Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI NEUROPATI

DISUSUN OLEH:
RISHA RISNA DEWI
PO.62.20.1.17.344

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
KELAS REGULER ANGKATAN IV SEMESTER VIII
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

A. Pengertian
Neuropati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur dari saraf tepi. Kondisi ini umumnya disebut sebagai
neuropati perifer yang diakibatkan oleh kerusakan akson saraf. Neuropati
biasanya menyebabkan nyeri dan mati rasa di tangan dan kaki. Hal ini dapat
disebabkan oleh luka trauma, infeksi, gangguan metabolisme, pembedahan,
dan paparan racun. Salah satu penyebab paling umum dari neuropati adalah
diabetes. Kondisi neuropati dapat mengganggu mobilitas penderitanya. Pada
neuropati karena usia, apabila tidak diterapi dengan benar dapat menjadi berat
sehingga berpotensi menimbulkan komplikasi-komplikasi lain. Pada pasien
diabetes, resiko terjadinya neuropati semakin bertambah besar, sejalan dengan
bertambahnya usia dan lama penyakit diabetes yang diderita.
B. Etiologi
Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf.
Pada beberapa kasus, penyebab terjadinya neuropati tidak dapat diketahui.
Neuropati dapat diakibatkan oleh penyakit, tekanan pada sistem saraf, laserasi,
terpapar racun, defisiensi vitamin B, alkoholisme disertai kekurangan nutrisi,
inflamasi, pada beberapa kasus neuropati banyak mengenai orang diatas usia
60 tahun. Vitamin B berfungsi menjaga dan menormalkan fungsi saraf. Asupan
vitamin B akan memperbaiki gangguan metabolisme sel saraf, dan
memberikan asupan yang dibutuhkan supaya saraf dapat bekerja dengan baik.
Penyebab atau etiologi neuropati yang paling sering adalah penderita diabetes.
Penyakit diabetes mempunyai resiko untuk terjadinya kerusakan saraf perifer.
Secara nyata, sebagian dari penderita diabetes mempunyai beberapa macam
neuropati. Resiko meningkat selama penderita menderita diabetes dan resiko
paling tinggi pada penderita yang menderita penyakit tersebut lebih dari 25
tahun. Bahkan resiko bertambah bila penderita berumur lebih dari 40 tahun
atau kesulitan dalam mengontrol kadar gula darah. Meskipun peneliti tidak
memahami secara tepat bagaimana terjadinya kerusakan tersebut. Kadar gula
darah yang tinggi dapat merusak kemampuan saraf untuk mengirim sinyal.
Penderita dapat menurunkan resiko tersebut bila mengikuti anjuran medis
untuk mempertahankan kadar gula darah senormal mungkin.
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari kelainan
yang mendasarinya. Luka neuropati bisa diakibatkan oleh berbagai faktor
seperti faktor usia, diabetes, alkoholisme, defisiesi nutrisi, infeksi, keganasan
maupun kelainan autoimun, dapat mempengaruhi kualitas fungsional saraf.
Sebagai contoh luka neuropati yang diakibatkan oleh penyakit diabetes melitus
mempunyai banyak faktor yang berperan dalam terbentuknya kaki diabetik.
Penderita diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada
pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol. Di samping itu, dari kasus
ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat
munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri
patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Neuropati diabetik dapat menyebabkan
insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan
dingin. Penderita diabetes dengan neuropati dapat berkembang menjadi luka,
parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya
insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat
terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Faktor-
faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh respon
mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma; jenis, besar dan lamanya
trauma; peranan jaringan lunak kaki. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan
neuropati somatik, insufisiensi vaskuler serta infeksi. Penderita kaki diabetik
yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak
dirasakan oleh penderita akibat neuropati. Klasifikasi neuropati pada kaki
diabetik, yaitu: 1. Neuropati motorik Kerusakan saraf motorik akan
menyebabkan atropi otot - otot instrinsik yang menimbulkan kelemahan pada
kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis
hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atropi otot dan
keterbatasan gerak sendi menyebabkan perobahan keseimbangan di sendi
kaki, perubahan cara berjalan dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak
kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal. Seiring
dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi
infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2. Neuropati
sensorik Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang di terima menimbulkan reflek untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang
menyakitkan dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impul akan diteruskan ke otak dan di
sini sinyal di olah dan kemudian respon di kirim melalui saraf motorik. Pada
penderita Diabetes Melitus yang telah mengalami neuropati perifer saraf
sensorik (karena gangguan pengantaran impul), pasien tidak merasakan dan
tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan
adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui
setelah timbul infeksi, nekrosis atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat
membahayakan keselamatan pasien. 3. Neuropati otonom Pada kaki diabetik
gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat kerusakan saraf
simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah,
produksi keringat berkurang atau tidak ada atau hilangnya tonus vasomotor.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada
tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi serta jadi
kering dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi dan selanjutnya timbul
selulitis, ulkus ataupun ganggren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arterio venosa hingga terjadi penurunan nutrisi
jaringan yang berakibat pada perobahan komposisi, fungsi dan sifat
viskoelastisitas hingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus.

D. Tanda dan Gejala


Gejala klinis awal neuropati banyak dirasakan pada ujung organ gerak,
seperti jari tangan dan bagian kaki yang merupakan ujung dari saraf tepi.
Gejala neuropati beragam, mulai ringan hingga berat:
1. Nyeri seperti terbakar di tangan dan kaki
2. Rasa baal (mati rasa)
3. Kram
4. Kaku otot
5. Kesemutan
6. Kelemahan tubuh dan anggota gerak
7. Atrofi otot
Penderita Diabetes Mellitus secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri
radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis,
pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot
ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari
martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya
demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot.
E. Pemeriksaan penunjang
1. X-Ray
Penggunaan X-Ray adalah untuk mengetahui benda asing dalam jaringan
yang umum pada ulkus diabetik, menentukan diagnosis pada Charcot
Foot, tidak dapat digunakan untuk menunjukkan osteomielitis akut.

2. Thermoscan Mengukur perbedaan suhu kedua kaki, hanya tersedia di klinik-


klinik tertentu.

3. Bone Scan Penggunaan scan tulang untuk mengetahui osteomielitis,


mengetahui level perkembangan dari Charcot Foot.

4. Doppler dan angiografi Penderita dengan luka pada kaki bagian bawah
harus melalui tes Doppler atau angiografi untuk mengetahui penyakit
pembuluh darah kapiler. Kadar kreatinin tinggi harus dinilai untuk fungsi
ginjal sebelum dilakukan angiografi karena angiografi dapat mengidentifikasi
gagal ginjal.
5. Pemeriksaan hemoglobin glikolisasi Pemeriksaan glukosa darah reguler
untuk mengukur jumlah hemoglobin glikolisasi dalam darah dan
memberikan indikasi bagaimana cara perawatan diabetes yang baik secara
kontinyu.

6. Monofilamen Penggunaan monofilamen untuk menilai sensasi pada daerah


sekitar luka. Pasien juga dapat diajarkan penggunaan monofilamen secara
mandiri untuk deteksi dini.

7. Kultur Luka

F. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan luka neuropati (misalnya kaki diabetik) dilakukan secara
komprehensif melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid,
menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar
selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan
tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.
1. Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting
pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya
pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan
sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus,
fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan
debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau
pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan
dalam tindakan debridemen, yaitu - debridemen mekanik, enzimatik,
autolitik, biologik, debridement bedah. - Debridemen mekanik dilakukan
menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya,
dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. - Debridemen secara
enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada
permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein.
Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis
debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.
2. Mengurangi beban tekanan (off loading) Pada saat seseorang berjalan maka
kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita DM yang mengalami
neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi
sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang
digunakan. Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak
mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi
atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading
berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus.
Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan
saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast
walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.Total contact cast
merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode
yang lain.
3. Teknik dressing pada luka diabetikum Tehnik dressing pada luka diabetes
yang terkini menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar
luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila
eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting
dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe
ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar
dan biaya.
4. Pengendalian infeksi Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur
kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia
antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang
terinfeksi. Ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di
fokuskan pada patogen gram positif. ulkus terinfeksi yang berat (limb or life
threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri
gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi.
Antibiotik untuk infeksi berat diberikan antibiotik seperti ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime
+ clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Pada infeksi berat pemberian
antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila ulkus disertai
osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh.
Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus
dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui
parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto
radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih
pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2
minggu.
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka,
penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit neuropati, DM atau penyakit– penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita penyakit neuropati, DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan
emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita .
g. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda–tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah,
gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
7) Sistem urinari
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia,
letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi, ata
neuropati.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen cidera (biologis, zat kimia, fisik,
psikologis).
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka/gangren.
3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan keperawatan Rencana Tindakan Rasional


keperawatan
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan Observasi 1. Untuk mengidentifikasi
dengan agen cidera tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,inte
(biologis, zat kimia, diharapkan masalah nyeri lokasi,karakteristik,durasi,fr nsitas nyeri.
fisik, psikologis). dapat diatasi dengan ekuensi,kualitas,intensitas 2. Untuk mengidentifikasi respons nyeri nonverbal
kriteria hasil: nyeri. 3. Untuk mengidentifikasi faktor yang
- Nyeri berkurang 2. Identifikasi respons nyeri memperberat dan memperingan nyeri
- Klien merasa lebih nonverbal
rileks dan nyaman 3. Identifikasi faktor yang 1. Agar mengurangi nyeri klien
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik 1. Agar dapat mengotrol kadar glukosa darah
nonfarmakologis untuk 2. Untuk meningkatkan kualitas hidup
mengurangi rasa nyeri 3. Agar klien mengetahui cara pengelolaan
2. Kontrol lingkungan yang diabetes
memperberat rasa nyeri
(mis.suhu 1. Untuk mengurangi nyeri
ruangan,pencahayaan,kebi
singan)
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
analgetik yang tepat
2. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri.

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Observasi 1. Untuk mengetahui apakah ada nyeri atau
fisik tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya nyeri keluhan fisik lainnya pada klien
selama ...x diharapkan atau keluhan fisik lainnya 2. Untuk memonitor frekuensi jantung dan
gangguan mobilitas fisik 2. Monitor frekuensi jantung tekanan darah klien
pada klien dapat teratasi, dan tekanan darah
dengan kriteria hasil : sebelum memulai 1. Agar memudahkan klien dalam proses
1. Kemudahan ambulasi ambulasi
melakukan aktivitas Terapeutik 2. Agar keluarga mampu membantu klien untuk
sehari hari 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi melakukan ambulasi
meningkat dengan alat bantu
2. Perasaan lemah (mis.kruk) Edukasi
yang dirasakan 2. Libatkan keluarga untuk 1. Agar klien tau tujuan dan prosedur ambulasi
klien menurun membantu pasien dalam 2. Agar klien terbiasa melakukan ambulasi sejak
meningkatkan ambulasi dini
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
Daftar Pustaka

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai