Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS)

Disusun Oleh:
Annisa Rahmadhania
110.2013.038

Pembimbing:
dr. Husni Budi S, Sp.OG

KEPANITRAAN KLINIK MAHASISWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS YARSI
BAGIAN ILMU OBSTETRIK GINEKOLOGI
RSUD ARJAWINANGUN
PERIODE 3 JULI-9 SEPTEMBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas
rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul
Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) sebagai salah satu tugas di kepanitraan
Obstetrik dan Ginekologi di RSUD ARJAWINANGUN
Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga referat ini selesai tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah
diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada pembimbing saya dr. Husni Budi S, Sp.OG atas bimbingan,
arahan dan saran dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga
penyusunan ini dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu
meridhai kita semua.

Arjawinangun, Agustus 2017

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) merupakan kelainan kompleks endokrin dan


metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme
yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain. Pertama
kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk penyakit ovarium
polikistik (polycyctic ovary disease/Ovarium polikistik/Stein-Leventhal Syndrome),
dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari polikistik ovarium bilateral dan terdapat
gejala ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil, hirsutisme,
retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi
gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari
androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang sklerokistik dengan
demikian sindroma ini merupakan satu dari penyebab paling umum dari infertilitas.
Diagnosis dan terapi PCOS masih menjadi kontroversi. Pada pertemuan
European Society for Human Reproduction and Embryology (ESHRE) and the
American Society for Reproductive Medicine (ASRM) di Rotterdam pada tahun 2003
telah ditetapkan poin diagnostik untuk menegakkan PCOS yaitu adanya oligomenorrhea
atau anovulasi, tanda-tanda hiperandrogenisme secara klinis maupun biokimia,
polycystic ovarian morphology (sonography), setidaknya didapatkan 2 dari 3 kriteria
tersebut maka seorang wanita dapat ditegakkan diagnosis PCOS.
Oleh karena PCOS sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka
pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat
mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional mungkin
dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah penyakit endokrin yang paling
umum pada wanita, mempengaruhi 8% dari wanita di usia reproduksi. PCOS ditandai
dengan siklus anovulasi kronis, oligo-atau amenore, hirsutisme, dan resistensi insulin.
Definisi yang paling dapat diterima secara internasional pada saat ini seperti yang
diadopsi pada tahun 2003 oleh European Society for Human Reproduction dan
Embryology and the American Society for Reproductive Medicine, yang dikenal
dengan ESHRE/ASRM Dalam konsensus ini diperlukan adanya dua dari tiga kriteria
diagnosa yaitu :
1. Oligo/anovulation
2. Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
3. Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG (12 atau
lebih folikel-folikel dengan ukuran diameter antara 2-9 mm dan/atau
peningkatan volume ovarium (>10 ml).
Selain kriteria di atas, etiologi lain seperti Cushing Syndrome, androgen producing
tumours dan Congenital adrenal hyperplasia harus di singkirkan.

- Oligo/anovulation : ovulasi yang terjadi kurang dari satu kali dalam 35 hari.
- Hiperandrogenism : tanda-tanda klinik yang meliputi hirsutism, acne, alopecia
(malepattern balding) dan virilisasi yang nyata. Indikator biokimia meliputi
meningkatnya konsentrasi total testosterone dan androstendione dan
meningkatnya free androgen index yang diukur dengan membandingkan total
testosterone dan sex hormone binding globulin (SHBG). Akan tetapi,
pengukuran petanda biokimia untuk hiperandrogenism sering memberikan hasil
yang tidak konsisten, hal ini disebabkan oleh pemakaian berbagai metode yang
berbeda.
- Ovarium polikistik : adanya 12 atau lebih folikel dalam salah satu ovarium
dengan ukuran diameter 2-9 mm dan/atau meningkatnya volume ovarium (>10
ml). Menurut kriteria Rotterdam diagnostic ini, kebanyakan wanita dengan
PCOS dapat didiagnosa tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium.

3
Sementara sekitar 21% dari perempuan memiliki ovarium polikistik,
diperkirakan bahwa PCOS mempengaruhi 5% sampai 10% dari wanita usia reproduksi
dan 15% sampai 20% dari wanita dengan infertilitas.

2.2. Epidemiologi
Prevalensi PCOS bervariasi tergantung pada kriteria yang digunakan untuk
mendiagnosa. Ketika kriteria National Institutes of Health (NIH) digunakan, khususnya
adanya oligomenore atau amenore dan hiperandrogenisme, kejadian ini dilaporkan 7%
menjadi 8,7% pada wanita usia reproduksi. Namun, prevalensi lebih tinggi ketika salah
satu kriteria Rotterdam atau The Androgen Excess Society (AES) diterapkan. WHO
tahun 2010 menunjukan 3 5 % penduduk dunia menderita PCOS. Diderita pada
wanita (510% dari wanita usia reproduksi yang berumur 12 45 tahun) dan diduga
menjadi salah satu penyebab utama infertilitas wanita.
Sekitar 18% wanita dari studi prevalensi berbasis komunitas memenuhi kriteria
diagnostik untuk PCOS, berdasarkan kriteria Rotterdam. Batas atas penelitian ini
prevalensi diperhitungkan menggunakan perkiraan dari ovarium polikisik untuk wanita
tanpa dokumentasi kista ovarium dengan USG. Namun, batas atas dari prevalensi yang
tidak diperhitungkan untuk memperkirakan ovarium polikistik pada wanita didiagnosis
dengan menggunakan kriteria AES. Selain itu, perkiraan prevalensi bervariasi sesuai
dengan berat badan wanita, dengan PCOS mempengaruhi sekitar 28% dari wanita yang
mengalami obesitas. Akhirnya, perbedaan yang signifikan dalam prevalensi PCOS di
kelompok etnis yang berbeda belum dilaporkan.

4
2.3. Etiologi
Etiologi yang tepat untuk pengembangan hiperandrogenisme tidak diketahui.
Namun, kecenderungan keluarga untuk terjadinya PCOS menunjukkan pola turun-
temurun dapat menjadi suatu kerentanan. Sekitar 70% dari yang disajikan varians
diamati dalam patogenesis PCOS adalah disebabkan pengaruh polygenetic. Beberapa
gen telah diidentifikasi yang dapat terlibat dalam patogenesis PCOS, termasuk gen yang
terlibat dalam biosintesis dan tindakan androgen, gen yang berhubungan dengan
resistensi insulin, dan gen yang mengkode untuk sitokin inflamasi. Faktor-faktor lain
yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap pengembangan PCOS termasuk riwayat
memiliki berat lahir yang tinggi (8.5 pon) dan dilahirkan dari ibu kelebihan berat badan,
berat badan lahir rendah, virilisasi bawaan, pubarche dini (pengembangan rambut
kemaluan sebelum 8 tahun), obesitas, acanthosis nigricans (gelap, tebal, kulit beludru
diamati dalam lipatan tubuh), jerawat, anovulasi, dan ovarium polikistik.

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya PCOS sampai serkarang ini masih dipelajari. Namun
telah disetujui bahwa ketidakseimbangan hormon menjadi salah satu penyebabnya,
kemungkinkan juga dikombinasikan dengan adanya resistensi insulin.,yang mana dapat
meningkatkan produksi androgen.
Dalam studi dibuktikan bahwa faktor intrinsik dari folikulogenesis ovarium
berpengaruh dalam PCOS yakni hipersekresi dari sel teca dan juga sekresi abnormal
insulin.Penyebab ketidakseimbangan hormon sendiri belum diketahui,namun ini telah
menjadi proses yang berulang-ulang
Karakteristik gambaran hormon pada PCOS yakni sekresi abnormal hormon
gonadotropin yang mana meningkatkan kadar LH, yang menstimulasi sel teca di
ovarium untuk memproduksi androgen berlebih. Hiperaktivitas adrenal, yang terjadi
pada 30% wanita dengan PCOS, juga berkontribusi dalam peningkatan dan sirkulasi
hormon androgen. Hasilnya, proses folikulogenesis normal terganggu dan
mempengaruhi perkembangan folikel yang nantinya akan menyebabkan anovulasi.
Anovulasi yang berkepanjangan dapat meningkatkan kadar level androgen dan
estrogen (terutama proses konversi androgen menjadi estrone yang berlangsung pada
jaringan adiposa). Peningkatan level androgen juga menyebabkan berkurangnya sekresi
SHBG dan menurunnya SHBG dapat meningkatkan sirkulasi dari androgen dan
estradiol. Meningkatnya estradiol dapat meningkatkan hormon relising GnRH dan

5
dapat berkontribusi dalam meningkat level LH dan terjadi unovulasi. Proses ini
termasuk perkembangan abnormal dari folikel, atresia dan unovulasi yang mana rasio
LH dan FSH meningkat. Selain itu ada resusitasi insulin pada wanita pengidap PCOS
dapat berkontribusi dalam peningkatan androgen. Wanita dengan PCOS, faktor
pertunbuhan insulin meningkat yang mana menstimulasi sel teca di ovarium
dikombinasikan dengan LH yang mana akan dapat menyebabkan produksi androgen
berlebihan.
Cascade Cholesterol

6
2.5. Manifestasi Klinis
Kriteria diagnostik yang dipakai untuk PCOS termasuk kejadian hiperandrogen,
oligoovulasi atau anovulation, dan atau polikistik ovari. Ada juga gejala dari segi
dernatologis seperti hirsutisme, acne, androgeni alopersia (kerontokan rambut). Yang
lebih penting di asia dan remaja jarang terjadi hirsutisme. Rata-rata 60% mengalami
gejala unovulasi (amenore, infertil, menorargi, oligomenore) dan 50-60% gejala

7
obesitas ada namun hanya 30% yang mengalami kejadian ini. Salah satu indikasi
hiperandrogen kemungkin pada pada PCOS yaitu pubertas prekok.
Gejala dan keluhan PCOS disebabkan oleh adanya perubahan hormonal. Satu
hormon merupakan pemicu bagi hormon lainnya. Hal ini akan menimbulkan lingkaran
setan dari suatu gangguan keseimbangan hormonal dalam sistem endokrin. Gangguan
tersebut antara lain adalah :
1. Hormon ovarium. Bila kadar hormon pemicu ovulasi tidak normal maka
ovarium tidak akan melepaskan sel telur setiap bulan. Pada beberapa penderita,
dalam ovarium terbentuk kista-kista kecil yang menghasilkan androgen.
2. Kadar androgen yang tinggi. Kadar androgen yang tinggi pada wanita
menyebabkan timbulnya jerawat dan pola pertumbuhan rambut seperti pria
serta terhentinya ovulasi.
3. Kadar insulin dan gula darah yang meningkat. Sekitar 50% tubuh penderita
PCOS bermasalah dalam penggunaan insulin yaitu mengalami resistensi
insulin. Bila tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik maka kadar
gula darah akan meningkat. Bila keadaan ini tidak segera diatasi, maka dapat
terjadi diabetes kelak dikemudian hari.

Gejala PCOS cenderung terjadi secara bertahap. Awal perubahan hormon yang
menyebabkan PCOS terjadi pada masa remaja setelah menarche. Gejala akan menjadi
jelas setelah berat badan meningkat pesat.
Gejala yang diperlihatkan oleh penderita PCOS kadang-kadang tidak jelas
Gejala PCOS awal:
1. Jarang atau tidak pernah mendapat haid. Setiap tahun rata-rata hanya terjadi
kurang dari 9 siklus haid ( siklus haid lebih dari 35 hari ). Beberapa penderita
PCOS dapat mengalami haid setiap bulan namun tidak selalu mengalami
ovulasi.
2. Perdarahan haid tidak teratur atau berlebihan. Sekitar 30% penderita PCOS
memperlihatkan gejala ini.
3. Rambut kepala rontok dan rambut tubuh tumbuh secara berlebihan. Kerontokan
rambut dan pertumbuhan rambut berlebihan dimuka, dada, perut (hirsuitisme)
disebabkan oleh kadar androgen yang tinggi.
4. Pertumbuhan jerawat. Pertumbuhan jerawat disebabkan pula oleh kadar
androgen yang tinggi.

8
5. Depresi. Perubahan hormon dapat menyebabkan gangguan emosi.
Gejala PCOS lanjut
1. Berat badan meningkat atau obesitas terutama pada tubuh bagian atas (sekitar
abdomen dan pinggang). Gejala ini disebabkan oleh kenaikan kadar hormon
androgen.
2. Kerontokan rambut dengan pola pria atau penipisan rambut kepala (alopesia).
Gejala ini disebabkan oleh kenaikan kadar hormon androgen.
3. Abortus berulang. Penyebab hal ini tidak diketahui dengan jelas. Abortus
mungkin berkaitan dengan tingginya kadar insulin, ovulasi yang terhambat atau
masalah kualitas sel telur atau masalah implantasi pada dinding uterus.
4. Sulit mendapatkan kehamilan (infertil) oleh karena tidak terjadi ovulasi.
5. Hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang menyebabkan obesitas tubuh
bagian atas, perubahan kulit dibagian lengan, leher atau pelipatan paha dan
daerah genital.
6. Masalah gangguan pernafasan saat tidur (mendengkur). Keadaan ini
berhubungan dengan obesitas dan resistensi insulin.
7. Nyeri panggul kronis (nyeri perut bagian bawah dan panggul)
8. Tekanan darah tinggi seringkali ditemukan pada penderita PCOS.

2.6. Diagnosis
Catatan medis berasal dari sedini zaman Hippocrates memberikan bukti adanya
berbagai karakteristik fisik pada wanita yang konsisten dengan PCOS, termasuk
oligomenore, infertilitas, tubuh gemuk, hirsutisme, dan virilisasi. Meskipun
karakteristik fisik gangguan ini telah diakui selama ribuan tahun, saat ini belum ada
definisi yang diterima secara universal dari PCOS. Pada tahun 1990, sebuah panel ahli
diselenggarakan di National Institutes of Health (NIH) yang diusulkan kriteria
diagnostik untuk PCOS yang diperlukan dokumentasi hiperandrogenisme (baik
hyperandrogenemia biokimia atau bukti klinis hirsutisme) dan oligomenore atau
amenore. Pada tahun 2003, Rotterdam PCOS Konsensus Kelompok memperluas
kriteria NIH menyertakan bukti ovarium polikistik dengan USG dan diperlukan bahwa
2 dari 3 kriteria ini harus dipenuhi untuk mendiagnosis PCOS. The Androgen Excess
Society (AES) Ulasan kriteria diagnostik PCOS yang ada dan pada tahun 2006
menyimpulkan bahwa dokumentasi hyperandrogenemia sangat penting untuk diagnosis

9
PCOS dan harus disertai dengan bukti disfungsi ovarium dan / atau ovarium polikistik
didokumentasikan oleh USG.
Yang penting, semua pedoman diagnostik yang diusulkan oleh kelompok-
kelompok ini mengharuskan minimal 2 dari 3 kriteria yang terdaftar hadir dan penyebab
lain dari sekresi androgen berlebih (misalnya, hiperprolaktinemia) dikecualikan untuk
mendiagnosa kondisi ini.
Hirsutism

10
Rotterdam Kriteria AES (2006)
(2003)
Semua tiga kriteria Dua dari tiga kriteria: Semua tiga hal berikut :
Bukti klinis atau Oligomenorre Hiperandrogenisme
biokimia dan/atau (klinis atau biokimia )
Hiperandrogen anovulasi Disfungsi ovarium
Oligomenorre Tanda klinis dari (oligomenore atau
dan/atau hiperandrogen anovulasi dan /atau
anovulasi Polikistik morfologi ovarium
Pengecualian dari ovarium polikistik)
gangguan lainnya Pengecualian
kelebihan androgen
lain atau terkait
gangguan lainnya
PCOS dapat didiagnosis PCOS didominasi gangguan
hanya setelah kelebihan androgen .
mengesampingkan
gangguan yang terkait
(misalnya, resistensi
insulin yang parah,
androgen neoplasma,
sindrom Cushing,
hiperprolaktinemia dan
kelainan tiroid gen)

11
Untuk menegakkan diagnosa PCOS diperlukan sejumlah pemeriksaan antara
lain anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan ultrasonografi.
Anamnesa:
1. Riwayat medis mengenai keluhan yang dirasakan penderita.
2. Pertanyaan mengenai perubahan berat badan, perubahan kulit, rambut dan
siklus haid.
3. Pertanyaan mengenai masalah kesuburan.
4. Pertanyaan mengenai riwayat keluarga yang menderita PCOS atau diabetes.
Pemeriksaan fisik:
1. Pemeriksaan kesehatan secara umum termasuk tekanan darah, berat dan tinggi
badan (menentukan BMI-Body Mass Index).
2. Pemeriksaan tiroid, kulit, rambut, payudara.
3. Pemeriksaan bimanual untuk melihat kemungkinan adanya pembesaran
ovarium.
Pemeriksaan laboratorium :
1. -hCG untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan.
2. Testosteron dan androgen. Kadar tinggi dari Androgen akan menghambat
terjadinya ovulasi dan menyebabkan jerawat, pertumbuhan rambut secara
berlebihan dan kerontokan rambut kepala.
3. Prolaktin yang mempengaruhi siklus haid dan fertilitas
4. Kolesterol dan trigliserida
5. Pemeriksaan untuk fungsi ginjal dan hepar dan pemeriksaan gula darah
6. Pemeriksaan TSH (Thyroid Stimulating Hormon) untuk menentukan aktivitas
tiroid
7. Pemeriksaan hormon adrenal, DHEA-S (Dehiydroepiandrosteron Sulfat) atau
17-hydroxyprogesteron. Gangguan kelenjar adrenal dapat menimbulkan gejala
seperti PCOS.
8. Pemeriksaan OGTT- oral glucosa tolerance test dan kadar insulin untuk
menentukan adanya resistensi insulin.

Pemeriksaan ultrasonografi :
Pemeriksaan ulttrasonografi pelvis dapat menemukan adanya pembesaran satu
atau kedua ovarium. Namun yang perlu diingat bahwa pada PCOS tidak selalu terjadi

12
pembesaran ovarium sehingga diagnosa PCOS dapat diduga tanpa harus melakukan
pemeriksaan ultrasonografi terlebih dulu.

2.7. Terapi
2.7.1. Farmakologi
2.7.1.1. Metformin
Dalam penelitian, pengobatan metformin setelah 6 dan 12 bulan secara
signifikan mengurangi berat badan, BMI dan lingkar pinggang. Hiperinsulinemia
merupakan parameter penting dalam menentukan memulai atau tidak untuk terapi
metformin untuk wanita PCOS dengan harapan mencegah timbulnya diabetes mellitus
tipe 2.
Sindroma ovarium polikistik adalah sekelompok masalah gangguan kesehatan
akibat gangguan keseimbangan hormonal. Seringkali PCOS menyebabkan gangguan
pada pola haid dan menimbulkan kesulitan untuk mendapatkan kehamilan. Olahraga
secara teratur, konsumsi makanan sehat, serta menghentikan kebiasaan merokok dan
mengendalikan berat badan merupakan kunci utama pengobatan PCOS. Alternatif
pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan obat untuk menyeimbangkan
hormon. Tidak terdapat pengobatan definitif untuk PCOS, namun pengendalian
penyakit dapat menurunkan resiko infertilitas, abortus, diabetes, penyakit jantung dan
karsinoma uterus.

13
Metformin adalah obat sensitifitas insulin yang sudah dipakai untuk mengobati
PCOS pada wanita. Metformin yang meningkatkan sensitifitas insulin di liver dengan
mengurangi kerja enzim gluconeogenic, menghambat pengeluaran laktat dan alanine,
peningkatan konversi piruvat ke alanine dan menghambat pengeluaran glukosa. Dalam
studi menunjukkan bahwa metformin efektif mengurangi androgen, meningkatkan
sensitifitas insulin, mengurangi penurunan berat badan yang sering terjadi pada PCOS.
Namun dalam suatu studi randomisasi lebih dari 600 wanita dilaporkan tidak ada
perubahan dalam fertilitas dalam menggunakan metformin jangka panjang pada wanita
PCOS dibandingkan dengan dengan clomphine.
Terapi metformin secara signifikan memperbaiki resistensi insulin, ketidak
seimbangan hormon endokrin, hirsutisme, siklus mentruasi. kehamilan dapat terjadi
tergantung terhadap keseimbangan metabolisme, endokrin dan parameter
antropometri.
Metformin (Glucophage). Obat diabetes ini digunakan untuk mengendalikan
insulin, gula darah dan androgen. Obat ini menurunkan resiko diabetes dan penyakit
jantung serta memulihkan siklus haid dan fertilitas.
Catatan : Metformin nampaknya sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala yang terjadi
pada PCOS. Metformin dapat memperbaiki derajat fertilitas, menurunkan kejadian
abortus, dan diabetes gestasional serta mencegah terjadinya masalah kesehatan jangka
panjang. Penggunaan metformin pada masa kehamilan masih merupakan kontroversi
meskipun resiko nampaknya sangat kecil. Metformin oleh FDA dimaksudkan untuk
mengatasi diabetes sehingga penggunaannya pada kasus PCOS harus dibahas secara
rinci.
Faktor yang paling penting dalam penggunaan metformin yaitu testosteron,
progesteron, FSH, CRP dan adanya ovulasi. Untuk kedepannya perlu dipelajari adanya
hubungan antara perubahan endokrin degan penggunaan jangka panjang metformin
pada wanita PCOS.
2.7.1.2. Pil KB Diane
Pil KB Diane merupakan merek dagang pil kontrasepsi yang mengandung
ethinyloestradiol dan cyproterone acetate. Pil KB Diane umumnya digunakan sebagai
terapi gejala androgenisasi pada wanita, seperti jerawat yang parah dengan riwayat
gagal dengan terapi lainnya atau pertumbuhan rambut di daerah wajah atau tubuh
(disebut hirsutism) dengan derajat ringan sampai sedang yang tidak disebabkan oleh
penyakit lain yang mendasari. Selain itu, pil KB Diane juga dapat digunakan sebagai

14
pil kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Pil Diane mengandung hormon progesteron
dan estrogen, yang memiliki kombinasi yang sama dengan piil kontrasepsi oral pada
umumnya. Oleh karena itu, penggunaan pil KB Diane tidak boleh digabungkan dengan
pil kontrasepsi lainnya.
2.7.1.3. Anti-androgen
Mengurangi timbulnya gejala yang abnormal seperti hirsutisme, contoh obat:
flutamid, finasterid
2.7.1.4. Obat untuk fertilitas
Clomiphene citrate merangsang pelepasan hormon yang diperlukan untuk
menyebabkan ovulasi.
Terapi Clomiphene biasanya digunakan selama 5 hari berturut-turut di awal
siklus menstruasi, selama 3 sampai 6 siklus bulanan. Mungkin diperlukan beberapa
siklus untuk menemukan dosis yang tepat untuk merangsang ovulasi. Setelah dosis
yang ditentukan, seorang wanita akan mengambil obat untuk setidaknya 3 lebih siklus.
Jika dia tidak menjadi hamil setelah 6 siklus, tidak mungkin bahwa pengobatan
clomiphene lanjut akan berhasil.
2.7.1.5. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas akibat PCOS
yang tidak segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi medikamentosa. Melalui
pembedahan, fungsi ovarium di pulihkan dengan mengangkat sejumlah kista
kecil.Alternatif tindakan :
1. Wedge Resection
Mengangkat sebagian ovarium. Tindakan ini dilakukan untuk
membantu agar siklus haid menjadi teratur dan ovulasi berlangsung secara
normal. Tindakan ini sudah jarang dikerjakan oleh karena memiliki potensi
merusak ovarium dan menimbulkan jaringan parut.
2. Laparoscopic ovarian drilling
Merupakan tindakan pembedahan untuk memicu terjadinya ovulasi
pada penderita PCOS yang tidak segera mengalami ovulasi setelah menurunkan
berat badan dan memperoleh obat-obat pemicu ovulasi. Pada tindakan ini
dilakukan eletrokauter atau laser untuk merusak sebagian ovarium. Beberapa
hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan tindakan ini dilaporkan angka
ovulasi sebesar 80% dan angka kehamilan sebesar 50%. Wanita yang lebih

15
muda dan dengan BMI dalam batas normal akan lebih memperoleh manfaat
melalui tindakan ini.
2.7.1.6. OHSS
Ovarian Syndrome Hyperstimulation (OHSS) adalah suatu kondisi dimana
karena produksi beberapa telur (biasanya lebih dari 25) cairan menumpuk di perut yang
menyebabkan pembengkakan, rasa tidak nyaman, mual, muntah, rasa sakit, kesulitan
bernapas, dan buang air kecil. Ada derajat yang berbeda pada OHSS. Hal ini dapat
sangat ringan dengan gejala minimal yang dapat diselesaikan lebih dari hitungan 2-3
hari atau bisa berat yang membutuhkan akumulasi cairan drainase perut (ascites) dan
rawat inap. Insiden OHSS ringan terjadi pada sekitar 10% kasus dan OHSS dalam <1%
dalam jangka waktu tertentu dalam proses bayitabung.

16
BAB III
KESIMPULAN

Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah penyakit endokrin yang paling


umum pada wanita, mempengaruhi 8% dari wanita di usia reproduksi. PCOS ditandai
dengan siklus anovulasi kronis, oligo-atau amenore, hirsutisme, dan resistensi insulin.
Penyebab dari PCOS masih belum jelas, namun faktor genetik dapat menjadi salah satu
penyabab dari PCOS. PCOS ditandai dengan terjadinya peningkatan pada LH,
androgen yang menyebabkan hirsutism dan adipose yang menyebabkan tingginya
kadar estrone sehingga tidak bekerja pada FSH sehingga menyebabkan menurunnya
kadar estradiol di dalam folikel yang dapat menyebabkan digenerasi kistik folikel.
Terapinya juga dapat berupa terapi dengan obat-obatan dan dengan pembedahan.

17
Daftar Pustaka

Anonym (2010). Kriteria PCOS. http://related:nurse-practitioners-and-physician-


assistants.advanceweb.com/SharedResources/Downloads/2010/012510/NP0201
10_p18table1.pdf. Diakses 19 Juni 2014 jam 18.00.
Ehrmann DA (2005). Polycystic ovary syndrome. New England Journal of Medicine,
352(12): 12231236.
Haas DA, et al. (2003). Effects of metformin on body mass index, menstrual cyclicity,
and ovulation induction in women with polycystic ovary syndrome. Fertility and
Sterility, 79(3): 469481.
Huang I, et al. (2007). Endocrine disorders. In JS Berek, ed., Berek and Novak's
Gynecology, 14th ed., pp. 10691135. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins.
lsenbruch S, et al. (2003). Quality of life, psychological well-being, and sexual
satisfaction in women with polycystic ovary syndrome. Journal of Clinical
Endocrinology and Metabolism, 88(12): 58015807
Maureen Shannon, Yusharn Wang (2012). Polycystic Ovary Syndrome: A Common
But Often Unrecognized Condition. Journal of Midwifery & Womens Health
Volume 57, No. 3, May/June 2012
Speroff L, Fritz MA (2005). Anovulation and the polycystic ovary. Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility, 7th ed., pp. 465498. Lippincott
Williams and Wilkins.
Yuan An, Zhuangzhuang Sun, Yajuan Zhang et al (2014). The use of berberine for
women with polycystic ovary syndrome undergoing IVF treatment. Clinical
Endocrinology (2014) 80, 425431
Zelija Velija-Aimi (2013). Evaluation of endocrine changes in women with the
polycystic ovary syndrome during metformin treatment. Bosn J Basic Med Sci
2013; 13 (3): 180-185

18

Anda mungkin juga menyukai