Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 10 Maret 2022

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU

PENATALAKSANAAN POLIKISTIK OVARIUM SINDROM

OLEH :
Ella Anggi Famela S.Lalusu, S.Ked
13 19 777 14 478

PEMBIMBING :
dr. H. Abdul Faris, Sp. OG(K)

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Ella Anggi Famela S.Lalusu, S. Ked
No. Stambuk : 13 19 777 14 478
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat Palu
Judul Refarat : Polikistik Ovarium Sindrom
Bagian : Bagian Obstetri dan Ginekologi

Bagian Obstetri Ginekologi


RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 10 Maret 2022

Pembimbing Dokter Muda

dr. Abdul Faris Sp.OG (K) Ella Anggi Famela S.Lalusu, S.Ked
BAB I
PENDAHULUAN

Polycystic Ovari Syndrome (PCOS) atau juga dikenal dengan Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan kelainan

kompleks endokrin dan metabolic yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yang diakibat dengan kelainan

dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk penyakit ovarium

polikistik.Dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari volikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidak teraturan menstruasi sampai

amenorea,Riwayat inpertil,hirsutisme,retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan.Sindrom ini di cirikan dengan sekresi gonadotropin

yang tidak sesuai,hiperandrogenemia,peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi estogen, anovulasi kronik,dan ovarium yan

sklerokistik dengan demikian sindrom ini merupakan salah satu penyebab paling umum dari infertilitas

Diagnosis dan terapi SOPK masih menjadi kontroversi,pada pertemuan European Society for Human Reproduction and

Embriyology (ESHRE) and the American Society for Reproductive Medicine (ASRM) di Rotterdam pada tahun 2003 telah di tetapkan poin

diasnotik untuk menegakgan SOPK yaitu adanya oligomenorrhea atau anovulasi,tanda-tanda hiperandrogenisme secara klinis maupun

biokimia,Polycystic ovarian morphology setidaknya di dapatkan dua dari tiga kriteria tersebut,maka seorang Wanita dapat ditegakkan

diagnosis SOPK.

Oleh karena SOPK sering menunjukan beragam manifestasi klinis maka pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga

diagnosis dapat ditegakkan seakurat dan bermanfaat baik secara medikamentosa atupun operatif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi1
PCOS merupakan kelainan Poligenik dengan beragam fenotipe yang
umum
terjadi pada wanita usia reproduksi, yang menjadi penyebab paling umum dari
infertilitas karena anovulasi. Infertilitas pada PCOS disebabkan karena anovulasi,
dimana perkembangan folikel hanya mencapai ukuran 10 mm

1.2 Epidemiologi5
Polycystic ovary syndrome (PCOS) adalah gangguan yang sangat umum,
mewakili gangguan endokrin-metabolik yang paling umum pada wanita usia
reproduksi, prevalensi PCOS yang mempengaruhi antara 5 dan 20% (1/20 hingga
1/
5) wanita usia reproduktif

1.3 Etiologi5
ingga saat ini, penyebab PCOS masih belum diketahui sepenuhnya.
Berbagai sumber menjelaskan bahwa PCOS terjadi akibat interaksi kompleks
antara
factor genetik dan lingkungan. Dengan berkembangnya teknologi, fokus
penelitian
untuk mencari penyebab PCOS terus berubah, dari faktor ovarium, aksis
hipotalamus– pituitari, hingga gangguan aktivitas insulin. Ketiga faktor ini saling
berinteraksi dalam pengaturan fungsi ovarium

1.4 Patofisiologi
Secara normal, kadar estrogen mencapai titik terendah pada saat seorang
wanita dalam keadaan menstruasi. Pada waktu yang bersamaan, kadar LH dan
FSH
mulai meningkat dan merangsang pembentukan folikel ovarium yang
mengandung
ovum. Folikel yang matang memproduksi hormon androgen seperti testosteron
dan
androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah. Beberapa dari hormon
androgen tersebut akan berikatan dengan sex hormone binding globulin (SHBG)
di
dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak memberikan efek
pada tubuh. Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah menjadi
hormon
estrogen di jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar estrogen
meningkat, yang mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun. Selain itu kadar
estrogen yang terus meningkat akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang
merangsang ovum lepas dari folikel sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi
terjadi
luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam kadar progesteron yang diikuti
penurunan kadar estrogen, LH dan FSH. Progesteron akan mencapai puncak pada
hari ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi menstruasi
berikutnya (Rinata, 2020).
Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu. Karena adanya
peningkatan aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang diperlukan untuk
pembentukan androgen ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang
tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing hormone (GnRH) yang meningkat.
Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari ovarium bertambah karena
ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin.
Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya perkembangan
folikel
sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan
LH yang memicu terjadinya ovulasi.
Selain itu adanya resistensi insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia
yang mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena insulin merangsang sekresi
androgen dan menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen bebas
meningkat. Pada sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis akantosis nigrikans
dan
obesitas tipe android. Selain itu hiperinsulin meningkatkan pulsasi pelepasan
GnRH, LH lebih mendominasi daripada FSH, peningkatan produksi androgen
ovarium serta penurunan pematangan folikel.

1. 5 Gejala Klinis
. Manifestasi klinis PCOS bervariasi mulai dari:
• Gangguan menstruasi biasanya siklus menstruasi yang panjang dan infertil
• Gangguan fungsi reproduksi.
Ketidakseimbangan hormon pada PCOS erat kaitannya dengan hiperinsulinemia,
resistensi insulin perifer dan obesitas. Ciri ciri ini berhubungan dengan
hipersekresi
luteinizing hormone (LH) dan androgen dengan konsentrasi serum follicle
stimulating
hormone (FSH) rendah atau normal. Kadar LH dibandingkan FSH akan
mengganggu
ovulasi karena perkembangan folikel tidak sempurna dan menjadikan morfologi
ovarium polikistik.
• Gangguan fungsi metabolisme androgen dan esterogen, sehingga terjadi
peningkatan
hormon testosteron, androstenedione dan dehydroepiandrosterone sulfate
(DHEAS)
(Dewi, 2020).
2. Penegakan diagnosis sindrom polikistik ovarium dapat dengan melihat tanda
tanda:
• Hiperandrogenemia: baik secara biokimia maupun pemeriksaan fisik tanpa ada
atau
adanya gangguan sistem endokrin. Pengecekan dapat dilakukan dengan melihat
pertumbuhan bulu pada tubuh enderita atau dapat dilakukan dengan Ferriman
Gallwel
Score (Anisya, 2019).
Gambar 4. skor Ferriman Gallwey yang dimodifikasi (Hestiantoro, 2016).
1. 6 Diagnosis
1.6.1 Klinis
a. Dilakukan anamnesis : pasien memberikan keluahan berupa perdarahan
pervaginam/gambaran mola, gejala toksemia pada trimester I-II,
hiperemesis.

b. Pemeriksaan fisik

 Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang


disebut muka mola (mola face)

 Palpasi : Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba


lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

 Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

 Pemeriksaan dalam :

 Memastikan besarnya uterus

 Uterus terasa lembek

 Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

1.6.2 Gambaran Histopatologi


Pemeriksaan histopatologi pada mola hidatidosa merupakan pemeriksaan
baku emas untuk menegakan diagnosis pasti. Bahan yang dipakai adalah jaringan
mola hidatidosa yang berhasil dievakuasi melalui tindakan kuretase atau operasi.
Pada pemeriksaan histopatologi mola hidatidosa dilihat beberapa aspek yaitu
hiperplasia sel trofoblas, kontur dan lekukan vili, ada tidaknya sisterna, inklusi sel
trofoblas, serta ada tidaknya nucleated red blood cell dalam pembuluh darah fetal.
18 Pada mola hidatidosa komplet vili korialis berukuran besar, mengalami
degenerasi hidropik dan pembuluh darah villi tidak terlihat (avaskuler), serta pada
sebagian besar penderita terdapat vili yang dikelilingi proliferasi berlebihan
(hiperplasia) sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Gambaran ini menunjukan sel
bersifat atipik atau masih aktif. Sel trofoblas tersebut juga seringkali dapat masuk
ke dalam ruang pembuluh darah antar vili. Sedangkan pada mola hidatidosa
parsial ukuran beberapavili 16 korialiasnyanormal, selain itu juga terdapat vili
yang mengalami edema dan terlihat berlekuk-lekuk, proliferasi sel trofoblas lebih
sedikit serta tidak bersifat atipik.

1.6.3 Laboratorium
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang
tinggi maka uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test)
akan positif setelah titrasi (pengeceran)1.

1.6.4 Radiologik
 Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin

 USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai


salju.
Gambar A. USG Mola Hidatidosa Komplit. Gambar B. Honey coomb Appareance

1.7 Diagnosis Banding


 Kehamilan dengan mioma

 Abortus

 Gemeli

 Hidramnion

 Kehamilan Etopik

1.8 Komplikasi
 Perdarahan yang hebat sampai syok

 Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

 Infeksi sekunder

 Perforasi karena tindakan

 Choriocarcinoma

1.9 Penatalaksanaan
1. Evakuasi 5

a. Perbaiki keadaan umum.

b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila
Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.

c. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika (20-40 unit oktisosin


dalam 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%)
dan perbaiki keadaan umum penderita.
d. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.

e. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih.

2. Pengawasan Lanjutan 6

a. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi


oral pil.

b. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :

i. Setiap minggu pada Triwulan pertama

ii. Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua

iii. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

iv. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3


bulan.

v. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :

a) Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan

b) Pemeriksaan dalam : Keadaan Serviks, Uterus bertambah


kecil atau tidak

Pemantauan ketat pascaevakuasi mola sangat penting untuk


mengidentifikasi pasien beresiko keganasan. Pemeriksaan kadar hCG dilakukan
tiap minggu hingga diperoleh tiga kali kadar negatif, kemudian enam kali kadar
hCG normal yang diperiksa sebanyak enam kali disertai dengan pemeriksaan
panggul. Jika kadar hCG meningkat, perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks.
Penting dilakukan pemantauan kadar hCG pascapembedahan 5.
Pasca kehamilan dengan penyakit trofoblas gestasional, pasien tidak
dianjurkan hamil hingga kadar hCG normal selama 6 bulan. Pil konstrasepsi
kombinasi dan terapi sulih hormone aman digunakan setelah kadar hCG menjadi
normal. Setelah kehamilan mola, jika pasien menginginkan sterilisasi operatif
maka dapat dipertimbangkan histerektomi dengan mola in situ.
3. Sitostatika Profilaksis 5
Wanita dengan kelainan Gestasional Trophoblastic Disease dapat diobati
baik dengan agen tunggal atau multi-agen kemoterapi. Pengobatan yang
digunakan didasarkan pada FIGO 2000 sistem skoring untuk GTN dengan
penilaian sebagai berikut ;

Perempuan dinilai sebelum kemoterapi menggunakan sistem skoring


FIGO 2000. Wanita dengan skor ≤ 6 beresiko rendah dan dapat diberikan
methotrexate intramuskular agen tunggal bergantian setiap hari dengan Asam
folinic selama 1 minggu diikuti oleh 6 hari istirahat. Wanita dengan skor ≥ 7
beresiko tinggi dan diperlakukan dengan intravena kemoterapi multi-agen, yang
mencakup kombinasi methotrexate, dactinomycin, etoposid, vincristine dan
siklofosfamid. Pengobatan dilanjutkan, dalam semua kasus, sampai tingkat hCG
memiliki kembali normal dan kemudian untuk lebih lanjut 6 minggu berturut-
turut.

Pemberian Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari pada kasus dengan resiko


keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi.

1.10 Prognosis
Hampir 20% mola hidatidosa komplit berlanjut menjadi keganasan,
sedangkan mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang jarang berulang disertai
tirotoksikosis atau kitas lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi
5
.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. J
Umur : 41 tahun
Alamat :-
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 16 Maret 2023
Tempat : Sando Husada kelas III

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Keluar darah dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke rumah sakit dengan Keluhan keluar darah dari jalan
lahir sejak 1 minggu. Awalnya pasien sudah pernah dilakukan tindakan kuretase
dengan diagnosis G5P4A0 gravid 4-5 minggu + susp moladotidosa dd missed
abortus. Pasien masuk ke rumah sakit dengan post kuretase hari ke 7.pasien
mengeluh keluar darah dari jalan lahir berupa darah kecoklatan yang disertai
gumpalan gumpalan.Ganti pembalut 3 hari sekali. Keluhan lainnya nyeri perut
bawah (+). Pelepasan lendir (-), mual muntah (+), pusing (+).

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


a. Hipertensi : Tidak ada
b. Diabetes melitus : Tidak ada
c. Penyakit Jantung : Tidak ada
d. Asma : Tidak ada
e. Alergi : Tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


a. Hipertensi : Tidak ada
b. Diabetes melitus : Tidak ada
c. Penyakit Jantung : Tidak ada
d. Asma : Tidak ada
e. Alergi : Tidak ada

5. Riwayat Menstrusasi :
Pertama kali haid saat berusia 15 tahun, siklus teratur tiap bulan,
lama haid 6 hari, ganti pembalut 2-3 kali.

6. Riwayat Obstetri
Gravid : 5 Partus : 4 Abortus : 0
NO Tahun Tempat Umur Jenis Penyulit Jenis
Partus Partus Kehamilan Persalinan Kelamin/
Berat

1 1997 Rumah Aterm Normal - Laki-Laki,


2900 gram

2 2000 Rumah Aterm Normal - Laki-Laki,


3300 gram

3 2008 Rumah Aterm Normal - Perempuan


, 2800
gram

4 2017 Rumah Aterm Normal - Perempuan


3000 gram

5 2023 Hamil Sekarang

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Tanda Vital
a. Kesadaran : Kompos Mentis, GCS = 15 (E4, M6, V5)
b. Tekanan darah : 120/70 mmHg
c. Pernapasan : 20 kali/menit
d. Denyut Nadi : 85 kali/menit
e. Suhu : 36,5°C
f. SpO2 : 99%

2. Pemeriksaan Fisik Umum


a. Kepala dan Leher
- Kepala : Normochepal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-),pupil
bulat, isokor diameter 2 mm/2 mm, refleks cahaya
(+/+).
- Mulut : Mukosa bibir kering (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-).
- Leher : Pembesaran KGB (-).
b. Thorax
- Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan simetris ka=ki
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), vokal fremitus
kanan dan kiri sama
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

c. Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V midline clavicula
sinistra
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-/-)

d. Ekstremitas
- Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-).
- Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-).

3. Pemeriksaan Obstetrik
a. Leopold 1 : Tidak didapatkan
b. Leopold 2 : Tidak didapatkan
c. Leopold 3 : tidak didapatkan
d. Leopold 4 : tidak dapat dinilai
e. HIS : tidak didapatkan
f. DJJ : tidak didapatkan
g. TBJ : tidak didapatkan

4. Pemeriksaan Dalam
a. Portio :-
b. Posisi Portio :-
c. Pembukaan :-
d. Bagian Rendah : -
e. Ketuban :-
f. Pelepasan : darah (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin (23 januari 2023)
a. Leukosit : 6,7 x103/mm3
b. Eritrosit : 3,87 x106/mm3 (menurun)
c. Hemoglobin : 11,2 gr/dl (menurun)
d. Hematokrit : 32,5% (menurun)
e. Platelet : 240 x103/mm3

2. USG
Kesan :

E. RESUME
Pasien datang ke rumah sakit dengan Keluhan keluar darah dari jalan lahir
sejak 1 minggu. Awalnya pasien sudah pernah dilakukan tindakan kuretase
dengan diagnosis G5P4A0 gravid 4-5 minggu + susp moladotidosa dd missed
abortus. Pasien masuk ke rumah sakit dengan post kuretase hari ke 7.pasien
mengeluh keluar darah dari jalan lahir berupa darah kecoklatan yang disertai
gumpalan gumpalan.Ganti pembalut 3 hari sekali. Keluhan lainnya nyeri perut
bawah (+). Pelepasan lendir (-), mual muntah (+), pusing (+).Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tanda-tanda vital yaitu TD: 120/70 mmHg, Nadi 85x/menit R
20x/ menit, Suhu 36,5°C. Pemeriksaan Leopold 1 : Tidak didapatkan, Leopold
2 :tidak didapatkan Leopold 3 :tidak didapatkan, Leopold 4 :tidak dapat dinilai ,
HIS : tidak ada, DJJ :tidak ada, dan TBJ:tidak dapat dinilai. Pada pemeriksaan
dalam didaptkan Portio: - Posisi Portio: -, Pembukaan: -, Bagian Rendah: -,
Ketuban: -, Pelepasan :darah (+) pada kanalis servikalis. Pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatkan Eritrosit 3,87 x106/mm3
(menurun )hemoglobin 11,2 gr/dl (menurun), hematokrit 32,5% (menurun).

F. DIAGNOSIS
G5P4A0 post kuretase H7 a/i susp moladotidosa dd missed abortion

G. PENATALAKSANAAN

1. IVFD RL 28 tpm
2. Observasi ttv
3. puasa
4. Pro kuretase

H. LAPORAN OPRASI

LAPORAN OPERASI
- Tanggal Operasi : 17 Maret 2023
- Diagnosis Pre Op : Mola Hidotidosa post kuretase 1
- Diagnosis Post Op : Mola Hidotidosa
- Tindakan Operasi : Kuretase
- DPJP: dr. H. Abdul Faris, Sp.OG(K)

Laporan jalannya operasi :

1. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi dimeja oprasi di bawah


pengaruh anesthesia intravena

2. Bersihkan vagina-vulva dengan kassa steril dan betadine

3. Pasang inspekulum SIMS,jepit portio dengan tenaculum

4. Dilakukan sondase kedalam cavum uteri,kedalaman 9 cm

5. Lakukan evakuasi kedalam cavum uteri dengan abortic tank

6. Dilakukan kuretase dengan sendok tumpul dan tajam

7. Kuretase dihentikan setelah dipastikan perdarahan tidak ada

8. Bersihkan area kerja

9. Operasi selesai
I. TERAPI Post Op :

1.Inj.Painlos 400 mg dalam Nacl 100 cc habiskan dalam 30 menit/24


jam

2.Inj. Ranitidine 1 Amp/8 jam/iv

3.Inj. Ondancentrone 1 Amp/8 jam/iv

4.Inj,Asam Traneksamet 500 mg/8 jam/iv

5.Inj.Metronidazole 500 mg/8jam/iv

6.Inj. Cefotaxim 1gr/12 jam/IV

J. HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI

Kesimpulan :
Cavum Uteri, Curettage
Mola Hidatidosa Grade 1
K. FOLLOW UP
17 Maret 2023 S: Nyeri perut bagian bawah (+),pusing (-),sakit
Kepala (-),Mual (-),Muntah (-). Keluar darah dari
jalan lahir (+) sedikit,BAK (+) lancer,BAB (+) biasa
O: TD: 102/64 mmHg
N: 70/m
S: 36,6°C
R: 20x/m
A: Mola hidotidosa

18 Maret 2023 S: Nyeri perut bagian bawah (+)berkurang,Pusing


(+),Sakit kepala (-),Mual (-),Muntah (-),keluar darah
dari jalan lahir (-),BAK (-) lancer,BAB (-) lancer.
O: TD: 97/85 mmHg
N : 74x/menit
S : 36,5C
Spo2: 99%
R : 20x/menit
A: Mola hidotidosa
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke rumah sakit dengan Keluhan keluar darah dari jalan lahir
sejak 1 minggu. Awalnya pasien sudah pernah dilakukan tindakan kuretase
dengan diagnosis G5P4A0 gravid 4-5 minggu + susp moladotidosa dd missed
abortus. Pasien masuk ke rumah sakit dengan post kuretase hari ke 7.pasien
mengeluh keluar darah dari jalan lahir berupa darah kecoklatan yang disertai
gumpalan gumpalan.Ganti pembalut 3 hari sekali. Keluhan lainnya nyeri perut
bawah (+). Pelepasan lendir (-), mual muntah (+), pusing (+).Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tanda-tanda vital yaitu TD: 120/70 mmHg, Nadi 85x/menit R
20x/ menit, Suhu 36,5°C. Pemeriksaan Leopold 1 : Tidak didapatkan, Leopold
2 :tidak didapatkan Leopold 3 :tidak didapatkan, Leopold 4 :tidak dapat dinilai ,
HIS : tidak ada, DJJ :tidak ada, dan TBJ:tidak dapat dinilai. Pada pemeriksaan
dalam didaptkan Portio: - Posisi Portio: -, Pembukaan: -, Bagian Rendah: -,
Ketuban: -, Pelepasan :darah (+) pada kanalis servikalis. Pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatkan Eritrosit 3,87 x106/mm3
(menurun )hemoglobin 11,2 gr/dl (menurun), hematokrit 32,5% (menurun).

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis pasien didiagnosis dengan mola


hidatidosa karena berdasarkan anamnesis pada pasien ini adanya perdarahan
jalan lahir berupa darah kecoklatan yang bergumpal gumpal, nyeri perut. Pada
permulaannya gejala mola tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa yaitu
enek, muntah,pusing dan lain lain. hanya saja derajat keluhannya sering lebih
hebat. Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat sehingga pada umumnya besar
uterus lebih besar  daripada umur kehamilan. Ada pula kasus kasus yang
uterusnya lebih kecil atau sama besar  walau jaringannya belum dikeluarkan.
Dalam hal ini perkembang ini jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu
dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole. gambaran klinis sebagian
besar kehamilan mola telah banyak berubah dalam 20 tahun terakhir karena
penggunaan ultrasonografi dan HCG serum kuantitatif menyebabkan diagnosis
ditegakkan lebih dini. Gejala gejala lebih mencolok pada mola hidatidosa.(6)

Berdasarkan hal tersebut, pasien mengalami perdarahan pada kehamilan


muda (early pregnancy bleeding). Beberapa penyakit yang dapat terjadi pada
periode ini antara lain kehamilan ektopik, abortus baik imminens, insipiens,
inkomplit, maupun komplit, selain itu dapat pula penyakit trofoblastik gestasional
seperti mola hidatidosa, mola invasif, koriokarsinoma, dapat pula kelainan
eksternal seperti vaginitis, servisitis dll. Berdasarkan anamnesa penyakit
kehamilan ektopik dapat disingkirkan dengan tidak ditemukannya anemia dan
nyeri akut abdomen. Abortus komplit maupun inkomplit dapat pula disingkirkan
karena pada abortus tidak ada keluhan keluar bentuk gelembung seperti mata ikan,
yang merupakan ciri khas dari mola hidatidosa. (8)

Kehamilan mola sendiri dibagi menjadi 2 yaitu mola parsial dan mola
komplit.Untuk membedakan kedua hal ini perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG), pemeriksaan kadar β-hCG dan dapat pula dilakukan dengan
melalui pengambilan sampel vilus korionik, amniosintesis, atau darah fetus.
Melalui pemeriksaan USG, untuk mola hidatidosa komplit biasanya ditemukan
gambaran snowstorm, vesicular pattern yang biasanya muncul pada trimester
kedua kehamilan dari isi uterus dan kista lutein fokal. Sementara itu untuk pasien
dengan mola hidatidosa parsial sering didiagnosa missed abortion biasanya
terdapat gambaran janin (8)
pada kasus ini dari hasil USG yang didapatkan
gambarakan snowstorm dan tidak didapatkan adanya janin sehingga dapat
diagnosis mola hidatidosa komplit.

Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam, karena tidak ditemukan adanya
infeksi dan sepsis pada pasien. Data mortalitas berkurang secara drastis dengan
diagnosa dini dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola lanjut, pasien
cenderung untuk menderita anemia dan perdarahn kronis. Infeksi dan sepsis pada
kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Mola hidatidosa atau lebih dikenal dengan “hamil anggur” merupakan


penyakit trofoblastik gestasional yang sering ditemukan. Penyakit ini
merupakan salah satu kelainan dari kehamilan yang ditandai dengan
perkembangan embrionik yang abnormal.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya mola yaitu usia ibu


dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun, Riwayat mola hidatidosa
sebelumnya, kekurangan gizi selama hamil, infeksi virus tertentu dan
kromosom

3. Mola hidatidosa dibagi atas 2 yaitu komplit dan parsial. Pada mola
komplit berdasarkan USG untuk mola hidatidosa komplit biasanya
ditemukan gambaran snowstorm, vesicular pattern yang biasanya muncul
pada trimester kedua kehamilan dari isi uterus dan kista lutein fokal.
Sementara itu untuk pasien dengan mola hidatidosa parsial sering didiagnosa
missed abortion biasanya terdapat gambaran janin.

4. Pada mola hidatidosa gejala yang sering timbul yaitu perdarahan pada
awal kehamilan berupa darah segar dan kadang berupa gumpalan seperti
mata ikan, emesis/hyperemesis, ukuran uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan, tidak ada nyeri perut, tidak adanya tanda tanda Gerakan janin.

B. Saran

1. Untuk menurunkan risiko menderita mola hidatidosa, pengetahuan


tentang faktor resiko dan gejala-gejala mola hidatidosa diketahui oleh
setiap wanita terutama yang termasuk dalam faktor predileksi

2. Penderita yang memiliki gejala-gejala seperti mola hidatidosa


sebaiknya memeriksakan diri di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi
atau dokter praktek klinik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Octiara, Devina. Sari, Puspita. Mola Hidatidosa. Vol 5 (1). JK Unila. 2021
2. Kusuma, intan. Pramono,adi. Karakteristik mola hidatidosa di RSUP dr.
Kariadi Semarang. Vol 6 (2). Jurnal kedokteran diponegoro. 2017
3. Lisa,e,more. Hydatiform mole. FACOG.2016.
http://emedicine.medscape.com
4. Amelia,vina. penyakit Trofoblastik Gestasional: Varian Histopatologi Mola
Hidatidosa. Vol 10 (3). 2020
5. Pratiwi, meidya. Fatimah. Patologi kehamilan. Pustaka baru press. 2019
6. Leveno, KJ, dkk. 2011. Hydatiform Mole. Williams Manual of Pregnancy
Complications. 23rt Edition. North America. McGraw-Hill Companies. 278
- 282.
7. Hadijanto, B. Perdarahan pada  Perdarahan pada kehamilan kehamilan muda
Di dalam winknjosastro, SP.OG, Prof. Dr. Hanifa.2008. Ilmu Kebidanan
Kebidanan. Jakarta; Yayasan BINA PUSTAKA SARWONO
PRAWIRORAHARDJO; Hal 459-491
8. Olivia,citra. Seorang Wanita 30 Tahun Dengan Mola Hidatidosa Komplet.
Vol 5(2). Majority. 2020

Anda mungkin juga menyukai