Anda di halaman 1dari 21

Pendekatan Klinis Struma Nodosa non Toksik

Yunus (102016009), Timothy Widjaja (102016114), Inggrid Riama Tiopina


(102013288), Yesie Manise (102014202), Maria Marsela Palendeng (102016066), Nathania
Dwianti Setiawan(102016120), Tania (102016199), Thevedharrshine a/p Mogan Kumar
(102016272)

Kelompok B5

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Abstrak

Kelenjar tiroid adalah kelenjar kecil berbentuk kupu-kupu yang terletak di bagian
pangkal leher tepat di bawah jakun dan di atas tulang dada. Kelenjar endokrin adalah bagian
dari jaringan kelenjar yang rumit yaitun sistem endokrin.Melalui hormon yang dihasilkannya,
kelenjar tiroid berguna untuk hampir semua proses metabolisme dalam tubuh. Selain itu,
kelenjar tiroid juga mengatur energi dalam tubuh, suhu tubuh, dan pertumbuhan jaringan
tubuh. Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda adanya hipertiroidisme. Struma adalah
pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid
secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh sebagian besar dengan
membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofise otak bagian anterior dan berfungsi untuk memelihara pertumbuhan dan perkembangan
kelenjar tiroid dan merupakan stimulator bagi sekresi hormon T4 dan T3 yang dihasilkan oleh
kelenjar tersebut.

Kata kunci: Kelenjar tiroid, Struma non toksik, TSH

Abstract

The thyroid gland is a small butterfly-shaped gland located at the base of the neck
just below the Adam's apple and above the breastbone. The endocrine gland is part of the
complex glandular tissue of the olive endocrine system. Through the hormones it produces,
the thyroid gland is useful for almost all metabolic processes in the body. In addition, the
thyroid gland also regulates energy in the body, body temperature, and body tissue growth.

1
Non-toxic struma nodusa is an enlarged thyroid gland that is clinically palpable one or more
nodules without any signs of hyperthyroidism. Struma is an enlargement of the thyroid gland
which usually occurs because of excessive colloidal follicles. After years, some follicles grow
mostly by forming a cyst and the gland becomes nodular. a hormone produced by the
anterior pituitary gland and serves to maintain the growth and development of the thyroid
gland and is a stimulator for the secretion of the T4 and T3 hormones produced by the gland.

Keywords: Thyroid gland, Struma non toxic, TSH

Pendahuluan

Tiroid adalah suatu kelenjar endokrin murni berbentuk kupu-kupu yang terdiri atas dua
lobus yang dihubungkan dengan suatu isthmus yang terletak tepat dibawah kartilago krikoid
pada leher. Kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi, seperti tirotoksikosis, atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid nodular. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma.1,2

Goiter atau struma atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid
apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid
membesar, atau nodosa yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran
nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa, bila hanya terdapat 1 nodul, dan multinodosa,
bila terdapat lebih dari satu nodul pada satu lobus atau kedua lobus.2

Makroskopik Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat vaskular.
Terletak di anterior cartilage thyroidea di bawah laring setinggi vertebra cervicalis 5 sampai
vertebra thorakalis 1. Kelenjar tiroid terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis.
Kelenjar tiroid terdiri atas dua buah lobus dengan berat sekitar 25 g yang terletak di sebelah
kanan dan kiri trakea, dan dihubungkan bersama oleh secarik jaringan tiroid yang disebut
isthmus tiroid dan yang melintasi trakea di sebelah depannya. Kelenjar tiroid sedikit lebih
berat pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil. Lobul kelenjar tiroid seperti kerucut.
Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilage thyroidea dan
basisnya setinggi cartilage trachea 4-5. Setiap lobus berukuran 5x3x2 cm. Isthmus

2
menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak
ada.3,4

Kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel yang dibatasi epitelium silinder,
mendapat persediaan darah melimpah, dan yang disatukan jaringan ikat. Sel itu
mengeluarkan sekret cairan yang bersifat lekat yaitu koloid tiroid, yang mengandung zat
senyawa yodium; zat aktif yang utama dari senyawa yodium ini ialah hormone tiroksin.
Sekret ini mengisi vesikel dan dari sini berjalan ke aliran darah, baik langsung maupun
melalui saluran limfe.4,5

Sekresi tiroid sebuah hormone dari lobus anterior kelenjar hipofisis, yaitu hormon
tirotropik. Fungsi kelenjar tiroid sangat erat bertalian dengan kegiatan metabolil dalam hal
pengaturan susunan kimia dalam jaringan; bekerja sebagai perangsang proses oksidasi,
mengatur penggunaan oksigen, dan dengan sendirinya mengatur pengeluaran karbon
dioksida.4

Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri antara lain a. thyroidea superior (arteri
utama), a. thyroidea inferior (arteri utama), dan terkadang masih ada arteri thyroidea ima dari
a. brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya banyak dan cabangnya beranastomose pada
permukaan dan dalam kelenjar, baik ipsilateral maupun kontralateral. Kemudian kelenjar
tiroid mempunyai 3 pasang vena utama antara lain v. thyroidea superior dan v. thyroidea
medialis yang bermuara di v. jugularis interna, serta v. thyroidea inferior yang bermuara di v.
anonyma kiri (Gambar 1 dan 2).3

Gambar 1. Arteri dan vena yang berperan dalam sirkulasi darah ke tiroid

3
Gambar 2. Persyarafan kelenjar tiroid

Histologi Kelenjar Tyroid

Gambar 3: Histologi Klenjar Tyroid

Kelenjar tyroidyang terletak di daerah anterior leher, terdiri atas dua lobus lateralis
yang dihubungkan oleh bagian yang sempit yang disebuat ismus. Ismus terletak di muka
tulang tawan trakea ke 2 sampai ke 4, dan lobus lainya terletak berhubugan dengan bagian
depan superior trakea dan dengan bagian inferior laring.

Secara histologis, lobus-lobus tyroid terdiri dari sel-sel sekretorik kelenjar tyroid yang
disebut sel folikel. Sel folokel tersebut tersusun atas bola-bola berongga yang membentuk
suatu unit fungsional yang disebut folikel. Rangkaian folikel tersebut terbentuk dalam ukuran
yang bervariasi. Dibawah mikroskop, sel folikel tersebut seperti cincin yang membungkus
suatu lumen dengan dinding yang berupa epitel kubus. Apabila dirangsangolah TSH sel-sel
folikel dapat berubah bentuk kolumnar atau gepeng. Apabila sel folikel berbentuk kolumnar,

4
maka substansi koloid terdapat dalam jumlah yang sedikit dan sel folikel dikatakan sedang
dalam keadaan aktif memprokuksi koloid. Sebaliknya, apabila sel folikel berbentuk gepeng
maka akan terlihat folikel-folikel yang besar dan penuh oleh substansi koloid. Dalam kondisi
seperti ini, sel folikel dikatakan sedang dalam keadaan pasif/istirahat. Koloid merukpakan
bahan yang terkandung dalam folikel yang dengan pewarnaan/pulasan hematosiklin-eosin,
berwarna merah muda. Koloid miliki komponen utama berupa molekul protein besar disebut
tiroglobulin, yang berwarna merah homogen

Fungsi utama dari kelenjar tyroid adalah menghasilkan hormone tyroid. Hormone
tyroid terdiri dari 2 hormone yang mengandung iodium yang berasal dari asam amino tirosin,
yaitu triodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4 ata tiroksin). Selain memproduksi hormone
tyroid, kelenjar tyroid juga memproduksi tirokalsitonin (kalsitonin). Kalsitonin disekresi oleh
sel-sel parafolikuler (sel C) yang terletak di ruang interstisium, diantara folike-folikel. Sel-sel
parafolikuler juga mungkin ditemukan diantara sel epitel folikel atau di dalam jaringan anatr
folikel.

Secara mikroskopik, sel parafolikuler lebih besar dari sel epitel folikel dan tampak
lebih terang. Tidak seperti sel folikel yang memiliki banyak RE kasar, sel-sel parafolikuler
mengandung sedikit RE kasar, memiliki mitokondria yang panjang dan kompleks Golgi
yang besar. Dan ciri paling mencolok sel parafolikuler adalah banyakanya granula kecil berisi
hormone.

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) yang terdiri
dari:

a. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya


pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang
dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS):jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas,
latar belakang, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang

5
membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan,
intermitten. Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik
yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Riwayat penyakit dan pemeriksaan apakah
ada demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Pernahkah pasien mengalami gejala yang sama
sebelumnya.
e. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah
kesehatan pada anggota keluarga.
f. Riwayat Sosial: stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko
gaya hidup (makan makanan sembarangan).
Secara ringkas di hasil anamnesis yang didapatkan sebagai berikut. Seorang laki-laki
usia 65 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan terdapat benjolan di leher bagian
depan. Benjolan pada leher bagian depan tersebut mulai disadari sejak 1 tahun lalu.
Awalnya benjolan kecil namun semakin hari semakin membesar selama 1 tahun ini.
Saat ini keluhan juga disertai kesulitan menelan, kesulitan bernafas dengan lapang,
dan suara serak.

Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 82x/menit, frekuensi nafas 26x/menit, suhu
36,8 °C. Pasien tinggal di pegunungan dan keluarga memiliki penyakit yang sama.Pada
pemeriksaan fisik didapatkan benjolan pada leher dengan diameter 10 cm, konsistensi keras,
dan sukar digerakkan dari dasarnya. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening daerah
leher.

Diagnosis Banding

Penyakit Graves

Penyakit Graves, lazim juga disebut Basedow (Jika dijumpai trias Basedow, yaitu
adanya struma tiroid difusa, hipertiroidisme, dan eksoftalmos). Penyakit Graves merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan produksi antibody terhadap reseptor TSH pada
folikel tiroid sehingga merangsang kelenjar tiroid untuk membentuk hormone tiroid secara

6
terus menerus. Kecenderungan seseorang untuk mengalami penyakit graves merupakan
gabungan dari pengaruh genetik dan lingkungan.7-9

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang muda dengan gejala seperti keringat
berlebihan, tremor tangan, toleransi terhadap panas menurun, berat badan menurun, emosi
tidak stabil, mengalami gangguan menstruasi berupa amenorea, dan sering buang air besar.
Walaupun etiologi penyakit graves tidak diketahui, tampaknya ada peranan suatu antibodi
yang dapat ditangkap oleh reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan
produksi hormon tiroid.2

Penyakit Plummer

Penyakit Plummer yang disebut juga goiter multinodular toksik menyerupai


patogenesis struma nodosa non toksik. Hanya saja pada penyakit Plummer terdapat gejala
otonomi fungsional. Gejala klinis struma multinodosa toksik sama dengan yang non toksik,
kecuali terapat adanya hipertiroidisme subklinis atau tirotoksikosis ringan. Penyakit Plummer
sering ditemukan pada pasien usia lanjut yang datang dengan berbagai keluhan. Pasien
datang dengan keluhan berdebar-debar, gelisah, gemetar, atau penurunan berat badan. Pada
elekrokardiografi dapat ditemukan fibrilasi atrium. Gejala tirotoksikosis dapat diperberat
dengan pajanan iodium.7,9,10

Karsinoma Tiroid

Karsinoma tiroid atau nodul tiroid merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang ditandai
oleh perubahan struktural atau fungsional pada sebagian atau seluruh jaringan tiroid.
Berdasarkan fungsinya, nodul tiroid dapat dibedakan menjadi nodul hiperfungsi otonom
(nodul toksik) dan nodul tanpa hiperfungsi otonom (nodul non toksik). Nodul dengan
kecurigaan tinggi memiliki karakteristik sebagai berikut: adanya riwayat keluarga dengan
karsinoma tiroid, nodul yang teraba sangat padat atau keras, pertumbuhan tumor yang cepat,
nodul yang terfiksasi ke jaringan di sekitarnya, limfadenopati regional, paralisis pita suara,
metastasis jauh. Sedangkan temuan klinis yang menunjang suatu nodul adalah usia lanjut,
nodul berdiameter >4cm, gejala seperti disfagia, disfonia, suara serak, sesak nafas, dan
batuk.11,12

7
Kista Tiroid

Kista tiroid adalah cairan yang dibungkus kantong yang terdapat di kelenjar tiroid.
Patogenesis dari kista tiroid belum diketahui, kemungkinan disebabkan oleh proses infark,
destruksi folikel tiroid, degenerasi kistik dari folikel tiroid dan proses nekrosis dari tumor
jinak atau ganas. Gejala klinis nya agak mirip seperti pada kasus struma tiroid atau nodul
tiroid. Gejalanya antara lain terdapat benjolan di leher, tidak terasa nyeri, permukaan rata,
tidak terdapat gangguan menelan, terjadi perubahan suara, sesak nafas tidak ada, teraba
lunak/ fluktuatif, benjolan bergereak waktu pasien menelan, tidak ada massa, ataupun tanda
radang.13

Pemeriksaan Penunjang

Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid
untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada
pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien
peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien
yang diduga memiliki penyakit tiroid.

Nilai normal hormone tyroid

T4, (4.6-12 ug/dl)

T4 bebas (0.7-1.9 ng/dl)

T3 (80-180 ng/dl)

T3 bebas (230-619 pg/dl)

Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas)(Gambar 3).

8
Gambar 3. Foto rontgen struma

Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar.
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis
dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma (Gambar 4).

Gambar 4. Posisi transduser transversal (kiri) dan posisi transduser oblik (kanan) pada USG
tiroid

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.
Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

Tc-99m Pertechnetate

9
Pemeriksaan kelenjar tiroid (scan tiroid) merupakan pemeriksaan tiroid dengan kamera
gamma menggunakan radiofarmaka yang diinjeksikan ke dalam tubuh pasien melalui pembuluh
darah vena. Radiofarmaka yang sering digunakan adalah Tc99m perteknetat. Tubuh manusia
memiliki kekhasan dalam penyerapan suatu zat ke dalam organ tubuh tertentu. Dengan kekhasan
sifatnya, maka zat tersebut akan terserap ke organ tertentu sambil terus memancarkan radionuklida.
Pancaran inilah yang ditangkap dengan menggunakan kamera gamma. Metode ini diterapkan
pada ambilan iodium radioaktif (RAI) yang digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar
tiroid dalam menangkap dan mengubah iodide. . Benjolan yang menangkap obat radioaktif
lebih tinggi dari jaringan sekitarnya disebut nodul/benjolan panas (hot nodule) atau
nodul/benjolan hiperfungsional, dan nodul/benjolan yang kurang atau tidak menangkap
radioaktivitas disebut nodul/benjolan dingin (cold nodule) atau nodul/benjolan
hipofungsional. Sedangkan benjolan yang menangkap radioaktivitas sama dengan jaringan
sekitarnya disebut nodul/benjolan hangat (warm nodule). Nodul/benjolan panas pada
umumnya identik dengan nodul tiroid otonom; sekitar 10-30% nodul/benjolan dingin
ditemukan pada proses keganasan tiroid sedangkan sisanya kista tiroid; nodul hangat tidak
mempunyai arti klinis yang berarti. Selain itu, juga dapat dinilai persentase penangkapan obat
radioaktif oleh kelenjar tiroid yang dapat digunakan untuk menilai fungsi kelenjar tiroid.19

Kriteria toxic thyroid


1. Hipmetabolisme (mudah berkeringat, tangan hangat)
2. Hiperadtenergik (denyut nadi cepat, jari tremor)
3. Penurunan bb dengan selera makan yang baik
4. Kelemahan otot
Bola mata menonjol

10
Staging keganasan
T (tumor primer)
1. Tx: ukuran tumor
2. T0: tidak ditemukan tumor
3. T1: <2cm, dalam kapsul
4. T2: >2cm namun <4cm, dalam kapsul
5. T3: >4cm, dalam kapsul
6. T4: sudah keluar kapsul
N (jar. Limfe)

1. Nx: penyebaran tdk ditemukan


2. N0: tdk ada penyebaran
3. N1a: penyebaran ke limf.regional (ex: servikalis)
4. N1b: penyebaran bilateral, kontralateral

M (metastasis jauh)
1. M0: tidak ada metastasis jauh
2. M1: ada metastasis jauh

Working Diagnosis
Struma Nodosa non Toksik
Struma atau penyakit gondok dapat terjadi pada keadaan terdapat hipotiroidisme,
hipertiroidisme, atau keadaan di mana kadar hormon tiroid normal. Penyakit gondok biasa
atau endemik (simple goiter atau struma non toksik atau struma endemik) terjadi ketika
kelenjar tiroid tidak dapat menyekresi cukup hormon tiroid untuk memenuhi kebutuhan
metabolik akibat asupan yodium dari makanan yang tidak mencukupi, yang dikaitkan dengan
faktor-faktor, seperti tanah yang kekurangan yodium atau malnutrisi. Struma endemik biasa
ditemukan didaerah pegunungan yang airnya kurang mengandung yodium. 2,14,15
Penegakan diagnosis gondok biasa (simple goiter) memerlukan pengkajian riwayat
penyakit yang seksama dan pemeriksaan jasmani yang cermat untuk menyingkirkan
kemungkinan gangguan dengan efek klinis serupa, seperti penyakit graves, karsinoma tiroid

11
dll. Riwayat penyakit yang terperinci dapat pula mengungkapkan penggunaan obat ataupun
konsumsi makanan yang bersifat goitrogenik, atau memperlihatkan pengaruh endemik.2

Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak menganggu pernapasan karena


pertumbuhannya ke arah lateral atau ke anterior, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral seperti demikian
dapat terlihat melalui foto rontgen polos leher sebagai trakea pedang. Struma nodosa
unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah kontralateral tanpa menimbulkan
gangguan akibat obstruksi pernapasan. Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan
gangguan pernapasan dengan gejala stridor inspiratoar (Gambar 5).2

Gambar 5. Gambaran struma nodosa

Etiopatofisiologi

Penyebab utama struma non toksik adalah karena terjadinya defisiensi iodium meluas.
Struma non toksik atau gondok endemik biasa terjadi di daerah-daerah yang tanah, air, dan
pasokan makanannya mengandung kadar iodium yang rendah. Kurangnya iodium
menyebabkan penurunan sintesis hormon tiroid dan peningkatan kompensatorik TSH
sehingga terjadi hipertrofi dan hyperplasia sel folikel dan pembesaran goitrosa. Dengan
meningkatnya suplementasi iodium dalam makanan, frekuensi dan keparahan gondok
endemik telah menurun secara bermakna.1

Variasi dalam prevalensi gondok endemik di daerah dengan defisiensi iodium yang
serupa menunjukkan adanya faktor kausatif lain, terutama bahan-bahan makanan, yang
disebut sebagai goitrogen. Ingesti bahan-bahan yang mengganggu sintesis hormon tiroid di
tahap tertentu, misalnya asupan kalsium atau sayuran yang berasal dari family Brassica dan

12
Cruciferae (mis. kol, kembang kol, tauge, kubis Brussel, dan ketela) secara berlebihan,
dibuktikan bersifat goitrogenik. Penduduk asli yang mengonsumsi ketela sebagai makanan
pokok beresiko tinggi terkena penyakit ini. Ketela mengandung tiosianat yang menghambat
transpor iodida dalam tiroid sehingga memperparah defisiensi iodium yang mungkin ada.1,14

Gejala Klinis

Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan
kekurangan hormon. Pada awalnya, mungkin gejala jarang terlihat, seperti kelelahan dan
kelesuan, atau tanda-tanda menua. Tetapi semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan
tanda makin jelas. Tanda dan gejala tersebut meliputi:

Tabel 1 gejala klinis hypotyroid.17

Epidemiologi

Berdasarkan penelitian Hemminichi K, et al yang dilakukan berdasarkan data rekam


medis pasien usia 0-75 tahun yang dirawat di rumah sakit tahun 1987-2007 di Swedia
ditemukan 11.659 orang (50,9%) mengalami struma non toksik, 9.514 orang (41,5 %) Graves
disease, dan 1.728 orang (7,54%) struma nodular toksik. Goiter endemik sering terdapat di
daerah-daerah yang air minumnya kurang sekali mengandung iodium. Daerah-daerah dimana
banyak terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes,
Himalaya dimana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak
terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali, dan Sulawesi.16

13
Penatalaksanaan

Pada defisiensi iodium, pemberian iodium atau hormon tiroid dapat mengakibatkan
regresi pada goiter endemik. Pada pasien muda dapat diberikan levotiroksin mulai dari dosis
100 mg/hari, sedangkan pada pasien tua dapat dimulai dari setengah dosis tersebut. Target
dari supresi adalah untuk menekan kadar TSH menjadi normal atau rendah namun masih
dapat dideteksi. Terapi ini biasa memberikan hasil setelah 3-6 bulan. Pembedahan biasanya
jarang diperlukan, kecuali bila terjadi penekanan pada jalan napas atau gejala klinis yang
mengganggu. Apabila pembedahan merupakan terapi yang dipilih, maka pasien harus
mendapatkan levotiroksin untuk menjaga agar kadar TSH berada pada batas bawah normal
sehingga goiter tidak tumbuh kembali. Levotiroksin pada dosis subtitusi tidak ada efek
samping, tetapi pada dosis besar akan memperlihatkan efek hipertiroid. Levotiroksin adalah
obat pilihan subtitusi dan terapi supresi karena sifatnya yang stabil,murah,rendah potensi
alerginya, memiliki waktu paruh panjang 7 hari. Terapi lain yang mendapat pilihan adalah
ablasi dengan radioiodine. Terapi ini mampu mengurangi ukuran goiter dalam 6-12 bulan.8

Terapi Iodium Radioaktif (I-131)

Terapi iodium radioaktif diberikan pada struma nodosa non toksik terutama bagi pasien
yang tidak bersedia dioperasi atau mempunyai risiko tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif
dapat mengurangi volume nodul tiroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada
sebagian besar pasien.11

Pembedahan

Melalui tindakan bedah dapat dilakukan dekompresi terhadap jaringan vital di sekitar
nodul, di samping dapat diperoleh spesimen untuk pemeriksaan patologi. Hemitiroidektomi
dapat dilakukan pada nodul jinak. Hal yang perlu diperhatikan adalah penyulit seperti
perdarahan pasca-pembedahan, obstruksi trakea pasca-pembedahan. Indikasi tindakan beda
pada struma nontoksik antara lain kosmetik (tiroidektomi subtotal), eksisi nodulus tunggal
(yang mungkin ganas), struma multinodular berat, struma yang menyebabkan kompresi laring
atau struktur leher lain, struma retrosternal yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur
lain.

Suntikan etanol perkutan

14
Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi
protein dan nekrosis koagulatik pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat thrombosis
vascular,akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang
mengelilingi jaringan nekrotik. Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak
padat atau kistik dengan menyuntikan larutan etanol, tidak banyak senter yang melakukan hal
ini secara rutin karena tingkat keberhasilan tidak begitu tinggi, dalam 6 bulan ukuran nodul
bias berkurang sebesar 45%. Efek samping adalah rasa nyeri yang hebat,rembesan alcohol ke
jaringan ekstratiroid, juga ada resiko tirotoksitosis dan paralisis pita suara.

Terapi laser intertisial dengan tuntunan USG

Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap eksperimental. Dengan
menggunakan low power laser energy, energy termik yang diberikan dapat mengakibatkaan
nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada jaringan disekitarnya. Suatu studi
tentang terapi laser yang dilakukan oleh Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan nodul
padat dengan soliter jinak mendapatkan hasil : pengecilan volume nodul sebesr 44% yang
berkorelasi dengan penurunan gejala penekanan dan keluhan kosmetik, sedangkan pada
kelompok komtrol ditemukan peningkatan volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7%
setelah 6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang berarti. Tidak ada korelasi antara
deposit energy termal dengan pengurangan volume nodul serta tidak ada perubahan pada
fungsi tiroid. 2,11

Komplikasi

Karena simple goiter tidak mengubah keadaan metabolisme pasien, komplikasi hanya
disebabkan oleh pembesaran kelenjar tiroid yang menekan jaringan di sekitar, meliputi:
distress pernapasan, disfagia, penggelembungan vena; pembentukan sirkulasi vena kolateral
dalam dada, kongesti pada wajah, sianosis, dan akhirnya distress (tanda Pamberton) ketika
mengangkat kedua lengannya hingga menyentuh sisi kepalanya.14

Pencegahan

Adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor
resiko antara lain memberikan edukasi untuk merubah pola perilaku makan, mengkonsumsi
makanan yang merupakan sumber iodium seperti ikan laut, mengkonsumsi iodium dengan
cara memberikan garam iodium setelah dimasak (tidak dianjurkan memberikan garam
sebelum memasak untuk menghindari hilangnya iodium dari makanan), iodinasi air minum

15
untuk wilayah dengan resiko tinggi (cara ini memberikan keuntungan yang lebih
dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil, iodinasi
diberikan dengan iodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, iodida yang diberikan dalam
air yang mengalir, dan penambahan iodida dalam sediaan air minum).16

Faktor Resiko Gangguan Tyroid


a.Umur
Usia diatas 60 tahun maka semakin beresiko terjadinya hypertyroid atau hypotyroid.
b.Jenis Kelamin
Perepuan lebih beresiko terjadi gangguan tytoid.
c.Genetik
Diantara banyak penyebab autoimunias terhadap kelenjar tyroid, genetik dianggap faktor
pencetus utama.
d.Merokok
Merokok dapat meyebabkan kekurangan oksigen di otak dan nikotin dala rokok dapat
memecu peningkatan reaksi inflamasi.
e.Stres
Stres juga berkorelasi dengan antibodi terhadap antibodi TSH-reseptor.
f.Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan autoimun
Riwayat penyakit keluarga yang ada hubungan dengan kelainan autoimun merupakan faktor
risiko hypotyroidisme tyroiditis autoimun.
g.Zat kontras yang mengandung iodium
Hypertyroidisme terjadi setelah mengalami pencitraan dengan menggunakan zat kontras yang
mengandung iodium.
h.Obat-obatan yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit tyroid
Amiodaron, lithium karboat, aminoglutethimide, interferon alfa, thalidomide, betaroxine,
stavudine.
I.Lingkungan
Kadar iodium dalam air kurang.

Prognosis
Karena pada struma nodosa no toksik tidak terjadi kelainan otonomi fungsional, umumnya
prognosisnya baik.

16
Kesimpulan
Penyakit struma atau gondok dapat terjadi pada keadaan terdapat hipotiroidisme,
hipertiroidisme, ataupun eutiroidisme. Penyakit struma dengan keadaan eutiroidisme disebut
juga struma non toksik memiliki gejala lebih ringan dibandingkan pada keadaan hipo ataupun
hipertiroidsme. Struma non toksik umumnya terjadi karena defisiensi iodium yang sering
terjadi secara endemik di daerah pegunungan.

Kelenjartiroidyangterletakdida
erahanteriorleher,terdiriatasdua
lobus
lateralis yang dihubungkan
oleh bagian sempit
yaituismus.Ismusterletakdimuk
a
tulangrawantrakeake2sampai
ke4,danlobuslateralnyaterletak
berhubungan

17
dengan bagian depan superior
trakea dan dengan bagian
inferior laring.
Kelenjartiroidyangterletakdida
erahanteriorleher,terdiriatasdua
lobus
lateralis yang dihubungkan
oleh bagian sempit
yaituismus.Ismusterletakdimuk
a
tulangrawantrakeake2sampai
ke4,danlobuslateralnyaterletak
berhubungan
dengan bagian depan superior
trakea dan dengan bagian
inferior laring.
18
Kelenjartiroidyangterletakdida
erahanteriorleher,terdiriatasdua
lobus
lateralis yang dihubungkan
oleh bagian sempit
yaituismus.Ismusterletakdimuk
a
tulangrawantrakeake2sampai
ke4,danlobuslateralnyaterletak
berhubungan
dengan bagian depan superior
trakea dan dengan bagian inf

19
Daftar Pustaka

1. Price SA. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC; 2013. h.
1232-4.
2. Sjamsuhidajat. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2011. h. 806-10.
3. Manurung R, Bolon CMT, Manurung N. Asuhan keperawatan sistem endokrin.
Yogyakarta: Deepublish; 2017. h. 169-70.
4. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia pustaka
utama; 2017. h. 283-4.
5. Greenstein B, Wood D. At a glance: sistem endokrin. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama; 2016. h. 30-5.
6. Indonesia dokumen. Histologi kelenjar Tyroid. di unduh dari
https://dokumen.tips/documents/histologi-kelenjar-tiroid.html; 2016. h 1-2
7. Baradero M, Dayrit MW, Siswadi Y. Klien gangguan endokrin. Jakarta: EGC; 2009.
h. 37-8.
8. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius; 2016. h. 787-8;799-801.
9. Tanto IV. Buku saku medis praktis. Jakarta: EGC; 2017. h. 79.
10. Disfungsi kelenjar tiroid. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/50040/1c78fd05399da917fb6373d6a784
91f6. h. 4-6
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 2022-5.
12. Robbins, Cotran. Dasar patologis penyakit. Jakarta: EGC; 2010. h. 1197-200.
13. Rahman S, Nelvia T. Diagnosis dan penatalksanaan kista tiroid. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
14. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2014. h. 545-
6.
15. Santoso M, Kurniadhi D, Tendean M, Oktavia E, Ciulianto R. Panduan kepaniteraan
klinik pendidikan dokter. Jakarta: Fakultas Kedokteran Ukrida; 2009. h. 420.

20
16. Darmayanti NLA, Setiawan IGB, Maliawan S. Endemik goiter. Jurnal Medika
Udayana 2012; 1(1).
17. InfoDatin. Situasi dan Analisis Penyakit Tyroid. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2015 h. 1-2
18. Djokomoeljanto. Kelenjar Tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Edisi keempat-Jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FK
Universitas Indonesia. 2006;1955–65.
19. Indartati, I., 2012, Penentuan Biodistribusi dan Dosis internal Berbagai Organ pada
Pemeriksaan Renografi Tc99m DTPA, Tesis, PSMF, Universitas Indonesia, Depok.
20. https://emedicine.medscape.com/article/120140-clinical#b1 . Diunduh pada; sabtu, 1
desember 2018

21

Anda mungkin juga menyukai