BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tiroid adalah kelenjar endokrin besar yang terletak di pangkal leher bagian depan, di
bawah lapisan kulit dan otot.Kelenjar tiroid berbentuk kupu-kupu dengan dua sayap
yang merupakan lobus tiroid kiri dan kanan di sekitar trakea. Fungsi tunggal tiroid
adalah membuat hormone tiroid (tiroksin dan triiodotironin) yang berperan
meningkatkan aktivitas metabolism pada hamper semua jaringan tubuh,kelenjar tiroid
dikontrol oleh kelenjar pituitary, yang mengeluarkan hormone pemacu tiroid.
Kelenjar tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe
yaitu.Papiler,folikuler,anaplastic dan meduler.Kanker tiroid jarang menyebabkan
pembesaran kelenjar,lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil,(nodul) dalam
kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak,biasanya kanker tiroid bias
disembuhkan.
Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal,krisis tiroid harus di kenali dan ditangani berdasarkan menifestasi klinis
karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu
yang cukup cepat.Pasien bisanya memperlihatkan dalam keadaan hipermetabolik yang
di tandai oleh demam tinggi,tachycardia,mual,muntah,agitasi dan psikosis.Pada fase
lanjut pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan
hypotensi.
Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4 cm - 4 cm, yaitu
pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang
kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami decencus dan akhirnya
melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang
berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang
setelah dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, atau terjadi kelenjar
disepanjang jalan ini, yaitu antara letak kelenjar yang seharusnya dengan basis lidah.
Dengan demikian sebagai kegagalan desensus atau menutupnya duktus akan ada
kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang abnormal , persistensi duktus tiroglosus,
tiroid lingual, tiroid servikal, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan memberikan
tiroid substernal. Branchial pouch keempat pun ikut membentuk bagian kelenjar tiroid
dan merupakan asal sel-sel parafolikuler atau sel C yang memproduksi kalsitonin.
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus sehingga bentuknya menyerupai kupu-kupu atau huruf H, dan
menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram.
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap
4
gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial.
Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher
berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah ke kelenjar berasal dari
a. Tiroidea superior dan a. Tiroidea inferior. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi
oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari
pleksus perifolikular. Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas
dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus prefaring yang tepat
berada diatas ismus serta ke kelenjar getah bening pretrakealis, sebagian lagi bermuara
di kelenjar getah bening brakiosefalikus. Hubungan getah bening ini penting untuk
menduga penyebaran keganasan yang berasal dari tiroid.
Glandula tiroidea:
Perdarahan :
A.thyroidea superior
5
A.thyroidea inferior
® cabang truncus thyrocervicalis
A.thyroidea ima
® cabang a.brachiocephalica atau arcus aorta
Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian
menyatu untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu :
1 Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, hanya
memiliki efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.
2. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif, yaitu
triiodotironin (T3).
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga untuk T3
dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam
darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun T4 dibawa
ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada
bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan
dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat
energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida
oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa
Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh
TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan
terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini
dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar
7
iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya
makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga
pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling)
sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen
tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui
iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam
tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam
koloid melalui proses eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung
T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu
ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin
serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian
iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh
TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease
yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal
dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi
darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin
(TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam
keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan
TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon
bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah.
Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit
kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah
protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang
menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan
berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.
Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh. Efek
primer hormon tiroid adalah:
Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid.
Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan
kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar
hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid
dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.
F.Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi
well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk
jenis meduler adalah factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan
untuk kanker anaplastk dan meduler.Diperkirakan kanker jenis anaplastic berasal dari
perubahan kanker tiroid berdifesiensi baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan
jenis folikuler dua kali lebih besar.
Radiasi merupakan salah satu factor etiologi kanker tiroid.Banyak kasus kanker pada
anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit
11
lain.Biasanya efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun,tetapi rata-rata 9-10 tahun.Stimulasi
TSH yang lama juga merupakan salah satu factor etiologi kanker tiroid.Faktor resiko
lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok
menahun.
G.Faktor Resiko
1) Paparan radiasi
Lingkungan menjadi faktor penting dalam munculnya nodul tiroid. Paparan radiasi
atau penggunaan obat radioisotop pada daerah leher menjadi faktor risiko kelainan
tiroid. Radiasi eksternal yang digunakan untuk mengobati kanker berat seperti CNS
tumor, limfoma Hodgkin’s mempunyai efek samping neoplasma yang tersering pada
kelenjar tiroid. Selain itu, radiasi internal akibat asupan radioiodine 131 pada usia muda
berisiko tinggi terjadinya papillary thyroid carcinoma.
2) Jenis kelamin
Dalam suatu studi epidemiologi menyebutkan bahwa prevalensi nodul tiroid empat
kali lebih besar terjadi pada wanita daripada laki – laki, tetapi kecenderungan untuk
menjadi keganasan lebih tinggi pada laki – laki dibandingkan wanita. Data yang
mendukung antara jenis kelamin dan kejadian nodul tiroid masih sedikit dan tidak ada
bukti kuat keterkaitan antara estrogen dengan pertumbuhan sel tiroid.
3) Defisiensi yodium
Defisiensi yodium menjadi pencetus utama timbulnya gondok endemik yang
diakibatkan sebagai mekanisme adaptasi alami akibat kekurangan bahan baku pembuat
hormon tiroid yang menyebabkan aktifitas berlebihan dari kelenjar tiroid. Pada daerah
dengan defisiensi yodium seperti di daerah pegunungan menjadi tempat dengan angka
kejadian gondok endemik. Pembagian daerah gondok endemik terlihat seperti berikut :
- Endemi grade I (derajat ringan) : ekskresi median iodium >50 µg l/g kreatinin atau
median urin 5,0-9,9 µg/dl.
- Endemi grade II (derajat sedang) : ekskresi median iodium 25-50 µg l/g kreatinin
atau median urin 2,0-4,9 µg/dl.
- Endemi grade III (derajat berat) : ekskresi median iodium.
12
4) Goitrogen
Peran goitrogen sejauh ini hanya terbukti hanya pada binatang coba, secara global
hanya ada dua daerah endemis yang memiliki pengaruh goitrogen yang kuat yaitu Idjwi,
Zaire dan Candelaria, Columbia. Sumber goitrogen alami yang sudah teridentifikasi di
antaranya ketela, air minum dari sedimen karang tertentu, sayur kol. Goitrogen baru
dipirkan apabila pada pemberian yodium secara adekuat akan tetapi tidak terdapat
penurunan angka kejadian yang signifikan.
5) Genetik
Faktor herediter yang bertanggung jawab terbentuknya karsinoma tiroid sangatlah
sedikit bila dibandingkan dengan kasus sporadik, kejadian ini berhubungan dengan
Medullary Thyroid Carsinoma (MTC) sel C (25% kasus). Gen MTC tersebut
ditransmisikan secara autosomal dominan dan apabila orang tua terpengaruh dengan gen
tersebut dan membawa mutasi germ-line bersama reseptor tyrosine-protein kinase gene
maka anggota keluarga perlu diskrining terhadap mutasi tersebut.
6) Penggunaan obat amiodaron
Prevalensi nodul tiroid lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki akan tetapi
tidak ditemukan bukti yang kuat keterkaitan antara estrogen dan pertumbuhan sel. Pada
penggunaan obat gangguan jantung amiodaron telah dilaporkan adanya efek samping
tirotoksikosis yang disebut Amiodarone Induced Thyrotoxicosis. Kejadian tirotoksikosis
pada penggunaan obat amiodaron disebabkan karena amiodaron dan metabolitnya
(desethylamiodaron) dapat menyebabkan tiroiditis destruktif.
7) Insulin
Insulin merupakan faktor yang merangsang proliferasi sel tiroid pada kultur. Selain
itu aktivitas berlebihan dari reseptor insulin menjadi faktor pemicu awal dari
pembentukan tumor. Penelitian tersebut mengindikasikan resistensi insulin dan kadar
insulin yang tinggi merupakan faktor risiko dalam peningkatan proliferasi tiroid
sehingga bermanifestasi peningkatan volume tiroid dan terbentuknya nodul. Hal ini
terjadi karena insulin-like growth factor (IGF)-1 dan reseptor insulin menyebabkan
ekspresi berlebihan sehingga menginduksi pertumbuhan tumor kelenjar tiroid.
8) Defisiensi vitamin D
13
Dalam penelitian lain menyebutkan ada hubungan antara defisiensi vitamin D dan
karsinoma tiroid. Penelitian tersebut berpendapat bahwa di dalam kelenjar tiroid terdapat
reseptor vitamin D dan vitamin D memiliki sifat sebagai anti karsinogenesis, sehingga
defisiensi vitamin D bertanggungjawab terhadap terbentuknya karsinoma tiroid.
9) Infeksi tuberkulosis
Infeksi tuberkulosis bisa menyebabkan penyakit tiroid walaupun dengan angka
kejadian yang jarang. Hal yang memungkinkan karena adanya resistensi kelenjar tiroid
akibat adanya sifat bakterisidal koloid, aliran darah yang banyak di daerah kelenjar
tiroid, aktivitas yodium, dan efek antituberkulosis hormon tiroid. Kelenjar tiroid
terinfeksi oleh kuman tuberkulosis melalui rute hematogen dan limfatik walaupun
kontroversial. Kejadian yang pernah dilaporkan infeksi tersebut merupakan penyebaran
kuman secara langsung dari nodus limfatikus regional. Tuberkulosis tiroid menjadi
diagnosa banding dalam masa leher dan dapat dibedakan dengan pemeriksaan Fine
Needle Aspiration Cytology yang merupakan spesimen yang dianalisis dengan
mikroskop, kultur, dan sitology.
10) Gambaran klinik
Secara klinik nodul dibagi menjadi nodul tunggal (soliter) dan multipel, sedangkan
berdasarkan kelainan fungsi dibagi menjadi hiperfungsi, hipofungsi, dan fungsi normal.1
Kelainan yang timbul akibat adanya pembesaran kelenjar lebih dikarenakan karena
adanya efek desakan mekanis ke organ sekitar seperti esofagus, trakea, dan pita suara.
Nodul tidak memberikan rasa nyeri kecuali telah terjadi perdarahan pada kelenjar.
Serum T3, T4, TSH dapat diperiksa secara akurat dengan radioimmunoassay, T4
juga dapat diperiksa dengan metode competitive protein binding. Dengan tes sensitive
TSH dapat digunakan untuk mengetahui keadaan pasien dengan hipertiroid atau
hipotiroid, Pengukuran T3RU secara in vitro dapat secara langsung mengetahui
konsentrasi dari tiroksin binding globulin di dalam serum.
1. HIPERTIROID (TIROTOKSIKOSIS)
Diagnosa utama :
- gelisah - murmur
Grave’s disease adalah penyakit autoimmune, pada banyak kasus diagnosa dapat
mudah di tegakkan hanya dilihat dari gejala yang timbul. Kebanyakan pada pasien
dengan tirotoksikosis terdapat peningkatan kadar T3 dan T4, dan penurunan kadar TSH.
Tirotoksikosis dapat juga dijumpai kadar T4 yang normal sedangkan kadar T3 yang
meningkat (T3 toksikosis).
16
Pemeriksaan laboratorium :
Disini dilakukan pengukuran konsentrasi T3, T4, T3RU dan TSH RIA. Sejarah
pengobatan pada pasien sangat penting untuk diketahui karena banyak obat dan
campuran bahan organic lainnya yang dapat memberikan efek pada serangkaian tes
fungsi tiroid.
Pemeriksaan penunjang :
Anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, dan penilaian klinik
mempunyai peran yang penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid.
Pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan biokimia untuk menetapkan fungsi
kelenjar tiroid, penginderaan visual untuk menetapkan kelainan morfologi kelenjar
tiroid, dan pemeriksaan sitologi atau histologi untuk menetapkan perubahan patologis.
Pemeriksaan biokimia secara radioimunoasay yang dapat memberi gambaran fungsi
tiroid, yaitu dengan mengukur kadar T4, T3, TBG, dan TSH dalam plasma. Kadar T4
total di dalam serum adalah refleksi tepat fungsi kelenjar tiroid. Kadar T3 total di dalam
serum selalu tinggi pada penderita tirotoksikosis. Penentuan kadar TBG diperlukan
untuk interpretasi kadar T4 dan sampai tingkat tertentu berlaku untuk kadar T3. Kadar
TBG dapat berubah pada kehamilan atau pengobatan dengan sediaan estrogen. Kadar
TSH di dalam serum merupakan pemeriksaan penyaring yang peka untuk
hipotiroidisme, oleh karena kadar ini meningkat sebelum ada pengurangan kadar T4.
Antibodi mikrosom dan antibodi tiroglobulin umumnya meningkat pada penderita
dengan tiroiditis autoimun. Imunoglobulin perangsang tiroid (thyroid stimulating
immunoglobulins, TSI) dapat ditemukan pada penderita penyakit Graves. TSI juga
berperan pada patogenesis penyakit ini. Tiroglobulin dapat dideteksi di dalam serum
orang normal, dan penetapan kadarnya dapat digunakan untuk mengetahui kekambuhan
karsinoma tiroid sesudah tireoidektomi total. Sidik radioaktif menggunakan unsur
teknetium (Tc99m) atau yodium (I 131) dapat memperlihatkan gambaran jaringan tiroid
yang berfungsi. Cara ini berguna untuk menetapkan apakah nodul dalam kelenjar tiroid
bersifat hiperfungsi, hipofungsi, atau normal yang umumnya disebut berturut-turut nodul
panas, nodul dingin, atau nodul normal. Kemungkinan keganasan ternyata lebih besar
pada nodul yang menunjukkan hipofungsi, meskipun karsinoma tiroid dapat juga
ditemukan pada nodul yang berfungsi normal.
Teknik ultrasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid yang teraba
pada palpasi adalah nodul tunggal atau multipel, dan berkonsistensi padat atau kistik.
Pemeriksaan ultrasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan
keganasan dan hanya dapat mengenal kelainan di atas penampang setengah sentimeter.
Pemeriksaan sitologi :
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara
pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis karsinoma tiroid, tiroiditis, atau
limfoma. Cara ini cara baik untuk menduga kemungkinan keganasan dalam nodul tiroid,
dan mulai menggeser kegunaan pemeriksaan radioaktif atau ultrasonografi sebagai
pemeriksaan penunjang diagnosis.
Diagnosa banding :
pada pasien dengan pembesaran kelenjar tiroid yang minimal, pasien dapat merasakan
nyeri pada saat tiroid melepaskan hormon tiroid. Pada kondisi ini dapat sembuh dengan
sendirinya atau dengan obat anti tiroid, pengobatan dengan tindakan bedah dan radio
aktif iodine tidaklah diperlukan.
Jika pada pendeita hipertiroid fatique dapat hilang pada saat istirahat, telapak
tangan hangat dan berkeringat, takikardia pada waktu tidur, dan tes fungsi tiroid
abnormal.
Penatalaksanaan :
Pada hipertiroid dapat diterapi secara aktif dengan obat anti tiroid, radioaktif iodine,
dan tiroidektomi. Terapi tergantung dari umur, keadaan umum, besarnya kelenjar,
beratnya keadaan patologis, dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan yang
optimal.
dengan terapi radio iodine dan tiroidektomi adalah dapat mengobati tanpa harus merusak
jaringan, dan jarang terjadi keadaan hipotiroidism setelah terapi.
Obat anti tiroid juga dapat digunakan sebagai terapi definitive atau sebagai terapi
persiapan menuju operasi atau terapi radio aktif iodine. Hasil akhir yang diharapkan
adalah membuat penderita sampai pada keadaan eutiroid state dan hilangnya gejala
remisi. Pasien dengan kelenjar tiroid yang kecil mempunyai prognosis yang baik, gejala
remisi yang memanjang sampai 18 bulan dari pengobatan dapat sembuh pada 30% dari
pasien yang ada. Beberapa pasien dapat terjadi hipotiroidism karena terapi ini. Efek
samping yang dapat terjadi adalah rashes, demam dan agranulositosis. Pengobatan harus
dihentikan jika terjadi sakit tenggorokan dan demam.
Dapat digunakan secara aman pada pasien yang sudah diterapi sebelumnya
dengan obat anti tiroid dan sudah pada keadaan eutiroid. Indikasi terapi ini adalah untuk
orang-orang yang sudah berusia 40 tahun keatas yang mempunyai resiko pembedahan,
dan pada pasien dengan recurrent hipertiroidism. Terapi ini lebih murah dibandingkan
dengan terapi dengan pembedahan. Terapi ini tidak boleh dilakukan pada pasien dengan
leukemia, kanker tiroid, kelainan congenital, tetapi dapat disarankan untuk terapi tumor
jinak tiroid.
Pada pasien yang masih muda bahaya radiasi harus diperhatikan dan dapat menjadi
keadaan hipotiroid. Anak-anak dan wanita hamil tidak boleh diterapi dengan radio
iodine.
3. Pembedahan Tiroid
Jenis:
- Biopsi insisi, contoh indikasi: struma difus pradiagnosis
- Biopsi eksisi, contoh indikasi: tumor (nodul) terbatas pradiagnosis
- Tiroidektomi subtotal, contoh indikasi: hipertiroidi (Graves), struma nodosa benigna
- Hemitiroidektomi (istmolobektomi), contoh indikasi: kelainan unilteral (adenoma)
21
- Tiroidektomi total, contoh indikasi: keganasan terbatas tanpa kelainan kelenjar limfe
- Tiroidektomi radikal, contoh indikasi: keganasan tiroid dengan kemungkinan
metastasis ke kelenjar limfe regional
I.SUBTOTAL TIROIDEKTOMI
J.PERSIAPAN OPRASI
Resiko dari tindakan tiroidektomi untuk toxic goiter menjadi tidak berarti,sejak
ditemukan kombinasi praoperasi menggunakan kombinasi dari iodides dan obat anti
tiroid. PTU atau obat anti tiroid lainnya dapat digunakan untuk menekan kadar hormon
sehingga dalam keadaan eutiroid keadaan ini dipertahankan sampai dilakukannya
operasi. 2-5 potassium iodide atau lugol’s iodine dapat diberikan 10-15 hari sebelum
pembedahan yang di gabungkan dengan PTU untuk menurunkan vaskularisasi dari
kelenjar tiroid. Thyroid Storm atau krisis hipertiroid memerlukan penanganan yang
22
segera pada kasus trauma dan tindakan bedah. Maka jika terjadi keadaan ini adalah ;
mencegah keluarnya hormon tiroid dengan memberikan lugol iodine, atau ipodate
sodium. Berikan juga obat penghambat β adrenergik (propanolol) untuk melawan
keadaan yang diakibatkan oleh tirotoksikosis, atau menurunkan produksi hormon tiroid
dan perubahan extratiroid T3 dan T4 dengan memberikan PTU. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah mengkoreksi tanda-tanda vital, dengan pemberian oksigen, sedatif,
cairan IV, kortikosteroid, dan penghilang panas, tergantung dari gejala yang timbul.
Reserpin dapat diberikan pada pasien yang mengalami kegelisahan yang hebat.
DAFTAR PUSTAKA
23
1. http://eprints.undip.ac.id/44077/3/MEGA_YUNITA_G2A009033_BAB2KTI.pdf
2. http://eprints.undip.ac.id/44851/3/Nugroho_Trihadi_22010110120107_BAB_2.pdf
3. Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.
4. Sherwood, L, 2001, Fisiologi Manusia dari sel ke system, ECG, Jakarta.
5. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, InternaPublishing, Jakarta, Edisi 5, Jilid III
6. Hazzard, R.W. 1990, Principles of Geriatric Medicine and Gerontology, 2nd ed.
McGraw-Hill, New York.