Anda di halaman 1dari 34

CASE BASED DISCUSSION

Malignant Phyllodes

Diajukan sebagai salah satu syarat menjalani Kepaniteraan Klinik


di Bagian/ SMF Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Disusun oleh :
Almeir Pradhipta Andras Asmara 6120018006

Pembimbing:
dr. Anton Sugianto, Sp.B

SMF/ BAGIAN BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
SURABAYA
RS ISLAM JEMURSARI SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Case
Based Discussion Bedah Umum dengan baik dan tepat waktu.
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Di samping itu, melalui
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dr.
Anton Sugianto, Sp.B selaku pembimbing dalam penyusunan tugas ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan SMF Bedah
serta berbagai pihak yang telah member dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Surabaya , 17 Januari 2020

Penulis

SMF BEDAH
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Rungkut Lor, Surabaya
Pekerjaan : Guru
Status Perkawinan : Menikah
MRS : 03 Desember 2019
KRS : 05 Desember 2019
No. RM : 188399

II. ANAMNESIS
II.I Keluhan Utama:
Benjolan yang mengeluarkan darah di payudara kanan
II.2 Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poli Bedah RSIS Jemursari dengan keluhan benjolan di


payudara kanan dan mengeluarkan darah. Keluhan diawali pada tahun 2006 pasien
menderita FAM pada payudara kanan dan sudah doperasi, pada tahun 2008 keluar
benjolan ulang di payudara kanan, tetapi pasien memutuskan tidak operasi lagi dan
lebih memilih pengobatan alternatif menggunakan jamu-jamuan. Sejak memiliki
anak pertama tahun 2015, benjolan di payudara kanan makin membesar, bentuknya
berdungkul-dungkul, tidak nyeri. Pada tahun 2017 pasien ke dokter dan diminta
untuk operasi tetapi pasien menolak. Sejak bulan Oktober 2019 muncul luka
disekitar puting pada payudara kanan. Luka awalnya kecil lalu mengeluarkan
darah, tidak nyeri, luka makin lama makin membesar sampai saat ini.
3 bulan sebelum MRS pasien mengeluh nafsu makan menurun, badan terasa

SMF BEDAH
lemas, dan berat badan berkurang dari 68 kg menjadi 62 kg. Tidak didapatkan
demam, keringat pada malam hari, gangguan menstruasi, riwayat HT maupun DM.
Alergi obat atupun makanan (-). Selama ini pasien tidak mengkonsumsi obat
ataupun melakukan terapi untuk keluhan di payudara tersebut.
II.3 Riwayat Penyakit Dahulu
 DM disangkal
 HT disangkal
 Alergi disangkal
 Operasi Pengangkatan FAM pad tahun 2006
 Keluhan yang sama sebelumnya dirasakan tahun 2008, namun benjolan
masih kecil dan tidak timbul luka yang berdarah

II.4 Riwayat Keluarga


 Ca Mamae (+)  Tante pasien
 DM disangkal
 HT disangkal
II.5 Riwayat Kebiasaan
Pasien suka mencoba terapi alternatif seperti meminum ramuan-ramuan dan
juga pijat
II.6 Riwayat Pengobatan
 Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun saat sakit
 Minum ramuan alternatif seperti jamu-jamuan
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 125/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Temperatur : 36,6 °C axilar

SMF BEDAH
Status Gizi : Cukup
Kepala/Leher : Anemis (+/+), Ikterus (-/-), Cyanosis (-), Dyspneu (-),
Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Payudara tampak asimetris, spider nevi (-), tak tampak
perubahan eflorosiensi bermakna
a. Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada retraksi, pergerakan dada simetris
Palpasi : Pengembangan paru simetris, fremitus raba hemithoraks
simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler/vesikuler, rhonki-/-, wheezing -/-
b. Cor
Inspeksi : Normochest, ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan parasternal kanan ICS 4, batas jantung
kiri ICS 5 MCL kiri
Auskultasi : S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Gravid, tidak ada bekas operasi, massa (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Soepel, nyeri tekan di epigastrium (-), hepar, renal, lien
tidak teraba, ascites (-), Mc.Burney (-), Obturator sign (-),
Iliopsoas sign (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Esktremitas
Akral hangat kering merah, oedema di semua ekstremitas (-), CRT < 2
detik.

SMF BEDAH
Status Lokalis
Inspeksi : Asimetris (+) payudara kanan tampak lebih besar, tampak massa
berdungkul-dungkul (+) Terdapat luka di regio inferior dan superior
lateral (+), Tampak perdarahan aktif (+) , tak tampak adanya
pembesaran KGB di daerah axilla.

Palpasi : Teraba massa berdungkul-dungkul dengan konsistensi padat keras


berbentuk tidak beraturan, ukuran ± 15 cm, berbatas tidak tegas dengan
tepi irregular, tidak mobile.

KGB Axila : Inspeksi maupun palpasi tidak didapatkn adanya pembesaran KGB
Axila

SMF BEDAH
IV. DIAGNOSIS KLINIS

Massa payudara kanan suspek malignant + Anemia


DD : - Karsinoma mammae dextra
- Tumor phyllodes tipe maligna
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Leukosit 15,46 ribu/uL 4.300-10.600
Basofil 0,51 % 0-1
Neutrofil 74,3 % 39.3-73.7
Limfosit 15,59 % 18-48
Eosinofil 1,368 % 2-4
Monosit 8 % 4.4-12.7
DL Eritrosit 2,79 juta/uL 4.4-5.9
(27-11-2019) Hemoglobin 6,14 g/dL 11.7-15.5
Hematokrit 20,7 % 35-47
MCV 72,3 fL 84-96
MCH 23,9 Pg 28-34
MCHC 30,4 % 32-36
Trombosit 576 ribu/uL 150-436
MPV 5,655 fL 7,2-11,1

Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
rujukan
Natrium 134,20 mEq/L 135-147
Serum Elektrolit
Kalium 3,42 mEq/L 3,5-5,0
(03-11-2019)
Klorida 115,90 mEq/L 95-105

SMF BEDAH
Foto Thorax (03-12-2019) :

Cor : ukuran dan bentuk normal


Pulmo : tak tampak gambaran infiltrate di kedua lapang paru
Kedua sinus phrenicuscostalis tampak tajam
Tulang tulang dan soft tissue normal
Kesimpulan : Foto Thoraks normal
VI. DIAGNOSIS KERJA
Tumor Phyllodes
DD :
Malignant Phyllodes
Karsinoma Mamae
VII. PENATALAKSANAAN
Planning Terapi :
 Pro Modified Radical Mastectomy + Biopsi
 Infus PZ 14 tpm
 Inj. Santagesik 3x1 amp
 Inj. Cefotaxime 3x1 (profilaksis)
 Tranfusi 2 Kolf PRC hari ini , 1 kolf besok
 Inj Furosemid 1 amp post tranfusi

SMF BEDAH
 Pemeriksaan foto Thorax dan Laboratorium Pre Op
( BUN,SK,SE,HbsAg rapid, Anti HIV Rapid)
 Pemeriksaan PA sampel Tumor

KIE
 Akan dilakukan pembedahan pengambilan seluruh tumor di payudara kanan
beserta jaringan dan kelenjar payudara dengan anestesi umum, dan diperiksakan
ke PA untuk mengetahui secara pasti jenis tumor
 Sebelum operasi ditransfusi darah terlebih dahulu 3 kantong untuk menaikan Hb
dalam darah yang rendah
 Bed rest yang cukup
 Menjaga personal hygiene pasien

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Pre Op)


FUNGSI GINJAL (3-12-2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
BUN 8,2 mg/dL 10-20
SK 0,58 mg/dL 0,62 – 1,10

IMUNOSEROLOGI
Hepatitis Marker (3-12-2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HbsAg Rapid Pre Op Non Reaktif Non Reaktif

IMUNOSEROLOGI (3-12-2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HIV Rapid Pre Op Non Reaktif Non Reaktif

SMF BEDAH
Dokumentasi Durante Operasi

SMF BEDAH
Tanggal
Subjective Objective Assesmen Planning

04/12 /2019 Nyeri bekas operasi GCS 456 Malignant P.Diagnosis:


Pusing (-) KU lemah -Histo PA Sampel tumor
Phyllodes
Makan minum dbn TTV 106/70 mmHg
Mual muntah (-) Nadi 90x/mnt, reguler + Anemia P.Terapi :
BAB Belum T 36,8 C -Inf 21 tpm
BAK Normal RR 20x/mnt - Inj Cefotaxim 3x1 g IV
-Inj Ondansentron 2x4 mg
-Inj Ketorolac 3x30 mg
- Inj Ranitidin 2x1 Amp
- Tranfusi PRC 1 kolf jam
07.00

05/12/2019 Nyeri bekas operasi GCS 456 Malignant P.Diagnosis:


Pusing (-) KU baik -
Phyllodes
Makan minum dbn TTV
Mual muntah (-) Nadi 75x/mnt, reguler + Anemia P.Terapi :
BAB 1x dbn T 36,3 C -Inf PZ 14 tpm
BAK Normal TD 100/60 mmHg -Inj Cefotaxim 3x1 g IV
RR 20x/mnt - Inj Ondansentron 2x4 mg
-Inj Ketorolac 3x30 mg
Lab :
Leko 10,2 -Inj Ranitidin 2x1 Amp
Eri 4,21 -Tranfusi PRC 1 kolf jam
Hb 10,07 12.30
Trombosit 298

P.Edukasi:
-Latihan untuk duduk
-Imobilisasi ke kanan dan
kiri
-Penuhi kebutuhan nutrisi
-Tidak ada pantangan makan
bila tidak ada alergi

SMF BEDAH
Nyeri bekas operasi
06/12/2019 Pusing (-) GCS 456 Malignant P.Diagnosis:
Makan minum dbn KU baik -
Phyllodes
Mual muntah (-) TTV
BAB Normal Nadi 78x/mnt + Anemia P.Terapi :
BAK Normal T 36,6 C --Inf PZ 14 tpm
TD 110/75 mmHg -Inj Cefotaxim 3x1 g IV
RR 20x/mnt -Inj Ondansentron 2x4 mg
-Inj Ketorolac 3x30 mg k/p
-Inj Ranitidin 2x1 amp k/p

P.Edukasi:
-Melakukan aktivitas seperti
biasa tidak apa-apa
-Istirahat cukup
-Penuhi kebutuhan nutrisi
-Tidak ada pantangan makan
bila tidak ada alergi
-Komtrol Poli bedah 1
minggu lagi

SMF BEDAH
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. EMBRIOLOGI PAYUDARA
Payudara terbentuk dari penebalan ektoderma (mammary ridges, milk line)
pada minggu ke-5 atau ke-6 pembentukan fetus. Payudara dibentuk disekitar ridge,
yang terbentang dari dasar forelimb (nantinya aksila) hingga hindlimb (nantinya
inguinal). Tetapi nantinya ridge ini akan menghilang/atrofi pada akhir trimester, kecuali
bagian-bagian kecil yang dapat bertahan disekitar dada seperti puting susu yang muncul
disepanjang milk line. Ektoderma yang tumbuh kedalam membentuk duktus dan lobulus
susu, sehingga payudara dapat berkembang menjadi suatu organ.1
Payudara kembali berkembang pada masa pubertas, karena adanya pengaruh
hormone mammotrophic. Terdapat 5 fase dari perkembangan payudara pada masa
pubertas, yaitu fase pertama saat usia 8-10 tahun dimana puting semakin menonjol
tetapi belum ada perkembangan pada kelenjar payudara; fase kedua pada usia 10-12
tahun dimana mulai terbentuknya kelenjar payudara atau pembentukan kelenjar
subareola; fase ketiga terjadi pada usia 12-13 tahun, dimana kelenjar terbentuk dan
volumenya meningkat serta terjadi pigmentasi areola; kemudian proses ini berlanjut di
fase keempat pada usia 13-14 tahun dimana areola semakin jelas membesar dan
pigmentasi juga semakin jelas. Terakhir, pada fase kelima pada usia 14-17 tahun,
pembentukan dan perkembangan payudara menjadi sempurna.1

Gambar 2.1 Mammary Milk Line .1

SMF BEDAH
B. ANATOMI PAYUDARA
Baik pria maupun wanita memiliki payudara yang hanya berkembang dengan
baik pada wanita. Kelenjar mammae pada payudara merupakan tambahan terhadap alat
reproduksi wanita tetapi mengalami rudimenter dan tidak berfungsi pada pria. 2,3

Biasanya, lemak yang ada pada payudara pria tidak berbeda dengan yang ada
pada jaringan subkutan dari bagian tubuh manapun, dan sistem glandular tidak
berkembang normal. Kelenjar mamae pada wanita berada dalam jaringan subkutan di
atas muskulus pectoralis mayor dan minor. Jumlah lemak yang ada di sekitar jaringan
kelenjar menentukan ukuran mammae non-laktasi. Tonjolan pada mammae disebut
papilla mammae (puting, nipple), yang dikelilingi oleh area berpigmen yang disebut
areola. 2,3

Secara kasar, mammae terletak antara tepi lateral sternum yang membentang
hingga linea mid aksillaris dan secara vertikal dari costa II hingga costa VI. Dua per tiga
dari dasar mammae terbentuk dari fascia pectoralis yang melapisi pectoralis mayor,
sedangkan sepertiga lainnya pada fascia yang menutupi musculus serratus anterior.
Antara jaringan mammae dengan fascia pectoralis terdapat jaringan ikat longgar atau
potential space, yaitu spatium retromammae. Bidang ini, mengandung lemak dalam
jumlah kecil, memungkinkan pergerakan mammae yang terbatas dari fascia pectoral.
2,3,4

Sebagian kecil dari kelenjar mamma meluas dari tepi inferolateral pectoralis
mayor menuju fossa axillaris, membentuk processus axillaris atau ekor Spence (tail of
Spence). Beberapa wanita dapat merasakan bagian ini (khususnya jika membesar dalam
siklus menstruasi) dan menjadi khawatir bahwa bagian ini adalah tumor atau kelenjar
limfe yang membesar. 4

Kelenjar mammae melekat kuat pada dermis, khusunya oleh retinacula cutis atau
ligamentum suspensorium (ligament of Cooper). Penebalan ini, merupakan jaringan
penyambung, yang terutama berkembang baik pada bagian superior kelenjar, yang
membantu menyokong lobuli glandula mammae. 4

SMF BEDAH
Gambar 1. Jaringan mamae pada aspectus anterior dan medial 4

Selama pubertas, payudara normalnya membesar akibat perkembangan kelenjar


dan terutama peningkatan deposisi lemak. Areola dan papilla juga membesar. Ukuran
dan bentuk mammae ditentukan oleh genetik, etnik, dan faktor diet. Duktus lactiferus
membentuk 15-20 lobulus jaringan glandular, yang menyusun parenkim glandula
mammae. Setiap glandula bermuara melalui duktus lactiferus, yang berakhir pada
papilla mammae. Di bagian proksimal duktus mengalami dilatasi yang disebut sinus
lactiferus, yang menjadi tempat akumulasi air susu ibu pada wanita menyusui. 3,4

Areola mengandung sejumlah kelenjar sebasea, yang membesar selama


kehamilan dan mensekresikan bahan berminyak yang berfungsi sebagai lubrikan bagi
areola yang akan mengalami iritasi saat menyusui. Papilla merupakan tonjolan
berbentuk konus dan silindris di tengah areola. Papilla tidak mengandung lemak, silia,
atau kelenjar keringat. Ujung papilla berfisura dimana duktus lactiferus berakhir. 4

Papilla kebanyakan tersusun oleh serat otot polos sirkular yang mengkompresi
duktus lactiferus selama menyusui dan mengereksikan papilla selama stimulasi saat

SMF BEDAH
menyusui. Oleh karena kelenjar mammae adalah kelenjar keringat yang mengalami
modifikasi, sehingga tidak memiliki pelapis atau kapsul khusus. Alveol pensekresi susu
tertata seperti gerombolan buah anggur. 4

Pada kebanyakan wanita, mammae agak sedikit membesar selama periode


menstruasi akibat peningkatan pelepasan hormon gonadotropik follicle stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). 3

Untuk lokalisasi dan deskripsi anatomis dari tumor dan kista, permukaan
mammae terbagi menjadi empat kuadran sebagaimana ditunjukkan pada gambar di
bawah ini: 4

Gambar 2. Pembagian kuadran pada mammae 4

Arteri yang memperdarahi mammae berasal dari: 2,4

1. Ramus perforantes mammaria media dan ramus intercostal anterior dari arteri
thoracica interna, yang berasal dari arteri subclavia.
2. Arteri thoracica interna dan arteri thoracoacromial, cabang arteri axillaris.
3. Arteri intercostal posterior cabang aorta torakal, pada spatium intercostal II, III, dan
IV.

SMF BEDAH
Vena-vena yang ada pada mammae terutama bermuara pada vena axillaris, tetapi ada
pula yang bermuara pada vena thoracia interna. 4

Gambar 3. Vaskularisasi glandula mamae 4

Sistem limfatika pada mammae sangatlah penting karena peranannya dalam


metastasis sel kanker. Pembuluh limfe lewat dari papilla, areola, dan lobulus kelenjar
menuju plexus limfatikus subareolar. Dari sini plexus: 2,3,4

1. Kebanyakan pembuluh limfe (>75%), khususnya dari kuadran lateral mammae


didrainasi ke limfonodus axillaris, awalnya ke noduli anterior atau noduli pectoralis
anterior untuk sebagian besar. Namun, beberapa pembuluh limfe bermuara langsung
ke nodi axillaris lainnya atau bahkan ke nodi interpectoral, dectopectoral,
supraclavicular, atau cervical inferior profunda. 4

2. Kebanyakan dari pembuluh limfe yang tersisa, khusunya dari kuadran medial,
drainasi ke limfonodus parasternalis atau ke sebelah mammae, dimana pembuluh
limfe dari kuadran inferior dapat melalui bagian yang lebih profunda ke limfonodus
abdominal (limfonodus inferior frenicus subdiafragmatika). 4

SMF BEDAH
Gambar 4. Sistem limfatika mammae 4

Pembuluh limfe dari kulit mammae, kecuali papilla dan areola, bermuara pada
limfonodus axillaris ipsilateral, cervicalis inferior profunda, dan infraclavicular serta
pada kedua sisi limfonodus parasternalis. Limfonodus axillaris bermuara ke limfonodus
clavicularis (infraclavicularis dan supraclavicualris) lalu menuju ke trunkus limfatikus
subclavia, yang juga menjadi muara pembuluh limfe tungkai atas. Limfonodis
parasternalis bermuara ke trunkus broncho mediastinal, yang juga menjadi muara dari
pembuluh limfe viscera thorakal. Akhir dari trunkus limfatikus ini bermacam-macam,

SMF BEDAH
biasanya kedua trunkus ini menyatu satu sama lain dan dengan trunkus limfatikus
jugular, yang menjadi muara kepala dan leher untuk membentuk duktus limfatikus
dextra yang pendek pada sisi kanan atau masuk pada akhir duktus thoracicus pada sisi
kiri. Namun, pada kebanyakan kasus, trunki ini bermuara langsung ke sambungan
antara vena subclavia dan jugular interna, yang akan membentuk vena brachicephalica.
Pada kasus lainnya, trunki tersebut bermuara pada kedua vena tersebut. 2

Persarafan mammae berasal dari ramus cutaneus anterior dan lateral dari nervus
intercostalis IV-VI. Rami communicantes menguhubungkan setiap ramus anterior
dengan truncus simpaticus. Cabang-cabang dari nervus intercostalis berjalan melalui
fascia profunda yang menutupi pectoralis mayor untuk mencapai kulit, termasuk
jaringan subkutan mammae. Dengan demikian, nervus intercostalis ini membawa serat
sensoris ke kulit dan serat simpatis ke pembuluh darah dan otot polos pada kulit dan
papilla mammae. 2

C. DEFINISI TUMOR PHYLLODES


Mammae terdiri dari 2 jenis jaringan yaitu jaringan glandular dan jaringan
suportif (penyokong). Jaringan penyokong terdiri atas lobules, yang memproduksi ASI
dan ductus yang membawa ASI dari lobules ke papilla mammae (nipple). Jaringan
suportif termasuk jarngan ikat fibrosa dan jaringan lemak yang menentukan ukuran dan
bentuk dari mammae. 5
Tumor filoides adalah sebuah tipe neoplasma jaringan ikat yang timbul dari
stroma intralobular mammae. Ditandai dengan pembesaran yang cepat massa mobile,
dengan konsistensi keras serta asimetris. Secara histologis tampak celah stroma seperti
daun yang dibatasi oleh sel- sel epitel. Tumor ini dibagi menjadi jinak, borderline dan
ganas. 6
Pada pemeriksaan mikroskopik tumor sel jaringan ikat dapat menentukan
klasifikasinya, yang dapat dibagi menjadi benigna (non- cancer), malignant (cancer),
atau borderline (uncertain). Sekitar 90% dari tumor filoides merupakan benigna. Kurang
dari 10% merupakan maligna, dan sedikit yang termasuk borderline. 5

SMF BEDAH
Pada beberapa kasus tumor filoides maligna, selnya mungkin menginvasi dan
merusak jaringan sekitarnya atau menyebar ke lokasi tubuh lain (metastasis). Tumor
filoides benigna tidak bermetastasis namun dapat tumbuh sangat cepat dan
menyebabkan kulit meregang. 5
D. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya tumor phylloides antara penderita di
Amerika Serikat dan di negara-negara lain, dengan demikian ras tidak mempengaruhi
frekuensi kejadian. Tumor phylloides terhitung 1% dari semua neoplasma mammae.
Beberapa laporan menyatakan bahwa sekitar 85-90% tumor phylloides bersifat jinak
dan diperkirakan 10-15% yang bersifat malignan. Tumor ini sangat jarang mengenai
pria dan dapat terjadi pada usia berapa pun, namun rata-rata pada dekade kelima. 6
D. ETIOLOGI
Etiologi tumor filoides tidak diketahui. Tumor filoides secara nyata berhubungan
dengan fibroadenoma dalam beberapa kasus, karena pasien dapat memiliki kedua lesi
dan gambaran histologis kedua lesi mungkin terlihat pada tumor yang sama. Namun,
apakah tumor filoides berkembang dari fibroadenoma atau keduanya berkembang
bersama-sama, atau apakah tumor filoides dapat muncul de novo, tidaklah jelas.
Noguchi dan kolega telah mempelajari pertanyaan ini dengan analisis klonal dalam tiga
kasus dimana fibroadenoma dan tumor filoides diperoleh berurutan dari pasien yang
sama. Pada masing-masing kasus, kedua tumor monoklonal dan memperlihatkan alel
inaktif yang sama. Mereka menyatakan bahwa tumor filoides memiliki asal yang sama
dengan fibroadenoma, fibroadenoma tertentu dapat berkembang menjadi tumor filoides.
5,7

Studi menarik oleh Yamashita dkk, mengamati immunoreactive endothelin


1 (irET-1), yaitu contoh dimana ilmu pengetahuan modern menjelaskan mekanisme
yang akan dengan pasti menjelaskan kedua fungsi normal mammae dan patologinya,
serta memungkinkan pergeseran dalam penekanan dari model studi rodentia ke studi
manusia. Level irET-1 jaringan diukur dengan ekstrak dari 4 tumor filoides dan 14
fibroadenoma. Immunoreactive endothelin 1 dapat dibuktikan dalam semua kasus,
namun levelnya jauh lebih tinggi pada tumor filoides dibandingkan pada fibroadenoma.

SMF BEDAH
Endothelin 1 (ET-1) pada prinsipnya merupakan vasokonstriktor kuat, namun juga
memiliki banyak fungsi lainnya. Ia menyebabkan stimulasi lemah DNA fibroblas
mammae, namun dapat digabungkan dengan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) untuk
menciptakan stimulasi kuat. ET-1 tidak terdapat pada sel epitel mammae normal, namun
reseptor ET-1 spesifik terdapat pada permukaan sel stroma normal. Reseptor ET-1
dijumpai pada permukaan sel dari sel-sel stroma tumor filoides namun sel-sel
immunoreactive ditemukan dalam sel-sel epitel tapi bukan sel-sel stroma, memberi
kesan bahwa ET-1 disintesis oleh sel epitel tumor filoides. Dengan demikian hal
tersebut menjelaskan kemungkinan mekanisme parakrin pada stimulasi pertumbuhan
stroma cepat yang selalu terlihat bersama tumor filoides. 5,7
Hal yang penting adalah bahwa tumor filoides tidak seharusnya dibingungkan
dengan sarkoma murni (tanpa elemen epitel sama sekali), untuk memiliki tingkat lebih
besar pada keganasan dan gumpalan keduanya sama-sama bisa mengaburkan sifat jinak
dasar kebanyakan tumor filoides. Imunositokemistri dan mikroskop elektron
memperlihatkan bahwa sel stroma pada kedua tumor filoides jinak dan ganas
merupakan campuran dari fibroblas dan miofibroblas. Teknik-teknik ini memperjelas
perbedaan leiomiosarkoma dan mioepitelioma, dari tumor filoides yang menunjukkan
reaksi yang sama sekali berbeda. 7

E. PATOFISIOLOGI
Tumor filoides berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada dan sekarang
telah mengandung satu atau lebih komponen asal mesenkim. Diferensiasi dari
fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat selularitas stroma, polimorfisme
selular, inti hiperkromatik dan gambaran mitosis dalam jumlah yang bermakna. Protusio
khas massa polopiod stroma hiperplastik kedalam kanalikuli yang tertekan
menghasilkan penampilan seperti daun yang menggambarkan istilah filoides. 8
Pada tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan
untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma, tumor
maligna bermetastase secara hematogen. 8

SMF BEDAH
F. MANIFESTASI KLINIS
Tumor filoides merupakan neoplasma non-epitelial mammae yang paling sering
terjadi, meskipun hanya mewakili 1% dari tumor mammae. Tumor ini memiliki tekstur
halus, berbatas tegas dan biasanya bergerak secara bebas. Tumor ini adalah tumor yang
relatif besar, dengan ukuran rata-rata 5 cm. Namun, lesi yang > 30 cm pernah
dilaporkan. Kebanyakan tumor tumbuh dengan cepat menjadi ukuran besar sebelum
pasien datang, namun tumor-tumor tidak menetap dalam arti karsinoma besar. Hal ini
disebabkan mereka khususnya tidak invasif; besarnya tumor dapat menempati sebagian
besar mammae, atau seluruhnya, dan menimbulkan tekanan ulserasi di kulit, namun
masih memperlihatkan sejumlah mobilitas pada dinding dada. Meskipun tumor jinak
tidak bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan untuk tumbuh secara
agresif dan rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma, tumor maligna bermetastase
secara hematogen. Ciri-ciri tumor filoides maligna adalah sebagai berikut: 5,9
1. Tumor maligna berulang terlihat lebih agresif dibandingkan tumor asal
2. Paru merupakan tempat metastase yang paling sering, diikuti oleh tulang, jantung,
dan hati
3. Gejala untuk keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari sesegera, beberapa
bulan sampai paling lambat 12 tahun setelah terapi awal
4. Kebanyakan pasien dengan metastase meninggal dalam 3 tahun dari terapi awal.
5. Tidak terdapat pengobatan untuk metastase sistemik yang terjadi
6. Kasarnya 30% pasien dengan tumor filoides maligna meninggal karena penyakit ini
G. DASAR DIAGNOSIS
1. Anamnesa
a. Pasien khususnya datang dengan massa di mammae yang keras,
bergerak, dan berbatas jelas dan tidak nyeri.
b. Sebuah massa kecil dapat dengan cepat berkembang ukurannya dalam
beberapa minggu sebelum pasien mencari perhatian medis
c. Tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola atau meng-ulserasi
kulit

SMF BEDAH
d. Pasien dengan metastase bisa muncul dengan gejala seperti dispnoe,
kelelahan, dan nyeri tulang. 10
2. Pemeriksaan Fisik
 SADARI (Pemeriksaan payudara sendiri)
Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila
terdapat benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat
menurunkan angka kematian. Wanita premenopause (belum memasuki masa
menopause) sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan, 1 minggu setelah siklus
menstruasinya selesai.10
 Cara melakukan SADARI adalah :

1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri menghadap
cermin.
2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit payudara, dan
puting yang masuk.
3. Angkat lengan lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak pinggang
untuk mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk memperjelas kerutan
pada kulit payudara.
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.
5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak.
6. Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.
 Pemeriksaan fisik pada tumor filoides dapat ditemukan : 11
a. Adanya massa mammae yang keras, mobile, berbentuk bulat lonjong
dengan permukaan berbenjol-benjol, berbatas tegas dengan ukuran yang
lebih besar dari fibroadenoma.
b. Benjolan ini jarang bilateral (terdapat pada kedua payudara), dan
biasanya muncul sebagai benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan
dengan FAM Secara tidak diketahui, tumor mammae cenderung
melibatkan mammae sinistra lebih sering dibandingkan mammae dekstra.

SMF BEDAH
c. Diatas kulit mungkin terlihat tampilan licin dan cukup translusen untuk
memperlihatkan vena mammae yang mendasarinya.
d. Ukuran bervariasi, meskipun tumor filodes biasanya lebih besar dari
FAM. Tumor filoides umumnya memperlihatkan pertumbuhan yang
cepat.

3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada penanda tumor hematologik atau uji darah lainnya yang bisa
digunakan untuk mendiagnosa tumor filoides. Pemeriksaan immunohistokimia
CD10 dapat memprediksi adanya metastasis jauh. Investigasi tumor filoides
kearah malignansi dapat dilakukan dengan pemeriksaan analisis genomic dan
proteomic yang akan menunjukkan mutasi, amplifikasi dan delesi. 11

 Pemeriksaan Radiologi
 Pada mammogram, tumor filoides akan memiliki tepi yang berbatas jelas
dan radioopak. Baik mammogram ataupun ultrasonografi (USG)
mammae dapat membedakan secara jelas antara fibroadenoma dan
filoides jinak atau tumor ganas. Jenis tumor mammae ini biasanya tidak
ditemukan di dekat mikro kalsifikasi. 11

Gambar 3. Gambaran mamografi tumor filoides

SMF BEDAH
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) mammae dapat membantu tindakan
operasi dalam pengangkatan jaringan tumor filoides. Sebuah studi di
Italia yang membandingkan mammogram, USG dan MRI mammae dari
tumor filoides melaporkan bahwa MRI memberikan gambaran yang
paling akurat dan ini membantu ahli bedah tumor dalam menjalankan
rencana operasi mereka. Bahkan jika tumor itu cukup dekat dengan otot-
otot dinding dada, MRI bisa memberikan gambaran yang lebih baik dari
tumor filoides daripada mammogram atau USG. 11

Gambar 7. Gambaran USG. Gambaran USG mammae normal (atas); Gambaran


USG tumor filoides (kiri) dengan color Doppler (kanan)

Gambar 8. Gambaran MRI tumor filoides

SMF BEDAH
 Pemeriksaan Biopsi
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) untuk pemeriksaan sitologi
biasanya tidak memadai untuk diagnosis tumor filoides. Biopsi jarum lebih
dapat dipercaya, namun masih bisa terdapat kesalahan pengambilan sampel dan
kesulitan dalam membedakan lesi dari sebuah fibroadenoma.11
Biopsi mammae eksisi terbuka untuk lesi lebih kecil atau biopsi
insisional untuk lesi lebih besar adalah metode pasti untuk mendiagnosis tumor
filoides. Sel-sel dari biopsi jarum dapat diuji di laboratorium tapi jarang
memberikan diagnosis yang jelas, karena sel-sel dapat menyerupai karsinoma
dan fibroadenoma. Pada Biopsi bedah akan menghasilkan potongan jaringan
yang akan memberikan sampel sel lebih baik dan akan menghasilkan diagnosa
yang tepat untuk sebuah tumor filoides. 11

Gambar 7. Biopsi jarum halus

 Temuan Histopatologi

Semua tumor filoides mengandung komponen stroma yang dapat


bervariasi dalam tampilan histologis dari satu lesi ke lesi lainnya. Umumnya,
tumor filoides jinak memperlihatkan peningkatan jumlah mencolok pada
fibroblas fusiformis reguler dalam stroma. Adakalanya, sel-sel sangat anaplastik
dengan perubahan miksoid yang diamati. Atipia seluler tingkat tinggi, dengan
peningkatan selularitas stroma dan peningkatan jumlah mitosis, hampir selalu
diamati pada bentuk maligna cystosarcoma phylloides. Secara ultra-struktural,

SMF BEDAH
pada tumor filoides bentuk jinak dan ganas, nukleolus dapat mengungkapkan
nukleolonema yang bertautan kasar dan sisterna berlimpah dalam retikulum
endoplasma. 10,11

Gambar 8a. Stroma hiperseluler dengan epitel b.Stroma tampak atipik, inti sangat pleomorfik
membentuk struktur intrakanalikuler9 hiperkromatik nukleoli prominent9

c. Epitel duktus tanpa tanda-tanda d. ( High power) Mitosis sel (tanda panah)9
keganasan9

Gambar 7. Gambaran Makroskopis

SMF BEDAH
H. KLASIFIKASI
Tumor phylloides adalah tumor fibroepitelial yang terdiri dari komponen epitel
dan stroma selular. Tumor ini dapat dianggap jinak, sedang, atau malignan bergantung
pada gambaran histologis antara lain selularitas stromal, infiltrasi pada tepi tumor, dan
aktivitas mitotik. Semua bentuk tumor phylloides dianggap sebagai kanker mammae,
bahkan bentuk jinaknya sekalipun dianggap berpotensi menjadi malginan. 5,12

KLASIFIKASI BERDASARKAN WHO 2003 9

STAGING
Staging tumor phylloides khususnya tipe malignan menggunakan staging yang
digunakan untuk kanker payudara secara umum yaitu menurut American Joint
Committee on Cancer (AJCC) dan klasifikasi patologisnya sebagaimana dalam tabel di
bawah.12

Tabel 1. Staging Kanker Mammae (American Joint Committee on Cancer) 10,11

Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Carcinoma in situ; karsinoma intraduktal, karsinoma lobular in situ, atau


Paget’s Disease yang tidak berhubungan dengan tumor. Catatan: Paget’s
Tis
Disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan berdasarkan
ukuran tumor.

T1 Tumor berukuran 2 cm dalam dimensi terbesarnya

T1mic Mikroinvasi sebesar 1 cm dalam dimensi terbesarnya

SMF BEDAH
T1a Tumor >0.1-0.5 cm dalam dimensi terbesarnya

T1b Tumor >0.5-2.0 cm dalam dimensi terbesarnya

T2 Tumor >2.0-5.0 cm dalam dimensi terbesarnya

T3 Tumor >5.0 cm dalam dimensi terbesarnya

Tumor berukuran berapa pun dengan perluasan langsung ke dinding dada (a)
T4
atau kulit (b)

T4a Perluasan langsung ke dinding dada

Edema (termasuk peau d’ orange) atau ulserasi kulit mammae atau nodul
T4b
satelit yang terbatas pada mammae yang terkena

T4c Terdapat keduanya (T4a dan T4b)

T4d Karsinoma inflamatoris

Limfonodus Regional (N) 10,11

Nx Limfonodus regional tidak dapat dinilai (misalnya sudah pernah diangkat).

N0 Tidak ada keterlibatan limfonodus regional

N1 Metastasis ke limfonodus (nodi) aksillaris ipsilateral yang mobile

N2a Metastasis ke limfonodus (nodi) aksillaris ipsilateral yang terfiksasi

Metastasis ke nodus (nodi) mammaria internal yang tampak secara klinisa


N2b
tanp adanya bukti klinsi limfonodus aksillaris ipsilateral

N3a Metastasis ke limfonodus (nodi) infraklavikular ipsilateral

N3b Metastasis ke limfonodus (nodi) mammaria internal dan aksillaris ipsilateral

N3c Metastasis ke limfonodus (nodi) supraklavikular ipsilateral


a
Penampakan klinis didefinisikan sebagai terdeteksi oleh pemeriksaan radiologis (termasuk
limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan klinis atau jelas terlihat dalam evaluasi
histopatologis

SMF BEDAH
Tabel 2. Klasifikasi Patologis (pN)10,11

Limfonodus regional tidak dapat dinilai (tidak dapat diangkat untuk studi
pNx
patologis atau sudah diangkat sebelumnya)

Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, tidak ada pemeriksaan


pN0 (i-)
tambahan untuk sel tumor terisolasi (ITC)

pN0 (i+) Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, IHC negatif

Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, IHC positif, tidak ada
pN0
kluster IHC >0.2 mm

Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, temuan molekuler (RT-


pN0 (mol-)
PCR) negatif

Tidak ada metastasis limfonodus secara histologis, temuan molekuler (RT-


pN0 (mol+)
PCR) positif

Metastasis pada 1-3 limfonodus aksillaris dan/atau limfonodus mammaria


pN1 internal, disertai temuan mikroskopik dengan bantuan diseksi limfonodus
tetapi tidak tampak secara klinis a

pN1mi Hanya mikrometastasis (>0.2 mm, <2.0 mm)

pN1a Metastasis pada 1-3 limfonodus aksillaris

Metastasis pada limfonodus mammaria internal, disertai temuan


pN1b mikroskopik dengan bantuan diseksi limfonodus tetapi tidak tampak secara
klinis a

Metastasis pada 1-3 limfonodus aksillaris dan pada limfonodus mammaria


pN1c internal, disertai temuan mikroskopik dengan bantuan diseksi limfonodus
tetapi tidak tampak secara klinis a

Metastasis pada 4-9 limfonodus aksillaris atau pada limfonodus mammaria


pN2 internal yang tampak secara klinisb tanpa disertai metastasis pada
limfonodus aksillaris

Metastasis pada 4-9 limfonodus aksillaris (sekurang-kurangnya satu tumor


pN2a
berukuran >2.0mm)

pN2b Metastasis pada limfonodus mammaria internal yang tampak secara klinisb

SMF BEDAH
tanpa disertai metastasis pada limfonodus aksillaris

Metastasis pada 10 atau lebih limfonodus aksillaris atau pada limfonodus


infraklavikularis, atau limfonodus mammaria internal ipsilateral yang tampak
secara klinisb disertai satu atau lebih metastasis pada limfonodus aksillaris;
pN3
atau pada lebih dari 3 limfonodus aksillaris disertai metastasis mikroskopik
secara klinis pada limfonodus mammaria internal atau pada limfonodus
supraklavikular ipsilateral.

Metastasis pada 10 atau lebih limfonodus aksillaris (sekurang-kurangnya


pN3a satu tumor berukuran >2.0mm), atau metastasis pada limfonodus
infraklavikular

Metastasis pada limfonodus mammaria internal ipsilateral yang tampak


secara klinisb- disertai satu atau lebih metastasis pada limfonodus aksillaris;
pN3b atau pada lebih dari 3 limfonodus aksillaris dan pada limfonodus mammaria
internal disertai temuan mikroskopik dengan bantuan diseksi limfonodus
tetapi tidak tampak secara klinis a

pN3c Metastasis pada limfonodus supraklavikular ipsilateral -

Metastasis Jauh (M)

Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

IHC, immunohistochemistry; RT-PCR, reverse-transcription polymerase chain reaction.


a
Tidak tampak secara klinis diartikan sebagai tidak terdeteksi oleh pemeriksaan radiologis
(keculai limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan klinis, atau tidak jelas terlihat pada
pemeriksaan histopatologis.
b
Tampak secara klinis diartikan sebagai terdeteksi oleh pemeriksaan radiologis (keculai
limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan klinis, atau tidak jelas terlihat pada pemeriksaan
patologis.

SMF BEDAH
Tabel 3. Pengelompokan Stadium American Joint Committee on Cancer 10,11

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

T0 N1 M0

Stadium IIA T1 N1 M0

T2 N0 M0

T2 N1 M0
Stadium IIB
T3 N0 M0

T0 N2 M0

Stadium IIIA T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stadium IIIB T4 N0-N2 M0

Stadium IIIC T berapa pun N3 M0

Stadium IV T berapa pun N berapa pun M1

I. PENATALAKSANAAN
Penanganan untuk phyllodes tumor jinak, borderline, atau ganas adalah sama:
operasi untuk mengangkat tumor. Tidak ada aturan pasti mengenai batas luas eksisi,
tetapi biasanya disisakan tepi 2 cm untuk tumor kecil (<5cm) dan 5 cm untuk tumor

SMF BEDAH
yang lebih besar (>5 cm). Diseksi kelenjar aksilla hanya dilakukan apabila terdapat
benjolan yang mencurigakan. Kemoterapi dan radiasi tidak efektif. 5,14,13

Prosedur bedah yang mungkin untuk mencapai eksisi luas untuk tumor phyllodes
adalah: 15

 Lumpektomi: Pengangkatan tumor hingga setidaknya 1 cm dari jaringan normal


sekitarnya.
Jika tumor phyllodes sangat besar atau payudara kecil, mungkin terlalu sulit
untuk melakukan eksisi luas dan mempertahankan jaringan payudara yang sehat untuk
tujuan kosmetik. Dalam hal ini, dapat dilakukan mastektomi: 15

 Mastektomi parsial atau segmental: Hanya bagian payudara yang berisi tumor
phyllodes.
 Mastektomi total atau sederhana: Pengangkatan seluruh payudara, tapi tidak ada
yang lain (seperti kelenjar getah bening atau otot).
Risiko untuk terjadinya rekurensi atau metastasis berhubungan dengan derajat
histologis. Suatu studi menyarankan untuk melakukan mastektomi total lebih efektif
daripada breast-conserving surgery. Namun, beberapa studi menyatakan bahwa terapi
radiasi setelah breast-conserving surgery dengan tepi bebas tumor secara signifikan
mengurangi angka rekurensi lokal untuk tumor derajat sedang dan malignant. 4,5,15

Tidak terdapat peran yang terbukti dari terapi adjuvant kemoterapi dan terapi
radiasi pada penatalaksaan tumor filoides. Respon kemoterapi dan radioterapi pada
kasus tumor filoides dengan rekurensi dan metastasis sangat buruk dan terapi hormonal
yang tidak berhasil telah dilaporkan. 16
J. PROGNOSIS
Meskipun tumor phylloides secara klinis dianggap sebagai tumor jinak,
kemungkinan untuk rekurensi lokal setelah eksisi selalu ada, khusunya untuk lesi yang
menunjukkan histologis malignansi. Tumor setelah pengobatan awal dengan eksisi lokal
luas, yang rekuren secara lokal idealnya diterapi dengan mastektomi total.15,16

SMF BEDAH
DAFTAR PUSTAKA

1. B. & Ross R.K. The Descriptive Epidemiology of Malignant Cystosarcoma


Phyllodes Tumors of the Breast. [Online], 1993 May 15 [cited 2012 June 05]
Avaiable from : http onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/1097/pdf
2. Sjamsuhidajat, Win de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed.2. EGC. Jakarta : 2005.
3. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5th edition. USA :
Lippincott Williams & Wilkins;2006. p.30-35
4. Sjamsuhidajat R.Tumor Phyloides. In: Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah .
2nd edition. Jakarta : Terbitan Buku Kedokteran 2005. p.493
5. Beers. 2004. Cystosarcoma Phyllodes." Section 18, Chapter 242 in The Merck
Manual of Diagnosis and Therapy, edited by Mark H. Beers, MD, and Robert
Berkow, MD. Whitehouse Station, NJ: Merck Research Laboratories
6. Dorland, WA Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto dkk.,
editor. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2002.
7. Jong de wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.2004. Jakarta : EGC. Halaman 391-
393
8. Kissane JM. The breast Anderson’s Pathology. Vol II, 9h ed.St
Louis:Mosby;1990.p.1726 – 48
9. Ramli muchlis. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.1995.Jakarta : Binarupa
aksara.Halaman 355
10. Schwartz. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. 2000. Jakarta : EGC.
Halaman 233
11. Manning. Major Diagnosis Fisik Edisi Ix. 1996. Jakarta : EGC. Halaman 366
12. Susan C. The Breast. In: Kumar V., Abbas A. Pathologic Basis of Disease. 7th
edition. Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Saunders 2005. p 1149-50.
13. Hamid RM, Abraham J. Breast cancer. In: Abraham J, Guller JL, Allegra CJ,
edithors. Bethesda handbook of clinical oncology. 2nd ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins; 2005.p. 154-62.
14. Juanita. The Indonesian Journal Of Medical Science : Malignant Phyllodes
Tumor of Breast. [Online], 2003 October [cited 2012 June 23]; Avaiable
from : http://med.unhas.ac.id/jurnal/attachments/article/72/Juanita.pdf
15. Lister TA., Gallagher CJ. Malignant Disease. In : Kumar P., Clark M. Clincal
Medicine. 6th edition. Spain: Elsevier Saunders ; 2005. p 519-20
16. Marissa W. Treatment of Phyllodes Tumor of the Breast., 2012 March 14 ;
Avaiable from :
http://www.breastcancer.org/symptoms/types/phyllodes/treatment.jsp

SMF BEDAH

Anda mungkin juga menyukai