Anda di halaman 1dari 31

CASE BouASE DISSCUSSION

STRUMA

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi


salah satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu
Anesthesi dan Reanimasi RS Islam Jemursari Surabaya

Disusun oleh:
Dana Madya Puspita
6120018002

Pembimbing:
dr. Ainul Rofiq, Sp.An, KIC

Departemen / SMF Ilmu Anesthesi dan Reanimasi


Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
RSI Jemursari Surabaya
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Case Base Disscussion
STRUMA

Oleh :
Dana Madya Puspita

Case Base Disscussion “Struma” ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepanitraan klinik di bagian
Ilmu Anesthesi dan Reanimasi RSI Jemursari Surabaya, Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Surabaya, 21 Oktober 2019


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. Ainul Rofiq, Sp.An, KIC

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... 1

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 1

2.1 DEFINISI .......................................................................................................... 1

2.2 PATOFISIOLOGI ............................................................................................. 1

2.3 DIAGNOSIS ..................................................................................................... 1

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG ...................................................................... 1

2.5 PENATALAKSANAAN .................................................................................. 1

BAB III ................................................................................................................. 17

DISKUSI KASUS ................................................................................................. 17

BAB IV ................................................................................................................. 29

PENUTUP ............................................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap

yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu

berarti dan pada sebagian besar golongan masyarakat di daerah tertentu, keadaan

ini merupakan suatu hal yang biasa di jumpai. Nodul tiroid bisa merupakan suatu

neoplasma (5-10%), baik jinak atau ganas dan keadaan ini bergantung pada usia

dan ukuran tumor. Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan

bertambahnya usia.7

Tiroid merupakan kelenjar endokrin yang paling besar pada tubuh manusia.

Pada kelenjar tiroid cukup sering ditemukan nodul tumor. Sekitar 4–8% nodul tiroid

bisa ditemukan saat pemeriksaan ultrasonografi, umumnya tumor banyak

ditemukan pada wanita. Nodul tiroid pada orang dewasa umumnya adalah nodul

jinak dan hanya sekitar 5% yang ganas. Nodul tiroid yang ditemukan pada anak-

anak dan dewasa muda, insidensnya sekitar 1,5%.8

Beberapa hal yang dapat digunakan untuk menilai nodul tersebut bersifat

ganas atau tidak, antara lain adanya riwayat paparan sinar radiasi pada daerah leher,

usia saat nodul tersebut timbul, kadar yodium yang dikonsumsi dan konsistensi

nodul.9

Diagnosis klinis nodul tiroid ditentukan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk memberi

keterangan tambahan atau menentukan tindakan definitif. Pemeriksaan penunjang

untuk nodul tiroid diantaranya dengan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan

4
USG, pemeriksaan scanning tiroid/sidik tiroid. Pemeriksaan FNAB (Fine Needle

Aspiration Biopsy), dan pemeriksaan histopatologi dengan parafin coupe atau

potong beku.10,11

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena

folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian

folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut

menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang

secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda

hipertiroidisme.1,6

2.2 PATOFISIOLOGI

Aktivitas utama kelenjar tiroid adalah untuk mengkonversi yodium darah

untuk membuat hormone tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormone

tiroid dalam julah cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Akibatnya tingkat

hormon tiroid terlalu rendah, sehingga tiroid akan mengirim sinyal ke hipotalamus

dan hipofisis. Sinyal ini akan direspon hipofisis dengan meningkatkan produksi

Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Hormon ini merangsang tiroid unutk

menghasilkan hormone tiroid sedangkan bahan baku yang tidak tersedia

menyebabkan kelenjar tiroid tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan

abnormal ini disebabkan peningkatan cellularitydan hiperplasi kelejar tiroid dalam

upaya untuk menormalkan kembali kadar hormone tiroid. Jika proses ini

berkelanjutan maka akan mengakibatkan gondok.1,4,6

6
Pada penyakit graves tubuh secara patologis membentuk anti TSH reseptor

yang akan berikatan dengan reseptor TSH di kelenjar tiroid, dan merangsang kerja

kelenjar tiroid secara berlebihan dalam memproduksi hormone tiroid. Sehingga

akan terjadi keadaan tirotoksikosis dan pembesaran dari kelenjar tiroid.4

Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh,

hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormon

tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma

sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar-kadar

hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar

tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran.3

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid

yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain disekitarnya. Di bagian

posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat

mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehngga

terjadi kesulian bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan

pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan

menyebabkan suara menjadi serak atau parau.5,6

2.3 DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa

benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid

atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus

7
digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai

dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu

baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid.

Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk

mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika

pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari

tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di

leher.1,6

Pemeriksaan Fisik1

Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling

pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak,

timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan

atau tidak.

Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut

benar adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada

saat pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan

akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus

dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher.

Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :

 Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

 Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

 Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

 Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

8
 Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

 Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus

sternokleidomastoideus

 Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul

tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan

sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik

dan kemudian menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun

nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia

adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,

walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan

ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi

atau metastase ke jaringan sekitar.

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang

ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid

5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas

terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba

membesar progresif.

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah

bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

9
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido

mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign)

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:

1. Sangat mencurigakan

 riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare

 cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin

 nodul padat atau keras

 sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar

 paralisis pita suara

 metastasis jauh

2. Kecurigaan sedang

 umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun

 pria

 riwayat iradiasi pada leher dan kepala

 nodul >4cm atau sebagian kistik

 keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan

batuk.

3. Nodul jinak

 riwayat keluarga: nodul jinak

 struma difusa atau multinodosa

 besarnya tetap

 FNAB: jinak

10
 kista simpleks

 nodul hangat atau panas

 mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.

Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid,

hipotiroid atau hipertiroid

Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak


Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit tiroid +2 -2
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 <80x/m - -3
Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -
Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3
BB ↑ -3 < 11  eutiroid
BB ↓ +3 11-18  normal
Fibrilasi atrium +3 > 19  hipertiroid
Jumlah

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi

atas:4,5

11
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid

Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan

radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA)

dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua

penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau

50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada

orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat

membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH

meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.

2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum

penderita dengan penyakit tiroid autoimun.

a. antibodi tiroglobulin

b. antibodi mikrosomal

c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

3. Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi

trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis

pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral] diperlukan

untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya,

bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan

CT-scan leher.

12
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

 Dapat menentukan jumlah nodul

 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik

 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak

menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,

pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran

tiroid.

 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsi terarah

 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

4. Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan

metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa

menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian

fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada

membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain.

5. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisapcairan

secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996). Dilakukan

khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi

jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel

ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena

13
lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat

yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

6. Petanda Tumor

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum.

Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323

ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

2.5 TATALAKSANA1

Medika Mentosa

Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini

bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu

untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga

diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi

pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini

adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

Non Medika Mentosa

1. Operasi/Pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering

dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien

hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak

dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang

14
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.

Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik

atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan

makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan

kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.

Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum

pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat

sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang

tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat

dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu

setelah tindakan pembedahan.

Indikasi operasi pada struma adalah:

 struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

 struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

 struma dengan gangguan tekanan

 kosmetik.

Kontra indikasi operasi pada struma:

 Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya

 Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang

belum terkontrol

 Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan

15
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering

dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun

laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi

perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang

baik.

 Struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena

metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan

sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan

sering hasilnya tidak radikal.

2. Yodium Radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada

kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau

dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar

50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga

memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak

meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik.

Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus

diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah

operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

16
BAB III

DISKUSI KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny I

No RM : 317720

Usia : 45 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Bandung

Suku : Jawa

Status Perkawinan : Sudah menikah

3.2 ANAMNESIS

3.2.1 Keluhan Utama

Benjolan di leher kiri

3.2.1 Anamnesis (Autoanamnesis)

Pasien datang ke Poli RSI Jemursari diantar oleh suaminya. Pasien langsung

minta diarahkan ke TPPRI untuk pesanan kamar. Pasien mengatakan datang ke RSI

Jemursari karna ingin melakukan operasi pada bagian lehernya. Awal keluhan

muncul satu tahun yang lalu, pasien mudah merasa lemas, kemudian pasien

17
menceritakan keluhan nya tersebut kepada kakaknya dan disarankan untuk

melakukan pemeriksaan pada tiroid nya. Kemudian pada bulan Agustus tahun 2018

pasien merasakan ada benjolan dibagian leher sebelah kiri bagian depan sebesar

kelereng, pasien mengatakan benjolan tersebut tidak terasa nyeri.

3.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien menyangkal pernah sakit seperti ini sebelumnya

 Riwayat asma disangkal, riwayat alergi disangkal.

3.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada sakit seperti ini pada keluarga pasien

3.2.4 Riwayat Sosial dan Kebiasaan :

3.2.5 Riwayat minum obat :

Tidak ada obat yang diminum rutin.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4 V25 M6

Tekanan Darah : 110/90 mmHg

Nadi : 80 bpm kuat angkat, teratur

Temperatur : 37o C

Respiration Rate : 20 x/menit

SpO2 : 99 % (tanpa menggunakan alat bantu oksigen)

18
a. Kulit, Rambut, Kuku

Tonus normal, turgor normal, kulit normal, rambut rontok (-), koilonichia (-),

ikterus (-), CRT < 2 detik.

b. Kepala

 Pupil bulat isokor: 2mm/2mm, refleks cahaya (+)/(+)

 Konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-)

 Pendarahan nasal (-), deviasi septum nasal (-), fraktur os nasal (-),

pernafasan cuping hidup (-)

 Sekret keluar dari telinga (-), bloody ottorhea (-)

c. Leher

 Pembesaran kelenjar getah bening (-)

 Pembesaran kelenjar tiroid kiri (+), hiperemi (-), fluktuatif, padat, tepi rata,

batas tegas, bergerak saat menelan.

 Peningkatan JVP (-).

d. Thorax

 Bentuk simetris, jejas (-)

 Cor:

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat, pulsasi jantung tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 4 MCL sinistra.

Perkusi : Batas kanan jantung terletak di ICS 3 parasternal line

dextra, batas kiri jantung terletak di ICS 4 MCL sinistra

Auskultasi : S1/S2 tunggal, mur-mur (-), gallop (-).

 Paru :

19
Inspeksi : Pergerakan dinding dada tidak simetris.

Palpasi : fremitus raba simetris pada kedua lapang paru.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru.

e. Abdomen

Inspeksi : Flat, tidak ada penonjolan, tidak ada bekas luka operasi

tidak ada tumor, tidak ada dilatasi vena (-), jejas (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-). Hepar/lien/renal tidak teraba.

Turgor normal, tonus normal, undulasi (-)

Perkusi : Timpani di seluruh abdomen, shifting dullness (-)

f. Ekstremitas : Seluruh ekstremitas hangat, kering, merah. Oedema (-), eritema

palmaris (-), ikterus (-), deformitas sendi (-), tremor (-), bekas luka (-), jejas (-

), ruam (-), ptekie (-).

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

ECG : Normal Sinus Rhytm

Pemeriksaan USG Thyroid (4/10/2018)

Isthmus : Tampak massa solid, berbatas tegas, tepi regular pada isthmus
sisi kanan, ukuran 0,90 x 0,95 x 1,06 cm

Thyroid Dextra :
Ukuran normal
Intensitas parenkim normal
Tak tampak nodul solid/kistik

20
Vaskularisasi meningkat

Thyroid Sinistra :
Ukuran normal
Intensitas parenkim normal
Tak tampak nodul solid/kistik
Vaskularisasi meningkat

Kesan :
1. Massa solid pada isthmus sisi kanan, ukuran 0,90 x 0,95 x 1,06
cm
Saran : FNAB
2. Peningkatan vaskularisasi pada thyroid

Pemeriksaan Sitologi Aspirasi (14/11/2018)

Bahan : FNAB nodul thyroid

Laporan Pemeriksaan:

Makroskopis : Dilakukan puncture pada nodul di isthmus thyroid sisi

kanan, diameter 1 cm, ikut pergerakan menelan. Hapusan dilakukan

pewarnaan Diff- Quik.

Mikroskopis : Hapusan menunjukkan banyak sel epitel folikel berinti

bulat dengan kromatin halus, yang tersusun dalam lembaran dan

sebagian membentuk struktur mikrofolikel, didapatkan pula bahan

koloid.

Kesimpulan : Nodul thyroid, FNAB: Follicular Neoplasma.

21
Pemeriksaan Laboratorium 04/09/2019

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


FT4 1.16 mg/dl 0.93 – 1.70
TSHs 0.13 IU/mL 0.27 – 4.20

Pemeriksaan Laboratorium 27/09/2019

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Glukosa Sewaktu 99 mg/dl < 200
Kreatinin 0.7 mg/dl L: 0.9-1.3 ; P: 0.6-1.1
Ureum 14.5 mg/dl 13-43
SGOT (AST) 16 IU/L L: < 40 ; P: < 32
SGPT (ALT) 13 IU/L L: < 41 ; P: < 40
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
Darah lengkap
Haemoglobin L: 13,1-17,2 ;
13.1 g/dl
P: 11,7-16,0
Eritrosit 4.1 100/ul L: 4.2-5.6 ; P: 3.8-5.3
Hematokrit 38 % L: 39-50 ; P: 35-47
MCV 93 FL 81 – 101
MCH L: 27.0-35,0 ;
31.7 Pg
P: 27.0-34.0
MCHC 34.2 % 31.0 – 37.0
Leukosit 5.100 mm2 4.400 – 11.300
Hitung Jenis
Eosinofil 0 % 2–4
Basofil 0 % 0–1
Neutrofil Batang 0 % 3–5
Neutrrofil Segmen 50.2 % 50 – 70
Limfosit 38.5 % 25 – 40
Monosit 11.3 % 2–8
Trombosit 383.000 /ul 150.000 – 450.000
LED 60 mm/jam L: 0-10 ; P: 0-20
29.7 detik 25.9 – 39.5
Trombin Time (PT-
13.1 detik 11.4 – 14.4
INR)
Anti HIV
Metode I Non Reaktif Non Reaktif Indeks <
1,00
Metode II Non Reaktif Non Reaktif : Indeks
Ab & Ag < 0,25

22
AB: 0.04 AG:
0.00
Metode III Non Reaktif Non Reaktif
Kesimpulan Hasil Non Reaktif
(Anti HIV)

Thorax Foto (27/09/19) :

 Cor : Besar dan bentuk normal

 Pulmo : Tak tampak infiltrat

 Kedua sinus phrenicocostalis tajam

 Tulang-tulag kesan intak

Kesimpulan : Foto thorax tak tampak kelainan

3.5 DIAGNOSIS

a. Diagnosis Kerja
Struma Nodusa
b. Diagnosis Akhir
Struma Uninodusa Toksik

3.6 TERAPI

1. Rencana anastesi :
Anestesi general dengan teknik intubasi
2. Rencana post operasi kembali ke ruangan
3. Persiapan pre anestesi :
Sebelum operasi di ruang perawatan :
a. Informed consent
b. Surat persetujuan operasi
4. Kunjungan Pra-Anestesi

23
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Edukasi : Puasa 6-8 jam sebelum operasi
5. Persiapan pre operatif
a. Ruang persiapan operasi
 Identifikasi pasien
 Memakai pakaian operasi yang sudah disiapkan
 Anamnesa singkat
 Pemeriksaan vital sign :
- TD : 130/75 mmHg
- Nadi : 80 x/mnt
- RR : 16 x/mnt
- SpO2: 99%
b. Ruang operasi
 Posisi pasien
 Pemasangan manset tensi, EKG, Oxymeter, nasal kanul dan
kateter
 Pemeriksaan vital sign pre operatif
7. Persiapan alat dan bahan
a. Persiapan Alat (STATICS):
1) Scope : Laringoscope, Stetoscope
2) Tubes : Endotrakheal Tube (ETT) sesuai ukuran
3) Airway : Pipa orofaring / OPA atau hidung-faring/NPA
4) Tape : Plester untuk fiksasi dan gunting
5) Introducer : Mandrin / Stylet, Magill Forcep
6) Conector : Penyambung antara pipa dan pipa dan peralatan
anestesi.
7) Suction : Penghisap lendir siap pakai.
8) Bag dan masker oksigen (biasanya satu paket dengan mesin
anestesi yang siap pakai, lengkap dengan sirkuit dan sumber
gas).

24
9) Sarung tangan steril
10) Xylocain jelly/ Spray 10%
11) Gunting plester
12) Spuit 20 cc untuk mengisi cuff
13) Bantal kecil setinggi 12 cm
14) Obat-obatan (premedikasi, induksi/sedasi, relaksan, analgesi
dan emergency).
b. Persiapan mesin anastesi
1) Pastikan mesin dan peralatan kaitannya tidak ada kerusakan dan
sambungan nya sudah benar
2) Pastikan alat penguap (vaporizer) terisi obat, penutupnya tidak
longgar atau bocor
3) Pastikan sambungan silinder gas atau pipa gas ke mesin sudah
benar
4) Pastikan flowmeter sudah berfungsi baik
5) Periksa aliran gas O2 dan N2O

c. Pelaksanaan
1) Mesin siap pakai
2) Cuci tangan
3) Memakai sarung tangan steril
4) Periksa balon pipa/ cuff ETT
5) Pasang macintosh blade yang sesuai
6) Beri oksigen 100% dengan masker/ ambu bag 4 liter/ menit
7) Masukkan obat-obat sedasi dan relaksan
8) Lakukan bagging sesuai irama pernafasan
9) Buka mulut dengan teknik cross finger dengan tangan kanan
10) Masukkan laringoskop dengan tangan kiri sampai terlihat
epiglotis, dorong blade sampai pangkal epiglottis
11) Berikan anestesi daerah laring dengan xylocain spray 10%

25
12) Masukkan ETT yang sebelumnya sudah diberi jelly dengan
tangan kanan1
13) Sambungkan dengan bag/ sirkuit anestesi, berikan oksigen
dengan nafas kontrol 8-10 kali/ menit dengan tidal volume 8-10
ml/kgBB
14) Kunci cuff ETT dengan udara ± 4-8 cc, sampai kebocoran tidak
terdengar
15) Cek suara nafas/ auskultasi pada seluruh lapangan paru kiri
kanan
16) Pasang OPA/NPA sesuai ukuran
17) Lakukan fiksasi ETT dengan plester
18) Lakukan pengisapan lendir bila terdapat banyak lendir

Medikamentosa
Premedikasi
 Midazolam, dosis 7 mg, IV
 Sulfas atropine, dosis 0.7 mg, IV
Induksi
 Sedatif : Propofol, dosis 70 mg, IV
 Analgesik : Morphine, dosis 7 mg, IV
Fentanyl, dosis 140 mg, IV
 Muscle relaxan : Atracurium, dosis 3.5 mg, IV
Maintanance
 O2
 Isofluran, 1 MAC = 1,2%
Cairan yang masuk selama operasi
 RL 200 cc
 PZ 100 cc
Pasca anastesi
 Infus RL 1000cc/24 jam

26
 Ketorolac 3 x 30 mg, IV
 Ondancetron 3 x 4 mg, IV
 Dexamethasone 3 x 1 mg, IV

Pelaksanaan :
Tahapan operasi:
 Pembiusan dengan endotrakeal, posisi kepala penderita hiperekstensi
dengan bantal di bawah pundak penderita.
 Desinfeksi dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan linen
steril.
 Insisi collar dua jari di atas jugulum, diperdalam dengan memotong
muskulus platisma sampai fasia kolli superfisial.
 Dibuat flap keatas sampai emnensia kartilago tiroid dan kebawah sampai
jugulum.
 Kedua flap diteugel keatas dan kebawah pada linen.
 Fasia kolli superfisial dibuka pada garis tengah dari kartilago hioid sampai
jugulum.
 Otot pretrakealis (sternohioid dan sternotiroid) kanan kiri dipisahkan
kearah lateral dengan melepaskannya dari kapsul tiroid.
 Struma diluksir keluar, dievaluasi tentang ukuran, konsistensi, nodularitas
dan adanya lobus piramidalis.
 Ligasi dan pemotongan vena tiroidea media, dan arteri tiroidea inferior
sedikit proksimal dari tempat masuknya ke tiroid, hati-hati jangan
mengganggu vaskularisasi dari kelenjar paratiroid.
 Identifikasi nerves rekuren pada sulkus trakeoesofagikus. Syaraf ini diikuti
sampai menghilang pada daerah krikotiroid.
 Identifikasi kelenjar paratiroid interior pada permukaan posterior kelenjar
tiroid berdekatan dengan arteri tiroidea inferior.

27
 Kutub atas kelenjar tiroid dibebaskan dari kartilago tiroid mulai dari
posterior dengan identifikasi cabang eksterna nerves laringikus superior
dengan memisahkannya dari arteri dan vena tiroidea superior.
 Kedua pembuluh darah tersebut diligasi dan dipotong.
 Untuk melakukan lobektomi subtotal maka dengan menggunakan klem
lurus dibuat “markering” padajaringan tiroid di atas nerves rekuren dan
glandula paratiroid atas bawah dan jaringan tiroid disisakan sebesar satu
ruas jari kelingking penderita.
 Perdarahan yang masih ada dirawat, kemudian luka pembedahan ditutup
lapis demi lapis dengan meninggalkan drain Redon.
Perawatan pasca bedah :
 Pasca bedah penderita dirawat di ruangan selama 1-2 hari
 Diobservasi kemungkinan terjadinya komplikasi dini yang
membahayakan jiwa penderita seperti perdarahan dan obstruksi jalan
nafas.
 Drain Redon dilepas setelah 24 jam, dan jahitan luka pembedahan
diangkat pada hari ke 7.
 Follow-Up tahun pertama setiap 3 bulan, tahun kedua setiap 4 bulan, tahun
keempat dan kelima setiap 6 bulan.

28
BAB IV

PENUTUP

5.1 SIMPULAN

Alogaritma atau prosedur pada struma satu sisi yang pertama adalah

tentukan struma tersebut termasuk jenis struma uninodusa, multinodusa atau

diffusa. Apabila didapatkan struma uninodusa maka dapat dilakukan pemeriksaan

FNAB untuk menentukan termasuk jinak atau ganas. Apabila jinak dapat langsung

dilakukan lobektomi total atal atau subtotal. Apabila didapatkan hasil ganas, maka

lakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu FS (Frozen Section), jika hasilnya jinak

maka bisa langsung dilakukan lobektomi total atau subtotal. Untuk hasil ganas

maka tentukan dulu prognosisnya, bila prognosisnya baik maka dapat dilakukan

lobektomi total, bila prognosisnya buruk maka dilakukan tiroidektomi total.

Komplikasi yang dapat timbul pasca operasi adalah perdarahan. Bila darah

di botol Redon > 300 ml per 1 jam, perlu dilakukan re-open. Jika perdarahan

arterial, drain Redon kurang cepat menampung perdarahan dan darah mengumpul

pada leher membentuk hematoma dan dapat menekan trakea sehingga penderita

sesak napas. Jika hal tersebut terjadi maka lakukan intubasi atau tusukkan Medicut

no.12 perkutan menembus membran krikotiroid. Luka operasi dibuka dan evakuasi

bekuan darah. Penderita dibawa ke kamar pembedahan untuk dicari sumber

perdarahan dan dihentikan, dipasang drain Redon.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

Revisi., EGC., Jakarta.

2. Institute for Quality and Efficiency in Health Care. 2015. How does

the thyroid work?. PubMed Health.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0072572/?report

= printable

3. Lewindski. A, 2002. The problem of goiter with particular

consideration f goiter resulting from iodine deficiency (I):

Classification, diagnostic and treatment. Neuroendocrinology

Letters; 23:351-355.

4. Lee, Stephanie L., 2013., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/med/topic919.htm

5. Mulinda, James R., 2015., Goiter., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

6. American Thyroid Association. 2014. Goiter. www.thyroid.org

7. Kurnia A. 2007. Pedoman penanganan nodul tiroid. Rumah Sakit

Ciptomangunkusumo. Jakarta: FKUI.

8. Hegedus L. 2004. The thyroid nodule. N Engl J Med. 351(1): 1764-

71.

9. Madkenzie EJ, Mortimer RH. 2004. Thyroid nodules and thyroid

cancer. Med JAust.180(5): 242-7.

10. Pasaribu TE. 2006. Epidemiologi dan gambaran klinis kanker tiroid.

30
MajalahKedokteran Nusantara. 39(3): 270-73.

11. Thyroid disease manager. 2012. Thyroid nodules. Shout Darmouth:

Thyroid disease manager.

http://www.thyroidmanager.org/chapter/thyroid-

nodules/#toctherapy-for-nodules-table-18-318-4-figure-18-13.

31

Anda mungkin juga menyukai