peserta pelatihan.
Evaluasi akhir dimaksudkan untuk mengukur tingkat penerimaan materi oleh peserta
pelatihan

b) Menyusun urutan kegiatan pelatihan

Pada tahap ini penyelenggara pelatihan menentukan bahan belajar, memilih dan
menentukan metode dan teknik pembelajaran, serta menentukan media yang akan
digunakan. Dalam menyusun urutan kegiatan ini faktor-faktor yang harus diperhatikan
antara lain :

 Peserta pelatihan
 Sumber belajar (instruktur)
 Waktu
 Fasilitas yang tersedia
 Bentuk pelatihan
 Bahan pelatihan
c) Pelatihan untuk pelatih

Pelatih harus mengalami program pelatihan secara menyeluruh. Urutan kegiatan, ruang
lingkup, materi pelatihan, metode yang digunakan dan media yang hendak dipakai.

d) Melaksanakan evaluasi bagi peserta

Evaluasi awal biasanya melakukan pre test secara lisan maupun tulisan

e) Mengimplementasikan pelatihan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pelatihan, yaitu proses interaksi edukatif antara
sumber belajar dan warga belajar dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

f) Evaluasi akhir

Tahap ini dulakukan untuk mengetahui keberhasilan belajar

g) Evaluasi program pelatihan

Evalusi program pelatihan merupakan kegiatan untuk menilai seluruh kegiatan pelatihan
dari awal sampai akhir dan hasilnya menjadi masukan bagi pengembangan pelatihan
selanjutnya.

Dari teori dan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen pelatihan
merupakan sebagai organizer dalam pengelolaan dan pelaksanaan pelatihan, dalam
pengelolaan pelatihan ada sepuluh hal yang harus diperhatikan, sesuai dengan yang
dijelaskan diatas.
2.2 Peran dan Keterampilan Pelatih dalam Pemberdayaan Masyarakat

Peran petugas kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat adalah :

1. Memfasilitasi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan maupun program-program


pemberdayaan masyarakat meliputi pertemuan dan pengorganisasian masyarakat.
2. Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan
kegiatan pemberdayaan agar masyarakat mau berkontribusi terhadap program tersebut
3. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat dengan
melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat vokasional.

Dari pengamatan pada masyarakat selama ini beberapa wujud peran serta masyarakat dalam
pembangunan kesehatan pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya.
Bentuk-bentuk tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sumber daya manusia

Setiap insan dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat. Wujud insan yang
menunjukkan peran serta masyarakat dibidang kesehatan antara lain sebagai berikut :

1. Pemimpin masyarakat yang berwawasan kesehatan


2. Tokoh masyarakat yang berwawasan kesehatan, baik tokoh agama, politisi,
cendikiawan, artis/seniman, budayaan, pelawak, dan lain-lain
3. Kader kesehatan, yang sekarang banyak sekali ragamnya misalnya: kader posyandu,
kader lansia, kader kesehatan lingkungan, kader kesehatan gigi, kader KB, dokter
kecil, saka bakti husada, santri husada, taruna husada, dan lain-lain.
4. Institusi/lembaga/organisasi masyarakat

2.3 Aplikasi Pelatihan dalam Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan


Bentuk lain peran serta masyarakat adalah semua jenis institusi, lembaga atau
kelompok kegiatan masyarakat yang mempunyai aktivitas dibidang kesehatan. Beberapa
contoh aplikasi pelatihan dalam pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan adalah
sebagai berikut :

1.)  Pos pelayanan terpadu (posyandu)


2.)  Pos obat desa (POD)

3.) Pos upaya kesehatan kerja (Pos UKK)

4.) Pos kesehatan di Pondok Pesantren (poskestren)

5.) Pemberantasan penyakit menular dengan pendekatan PKMD (P2M-PKMD)

6.)  Penyehatan lingkungan pemungkitan dengan pendekatan PKMD (PLp-PKMD) sering


disebut dengan desa percontohan kesehatan lingkungan (DPKL)

7.)  Suka Bakti Husada (SBH)

8.)  Tanaman obat keluarga (TOGA)

9.) Bina keluarga balita (BKB)

10.) Pondok bersalin desa (Polindes)

11.) Pos pembinaan terpadu lanjut usia (Posbindu Lansia/Posyandu Lansia)

12.) Pemantau dan stimulasi perkembangan balita (PSPB)

13.) Keluarga mandiri


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

 Pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses
pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu
meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam
organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai baik di masa yang
sekarang ini maupun yang akan datang.
 Tujuan dari suatu pelatihan adalah untuk mengembangkan sikap,
pengetahuan dan keahlian seseorang.
 Pelatihan pada dasarnya memiliki duabelas prinsip yang saling berkaitan dan
berpengaruh terhadap Pelatihan itu sendiri, baik itu dari segi input,proses,
output maupun outcome.
 Untuk menjaga dan mengukuhkan eksistensi pelatihan maka dibutuhkan
sekurang-kurangnya lima landasan pelatihan, dan hal tersebut satu landasan
dengan landasan yang lainnya saling berhubungan dan berkaitan, semuanya
memiliki peranan yang sangat penting terhadap berhasil atau tidaknya
pelatihan tersebut.
 Manajemen pelatihan merupakan sebagai organizer dalam pengelolaan dan
pelaksanaan pelatihan, dalam pengelolaan pelatihan ada sepuluh hal yang
harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

http://denawanto.blogspot.co.id/2016/11/konsep-dasar-
pelatihan.html#ixzz4fzWlM68C
Kamil, Mustafa. 2010. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi).
Bandung : Alfabeta

Moekijat. 1990. Pengembangan dan Motivasi, Bandung : Pionir Jaya. Nawawi, H,


(1997). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Gajah Mada Universitas
Press.

Sumantri, S. 2000. Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Bandung, Fakultas Psikologi Unpad.

Anda mungkin juga menyukai