FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian
Identifkasi Polimorfisme Gen Reseptor Insulin (INSR) Ekson 17 Pada Penderita
Sindroma Ovarium Polikistik Pada Etnis Melayu Di Sumatera Selatan
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap dr. Syifa Alkaf, SpOG
b. Jenis Kelamin Perempuan
c. NIP 198211012010122002
d. Jabatan Struktural III b/ Penata Muda Tk.1
e. Jabatan Fungsional Tenaga pengajar
f. Fakultas/Jurusan Kedokteran/ Pendidikan Dokter
g. Alamat Jl.dr.Muh Ali No.1 Palembang
h. Alamat Rumah Jl. Tanjung Sari 2 Lrg. Anggrek No.54E Bukit Sangkal
i. Telpon/Faks/E-mail 082176482220
3. Jangka Waktu Penelitian 4 (empat) bulan
4. Pembiayaan Rp 30.000.000
dr. Radiyati Umi Partan, SpPD(KR), MKes dr. Syifa Alkaf, SpOG
NIP.197207172008012007 NIP 198211012010122002
Menyetujui
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
dr.Syarif Husin, MS
NIP 196112091992031003
SISTEMATIKA USUL PENELITIAN
I. Identitas Penelitian
1. Judul : Identifikasi Polimorfisme Gen Reseptor Insulin (INSR)
Pada Penderita Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) Pada Etnis Melayu Di
Sumatera Selatan
2. Ketua Peneliti
a) Nama lengkap : dr. Syifa Alkaf, SpOG
b) Bidang keahlian : Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
3. Anggota peneliti
No Curahan Waktu
Nama dan Gelar Keahlian Institusi
. (jam/minggu)
1 Dr.dr. Legiran, M.Kes Genetika FK-UNSRI
2.1 Definisi
Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) adalah endokrinopati yang paling umum pada usia
reproduksi, (Azziz et al., 2016)dengan prevalensi hingga 10%. Kriteria umum yang sering
terjadi pada SOPK adalah hiperandrogenisme, oligoovulasi dan morfologi ovarium
polikistik (Goodarzi et al., 2010).
SOPK dapat didiagnosa pada wanita yang memiliki setidaknya 2 dari 3 fitur yaitu
hiperandrogenisme klinis atau biologis, anovulasi kronis , dan ovarium polikistik (Azziz et
al., 2016). Kriteria menurut Androgen Excess-PCOS society criteria, pasien di diagnosa
SOPK jika mereka memiliki semua kriteria : tanda klinis dan atau biokimia (hiperandrogen)
difungsi ovarium termasuk oligoovulasi, anovulasi dan ovarium polikistik (Azziz et al.,
2016).
2.2 Patofisiologi
Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas
dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat
(hipotalamushipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang
mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat (Hopkinson et
al., 1998)
Fisiologi ovulasi harus dimengerti lebih dahulu untuk dapat mengetahui mengapa
sindrom ovarium polikistik ini dapat menyebabkan infertilitas. Secara normal, kadar
estrogen mencapai titik terendah pada saat seorang wanita dalam keadaan menstruasi. Pada
waktu yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai meningkat dan merangsang pembentukan
folikel ovarium yang mengandung ovum. Folikel yang matang memproduksi hormone
androgen seperti testosteron dan androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah.
Beberapa dari hormon androgen tersebut akan berikatan dengan sex hormone binding
globulin(SHBG) di dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak
memberikan efek pada tubuh. Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah menjadi
hormon estrogen di jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar estrogen
meningkat, yang mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun. Selain itu kadar estrogen
yang terus meningkat akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang merangsang ovum lepas
dari folikel sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi luteinisasi sempurna dan
peningkatan tajam kadar progesteron yang diikuti penurunan kadar estrogen,LH dan FSH. P
rogesteron akan mencapai puncak pada hari ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan turun
sampai terjadi menstruasi berikutnya (Maharani and Wratsangka, 2002).
Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu. Karena adanya peningkatan
aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium)
dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing
hormone(GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari
ovarium bertambah karena ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap
stimulasi gonadotropin. Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya
perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya
lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi. Selain itu adanya resistensi insulin
menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan hiperandrogen,
karena insulin merangsang sekresi androgen dan menghambat sekresi SHBG hati sehingga
androgen bebas meningkat. Pada sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis akantosis
nigrikans dan obesitas tipe android (Maharani and Wratsangka, 2002).
2. 5 Polimorfisme Gen
Gen INSR terdiri dari 22 exon sebesar 120 kb pada kromosom 19. Exon 17 -21
adalah daerah yang mengkode domain tirosin kinase pada reseptor insulin, mutasi pada
exon tersebut akan menyebabkan resistensi insulin yang berat dan hiperinsulinemia.
Beberapa penelitian juga menemukan perubahan autofosforilasi akibat polimorfime INSR
yang paling banyak dipelajari adalah polimorfisme C/T His 1058 (rs1799817) yang
terletak pada exon 17. Ekson ini yang mengkode domain tirosin kinase secara parsial
pada INSR serta banyak diteliti korelasi dengan SOPK pada banyak populasi (Puspitasari et
al., 2017).
Polimorfisme C/T pada His 1058 dari gen INSR terdapat hubungan yang bermakna
dengan SOPK, dengan memperhatikan indeks resistensi insulin dan dislipinemia(T. Mutib
et al., 2014). Kehadiran Singel Nucleontide Polymophsym (SNP) exon 17 C/T His 1058
pada gen INSR dapat dikembangkan sebagai penanda untuk SOPK dengan resistensi insulin
dan komplikasi metabolik pada perempuan Indian (Gangopadhyay et al., 2016). Terdapat
hubungan bermakna antara SNP exon 17 C/T His 1058 INSR pada pathogenesis pada
pasien yang tidak obesitas pada populasi SOPK di Jepang (Kashima et al., 2013).
BAB III
METODE PENELITIAN
Sample penelitian adalah seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan pada saat
penelitian dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
2) Kelompok Kontrol
a. Pasien yang didiagnosis bukan menderita SOPK (tidak memenuhi kriteria
Rotterdam)
b. Perempuan usia 20- 40 tahun
c. Bersedia mengikuti penelitian yang dinyatakan dengan menandatangani
surat persetujuan atas dasar kesadaran (informed consent)
Kriteria Eksklusi
1) Mempunyai riwayat penyakit keganasan
2) Menderita penyakit diabetes melitus
3.4 Besar Sampel Penelitian
Perhitungan besar sampel ditentukan berdasarkan rumus untuk penelitian kasus kontrol
berpasangan sebagai berikut :
n= Z/2 + Zβ√PQ 2
P = R Q=1–P
(P-1/2 ) (1 + R)
Keterangan: n = Jumlah sampel
α = Tingkat kemaknaan (ditentukan peneliti)
β = Power (ditentukan peneliti)
R = Rasio odd yang dianggap bermakna
P = Proporsi
2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung adalah efek atau akibat yang ditimbulkan atau dipengaruhi oleh faktor
resiko atau oleh faktor protektif.
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK)
3.6 Definisi Operasional
1. SOPK adalah Sindrom ovarium polikistik adalah sindrom penyakit yang memenuhi
kriteria Rotterdam 2003 meliputi oligo ovulasi,atau anovulasi, hiperandrogenisme
kronis/klinis dan ovarium polikistik.
2. Polimorfisme adalah perbedaan susunan DNA diantara individu, grup, atau populasi.
Suatu lokus gen dikatakan polimorfik jika alel yang paling sering ditemukan frekuensinya
tidak kurang dari 99% pada lokus yang bersangkutan dan menurut hukum Hardy-
Weinberg dan sekurangnya 2% dari populasi harus heterozigot
3. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah prosedur yang dilakukan untuk memproduksi
salinan segmen pendek DNA, melalui beberapa siklus yang berulang.
4. Restriction fragment length polymorphism (RFLP), merupakan suatu teknik untuk
mengidentifikasi beberapa perbedaan sekuen dengan menggunakan enzim restriksi yang
dapat memotong DNA menjadi beberapa fragmen
5. Genotip T/C (heterozigot) C/C dan T/T(homozigot)
Tabel 2.
Kondisi PCR untuk masing-masing analisis
Tahap Denaturasi Awal 940C (2 menit)
Siklus PCR : 30 siklus
-Tahap Denaturasi 940C (60 detik)
-Tahap Annealing 550C (60 detik)
-Tahap Ekstensi 720C (60 detik)
Tahap ekstensi tambahan 720C (10 menit)
Denaturasi
Ekstensi
o
94 94o
72o 72o
02.00 00:60
00.60 10.00
55o
00.60
4o
Annealing ∞
Analisis Data
Semua data disajikan dan dianalisis secara univariat dimana hasil penelitian disajikan
dalam bentuk table dan narasi.
3.9 Alur Penelitian
Populasi
Memenuhi Memenuhi
Kriteria Inklusi Kriteria Inklusi
Kelompok Kelompok
Kasus Kontrol
Informed Consent
Sampel
Gambar 2 Hasil RFLP gen INSR. M; marker, Bl: basepair ladder (50 bp), kolom 1: CT, kolom 2:
TT, kolom 3: CC, kolom 4: CC, kolom 5: CT. Pada kolom CC didapatkan 2 fragmen dengan ukuran
274 bp dan 43 bp, pada kolom CT didapatkan 3 fragmen ukuran 317 bp, 274 bp dan 43 bp
serta kolom TT didapatkan 1 fragmen dengan ukuran 317 bp
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang bermakna antara polimorfisme gen INSR ekson 17 pada His
1058 C/T
V.2. SARAN
AZZIZ, R., CARMINA, E., CHEN, Z., DUNAIF, A., LAVEN, J. S. E., LEGRO, R. S., LIZNEVA, D., NATTERSON-
HOROWTIZ, B., TEEDE, H. J. & YILDIZ, B. O. (2016) Polycystic ovary syndrome. Nature Reviews
Disease Primers, 2, 16057.
BAILLARGEON, J.-P. & NESTLER, J. E. (2006) Polycystic Ovary Syndrome: A Syndrome of Ovarian
Hypersensitivity to Insulin? The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 91, 22-24.
DIAMANTI-KANDARAKIS, E. & CHRISTAKOU, C. D. (2009) Insulin resistance in PCOS. Diagnosis and
Management of Polycystic Ovary Syndrome. Springer.
DUNAIF, A. (1997) Insulin Resistance and the Polycystic Ovary Syndrome: Mechanism and Implications
for Pathogenesis*. Endocrine Reviews, 18, 774-800.
FENG, C., LV, P.-P., YU, T.-T., JIN, M., SHEN, J.-M., WANG, X., ZHOU, F. & JIANG, S.-W. (2015) The
Association between Polymorphism of INSR and Polycystic Ovary Syndrome: A Meta-Analysis.
International Journal of Molecular Sciences, 16, 2403.
GANGOPADHYAY, S., AGRAWAL, N., BATRA, A., KABI, B. C. & GUPTA, A. (2016) Single-Nucleotide
Polymorphism on Exon 17 of Insulin Receptor Gene Influences Insulin Resistance in PCOS: A Pilot
Study on North Indian Women. Biochemical genetics, 54, 158-168.
GOODARZI, M. O., DUMESIC, D. A., CHAZENBALK, G. & AZZIZ, R. (2010) Polycystic ovary syndrome:
etiology, pathogenesis and diagnosis. Nature Reviews Endocrinology, 7, 219.
HOPKINSON, Z. E. C., SATTAR, N., FLEMING, R. & GREER, I. A. (1998) Polycystic ovarian syndrome: the
metabolic syndrome comes to gynaecology. British Medical Journal, 317, 329-333.
KASHIMA, K., YAHATA, T., FUJITA, K. & TANAKA, K. (2013) Polycystic ovary syndrome: association of a
C/T single nucleotide polymorphism at tyrosine kinase domain of insulin receptor gene with
pathogenesis among lean Japanese women. The Journal of reproductive medicine, 58, 491-496.
KOSOVA, G. L. M. & URBANEK, M. (2013) Genetics of the polycystic ovary syndrome. Molecular and
cellular endocrinology, 373, 29-38.
MAHARANI, L. & WRATSANGKA, R. (2002) Sindrom Ovarium Polisitik: Permasalahan dan
Penatalaksanaan nya. Jurnal Kedokteran Trisakti. Vol. 21 No, 3.
PUSPITASARI, D., SETYAWAN, A. & THAUFIK, S. (2017) SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) EXON
17 C/T HIS 1058 GEN INSR PADA PENDERITA SOPK DENGAN RESISTENSI INSULIN. Media Medika
Muda, 2.
SANTOSO, B. (2014) Sindroma Ovarium Polikistik Problem Reproduksi dan Tantangannya Terkait Dengan
Gaya Hidup Perempuan Indonesia Pidato guru Besar Universitas AirLangga 2014
SHAIKH, N., DADACHANJI, R. & MUKHERJEE, S. (2014) Genetic markers of polycystic ovary syndrome:
emphasis on insulin resistance. International Journal of Medical Genetics, 2014.
SPERROFF L, G. R., KASE NG (Ed.) (2011) Clinical gynecologic endocrinology and infertility.
T. MUTIB, M., B. HAMDAN, F. & R. AL-SALIHI, A. (2014) INSR gene variation is associated with decreased
insulin sensitivity in Iraqi women with PCOs. Iranian Journal of Reproductive Medicine, 12, 499-
506.
WILCOX, G. (2005) Insulin and insulin resistance. Clinical Biochemist Reviews, 26, 19.