Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN DX ULKUS PEDIS DEXTRA

1. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Ulkus kaki diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufiensi dan
neuropati. Berdasarkan WHO dan international working group on the diabetic
foo, ulkus diabetikum adalah keadaan adanya ulkus, infeksi, dan atau
kerusakan jaringan yang berhubungan dengan kelainan neurologi dan penyakit
pembuluh darah perifer pada ekstremitas bawah.
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka yang terjadi pada kaki penderita DM
yang disebabkan oleh tekanan berulang pada kaki dan disertai dengan adanya
neuropati perifer, kelainan bentuk kaki serta perkembangan infeksi yang
sering mempersulit penyembuhan akibat berkurangnya sirkulasi arteri.

B. Etiologi
Kejadian ulkus diabetikum pada pasien dapat disebabkan oleh :
a. Neuropati perifer
Neuropati merupakan sebuah penyakit yang mempengaruhi saraf serta
menyebabkan gangguan sensasi, gerakan, dan aspek kesehatan lainnya
tergantung pada saraf yang terkena. Neuropati sensorik menyebabkan
saraf sensorik pada ekstremitas mengalami kerusakan dan cedera
berulang yang mengakibatkan gangguan integritas kulit sehingga
menjadi pintu masuk invasi mikroba. Hal ini dapat menjadi pemicu
luka yang tidak sembuh dan membentuk ulkus kronis. Kehilangan
sensasi atau rasa kebas sering kali meyebabkan trauma atau lesi yang
terjadi tidak di ketahui. Neuropati otonom menyebabkan penurunan
fungsi kelenjar keringat dan sebaceous di kaki sehingga kulit kaki
menjadi kering serta mudah terbentuk fisura. Kaki kehilangan
kemampuan pelembab alami dan kulit menjadi lebih rentan rusak dan
berkembangnya infeksi.
b. PAD (Peripheral Artery Disease)
Penyakit arteri perifer atau Peripheral Artery Disease (PAD) adalah
penyakit pada ekstremitas bawah karena terjadinya penyumbatan arteri
yang disebakan oleh atherosklerosis. Penyumbatan pada arteri besar
dan menengah, seperti pembuluh femoropopliteal dan aortoiliaka
menyebabkan iskemia akut atau kronis pada otot. Perfusi arteri yang
menurun mengakibatkan aliran darah yang tidak lancar sehingga dapat
menyebabkan pasien berisiko mengalami ulkus, penyembuhan luka
yang buruk dan ulkus berkembang menjadi gangren.
c. Kelainan bentuk kaki
Kelainan bentuk kaki disebabkan oleh neuropati diabetes sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan kulit saat berjalan. Pasien dengan
kelainan bentuk kaki juga harus memperhatikan alas kaki yang
digunakan dan disesuaikan dengan bentuk kaki untuk mencegah
terjadinya ulserasi.
d. Imunopati
Infeksi pada luka dapat mudah terjadi karena sistem kekebalan atau
imunitas pada pasien DM mengalami gangguan (compromise).
Gangguan pertahanan tubuh yang terjadi akibat dari hiperglikemia
yaitu kerusakan fungsi leukosit dan perubahan morfologi makrofag.
Selain menurunkan fungsi dari sel-sel polimorfonuklear, gula darah
yang tinggi merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Penurunan kemotaksis faktor pertumbuhan dan sitokin, ditambah
dengan kelebihan metaloproteinase, menghambat penyembuhan luka
normal dengan menciptakan keadaan inflamasi yang berkepanjangan.
e. Trauma
Trauma yang kecil atau trauma yang berulang, seperti pemakaian alas
kaki yang sempit, terbentur benda keras, atau pecah-pecah pada daerah
tumit disertai tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
ulserasi pada kaki.
f. Infeksi
Bakteri yang dominan pada infeksi kaki adalah aerobik gram positif
kokus seperti Staphycocus aureus dan β-hemolytic streptococci. Ulkus
ringan pada kaki apabila tidak ditangani dengan benar dapat dengan
mudah berubah menjadi osteitis/osteomyelitis dan gangrene. Kadar
gula darah yang buruk, disfungsi imunologi dengan gangguan aktivitas
leukosit dan fungsi komplemen mengakibatkan perkembangan infeksi
jaringan yang invasif.

C. Patofisiologi/Pathway

D. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ulkus diabetikum dapat dilihat dari :
a. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, poplitea, kaki menjadi
atrofi, kaku, sering kesemutan, dingin, kuku menjadi tebal dan kulit kering.
b. Eksudat, yaitu adanya eksudat atau cairan pada luka sebagai tempat
berkembangnya bakteri
c. Edema, di sekitar kulit yang mengalami ulkus diabetikum sebagian besar
akan terjadi edema kurang dari 2 cm, berwarna merah muda, dan inflamasi
minimal. Edema pada ulkus diabetikum terdiri dari edema minimal yaitu
sekitar 2 cm, sedang (semua kaki), berat (kaki dan tungkai).
d. Inflamasi. Inflamasi yang terjadi dapat berupa inflamasi ringan , sedang,
berat atau tanpa inflamasi. Warna : merah muda, eritema, pucat, gelap.
e. Nyeri, Nyeri kaki saat istirahat, kepekaan atau nyeri sebagian besar tidak
lagi terasa atau kadang-kadang dan tanpa maserasi atau kurang dari 25%
dan maserasi : tanpa maserasi atau 25 %, 26 – 50 %, > 50 %.

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah : darah arteri/kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi
5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
b. Glukosa urin : 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah >160-
180% maka sekresi dalam urin akan naik secara eksponesial.
c. HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin
yang berikatan dengan glukosa di dalam darah.
d. Benda keton dalam urine : bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksiburat menjadi aseton.
e. Pemeriksaan lai: fungsi ginjal (ureum, creatinin), lemak darah (kolestrol,
HDL,LDL,Trigleserid), fungsi hati, antibody anti sel insula langerhans.

F. Penatalaksanaan Medis
Dalam pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011 dititik
beratkan pada 5 pilar penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Edukasi
Tujuan pemberian edukasi adalah mendukkung usaha pasien DM untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali
masalah komplikasi yang timbul secara dini, meliputi pemantauan glukosa
darah, perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat, berhenti merokok,
meningkatkan aktifitas fisik, mengurangi asupan kalori dan diet tinggi
lemak.

b. Terapi gizi medis


Prinsip pengaturan makanan pada penderita DM yaitu dengan makanan
yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu,
dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu kurang lebih 30 menit
seperti jalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Selain untuk mnejaga
kebugaran tubuh juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan
sensitifitas insulin.
d. Intervensi farmakologi
Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Penyuntikan
insulin dilakukan1-4 kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar
glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Dosis insulin
ditentukan oleh kadar glukosa darah. Kebanyakan penyakit DM tipe I harus
ditangani dengan suntikan MDI (3-4 suntikan perhari)/ infuse insulin
kontinyu secara subcutan. Dan harus diajari bagaimana mencocokkan dosis
insulin setelah makan karbohidrat. Glukosa darah sebelum makan dan
aktivitas. Metformin adalah agen farmakologi awal yang efektif untuk DM
tipe II, bila tidak ada kontraindikasi dan toleransi dan jika monoterapi non
insulin pada dosis makssimum tidak mencapai toleransi atau
mempertahankan target lebih dari 3 bulan, maka dapat ditambahkan agen
kedua yaitu GLP-1 agonis reseptor atau insulin. Penatalaksanaan terhadap
pencegahan komplikasi DM juga bisa dilakukan dengan intervensi non
farmakologis berupa rendam kaki air hangat atau yang sering disebut juga
dengan hydrotherapy. Air hangat mempunyai dampak positif bagi
pembuluh darah dan memicu saraf yang ada pada telapak kaki untuk
bekerja sehingga membuat sirkulasi darah mnejadi lancer.
e. Monitoring kadar glukosa
Monitoring glukosa pada penderita DM dilakukan dengan pemeriksaan
glukosa puasa, glukosa 2 jam setelah makan untuk monitoring 2 jenis
pemeriksaan dilakuka setiap bulan sedangkan untuk kadar glukosa HB A1C
dilakukan setiap 3 bulan sekali.

G. Referensi
1) Hendra,M.,Nugraha,S.,Wahyuni,N.,Ayu,P.,&Saraswati,S.(2019).
Neumuscular Facilitation Pada Ulkus Diabetikum The Effectiveness Of
Low Power Laser Therapy And Proprioceptive Neumuscular Facilitation
On Grade 2 Diabetic Foot Ulcers. 43-50
2) Bandyk, D.F. (2018). The Diabetic Foot: Pathophysiology, Evaluation And
Treatment. Seminars In Vascular Surgery, 31()2-4), 43-48.
3) Perezfavila, A.,Martinez-fiero, M.L., Rodriguez-lazalde, (2019). Current
Therapeutic Strategies In Diabetic Foot Ulcers.1-21

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


I. Nyeri Akut (D.0077)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Gejala Dan Tanda Mayor
Subjektif :
1. Mengeluh nyeri
 0 : tidak ada nyeri
 1-3: nyeri ringan
 4-6 : nyeri sedang
 7-9 : nyeri berat
 10 : sangat nyeri

Objektif :
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
Denyut normal pada orang dewasa berkisar 60 hingga 100 x/menit.
Dikatakan bradikardi jika denyut nadi lambat kurang dari 60x/menit
dan dikatakan takikardi jika denyut nadi melebihi 100x/menit.
5. Sulit tidur

Gejala Dan Tanda Minor


Subjektif :
Tidak tersedia

Objektif :
1. Tekanan darah meningkat
 Hipotensi : sistolik <90 atau diastolic <60
 Normal : sistolik 90-120 dan diastolic 60-79
 Prahipertensi : sistolik 121-139 atau diastolic 80-89
 Hipertensi tahap 1 : sistolik 140-159 atau diastolic 90-99
 Hipertensi tahap 2 : sistolik 160-179 atau diastolic 100-119
 Krisis hipertensif : sistolik >180 atau diastolic >120
 Sistolik : tekanan darah pada saat jantung memompa darah atau
saat berkontraksi
 Diastolikk : tekanan darah pada saat jantung relaksasi
2. Pola nafas berubah
Frekuensi pernafasan rata-rata normal pada :
 Bayi baru lahir : 35-40x/menit
 Bayi (6 bulan) : 30-50x/menit
 Todler/balita : 25-32x/menit
 Anak-anak : 30-20x/menit
 Remaja : 16-19x/menit
 Dewasa : 12-20 x/menit
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
Diaphoresis adalah kondisi yang terjadi ketika seseorang merasakan
kedinginan pada tubuh saat berkeringat secara tidak normal

II. Risiko Infeksi (D.0142)


Kategori : lingkungan
Subkategori : keamanan dan proteksi
Factor Risiko :
1. Penyakit kronis (misalnya diabetes melitus)
Penyakit kronis adalah suatu penyakit yang diderita dalam kurun
waktu lama, yaitu sekitar > 6 bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Seperti diabetes mellitus, stroke, hipertensi dll.
2. Efek prosedur invasif
Prosedur invasive adalah tindakan medis yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jarngan tubuh pasien. Seperti pemasangan
kateter, pemberian injeksi, pemasangan infus dll.
3. Malnutrisi
Kondisi ketika asupan nutrisi tidak sesuai dengan kebutuhan harian
tubuh baik kekurangan/kelebihan makro karbohidrat,protein,dan
lemak)/mikronutrien(vitamin dan mineral)
4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
 Gangguan peristaltik
Peristaltic normal adalah 4-12x/menit
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi pH
 Penurunan kerja siliaris
 Ketuban pecah lama
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Merokok
 Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
 Penurunan hemoglobin
Hemoglobin normal sesuai dengan usia :
1) Bayi baru lahir : 16-23 g/dL
2) Anak-anak : 10-14 g/dL
3) Laki dewasa : 13-17 g/dL
4) Wanita dewasa tidak hamil : 12-16 g/dL
5) Wanita dewasa yang hamil : 11-13 g/dL
 Imununosupresi
Berkurangnya kapasitas system kekebalan tubuh untuk merespon
antigen asing secara efektif termasuk antigen permukaan pada sel
tumor.
 Leukopenia
Rendahnya jumlah total sel darah putih/leukosit. Nilai normal sel
darah putih adalah 5000-10.000 per millimeter kubik.
 Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat

Kondisi Klinis Terkait :


1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruktif kronis
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi penggunaan terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban pecah sebelum waktunya
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati

III. Gangguan Integritas Jaringan (D.0129)


Kategori : lingkungan
Subkategori : keamanan dan proteksi
Gejala Dan Tanda Mayor
Subjektif :
Tidak tersedia

Objektif :
1. Kerusakan jaringan dan/lapisan kulit

Gejala Dan Tanda Minor


Subjektif :
Tidak tersedia

Objektif :
1. Nyeri
 0 : tidak ada nyeri
 1-3: nyeri ringan
 4-6 : nyeri sedang
 7-9 : nyeri berat
 10 : sangat nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Penumpukan darah abnormal di luar pembuluh darah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisiologis
(Inflamasi)
2. Risiko Infeksi Berhubungan Dengan Penyakit Kronis Diabetes
Mellitus
3. Gangguan Integritas Jaringan Berhubungan Dengan Neuropati Perifer

PERENCANAAN (SLKI)
1. Nyeri Akut (D.0077)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tingkat nyeri
menurun dan status kenyamanan meningkat dengan kriteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Tekanan darah membaik
 Nafsu makan membaik
 Kesejahteraan psikologi meningkat
 Rileks meningkat
 Keluhan tidak nyaman menurun
 Gelisah menurun
2. Risiko Infeksi (D.0142)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tingkat infeksi
menurun dengan kriteria hasil :
 Demam menurun
 Kemerahan menurun
 Nyeri menurun
 Bengkak menurun
3. Gangguan Integritas Jaringan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan integritas kulit
dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil :
 Kerusakan jaringan menurun
 Kerusakan lapisan kulit menurun
 Nyeri menurun
 Kemerahan menurun
 Hematoma menurun
 Nekrosis menurun

RENCANA TINDAKAN (SIKI)


1. Nyeri Akut (D.0077)
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakterisik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
d) Berikan teknik non-farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
e) Fasilitasi istirahat dan tidur
f) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
g) Jelasskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
h) Jelaskan strategi meredakan nyeri
i) Ajarkan teknik non-farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
j) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu

2. Risiko Infeksi (D.0142)


Observasi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Terapeutik
b) Batasi jumlah pengunjung
c) Berikan perawatan kulit pada area edema
d) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi
e) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
f) Ajarkan cuci tangan dengan benar
g) Ajarkan cara memriksa kondisi luka atau luka operasi

3. Gangguan Intregasi Jaringan (D.0129)


Observasi
a) Monitor karakterisik luka (misalnya drainase, warna, ukuran, bau)
b) Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
c) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
d) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
e) Bersihkan jaringan nekrotik
f) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
g) Pasang balutan sesuai jenis luka
h) Ganti balutan sesuai eksudat dan drainase
i) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
Edukasi
j) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
k) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
l) Kolaborasi prosedur debridement (misalnya enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu
m) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia.

Hendra,M.,Nugraha,S.,Wahyuni,N.,Ayu,P.,&Saraswati,S.(2019). Neumuscular Facilitation


Pada Ulkus Diabetikum The Effectiveness Of Low Power Laser Therapy And Proprioceptive
Neumuscular Facilitation On Grade 2 Diabetic Foot Ulcers. 43-50

Bandyk, D.F. (2018). The Diabetic Foot: Pathophysiology, Evaluation And Treatment.
Seminars In Vascular Surgery, 31()2-4), 43-48.

Perezfavila, A.,Martinez-fiero, M.L., Rodriguez-lazalde, (2019). Current Therapeutic


Strategies In Diabetic Foot Ulcers.1-21

Anda mungkin juga menyukai