OLEH :
Ella Anggi Famela S.Lalusu, S.Ked
13 19 777 14 478
PEMBIMBING :
dr. H. Abdul Faris, Sp. OG(K)
dr. Abdul Faris Sp.OG (K) Ella Anggi Famela S.Lalusu, S.Ked
BAB I
PENDAHULUAN
Polycystic Ovari Syndrome (PCOS) atau juga dikenal dengan Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan kelainan
kompleks endokrin dan metabolic yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yang diakibat dengan kelainan
dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk penyakit ovarium
polikistik.Dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari volikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidak teraturan menstruasi sampai
amenorea,Riwayat inpertil,hirsutisme,retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan.Sindrom ini di cirikan dengan sekresi gonadotropin
yang tidak sesuai,hiperandrogenemia,peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi estogen, anovulasi kronik,dan ovarium yan
sklerokistik dengan demikian sindrom ini merupakan salah satu penyebab paling umum dari infertilitas
Diagnosis dan terapi SOPK masih menjadi kontroversi,pada pertemuan European Society for Human Reproduction and
Embriyology (ESHRE) and the American Society for Reproductive Medicine (ASRM) di Rotterdam pada tahun 2003 telah di tetapkan poin
diasnotik untuk menegakgan SOPK yaitu adanya oligomenorrhea atau anovulasi,tanda-tanda hiperandrogenisme secara klinis maupun
biokimia,Polycystic ovarian morphology setidaknya di dapatkan dua dari tiga kriteria tersebut,maka seorang Wanita dapat ditegakkan
diagnosis SOPK.
Oleh karena SOPK sering menunjukan beragam manifestasi klinis maka pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga
diagnosis dapat ditegakkan seakurat dan bermanfaat baik secara medikamentosa atupun operatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi1
PCOS merupakan kelainan Poligenik dengan beragam fenotipe yang
umum
terjadi pada wanita usia reproduksi, yang menjadi penyebab paling umum dari
infertilitas karena anovulasi. Infertilitas pada PCOS disebabkan karena anovulasi,
dimana perkembangan folikel hanya mencapai ukuran 10 mm
1.2 Epidemiologi5
Polycystic ovary syndrome (PCOS) adalah gangguan yang sangat umum,
mewakili gangguan endokrin-metabolik yang paling umum pada wanita usia
reproduksi, prevalensi PCOS yang mempengaruhi antara 5 dan 20% (1/20 hingga
1/
5) wanita usia reproduktif
1.3 Etiologi5
ingga saat ini, penyebab PCOS masih belum diketahui sepenuhnya.
Berbagai sumber menjelaskan bahwa PCOS terjadi akibat interaksi kompleks
antara
factor genetik dan lingkungan. Dengan berkembangnya teknologi, fokus
penelitian
untuk mencari penyebab PCOS terus berubah, dari faktor ovarium, aksis
hipotalamus– pituitari, hingga gangguan aktivitas insulin. Ketiga faktor ini saling
berinteraksi dalam pengaturan fungsi ovarium
1.4 Patofisiologi
Secara normal, kadar estrogen mencapai titik terendah pada saat seorang
wanita dalam keadaan menstruasi. Pada waktu yang bersamaan, kadar LH dan
FSH
mulai meningkat dan merangsang pembentukan folikel ovarium yang
mengandung
ovum. Folikel yang matang memproduksi hormon androgen seperti testosteron
dan
androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah. Beberapa dari hormon
androgen tersebut akan berikatan dengan sex hormone binding globulin (SHBG)
di
dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak memberikan efek
pada tubuh. Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah menjadi
hormon
estrogen di jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar estrogen
meningkat, yang mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun. Selain itu kadar
estrogen yang terus meningkat akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang
merangsang ovum lepas dari folikel sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi
terjadi
luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam kadar progesteron yang diikuti
penurunan kadar estrogen, LH dan FSH. Progesteron akan mencapai puncak pada
hari ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi menstruasi
berikutnya (Rinata, 2020).
Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu. Karena adanya
peningkatan aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang diperlukan untuk
pembentukan androgen ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang
tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing hormone (GnRH) yang meningkat.
Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari ovarium bertambah karena
ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin.
Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya perkembangan
folikel
sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan
LH yang memicu terjadinya ovulasi.
Selain itu adanya resistensi insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia
yang mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena insulin merangsang sekresi
androgen dan menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen bebas
meningkat. Pada sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis akantosis nigrikans
dan
obesitas tipe android. Selain itu hiperinsulin meningkatkan pulsasi pelepasan
GnRH, LH lebih mendominasi daripada FSH, peningkatan produksi androgen
ovarium serta penurunan pematangan folikel.
1. 5 Gejala Klinis
. Manifestasi klinis PCOS bervariasi mulai dari:
• Gangguan menstruasi biasanya siklus menstruasi yang panjang dan infertil
• Gangguan fungsi reproduksi.
Ketidakseimbangan hormon pada PCOS erat kaitannya dengan hiperinsulinemia,
resistensi insulin perifer dan obesitas. Ciri ciri ini berhubungan dengan
hipersekresi
luteinizing hormone (LH) dan androgen dengan konsentrasi serum follicle
stimulating
hormone (FSH) rendah atau normal. Kadar LH dibandingkan FSH akan
mengganggu
ovulasi karena perkembangan folikel tidak sempurna dan menjadikan morfologi
ovarium polikistik.
• Gangguan fungsi metabolisme androgen dan esterogen, sehingga terjadi
peningkatan
hormon testosteron, androstenedione dan dehydroepiandrosterone sulfate
(DHEAS)
(Dewi, 2020).
2. Penegakan diagnosis sindrom polikistik ovarium dapat dengan melihat tanda
tanda:
• Hiperandrogenemia: baik secara biokimia maupun pemeriksaan fisik tanpa ada
atau
adanya gangguan sistem endokrin. Pengecekan dapat dilakukan dengan melihat
pertumbuhan bulu pada tubuh enderita atau dapat dilakukan dengan Ferriman
Gallwel
Score (Anisya, 2019).
Gambar 4. skor Ferriman Gallwey yang dimodifikasi (Hestiantoro, 2016).
1. 6 Diagnosis
1.6.1 Klinis
a. Dilakukan anamnesis : pasien memberikan keluahan berupa perdarahan
pervaginam/gambaran mola, gejala toksemia pada trimester I-II,
hiperemesis.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dalam :
1.6.3 Laboratorium
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang
tinggi maka uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test)
akan positif setelah titrasi (pengeceran)1.
1.6.4 Radiologik
Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin
Abortus
Gemeli
Hidramnion
Kehamilan Etopik
1.8 Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Infeksi sekunder
Choriocarcinoma
1.9 Penatalaksanaan
1. Evakuasi 5
b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila
Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
e. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih.
2. Pengawasan Lanjutan 6
1.10 Prognosis
Hampir 20% mola hidatidosa komplit berlanjut menjadi keganasan,
sedangkan mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang jarang berulang disertai
tirotoksikosis atau kitas lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi
5
.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. J
Umur : 41 tahun
Alamat :-
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 16 Maret 2023
Tempat : Sando Husada kelas III
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Keluar darah dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke rumah sakit dengan Keluhan keluar darah dari jalan
lahir sejak 1 minggu. Awalnya pasien sudah pernah dilakukan tindakan kuretase
dengan diagnosis G5P4A0 gravid 4-5 minggu + susp moladotidosa dd missed
abortus. Pasien masuk ke rumah sakit dengan post kuretase hari ke 7.pasien
mengeluh keluar darah dari jalan lahir berupa darah kecoklatan yang disertai
gumpalan gumpalan.Ganti pembalut 3 hari sekali. Keluhan lainnya nyeri perut
bawah (+). Pelepasan lendir (-), mual muntah (+), pusing (+).
5. Riwayat Menstrusasi :
Pertama kali haid saat berusia 15 tahun, siklus teratur tiap bulan,
lama haid 6 hari, ganti pembalut 2-3 kali.
6. Riwayat Obstetri
Gravid : 5 Partus : 4 Abortus : 0
NO Tahun Tempat Umur Jenis Penyulit Jenis
Partus Partus Kehamilan Persalinan Kelamin/
Berat
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Tanda Vital
a. Kesadaran : Kompos Mentis, GCS = 15 (E4, M6, V5)
b. Tekanan darah : 120/70 mmHg
c. Pernapasan : 20 kali/menit
d. Denyut Nadi : 85 kali/menit
e. Suhu : 36,5°C
f. SpO2 : 99%
c. Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V midline clavicula
sinistra
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-/-)
d. Ekstremitas
- Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-).
- Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-).
3. Pemeriksaan Obstetrik
a. Leopold 1 : Tidak didapatkan
b. Leopold 2 : Tidak didapatkan
c. Leopold 3 : tidak didapatkan
d. Leopold 4 : tidak dapat dinilai
e. HIS : tidak didapatkan
f. DJJ : tidak didapatkan
g. TBJ : tidak didapatkan
4. Pemeriksaan Dalam
a. Portio :-
b. Posisi Portio :-
c. Pembukaan :-
d. Bagian Rendah : -
e. Ketuban :-
f. Pelepasan : darah (+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin (23 januari 2023)
a. Leukosit : 6,7 x103/mm3
b. Eritrosit : 3,87 x106/mm3 (menurun)
c. Hemoglobin : 11,2 gr/dl (menurun)
d. Hematokrit : 32,5% (menurun)
e. Platelet : 240 x103/mm3
2. USG
Kesan :
E. RESUME
Pasien datang ke rumah sakit dengan Keluhan keluar darah dari jalan lahir
sejak 1 minggu. Awalnya pasien sudah pernah dilakukan tindakan kuretase
dengan diagnosis G5P4A0 gravid 4-5 minggu + susp moladotidosa dd missed
abortus. Pasien masuk ke rumah sakit dengan post kuretase hari ke 7.pasien
mengeluh keluar darah dari jalan lahir berupa darah kecoklatan yang disertai
gumpalan gumpalan.Ganti pembalut 3 hari sekali. Keluhan lainnya nyeri perut
bawah (+). Pelepasan lendir (-), mual muntah (+), pusing (+).Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tanda-tanda vital yaitu TD: 120/70 mmHg, Nadi 85x/menit R
20x/ menit, Suhu 36,5°C. Pemeriksaan Leopold 1 : Tidak didapatkan, Leopold
2 :tidak didapatkan Leopold 3 :tidak didapatkan, Leopold 4 :tidak dapat dinilai ,
HIS : tidak ada, DJJ :tidak ada, dan TBJ:tidak dapat dinilai. Pada pemeriksaan
dalam didaptkan Portio: - Posisi Portio: -, Pembukaan: -, Bagian Rendah: -,
Ketuban: -, Pelepasan :darah (+) pada kanalis servikalis. Pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatkan Eritrosit 3,87 x106/mm3
(menurun )hemoglobin 11,2 gr/dl (menurun), hematokrit 32,5% (menurun).
F. DIAGNOSIS
G5P4A0 post kuretase H7 a/i susp moladotidosa dd missed abortion
G. PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 28 tpm
2. Observasi ttv
3. puasa
4. Pro kuretase
H. LAPORAN OPRASI
LAPORAN OPERASI
- Tanggal Operasi : 17 Maret 2023
- Diagnosis Pre Op : Mola Hidotidosa post kuretase 1
- Diagnosis Post Op : Mola Hidotidosa
- Tindakan Operasi : Kuretase
- DPJP: dr. H. Abdul Faris, Sp.OG(K)
9. Operasi selesai
I. TERAPI Post Op :
Kesimpulan :
Cavum Uteri, Curettage
Mola Hidatidosa Grade 1
K. FOLLOW UP
17 Maret 2023 S: Nyeri perut bagian bawah (+),pusing (-),sakit
Kepala (-),Mual (-),Muntah (-). Keluar darah dari
jalan lahir (+) sedikit,BAK (+) lancer,BAB (+) biasa
O: TD: 102/64 mmHg
N: 70/m
S: 36,6°C
R: 20x/m
A: Mola hidotidosa
Pasien datang ke rumah sakit dengan Keluhan keluar darah dari jalan lahir
sejak 1 minggu. Awalnya pasien sudah pernah dilakukan tindakan kuretase
dengan diagnosis G5P4A0 gravid 4-5 minggu + susp moladotidosa dd missed
abortus. Pasien masuk ke rumah sakit dengan post kuretase hari ke 7.pasien
mengeluh keluar darah dari jalan lahir berupa darah kecoklatan yang disertai
gumpalan gumpalan.Ganti pembalut 3 hari sekali. Keluhan lainnya nyeri perut
bawah (+). Pelepasan lendir (-), mual muntah (+), pusing (+).Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tanda-tanda vital yaitu TD: 120/70 mmHg, Nadi 85x/menit R
20x/ menit, Suhu 36,5°C. Pemeriksaan Leopold 1 : Tidak didapatkan, Leopold
2 :tidak didapatkan Leopold 3 :tidak didapatkan, Leopold 4 :tidak dapat dinilai ,
HIS : tidak ada, DJJ :tidak ada, dan TBJ:tidak dapat dinilai. Pada pemeriksaan
dalam didaptkan Portio: - Posisi Portio: -, Pembukaan: -, Bagian Rendah: -,
Ketuban: -, Pelepasan :darah (+) pada kanalis servikalis. Pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatkan Eritrosit 3,87 x106/mm3
(menurun )hemoglobin 11,2 gr/dl (menurun), hematokrit 32,5% (menurun).
Kehamilan mola sendiri dibagi menjadi 2 yaitu mola parsial dan mola
komplit.Untuk membedakan kedua hal ini perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG), pemeriksaan kadar β-hCG dan dapat pula dilakukan dengan
melalui pengambilan sampel vilus korionik, amniosintesis, atau darah fetus.
Melalui pemeriksaan USG, untuk mola hidatidosa komplit biasanya ditemukan
gambaran snowstorm, vesicular pattern yang biasanya muncul pada trimester
kedua kehamilan dari isi uterus dan kista lutein fokal. Sementara itu untuk pasien
dengan mola hidatidosa parsial sering didiagnosa missed abortion biasanya
terdapat gambaran janin (8)
pada kasus ini dari hasil USG yang didapatkan
gambarakan snowstorm dan tidak didapatkan adanya janin sehingga dapat
diagnosis mola hidatidosa komplit.
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam, karena tidak ditemukan adanya
infeksi dan sepsis pada pasien. Data mortalitas berkurang secara drastis dengan
diagnosa dini dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola lanjut, pasien
cenderung untuk menderita anemia dan perdarahn kronis. Infeksi dan sepsis pada
kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
3. Mola hidatidosa dibagi atas 2 yaitu komplit dan parsial. Pada mola
komplit berdasarkan USG untuk mola hidatidosa komplit biasanya
ditemukan gambaran snowstorm, vesicular pattern yang biasanya muncul
pada trimester kedua kehamilan dari isi uterus dan kista lutein fokal.
Sementara itu untuk pasien dengan mola hidatidosa parsial sering didiagnosa
missed abortion biasanya terdapat gambaran janin.
4. Pada mola hidatidosa gejala yang sering timbul yaitu perdarahan pada
awal kehamilan berupa darah segar dan kadang berupa gumpalan seperti
mata ikan, emesis/hyperemesis, ukuran uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan, tidak ada nyeri perut, tidak adanya tanda tanda Gerakan janin.
B. Saran
1. Octiara, Devina. Sari, Puspita. Mola Hidatidosa. Vol 5 (1). JK Unila. 2021
2. Kusuma, intan. Pramono,adi. Karakteristik mola hidatidosa di RSUP dr.
Kariadi Semarang. Vol 6 (2). Jurnal kedokteran diponegoro. 2017
3. Lisa,e,more. Hydatiform mole. FACOG.2016.
http://emedicine.medscape.com
4. Amelia,vina. penyakit Trofoblastik Gestasional: Varian Histopatologi Mola
Hidatidosa. Vol 10 (3). 2020
5. Pratiwi, meidya. Fatimah. Patologi kehamilan. Pustaka baru press. 2019
6. Leveno, KJ, dkk. 2011. Hydatiform Mole. Williams Manual of Pregnancy
Complications. 23rt Edition. North America. McGraw-Hill Companies. 278
- 282.
7. Hadijanto, B. Perdarahan pada Perdarahan pada kehamilan kehamilan muda
Di dalam winknjosastro, SP.OG, Prof. Dr. Hanifa.2008. Ilmu Kebidanan
Kebidanan. Jakarta; Yayasan BINA PUSTAKA SARWONO
PRAWIRORAHARDJO; Hal 459-491
8. Olivia,citra. Seorang Wanita 30 Tahun Dengan Mola Hidatidosa Komplet.
Vol 5(2). Majority. 2020