Anda di halaman 1dari 8

Pendekatan Klinis pada Pasien dengan Benjolan di Leher Bagian Depan

Jevon Belva Nirahua


NIM: 102017071
Kelompok C2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara nomor 6, Jakarta Barat.
jevon.2017fk071@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Struma atau goiter merupakan suatu pembengkakan pada leher yang disebabkan oleh
pembesaran kelenjar tiroid. Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam
pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan
TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan
tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tiroid makin lama
makin bertambah besar. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia.

Kata kunci : Struma, TSH, pembesaran leher

Abstract

Goiter is a swelling of the neck caused by an enlarged thyroid gland. Struma occurs due to lack
of iodine which can inhibit the formation of thyroid hormones by the thyroid gland so that there
is also an inhibition in the formation of TSH by the anterior pituitary. This allows the pituitary to
secrete excessive amounts of TSH. TSH then causes thyroid cells to secrete large amounts of
thyroglobulin (solid) into the follicle, and the thyroid gland gets bigger and bigger. The goiter
can point inward, pushing the trachea, esophagus and vocal cords so that breathing and
dysphagia are difficult.

Keywords : Goiter, TSH, neck enlargement

1
Pendahuluan

Benjolan atau pembengkakan pada leher dapat disebabkan karena beberapa penyakit,
salah satunya adalah struma. Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher
oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Struma dibagi menjadi beberapa tipe
tergantung dari kelainan anatomi dan efek gangguan hormonal yang terjadi.1

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pa akau sien (aloanamnesis). Melalui anamnesis, data diri
pasien akan ditanyakan dan segala keluhan serta perkiraan faktor penyebab keluhan pasien akan
digali sehingga didapatkan data yang dapat mengarah ke diagnosis penyakit pasien. Dari hasil
anamnesis yang dilakukan, diperoleh hasil :

 Pria 65 tahun dengan benjolan pada leher bagian depan.

 Pasien tinggal di daerah pegunungan

 Benjolan sudah muncul sejak satu tahun yang lalu, makin hari semakin membesar.

 Pasien mengalami kesulitan menelan, kesulitan bernafas dan suara serak.

 Keluarga memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

Pemeriksaan Fisik

Tampak sakit ringan, TD 120/80, 82 90x/menit, F6 20x/menit, T 36,8C. Pemeriksaan


fisik yang dilakukan untuk pasien adalah inspeksi, palsasi ( posterior approach dan anterior
approach), auskultasi pada bagian leher. Pemeriksaan oftalmopati juga dilakukan seperti Jofroy
sign, Von Stelwag sign, Von Grave sign, Rosenbach sign, Moebius sign dan Exopthalmus.
Didapatkan hasil benjolan diameter 10cm, konsistensi keras, sukar digerakkan dari dasarnya.
Pembesaran KGB daerah leher (-).1

2
Pemeriksaan Penunjang 2
1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk
kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-
kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :

o Kista
o Adenoma
o Kemungkinan karsinoma
o Tiroiditis

2. Fine Needle Aspiration Biopsy


Cara langsung untuk menentukan apakah nodul tiroid ganas atau jinak adalah
biopsi aspirasi dengan menggunakan jarum dan pemeriksaan sitologi lesi. Ketepatan
diagnostik FNABberkisar antara 70-80%, dengan hasil negatif paslu keganasan 1-6%.
Sekitar 10% hasil sitologi positif ganas dan sepertiganya (3-6%) positif palsu yang
seringkali disebabkan tiroiditis Hashimoto. FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika
dikombinasikan dengan guided ultrasonografi

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar hormone tiroid sangat penting dilakukan untuk mengetahui
apakah terjadi hipertiroid, hipotiroid atau eutiroid. Kadar hormone yang biasanya
diperiksa adalah TSH, T3 dan T4.

4. Radioactive Iodine Uptake(RAI-U)

Working Diagnosis: Struma Nodusa Non Toksik


Struma non toksik atau yang biasanya dikenal sebagai simple goiter, struma endemik,
atau goiter koloid merupakan pembengkakan folikel pada kelenjar tiroid. Penyakit ini sering

3
ditemukan di daerah yang kesulitan untuk mencari sumber yodium (biasanya pada daerah
pegunungan yang jauh dari daerah laut). Pembesaran folikel pada kelenjar tiroid terjadi karena
kekurangan konsumsi yodium yang merupakan sumber utama bagi kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormone tiroid yang memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia terutama dalam
system metabolisme. Struma nodusa non toksik merupakan pembesaran satu folikel pada
kelenjar tiroid dan tidak terjadi gejala seperti hipertiroid maupun hipotiroid. Pembesaran pada
satu folikel kelenjar tiroid biasanya ditandai dengan benjolan besar pada salah satu sisi leher
bagian depan dan jika diraba maka akan terasa seperti bola. Non toksik berarti bahwa penyakit
ini tidak terjadi hipertiroid maupun hipotiroid yang dapat diketahui dengan pemeriksaan
laboratorium maupun dari gejala klinis pasien yang timbul.3

Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya struma karena kekurangan yodium yang dapat menghambat


pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam
pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan
TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan
tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama
makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah
berat dan besar.
Struma juga dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh
suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid.4

Differential Diagnosis:3,4,5
1. Struma Multi Nodusa Non Toksik
Struma multi nodusa non toksik merupakan suatu penyakit yang mirip dengan
struma nodusa non toksik. Perbedaan antara multi nodusa dan nodusa terdapat pada
jumlah folikel kelenjar tiroid yang mengalami pembesaran. Multi nodusa berarti lebih
dari satu folikel kelenjar tiroid yang mengalami pembesaran. Biasanya hal ini terjadi

4
akibat struma nodusa non toksik menjadi kronik karena dibiarkan terlalu lama. Untuk
gejala dan penyebabnya sama seperti struma nodusa non toksik.

2. Struma Difusa Non Toksik


Struma difusa non toksik merupakan pembesaran pada semua bagian dari kelenjar
tiroid. Penyakit ini sama dengan struma non toksik lainnya seperti struma nodusa / multi
nodusa non toksik. Yang membedakan hanyalah anatomi terjadinya penyakit ini. Struma
difusa non toksik pembesarannya kelihatan seperti terjadi pada semua sisi leher bagian
depan. Untuk gejala klinis dan penyebabnya sama seperti struma non toksik lainnya.

3. Kista Tiroid
Kista pada tiroid merupakan cairan yang dibungkus kantong yang terdapat di
kelenjar tiroid. Untuk ptatogenesis dari kista tiroid belum diketahui, kemungkinan
disebabkan oleh proses infark, destruksi folikel tiroid, degenerasi kistik dari folikel tiroid
dan proses nekrosis dari tumor jinak atau ganas. Untuk menegakkan diagnosis dari kista
tiroid diperlukan pemeriksaan penunjang untuk melihat adanya kelainan di tiroid seperti
pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid, pemeriksaan radiologi biopsi sspirasi jarum halus
(BAJAH) dan ultrasonografi (USG).

Etiologi

Struma dapat disebabkan oleh beberapa hal, namun hal utama adalah difisiensi yodium
atau konsumsi yodium yang kurang dari kebutuhan tubuh. Penyebab lainnya adalah kelainan
metabolic kongenital yang menghambat pembentukan hormone tiroid, penghambatan sintesa
hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti
penyakit Graves dan juga obat-obatan yang dapat menghambat sintesa hormone tiroid.5

Epidemiologi

5
Untuk epidemiologi dari penyakit struma sangat dipengaruhi dari factor agent (pria dan
wanita), factor lingkungan (daerah tempat tinggal) dan juga kebutuhan akan yodium apakah
tercukupi atau tidak. Menurut Penelitian Arfianty di kabupaten Madiun tahun 2005 dengan
sampel 40 anak yang terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok
menunjukan 20 anak penderita gondok 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di
Desa Mejaya (daerah non endemik).3,4

Gejala Klinis

Akibat pembesaran kelenjar tiroid esophagus dan trakea dapat tertekan sehingga
menyebabkan kesulitan menelan dan bernafas. Pada penderita struma kadang suaranya juga agak
serak namun tidak ada gejala seperti pada penderita hipertiroid dan hipotiroid.3

Tata Laksana6

6
Pencegahan

Untuk melakukan pencegahan terjadinya penyakit struma, beberapa hal yang dapat dilakukan
adalah seperti :

 Mencukupi kebutuhan yodium seperti mengkonsumsi makanan yang megandung


yodium.
 Menambahkan garam yodium pada makanan
 Melakukan edukasi kepada masyrakat akan pentingnya mengkonsumsi yodium agar
terhindar dari penyakit struma.
 Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan
keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas
dan terpencil.6

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan anamnesis yang dilakukan, pasien dengan benjolan

pada leher bagian depan didiagnosis menderita struma nodusa non toksik. Diagnosis didasarkan

pada benjolan pada leher dengan diameter 10cm, soliter dan tidak ditemukan adanya kelainan

hormonal seperti hiper atau hipo tiroid.

7
Daftar Pustaka

1. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cetakan ke-3.


Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h. 288-90.
2. American Thyroid Association. Radioactive Iodine Use for Thyroid Diseases.
American Thyroid Association. United States. 2005. Available at: www.thyroid.org.
Access on: November 28, 20018.
3. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. h. 2022-37.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h.1232-236.
5. Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, et al. Endokrin metabolik. Jilid I.
Jakarta: Airlangga University press; 2006.h.70-99.
6. Broek I, Harris N, Henkens M, Mekaoui H, Palma PP, Szumilin E, et al. Clinical
Guidelines Diagnosis and Treatment Manual. 2010 ed. French : Medecins Sans.

Anda mungkin juga menyukai