Anda di halaman 1dari 40

Ujian Kasus

MIOMA UTERI INTRAMURAL YANG DITATALAKSANA


DENGAN HISTEREKTOMI TOTAL

UJIAN KASUS TAHAP AKHIR


PESERTA PPDS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Penyaji :
dr. Rivai Baharuddin

Penguji:
Dr.dr. H. Kms Yusuf Effendi, SpOG(K)-FER
dr. H. Firmansyah Basir, SpOG(K)-Obsos, MARS
dr. Hj. Hartati, SpOG(K)-Obsos, M.Kes
dr. H. Irawan Sastradinata, SH, SpOG(K)Onk, MARS
Dr. dr. Peby Maulina Lestari, SpOG(K)-KFM

BAGIAN/ KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Dipresentasikan pada hari Kamis 24 Juni 2021, pukul 08.00 WIB
LEMBAR PENGESAHAN

MIOMA UTERI INTRAMURAL YANG DITATALAKSANA


DENGAN HISTEREKTOMI TOTAL
Telah dipresentasikan pada hari Kamis 24 Juni 2021, pukul 08.00 WIB

Penguji :
Dr.dr. H. Kms Yusuf Effendi, SpOG(K)-FER (…………………….)

dr. H. Firmansyah Basir, SpOG(K)-Obsos, MARS (…………………….)

dr. Hj. Hartati, SpOG(K)-Obsos, M.Kes (…………………….)

dr. H. Irawan Sastradinata, SH, SpOG(K)Onk, MARS (…………………….)

Dr. dr. Peby Maulina Lestari, SpOG(K)-KFM (…………………….)

Penyaji :

dr. Rivai Baharuddin (…………………….)

BAGIAN/ KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.........................................................................................................v
I PENDAHULUAN......................................................................................................1
II REKAM MEDIS........................................................................................................2
A. Identitas..............................................................................................................2
B. Anamnesis..........................................................................................................2
C. Pemeriksaan fisik...............................................................................................3
D. Pemeriksaan penunjang.....................................................................................6
E. Diagnosis kerja..................................................................................................9
F. Diagnosis banding.............................................................................................9
G. Penatalaksanaan.................................................................................................9
III PERMASALAHAN.................................................................................................9
IV DISKUSI..................................................................................................................9
V SIMPULAN.............................................................................................................32
VI RENCANA OPERASI...........................................................................................32
RUJUKAN...................................................................................................................34

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klasifikasi mioma uteri..........................................................................12


Gambar 2. Sisterm subklasifikasi FIGO pada mioma uteri......................................14
Gambar 3. Gambar ultrasonografi transvaginal mioma uteri...................................15

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan gambaran ultrasonografi mioma uteri dan adenomiosis.......16


Tabel 2. Komponen penting evaluasi pre operatif pasien dengan komorbid diabetes
melitus.............................................................................................................30

v
I. PENDAHULUAN

Fibroid uterus adalah tumor jinak berasal dari sel otot polos miometrium dan
mengandung kumpulan besar matriks ekstraseluler yang terdiri dari kolagen,
elastin, fibronektin, dan proteoglikan. Fibroid uterus (leiomioma atau
mioma) adalah tumor pelvis jinak yang paling umum pada wanita dan
merupakan masalah kesehatan yang penting karena merupakan indikasi yang
paling sering untuk dilakukannya histerektomi.1,2
Diperkirakan bahwa 60% wanita usia reproduksi terpengaruh, dan 80%
wanita menderita penyakit ini selama hidup mereka. Prevalensi semakin
meningkat seiring dengan peningkatan usia, dan puncaknya pada usia 40
tahun. Berdasarkan studi angka kejadian mioma uteri berkisar antara 5,4 –
77% populasi, tergantung dari jumlah sampel studi dan cara penegakan
diagnosis. Mioma terdeteksi di 70% uteri setelah histerektomi, di mana
mioma multipel ditemukan di lebih dari 80% kasus. Di Indonesia sendiri
mioma uteri ditemukan 2,39- 11,7% pada semua penderita ginekologi yang
dirawat.3,4
Meskipun penyebab pasti dari fibroid masih tidak diketahui, kemajuan
telah dibuat dalam memahami biologi molekuler dari tumor jinak ini dan
faktor hormonal, genetik, dan pertumbuhannya. Berbagai studi menyatakan
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mioma yaitu
pengaruh hormon estrogen dan progesteron, faktor genetik.1,3,5
Fibroid hampir tidak pernah dikaitkan dengan mortalitas, tetapi dapat
menyebabkan morbiditas dan secara signifikan mempengaruhi kualitas
hidup. Wanita yang menjalani histerektomi karena gejala yang berhubungan
dengan fibroid memiliki skor yang jauh lebih buruk pada kuesioner kualitas
hidup dibandingkan wanita yang didiagnosis dengan hipertensi, penyakit
jantung, penyakit paru-paru kronis, atau artritis. Dengan demikian,
penegakkan diagnosa yang lebih dini mampu memberikan pemilihan
tatalaksana yang tepat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
penderitanya.6,7
2

II. REKAM MEDIK


A. Identitas
Nama : Ny. NYI
Rekam Medik : 1206943
Umur : 44 tahun
Suku bangsa : Palembang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
Alamat : Lubuk Linggau

B. Anamnesis (Autoanamnesis, 14 Juni 2021)


Keluhan utama : Benjolan di perut
Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak 4 tahun yang lalu, pasien mengeluh teraba benjolan di perut, disertai
rasa nyeri yang hilang timbul, membaik setelah konsumsi obat anti nyeri.
Keluhan perdarahan dari kemaluan di luar siklus haid ada, perdarahan
setelah senggama tidak ada, nyeri pada saat senggama tidak ada, BAK dan
BAB seperti biasa, penurunan nafsu makan tidak ada, penurunan berat
badan tidak ada.

1. Riwayat pernikahan
Menikah 1 kali, lama menikah 20 tahun

2. Riwayat Reproduksi
Menarche 13 tahun, siklus haid tidak teratur, lama haid 5-7 hari, banyaknya
2-3 kali ganti pembalut hari 1-3 hai, nyeri haid tidak ada. HPHT: 17 mei
2021
3

3. Riwayat persalinan
P0A0

4. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat operasi tidak ada
Riwayat darah tinggi tidak ada
Riwayat kencing manis tidak ada
Riwayat penyakit keganasan disangkal

5. Riwayat penyakit dalam keluarga


Riwayat penyakir hipertiroid 2018, konsumsi PTU
Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit keganasan disangkal

6. Riwayat gizi/sosioekonomi
Sedang

7. Riwayat kontrasepsi
Tidak ada.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
a. Keadaan umum
Kesadaran : kompos mentis
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 156 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
4

Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6 °C
b. Keadaan khusus
Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala dan rambut : Normal
Pemeriksaan Mata
- Konjungtiva : Pada mata kanan dan kiri tidak terlihat tidak anemis.
- Sklera : Pada mata kanan dan kiri tidak terlihat ikterik
Pemeriksaan Leher
- JVP : Tidak meningkat
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar limfonodi : Tidak membesar
Pemeriksaan Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris kanan kiri, tidak ada retraksi
- Palpasi : Stem fremitus kanan sama kiri.
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan di
semua lapang paru.
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : Reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pemeriksaan Ekstremitas
Edema pretibial tidak ada

Status Ginekologi
Inspeksi : Abdomen cembung, tidak terlihat pelebaran vena, rambut
5

pubis dalam batas normal, labia mayora dan minora


simetris, normal, perineum normal, massa tidak ada.
Palpasi : Abdomen lemas, fundus uteri teraba 4 jari bawah procesus
xyphoideus, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan
tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada.
Inspekulo : Portio tidak livid, OUE tertutup, fluor tidak ada, fluxus
tidak ada, erosi tidak ada, laserasi tidak ada, polip tidak ada,
sondase AF 9 cm dan tidak terdapat tahanan
VT : Porsio kenyal, orifisium uteri eksternum tertutup, corpus uteri
sesuai kehamilan 30 minggu, konsistensi kenyal padat,
permukaan rata, tidak teraba massa di kedua adneksa,
parametrium kanan dan kiri lemas, nyeri tekan tidak ada,
kavum douglas tak menonjol.
RT : tonus sfingter ani baik, mukosa licin, umpula recti kosong,
massa intraluman ada, korpus uteri sebesar usia kehamilan 30
minggu
6

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium 24 Mei 2021

Darah Lengkap

Hb 14.9 g/dL (11,4-15 g/dL)


Eritrosit 5.82 (4,0-5,7 x103/mm3)
Hematokrit 45% (35-45%)
Leukosit 7.820 (4.730 – 10.890/mm3)
Trombosit 337.000 (189.000-436.000/µL)
Hitung jenis 0/2/55/38/5
MCV 92.9 (85-95 fL)
MCH 31 (28-32 pg)
MCHC 33 (33-35 g/dL)
LED 13 (<20 mm/jam)
RDW-CV 11.90 (11-15%)

Kimia Darah
Glukosa sewaktu 99 (<200 mg/dl)
Ureum 15 (20 – 40 mg/dl)
Kreatinin 0.75 (0,5 – 0,9 mg/dl)
Albumin 4.2 (3,5 – 5,0 g/dl)
SGOT 17 (0-32 U/l)
SGPT 15 (0-31 U/l)
Natrium 141 (135 - 155 mEq/l)
Kalium 3.9 (3,6 - 5,5 mEq/l)
Kalsium 9.0 (8.8-10.2 mg/dL)
HBsAg Non reaktif
Anti HIV Non reaktif
FT4 0.92
TSHs 0.0751

2. Ultrasonografi 25 Maret 2021


(DR. dr. Peby Maulina Lestari, SpOG(K)-KFM)
 Tampak uterus bentuk dan ukuran membesar dan berbenjol ukuran 13.18 x
9.56 cm
 Stratum basalis endometrium regular, miometrium homogen
7

 Tampak massa hyperechoic berbatas tegas dengan feeding


artery (+) pada fundus uteri ukuran 14.57 x 10.48 cm sesuai
dengan gambaran mioma uteri intramural

 Kedua ovarium dalam batas normal, ovarium kanan ukuran


2.11 cm, ovarium kiri ukuran 2.07 cm
 Hepar dan lien dalam batas normal
 Kedua ginjal dalam batas normal
 Kesan : mioma uteri intramural
8

3. Rontgen thorax PA (10-05-2021)

 CTR >50% terkesan membesar


 Corakan bronkovaskular normal
 Tidak tampak infiltrat pada kedua paru
 Diafragma kanan dan kiri licin
 Sinus costophrenikus kanan dan kiri lancip
 Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan :
 Pulmo dalam batas normal
 Kardiomegali
9

E. Diagnosis Kerja
Mioma uteri intramural

F. Diagnosis Banding
Adenomiosis uteri

G. Penatalaksanaan
Rencana : Laparotomi histerektomi total
Persiapan tindakan :
1. Informed consent
2. Cross match, persiapan darah dan persiapan usus
3. Konsultasi ke KSM Penyakit Dalam dan Anestesi

III. PERMASALAHAN
a. Apakah dasar penegakan diagnosis kerja pada kasus ini?
b. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini selanjutnya?

IV. DISKUSI
a. Apakah dasar penegakan diagnosis kerja pada kasus ini ?
Ny. N, 44 tahun, sudah menikah dan belum pernah melahirkan anak,
mengeluh perut terasa membesar dan teraba benjolan sejak 4 tahun terakhir
disertai dengan rasa nyeri yang hilang timbul. Pasien menyangkal adanya
keluhan perdarahan dari
10

kemaluan di luar siklus haid, perdarahan setelah senggama tidak ada, riwayat
nyeri saat senggama tidak ada, BAK dan BAB seperti biasa. Penurunan nafsu
makan tidak ada, penurunan berat badan tidak ada. Adanya massa abdomen
harus dibedakan apakah massa tersebut berasal dari organ ginekologi atau non
ginekologi. Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam
memperkirakan apakah massa berasal dari organ ginekologi (ovarium atau
uterus) atau nonginekologi.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan abdomen cembung, fundus uteri
teraba setinggi 4 jari di bawah procesus xhypoideus, permukaan rata,
konsistensi kenyal, nyeri tekan tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada.
Berdasarkan pemeriksaan inspekulo didapatkan portio tidak livid, OUE
tertutup, fluor tidak ada, fluxus tidak ada, erosi tidak ada, laserasi tidak ada,
polip tidak ada, sondase AF 9 cm. Berdasarkan pemeriksaan ginekologi, dapat
disimpulkan bahwa massa di abdomen bagian bawah yang dikeluhkan pasien
merupakan uterus yang membesar. Pembesaran uterus selama periode
reproduksi dan perimenopause dapat dipikirkan sebagai suatu lesi jinak
(adenomiosis, mioma uteri) dan jarang keganasan (leiomiosarkoma,
karsinoma endometrium).
Etiologi pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.
Namun literatur menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mioma yaitu pengaruh hormon estrogen dan progesteron, faktor
genetik, dan faktor pertumbuhan. Stimulasi estrogen diduga sangat berperan
untuk terjadinya mioma uteri, hipotesis ini didukung oleh mioma uteri banyak
ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia menopause.
Ichimura mengatakan bahwa hormon ovarium dipercaya menstimulasi
pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insiden setelah menarke dan
pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar namun menurun setelah
menopause. Hal ini sesuai dengan temuan pada pasien ini yang saat
terdiagnosis berusia 41 tahun. Perempuan nullipara dilaporkan mempunyai
risiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan
multipara mempunyai risiko relatif yang lebih rendah untuk terjadinya mioma
uteri.5,8
11
Leiomioma uteri ditemukan pada pemeriksaan histologi rutin pada 40%
wanita di New Zealand dengan usia <46 tahun yang menjalani histerektomi,
meskipun angka kejadian sebenarnya jauh lebih tinggi. Pada penelitian
spesimen uterus paska histerektomi ditemukan 77% leiomioma. Pada kasus ini
pun, pasien hanya mengeluhkan adanya benjolan di perut yang semakin
membesar. Sesuai literatur, pada umumnya leiomioma memang biasanya
bersifat asimptomatik dan terdiagnosa insidental pada pemeriksaan klinis atau
pencitraan. Namun, pada beberapa kasus leiomioma juga dapat menyebabkan
berbagai keluhan termasuk gangguan menstruasi, anemia, benjolan atau massa
di rongga pelvis, nyeri atau sumbatan hingga masalah fertilitas. Sebuah
penelitian di Kanada menyatakan bahwa leiomioma dapat mengganggu
kualitas kehidupan dan produktivitas. Survey terhadap 21.000 wanita,
gangguan seksual (43%), performa kerja (28%), dan gangguan hubungan
kekeluargaan (27%).9
Uterus yang membesar karena mioma dapat menimbulkan sensasi
penekanan di rongga pelvis, meningkatkan frekuensi miksi, inkontinensia
urin, atau konstipasi. Meskipun jarang, mioma dapat membesar ke arah lateral
dan menekan ureter pada uretero-vesical junction sehingga menyebabkan
obstruksi ureter dan hidronefrosis. Mioma submukosum bertangkai yang besar
dapat mengisi dan mendistensi vagina serta menekan urethra ke arah simpisis
sehingga menyebabkan retensio urin. Mioma pada korpus posterior uteri dapat
menyebabkan penekanan kolon rektosigmoid sehingga terjadi konstipasi atau
tenesmus. Adanya sensasi penekanan dan komplikasi organ lain akibat mioma
dapat menjadi salah satu indikasi terapi.10-12
Patogenesis dari mioma uteri ini masih belum diketahui secara pasti, diduga
adanya peranan predisposisi genetik, faktor lingkungan, dan hormon steroid
12

dalam proses fibrotik dan angiogenesis yang mendasari timbul nya mioma
uteri. Berdasarkan lokasinya di uterus, mioma uteri dibagi atas 4 jenis yaitu
mioma submukosum, mioma intramural, mioma subserosum, dan mioma
intraligamenter. Lokasi mioma yang paling sering adalah jenis intramural
(54%), subserosum (48,2%), jenis submukosum (6,1%) dan jenis
intraligamenter (4,4%).2,11

Gambar 1. Klasifikasi mioma uteri


Dikutip dari Cunningham, dkk 11

Leiomioma tumbuh lebih sering di bagian korpus uteri, kemudian serviks,


dan jarang di intra-ligamenter. Karena awalnya leiomioma tumbuh dari
miometrium, maka seluruhnya merupakan intramural. Seiring dengan
membesarnya leiomioma, maka tumor dapat tumbuh ke arah internal (mioma
submukosum) atau eksternal (mioma subserosum). Mioma subserosum dapat
membentuk tangkai (pedunculated) dan kadang parasitik karena suplai
darahnya didukung dari organ-organ lain seperti omentum.
Pertumbuhan mioma ini bergantung dengan produksi estrogen. Mioma
akan terus berkembang selama masih ada aktivitas ovarium menghasilkan
estrogen. Setelah menopause, seiring dengan regresi sekresi estrogen oleh
ovarium, maka
13

perkembangan mioma akan terhenti. Apabila mioma muncul


pascamenopause, kemungkinan masih terdapat produksi estrogen baik oleh
ovarium (akibat hiperplasia stroma kortikal ovarium) atau jaringan lemak.
Adanya pembesaran mioma pascamenopause harus dipertimbangkan
kemungkinan perubahan mioma atau miometrium di sekitarnya menjadi suatu
keganasan, atau pertumbuhan tumor pelvis lain seperti kista ovarium
musinosum dan tumor Brenner yang dapat menghasilkan estrogen. Mioma
menciptakan kondisi hiperestrogenik untuk mendukung pertumbuhannya. Sel-
sel mioma mengandung densitas reseptor estrogen yang lebih banyak
dibandingkan sel miometrium normal, sehingga pengikatan estradiol lebih
banyak. Sel-sel mioma mengandung enzim 17β-hydroxy dehydrogenase yang
rendah, dimana enzim ini berfungsi mengkonversi estradiol menjadi estrone.
Sehingga, pada sel-sel mioma terjadi akumulasi estradiol berlebih dan
menyebabkan hipertropi miometrium.10-12
Klasifikasi mioma dapat ditemukan dalam beberapa literatur, klasifikasi
Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO) adalah yang paling
banyak digunakan saat ini karena menawarkan peta distribusi fibroid yang
luas. Klasifikasi ini menggunakan sistem numerik sembilan titik untuk
menggambarkan lokasi mioma dalam kaitannya dengan endometrium dan
permukaan subserosum.
Diagnosis mioma uteri pada ultrasonografi adalah adanya pembesaran
uterus, kontur nodul atau distorsi kontur uterus, berbatas tegas, licin,
miometrium tidak homogen, dan massa fokal di dalam miometrium.
Gambaran sonografi tersering pada mioma uteri adalah lesi hipoekoik yang
dapat terletak submukosum, intramural, subserosum atau di luar uterus karena
bertangkai. Namun gambaran ini dapat bervariasi dari hipoekoik sampai
hiperekoik, tergantung pada rasio otot polos terhadap jaringan ikat dan apakah
terdapat degenerasi. Sebagian besar mioma menghasilkan gambaran
hipoekoik atau heterogen dibandingkan dengan miometrium normal.
Kalsifikasi dalam mioma
14

dapat menyebabkan bayangan posterior (posterior shadowing). Mioma


memiliki karakteristik gambaran vaskuler yang dapat diidentifikasi melalui
pemeriksaan Doppler, berupa lingkaran vaskuler perifer yang berasal dari
beberapa pembuluh darah yang menyebar menembus ke bagian tengah tumor.
Pada keadaan uterus sangat besar atau mengalami distorsi yang menyebabkan
kesulitan memvisualisasikan ovarium, pemeriksaan magnetic resonance
imaging (MRI) dapat membantu penegakan diagnosis.2,12-24

Gambar 2. Sistem subklasifikasi FIGO pada mioma


Dikutip dari Vilos2

Diagnosis banding pada kasus ini adalah adenomiosis yang merupakan


penyusupan jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan
miometrium. Adenomiosis biasanya timbul pada usia yang lebih tua
dibandingkan dengan mioma uteri, yaitu antara 40-50 tahun. Pasien dengan
adenomiosis memiliki trias gejala, yaitu perdarahan uterus abnormal,
dismenore sekunder, dan pembesaran uterus. Keluhan lain dapat berupa
dispareuni dan nyeri pelvis kronis. Pada pemeriksaan ginekologi adenomiosis,
biasanya didapatkan pembesaran uterus secara menyeluruh dengan konsistensi
yang lebih lunak bila dibandingkan dengan mioma uteri. Pembesaran uterus
pada
15

adenomiosis jarang melebihi 12 minggu. Pada adenomiosis, penyebab


perdarahan adalah adanya hiperestrogenemia-hiperplasia dari endometrium,
perluasan dari permukaan uterus, pengeluaran prostaglandin yang meningkat,
gangguan kontraksi miometrium akibat adanya fokus-fokus adenomiosis, atau
bertambahnya vaskularisasi di dalam uterus. Ultrasonografi Doppler juga
mampu membedakan adenomiosis dari mioma karena mioma mempunyai
vaskulatur perifer sedangkan pembuluh berjalan lurus ke area adenomiosis.
10,11

Gambar 3. Gambar Ultrasonografi transvaginal menunjukkan mioma uteri


besar dengan beberapa mioma intramural
Dikutip dari Wong L, dkk15

Pada pemeriksaan ultrasonografi didapatkan massa hiperekoik pada fundus


uteri ukuran 14,57 x 10,48 cm dengan feeding artery (+) sesuai dengan
gambaran mioma uteri intramural.. Dengan demikian, dari hasil pemeriksaan
penunjang ini dapat disimpulkan adanya mioma uteri intramural.
16

Tabel 1. Perbedaan gambaran USG mioma uteri dan adenomiosis


Mioma Adenomiosis
Batas massa Tegas Tidak tegas
Letak Fundus Korpus
Bentuk Bulat Lonjong
Pola Bakso urat Lesi kistik kecil
Doppler Ring of fire (+) Ring of fire (-)
Dikutip dari Putra AD 16

Pada penderita ini, setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, USG ditemukan
penyebab benjolan di perut pasien yaitu adanya mioma uteri intramural
multipel.
Hipertensi telah dikaitkan dengan risiko leiomioma uterus melalui beberapa
studi. Penelitian yang menghubungkan hipertensi dan tindakan histerektomi
mungkin secara tidak langsung melibatkan fibroid uterus. Faerstein dkk.
menyatakan bahwa hipertensi merupakan keadaan "proaterogenik" yang
meningkatkan risiko perkembangan fibroid dan pertumbuhan otot polos uterus
dengan cara yang mirip dengan perubahan aterosklerotik pada otot polos arteri.
Tekanan darah yang meningkat dapat menyebabkan cedera sel otot polos dan
pelepasan sitokin yang meningkatkan risiko onset atau pertumbuhan fibroid
uterus, dalam proses yang serupa dengan aterosklerosis. Saat ini, hubungan
antara tingkat tekanan darah dan risiko fibroid tidak diketahui secara pasti.
Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik masing-masing dikaitkan
dengan perkembangan aterosklerosis, secara terus menerus, dan bertahap.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah diastolik dapat
menjadi indikator yang lebih baik daripada tekanan darah sistolik untuk risiko
kardiovaskular di antara subjek yang lebih muda.17,18
Data prospektif dalam studi menunjukkan hubungan antara tekanan darah
diastolik dan kejadian fibroid uterus, dengan tekanan darah yang lebih tinggi
berhubungan dengan peningkatan risiko fibroid. Untuk setiap peningkatan
tekanan darah 10-mmHg, risiko relatif multivariat meningkat sebesar 8 %
17

(kisaran: 5-11%). Wanita hipertensi sebesar 24 % (kisaran: 11-41 %) lebih


mungkin untuk menderita fibroid dibandingkan dengan wanita normotensi.
Risiko fibroid juga meningkat seiring dengan lamanya pasien menderita
hipertensi.17,18
Data ini mendukung gagasan bahwa aterogenesis merupakan komponen
penting dari etiologi multifaktorial perkembangan dan pertumbuhan fibroid
uterus. Pada tahun 1975, Moss dan Benditt pertama kali mengajukan analogi
antara plak aterosklerotik dan leiomyomata uterus. Stres hemodinamik akibat
hipertensi dapat menyebabkan cedera sel otot polos arteri yang menyebabkan
disfungsi endotel, peningkatan permeabilitas, migrasi sel otot polos, dan
pembentukan fibrous plak atau fibroid. Fibroid diduga muncul dari
miometrium uterus, arteri uterina, atau jaringan ikat. Cedera yang berlebihan
pada lapisan endometrium uterus dapat meningkatkan ekspansi monoklonal sel
otot polos uterus. Kelainan yang diamati dalam struktur dan fungsi pembuluh
darah uterus dengan adanya leiomyomata mengundang kemungkinan bahwa
cedera aterosklerotik langsung ke pembuluh darah uterus dapat berperan dalam
proses ini. Bukti yang ada menunjukkan kesamaan antara plak aterosklerotik
dan sel tumor otot polos pada mioma uteri : 1) keduanya tampaknya berasal
dari sel monoklonal; 2) memiliki kesamaan kultur; 3) selama toksemia
kehamilan, lipid menumpuk di sel-sel uterus, tidak seperti ateroskleroma; dan
4) keduanya menunjukkan kecenderungan yang sama untuk menjadi fibrotik
dan kalsifikasi.17,18
Tumor fibroid dibedakan dengan akumulasi matriks ekstraseluler dan
jaringan ikat fibrosa. Kelebihan produksi matriks ekstraseluler, komponen
sentral dari patofisiologi mioma uteri, mungkin juga berhubungan dengan
peningkatan tekanan darah. Mengubah faktor pertumbuhan β1 diregulasi
sebagai respons terhadap cedera jaringan, meningkatkan produksi matriks
ekstraseluler, dan mengurangi degradasinya. Dalam jaringan mioma, faktor
pertumbuhan transformasi β1 diekspresikan secara berlebihan, mitogenik, dan
18

fibrogenik. Stres mekanis, hormon, dan angiotensin II dapat mengaktifkan


transformasi faktor pertumbuhan β1. Stres hemodinamik, karena tekanan darah
yang tinggi, dapat memicu proses proinflamasi yang memulai transformasi
pelepasan faktor pertumbuhan β1 dan dengan demikian menginduksi
akumulasi matriks ekstraseluler dan fibrosis. Faktor risiko aterosklerotik,
seperti hiperinsulinemia, dapat meningkatkan risiko fibroid dengan
merangsang pertumbuhan sel mioma uteri dan mitosis atau dengan mengubah
regulasi hormon ovarium. 17,18
Faktor pertumbuhan mirip insulin-I (IGF-I) dapat menjadi salah satu faktor
pertumbuhan yang berperan penting dalam patogenesis fibroid. Produksi IGF-I
dapat dirangsang oleh hormon pertumbuhan, dan tindakannya meliputi
proliferasi dan penghambatan apoptosis sel. Pada tahun 1990 Boehm dkk
melaporkan peningkatan ekspresi IGF-I pada fibroid dibandingkan dengan
miometrium normal, dan peningkatan regulasi ekspresi gen dan protein telah
terlihat dalam beberapa penelitian. Berdasarkan kultur sel fibroid manusia,
Swartz dkk menunjukkan peningkatan regulasi IGF-I yang bergantung pada
estrogen dan keterkaitannya dengan faktor transkripsi yang meningkatkan laju
transisi siklus sel, sehingga memberikan penjelasan rinci tentang efek
proliferatif dan anti-apoptosis IGF-I pada fibroid.19,20,21
Sejauh mana IGF-I yang bersirkulasi dapat berkontribusi pada
tumorigenesis tidak diketahui. Sebagian besar IGF-I yang bersirkulasi
diproduksi di hati. Tingkat yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan
peningkatan risiko kanker payudara, tumor lain yang dimediasi oleh hormon.
Setidaknya ada 6 protein pengikat IGF berafinitas tinggi dalam sirkulasi
yang mengatur aktivitas IGF-I, yang utama adalah protein pengikat 3 (BP3).
BP3 dapat mengurangi aktivitas IGF-I dengan mencegah pengikatannya ke
reseptor, tetapi dengan mengikat IGF-I, ini memperpanjang waktu paruh IGF-I
dari menit ke jam. BP3 juga dapat bertindak secara independen dari IGF-I,
dengan efek antiproliferatif. BP3 mRNA dan protein ditemukan dalam sel otot
polos normal
19

dan fibroid.19,20,21
Insulin juga telah dihipotesiskan berperan dalam patogenesis fibroid. Insulin
dan IGF-I memiliki aktivitas pemacu pertumbuhan yang serupa, dan keduanya
memiliki afinitas pengikatan yang lemah terhadap reseptor yang lain.
Pengobatan eksperimental jaringan fibroid dengan insulin dapat meningkatkan
proliferasi sel di vitro. Selain itu, hiperinsulinemia dapat merangsang
peningkatan produksi hormon ovarium, yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan perkembangan fibroid.19,20,21

b. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini ?


Modalitas pengobatan untuk mioma uterus dapat termasuk manajemen
konservatif, terapi medis, pilihan bedah konvensional, dan pendekatan yang lebih
baru dan tidak terlalu invasif. Usia, paritas, tingkat dan keparahan gejala, ukuran,
jumlah dnan lokasi mioma, kondisi medis terkait, risiko keganasan, kedekatan
untuk menopause, dan keinginan untuk mempertahankan uterus adalah beberapa
faktor yang mempengaruhi pilihan pendekatan terapeutik. Oleh karena itu,
perawatannya harus bersifat individual.13,14
1. Manajemen konservatif
Wanita asimtomatik dengan mioma uterus dengan ukuran yang lebih kecil dari
12 minggu mungkin merupakan kandidat yang cocok untuk manajemen
ekspektatif, terutama yang mendekati menopause. Namun, uterus yang
membesar dapat menyebabkan kompresi pada ureter yang dapat mengganggu
fungsi ginjal. Piscitelli dkk menunjukkan dilatasi ureter pada 56% pasien
dengan ukuran uterus 12 minggu atau lebih, tetapi tidak ada dilatasi ureter
dengan ukuran uterus kurang dari 12 minggu Wanita memenuhi syarat untuk
calon manajemen dapat melapor untuk tindak lanjut setiap 3–6 bulan di mana
riwayat rinci dan pemeriksaan klinis dilakukan untuk mengevaluasi ukuran
uterus dan kecepatan pertumbuhan tumor.13,14
20

a) Terapi medisinalis
Berbagai obat, baik hormonal maupun nonhormonal, telah dicoba untuk
mengontrol gejala yang dihasilkan oleh fibroid. Beberapa terapi medis
menyebabkan pengurangan sementara ukuran mioma dan memperbaiki
gejala umumnya. Intervensi ini dapat mempersiapkan pasien untuk
pembedahan dan dalam beberapa kasus membuat pembedahan tidak perlu
dilakukan jika untuk sementara pasien memasuki masa menopause. Untuk
tujuan reproduksi efek terapi medis kurang jelas karena mioma cenderung
tumbuh kembali saat penghentian terapi.13,14
1) Gonadotropine Relasing Hormone Analog (GnRH-analog)
GnRH analog telah berhasil digunakan untuk mencapai
hipestrogenisme dan menjadi pilihan terapi konservatif untuk mioma
uteri. GnRH analog berikatan dengan reseptor GnRH sehingga
menyebabkan respon bifasik yaitu peningkatan kadar gonadotropin
dan steroid gonad (fase agonis) diikuti dengan penekanan/supresi
kronik dari sekresi gonadotropin dan steroid gonad (fase
desensitisasi). Friedman dkk. menyatakan terdapat reduksi ukuran
mioma sebanyak 35-50% setelah 3-6 bulan terapi GnRH.13,14
Terapi GnRH dilimitasi oleh efek samping hipopoestrogenik yang
berkepanjangan dapat menyebabkan berkurangnya densitas trabekular
tulang, terutama dengan terapi yang dilakukan untuk lebih 6 bulan.
Terapi add-back dapat diberikan apabila pemberian GnRH analog
akan diperpanjang, dengan menggunakan regimen estrogen-
progesteron dosis rendah atau agen progestational dengan atau tanpa
estrogen. Terapi add-back bertujuan untuk menghilangkan gejala
hipoestrogenik sambil mempertahankan efikasi GnRH sebagai terapi
mioma, dan menghindari flare up dini gonadotropin.13,14
2) Antagonis Progesteron
Mifepristone atau RU-486, sebuah antagonis reseptor progesteron, akan
21

berikatan dengan reseptor progesteron, androgen dan glukokortikoid.


Obat ini menghambat aktivasi reseptor progesteron dan efektif
mengurangi aliran darah menuju uterus. Pemberian mifepristone 5-50
mg selama 3 bulan dapat mengurangi ukuran mioma 49%,
mengurangi gejala penekanan tumor di pelvis, nyeri dan perdarahan.
Antagonis progesterone tidak menyebabkan berkurangnya densitas
tulang, namun obat ini menyebabkan amenorre, hot flushes dan
peningkatan ringan enzim transaminase hepar. Agen progestasional
dianggap menghasilkan efeknya hipoestrogenik dengan menghambat
sekresi dan penekanan gonadotropin fungsi ovarium, selain
mengeluarkan efek langsung anti-estrogenikpada tingkat sel. Namun,
bukti terbaru bahwa antiprogesteron mifepristone menurunkan ukuran
mioma. 24,25

3) Selective Progesterone Receptor Modulators (SPRMs)


Beberapa contoh SPRMs adalah asoprisnil, proellex, dan ulipristal
acetate. Mekanisme SPRMs sebagai terapi mioma adalah menghambat
aliran darah menuju endometrium, menekan pertumbuhan endometrium
tanpa mengurangi kadar estradiol, mengurangi konsentrasi reseptor
estrogen dan progesterone, tidak memicu hot flushes dan tidak
menyebabkan berkurangnya densitas tulang, menghambat aktivitas
mitotik mioma, dan melawan proses up-regulasi Bcl-2 sekaligus
memicu apoptosis mioma.
24,25

Mekanisme kerja yang pasti dari agen ini belum diketahui, namun
diduga berhubungan dengan downregulation sintesis kolagen melalui
peningkatan regulasi induser matriks ekstraseluler metaloproteinase.
SPRM menawarkan keuntungan antagonisme progesteron tanpa efek
samping. Namun, uji klinis Tahap III mengevaluasi efek jangka panjang
(durasi studi 2 tahun) keamanan obat ini dalam dosis oral harian 10 dan
25
22

mg akan dihentikan sebelum waktunya karena perubahan yang terdeteksi


di sampel endometrium. Perubahan endometrium kembali setelah
penghentian obat.24,25
4) Aromatase Inhibitor (AI)
Aromatase adalah enzim mikrosomal yang mengkatalisis konversi
androgen menjadi estrogen. Jaringan leiomioma memiliki aktivitas
aromatase yang tinggi dibandingkan miometrium normal sehingga
mioma dapat mensintesis estrogen sendiri untuk memicu perkembangan
dirinya, menggunakan androstenendione di sirkulasi sebagai substrat.
Aromatase inhibitor menghambat kerja enzim aromatase ini sehingga
produksi estrogen berkurang. Terdapat dua tipe AI, yaitu AI kompetitif
(anastrozole dan letrozole) dan AI inaktivator (exemestane). 26
Letrozole, penghambat aromatase nonsteroid yang umum digunakan
pada infertilitas anovulatorik pada fase folikuler memiliki peran
terapeutik potensial dalam pengobatan leiomyomas. Aromatase, anggota
dari superfamili sitokrom p450, merupakan enzim mikrosomal yang
mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen. Pada mioma, baik
aromatase dan 17β-hydroxysteroid dehydrogenase enzim tipe 1
diekspresikan secara berlebihan dibandingkan dengan enzim normal
miometrium. Penghambatan enzim aromatase oleh letrozole akan
memblokir konversi ini dan karenanya menghasilkan lingkungan
hipoestrogenik. Karena pertumbuhan mioma berkorelasi positif dengan
kadar estrogen yang bersirkulasi, lingkungan hipoestrogenik akan
menghambat pertumbuhan mioma. Literatur tentang peran inhibitor
aromatase pada mioma uteri terbatas dan sebagian besar terdiri dari
beberapa laporan kasus. Varelas et al melaporkan penurunan 55,7%
volume leiomioma dan penurunan volume total uterus sebesar 22,9%
dalam penelitian mereka menggunakan anastrazole 1 mg setiap hari
selama tiga siklus. Mohammed dkk menggunakan letrozole 2,5 mg per
hari
23

untuk 12 minggu dan ditemukan pengurangan volume mioma total


sebesar 45,6% tanpa perubahan signifikan dalam lingkungan hormonal.
Onset kerja cepat dan pencegahan flare gonadotropin awal dengan
inhibitor aromatase mungkin bermanfaat bagiw anita yang ingin
menghindari intervensi bedah. Penghambat aromatase telah ditemukan
sama efektifnya dengan GnRHa, dengan sedikit efek. 26
5) Antifibrinolitik
Asam traneksamat, turunan sintetik dari lisin, efek antifibrinolitiknya
bekerja melalui blockade pengikatan lisin pada molekul plasminogen,
sehingga menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin, yang pada
gilirannya bertanggung jawab atas degradasi fibrin. Obat ini telah
digunakan sebagai terapi nonhormonal lini pertama untuk perdarahan
hebat terkait dengan fibroid uterus dan perdarahan uterus abnormal yang
telah disetujui oleh United States Food and Drug Administration (FDA)
pada tahun 2009. Pengobatan jangka panjang secara teoritis dapat
meningkatkan risiko trombosis vena.12,13
6) Obat anti inflamasi nonsteroid
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) efektif dalam mengurangi
dismenore dan menoragi dengan bertindak sebagai antagonis prostaglandin,
agen yang menstimulasi kontraktilitas uterus menyebabkan nyeri. Aspirin,
ibuprofen, dan naproxen efektif untuk dismenore. Namun, penggunaan
agen ini jangka panjang dapat menyebabkan tukak lambung dan
perdarahan gastrointestinal.22,23
7) Danazol
Danazol, turunan isoxazole sintetis yang secara kimiawi terkait menjadi 17-
etinil testosteron, menciptakan androgen tinggi dan lingkungan rendah
estrogen yang mengakibatkan pemborosan endometrium dan penyusutan
fibroid. Terlepas dari manfaatnya yang dilaporkan, berbagai efek samping
yang tidak diinginkan dikaitkan dengan penggunaannya; misalnya jerawat,
24

hirsutisme, penambahan berat badan, mudah marah, nyeri muskuloskeletal,


hot flushes, dan atrofi payudara. Danazol telah dilaporkan menjadi terapi
yang efektif untuk mengecilkan fibroid dan mengontrol gejalanya. Efek
anti- estrogenik dari agen ini adalah mekanisme yang mungkin dari
kemanjurannya pada pengelolaan fibroid. Kepatuhan pasien bisa menjadi
masalah, dan pemberian dosis yang hati-hati dapat membantu mengatasi
efek samping yang tidak menyenangkan. Namun, tidak ada bukti yang
dapat diandalkan dari RCT mengenai manfaat dan bahaya penggunaan obat
ini untuk mengobati mioma uterus.24,25
b) Alat Kontrasepsi Intrauterine Levonorgestrel
Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim levonorgestrel (LNG-IUD) telah
terbukti memiliki hubungan dengan penurunan kehilangan darah pada wanita
dengan mioma uteri. Jindabenjerd et al melaporkan penurunan total volume
mioma dan ukuran uterus rata-rata yang signifikan dan penurunan kehilangan
darah menstruasi yang nyata. Murat Naki dkk melaporkan pengurangan
kehilangan darah menstruasi sebesar 60% dan 35% pada akhir 6 bulan dan 2
tahun pemakaian, tetapi tidak menemukan perubahan pada miom dan ukuran
uterus setelah pengobatan dengan AKDR-LNG. Oleh karena itu, perangkat ini
mungkin lebih cocok untuk yang rongga uterus yangg tidak terdistorsi dan
ukuran rahim kurang dari 12 minggu.13,14
c) Terapi konservatif lain
1) Embolisasi arteri uterina (EAU)
Merupakan prosedur intervensi angiografi dengan tujuan memblok aliran
darah pada pembuluh darah sekitar mioma sehingga menghentikan asupan
oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan massa mioma. Penghentian
asupan oksigen ini menyebabkan iskemia dan nekrosis sehingga terjadi
pengecilan massa mioma. Zat yang sering digunakan adalah polyvinyl alcohol
(PVA). Kerugian terapi ini adalah adanya sindroma postembolisasi yang
ditandai dengan nyeri dan kram pada pelvis, mual dan muntah, demam dan
malaise.
25

Gejala ini biasanya hilang dalam 2-7 hari. Komplikasi yang dapat disebabkan
EAU antara lain discharge vagina dan demam (4%), kegagalan EAU bilateral
(4%), dan sindroma postembolisasi (2,9%).5,10
2) MR-guided focused ultrasound (MRg-FUS)
MRg-FUS merupakan terapi noninvasif menggunakan gelombang
ultrasonografi dosis tinggi untuk menghancurkan mioma tanpa menciderai
jaringan sekitarnya. Sebuah serial kasus pada 359 pasien yang menjalani terapi
MRg-FUS menyatakan efikasi terapi ini cukup adekuat namun komplikasi
seperti kulit terbakar didapatkan 7% dan terdapat satu kasus perforasi usus.
Kekurangan terapi ini adalah biaya mahal, memerlukan mesin MRI, waktu
tindakan lama, hanya dapat menghancurkan 1 mioma dalam sekali terapi, dan
mengablasi mioma secara sentral padahal mioma tumbuh ke arah perifer. 5,10
3) Radiofrekuensi miolisis
Salah satu terapi terbaru adalah laparoskopi miolisis dengan melibatkan energi
radiofrekuensi ke mioma melalui panduan ultrasonografi. Mapping mioma
dilakukan dengan laparoskopi dan visualisasi ultrasonografi. Setelah mioma
ditarget untuk ablasi, maka probe RF diinsersi secara perkutan dengan panduan
laparoskopi melalui insisi kulit 2 mm. Kekurangan terapi ini adalah peralatan
laparoskopi dan ultrasonografi yang khusus, insisi kulit perkutan tambahan,
hanya dapat melakukan terapi untuk 1 mioma (dengan diameter <8 cm) sekali
tindakan, dan ablasi hanya dapat dilakukan di tengah mioma. 5,10
Berbagai bentuk miolisis - bipolar, cryo, frekuensi radio, laparoskopi, dan
laser yang dipandu MRI, telah dicoba sebagai alternatif konervatif untuk
miomektomi pada wanita yang ingin pertahanan terhadap uterus. Laser karbon
dioksida telah digunakan untuk langsung menguapkan mioma kecil pada saat
laparotomi, sedang dan mioma besar dipotong. Peningkatan hemostasis dan
ketepatan yang lebih besar pada pemindahan tampaknya menjadi keuntungan
utama, tetapi teknik tersebut belum diuji dalam seri yang lebih besar pasien.
Beberapa mioma submukosa telah berhasil dirawat dengan Nd: YAG
(aluminium yttrium yang
26

didoping neodymium garnet) laser, yang menghilangkan vaskularisasi miom;


namun, penghapusan yang tidak lengkap mungkin menjadi masalah yang
memprihatinkan di kali.5,10
4) Ligasi arteri uterina
Prosedur ini mencoba membatasi suplai darah ke uterus dengan ligasi vagina
atau laparoskopi pada arteri uterina. Prosedur ini berbagi prinsip dasarnya
dengan UEA tetapi relatif lebih mudah dilakukan. Akinola dkk menemukan
ligasi arteri uterus menjadi seefektif EAU, sementara Hald et al menemukan
menjadi kurang efektif dibandingkan langsung dengan EAU. Prosedur ini juga
telah dicoba sehubungan dengan miomektomi dan dilaporkan terkait dengan
kehilangan darah yang kurang introperatif dibandingkan dengan miomektomi
yang dilakukan tanpanya. Prosedur dapat mengurangi kehilangan darah
pascapartum dan meminimalkan kebutuhan operasi masa depan pada wanita
hamil dengan mioma uterus, siapa sedang menjalani operasi caesar tampaknya
tidak terpengaruh oleh prosedur ini. Kombinasi oklusi arteri uterina (UAO) dan
penyumbatan anastomosis simultan antara pembuluh uterus dan ovarium
mungkin lebih baik daripada UAO saja dalam hal gejala jangka panjang tingkat
kontrol dan intervensi ulang. Namun, wanita menjalani oklusi pembuluh darah
anastomosis utero-ovarium secara simultan berisiko lebih besar mengalami
peningkatan yang signifikan pada kadar hormon perangsang folikel serum pada
bulan pertama setelah pembedahan mencerminkan fungsi ovarium yang
berkurang.5,10

d)Tindakan Operatif
Pengamatan yang cermat cocok untuk sebagian besar mioma, seperti kebanyakan
tidak menimbulkan gejala, terbatas pada panggul, dan jarang ganas. Pilihan
bedah dapat dipertimbangkan dalam kasus perdarahan uterus abnormal yang
tidak responsif untuk manajemen konservatif, tingkat kecurigaan yang tinggi dari
keganasan panggul, pertumbuhan miom setelah menopause, distortion rongga
endometrium atau obstruksi tuba pada infertil wanita dan pada mereka dengan
27

keguguran berulang, nyeri, atau gejala tekanan yang mengganggu kualitas hidup,
dan anemia akibat kehilangan darah uterus kronis.5,10
1) Miomektomi perabdominam (laparoskopi atau laparotomi)
Miomektomi telah menjadi prosedur pilihan untuk mioma simptomatik pada
wanita yang menginginkan retensi uterus dan seringkali untuk miom
bertangkai soliter. Risiko kehilangan darah lebih tingi dan waktu operasi
lebih besar pada miomektomi dibandingkan dengan histerektomi tetapi resiko
cedera ureter dapat dikurangi dengan miomektomi. Mioma uteri memiliki
tingkat kekambuhan 15% dan 10% pada wanita yang menjalani miomektomi
dan pada akhirnya akan membutuhkan histerektomi dalam waktu 5 hingga 10
tahun. Risiko kekambuhan dikaitkan dengan usia, jumlah mioma pra-operasi,
ukuran uterus, penyakit terkait, dan persalinan setelah miomektomi. Sejak
mioma submukosa telah terlibat dalam etiologi infertilitas dan keguguran
berulang, miomektomi direkomendasikan oleh beberapa orang sebelum
stimulasi gonadotropin untuk fertilisasi in vitro dan juga pada wanita dengan
mioma besar yang dapat mengganggu pengambilan oosit. Prosedur dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan mioma besar, terutama yang mengalami
distorsi rongga endometrium dan pada pasien dengan kegagalan fertilisasi in
vitro yang tidak dapat dijelaskan. 5,10
Evaluasi sebelum operasi menyeluruh disarankan sebelum melakukan
proseder miomektomi. Wanita dengan ketidakteraturan menstruasi dan
mereka dengan risiko patologi endometrium membutuhkan evaluasi
histologis endometrium sebelum miomektomi, terutama jika berusia lebih
dari 35 tahun. Histeroskopi, jika tersedia, mungkin berguna pada saat
pengambilan sampel endometrium dalam mendiagnosis patologi intrauterine
seperti polip, benda asing, atau lupa alat kontrasepsi. Operasi definitif harus
ditunda selama 4-6 minggu setelah histeroskopi meminimalkan kemungkinan
infeksi menyebar.5,10
28

Mioma superfisial subserous atau pedunculated paling cocok untuk


laparoskopi atau pengangkatan laparoskopi dengan bantuan robotik.
Penghapusan mereka dipengaruhi oleh morcellation, pemanfaatan dari
sayatan kolpotomi, atau miolisis. Miomiomi laparoskopi pada wanita infertil
dengan mioma intramural menawarkan hasil yang sebanding dengan
laparotomi, dan tingkat kehamilan cenderung dipengaruhi oleh faktor
infertilitas terkait lainnya.5,10 Optimalisasi status hematologi pasien
sebelumnya operasi adalah hal yang paling penting. Wanita anemia harus
diobati dengan GnRHa atau agen progestasional untuk menghasilkan
amenore. Darah autologus atau donor yang disimpan harus diatur untuk
operasi. Prosedurnya bisa dilakukan dengan laparoskopi atau laparotomi.
Kehilangan darah saat pembedahan berkorelasi dengan ukuran uterus, berat
mioma diangkat, dan waktu operasi. Berbagai agen vasokonstriksi
farmakologis dan mekanis teknik oklusi vaskular telah dicoba untuk
meminimalkan kehilangan darah akibat operasi. Paparan yang adekuat,
hemostasis, penanganan hati-hati jaringan reproduksi, dan pencegahan adhesi
adalah beberapa di antaranya prinsip umum miomektomi perabdominam. 5,10
2) Miomektomi pervaginam
Mioma besar yang timbul dari uterus dapat mengisi vagina dan menyebabkan
perdarahan intermenstrual, cairan tidak sehat, atau retensi urin. Sebagian
besar dapat dienukleasi per vaginum dan batangnya diikat. Meskipun jarang,
namun dapat menjadi dasar etiologi dari inversi uterus, terutama mioma besar
yang berasal dari fundus.5,10
3) Miomektomi histeroskopi
Prosedur ini diindikasikan untuk perdarahan abnormal, riwayat keguguran,
infertilitas, dan nyeri. Apabila dicurigai keganasan endometrium,
ketidakmampuan untuk melebarkan rongga atau mengelilingi lesi, dan
perluasan tumor jauh ke dalam miometrium adalah kontraindikasi utama
prosedur ini. Sekitar 20% dari wanita akan membutuhkan terapi tambahan
29

dalam 10 tahun setelah prosedur ini, terutama karena pengangkatan yang


tidak lengkap atau pertumbuhan mioma baru.5,10
4) Histerektomi
Histerektomi adalah prosedur pembedahan ginekologi mayor yang paling
umum dilakukan pada wanita, dan 33,5% dilakukan untuk mioma.
Bergantung pada ukuran, jumlah, dan lokasi tumor, keterampilan ahli bedah
dan ketersediaan instrumen, teknik terbuka, laparoskopi, dan vagina adalah
port lain dari akses ke bantalan mioma uterus. Histerektomi telah menjadi
prosedur bedah pilihan untuk mioma ketika pertimbangan fungsi reproduksi
telah terpenuhi atau bila ada kemungkinan keganasan. Histerektomi
berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan menghilangkan
kebutuhan untuk agen progestasional. 5,10
Transvaginal histerektomi mungkin
dilakukan pada sebagian besar kasus, bahkan dengan mioma besar karena
tindakan ini kurang invasif. Histerektomi supraserviks diindikasikan jika
terdapat komplikasi bedah, tetapi karena tidak ada perbedaan dalam fungsi
seksual dan saluran kencing, banyak ahli yang berpendapat bahwa
histerektomi total lebih baik. prosedurnya idealnya hanya sampai ukuran
rahim 12 minggu. Prosedur seperti morcellation, bisection, coring, atau
wedge resection dari uterus bisa berhasil ditangan ahli jika ukuran Rahim
melebihi 12 minggu. Selain ukuran mioma dan uterus, perlengketan, operasi
panggul dan perut bagian bawah sebelumnya, dan tidak tersedianya ahli
bedah yang ahli dalam prosedur tersebut kontraindikasi lain untuk
histerektomi pervaginam.5,10
Konservasi serviks saat histerektomi telah diusulkan untuk mengurangi risiko
prolaps puncak vagina dan untuk mempertahankan fungsi seksual yang baik.
Histerektomi supracervical juga terkait dengan penurunan risiko cedera
saluran kemih dan membutuhkan lebih sedikit waktu operasi. Diperlukan
skrining serviks untuk kanker serviks pada wanita yang menjalani
histerektomi supraserviks. Sekitar 61,4% wanita berusia di atas 45 tahun
yang menjalani
30

histerektomi untuk mioma juga menjalani oophorektomi bilateral secara


bersamaan.5,10
Berikut ini adalah indikasi dilakukannya histerektomi pada pasien dengan
mioma uteri: 23
1. Mioma asimtomatik dengan ukuran yang dapat terpalpasi pada
pemeriksaan fisik (12 minggu) dan disadari oleh pasien
2. Perdarahan yang berat:
 Perdarahan berat disertai bekuan darah atau terjadi berulang dan
menetap lebih dari 8 hari.
 Anemia karena perdarahan akut maupun kronis
3. Nyeri pelvis yang disebabkan oleh mioma:
 Akut dan berat
 Rasa tertekan kronis pada abdomen bawah atau punggung bawah
 Tekanan pada kandung kemih dengan gangguan berkemih yang
disebabkan infeksi saluran kemih

Tabel 2. Komponen penting evaluasi pre operatif pasien dengan komorbid


diabetes melitus

Dikutip dari Kalezic27


31

Persiapan pre dan post operatif


Tujuan langsung dari manajemen perioperatif pada pasien diabetes harus
menghindari: hipoglikemia dan hiperglikemia, kehilangan elektrolit (kalium,
magnesium, fosfat) dan mencegah lipolisis, proteolisis dan ketogenesis. Terdapat
ketakutan, dalam beberapa dekade terakhir, yang tidak disadari terjadinya
hipoglikemia selama anestesi umum mewakili risiko besar untuk hasil pasca
operasi pada pasien diabetes, yang mengarah pada konsep "hiperglikemia
permisif".27
Pasien yang datang untuk operasi dalam krisis hipertensi (tekanan darah >
180/110) harus diperiksa dengan hati-hati untuk menentukan apakah tingkat
hipertensi ini akut atau kronis, dan apakah ada tanda dan gejala kerusakan organ
akhir. Jika pasien dengan hipertensi berat memang memiliki tanda-tanda kerusakan
organ akhir, ini dianggap darurat hipertensi. Kecuali jika merupakan keadaan
darurat bedah, kasus harus dijadwal ulang dan terapi antihipertensi intravena segera
dimulai. Meskipun tidak ada agen farmakologis yang sempurna untuk menangani
kegawatdaruratan hipertensi, pilihan pertama yang logis dapat dipilih berdasarkan
kemungkinan etiologi dan penyakit penyerta pasien. Meskipun prevalensinya tinggi
pada populasi bedah, hanya ada sedikit bukti yang baik mengenai pengelolaan
hipertensi pra operasi. 28
Pada pasien ini, tatalaksana yang akan dilakukan adalah histerektomi total
dengan pertimbangan :

1. Pasien datang dengan keluhan benjolan diperut


2. Usia pasien 44 tahun.
3. Pasien menginginkan terapi definitif
32

V. SIMPULAN
1. Diagnosis pasien ini adalah mioma uteri intramural multipel dengan
diagnosis banding adenomiosis uteri. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Tindakan yang akan dilakukan pada pasien ini adalah histerektomi
total.

VI. RENCANA OPERASI


1. Penderita terlentang dalam keadaan general anestesi
2. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi dan
sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril.
3. Dilakukan insisi mediana.
4. Insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum
5. Dilakukan eksplorasi terhadap uterus, tuba fallopii, ovarium dan organ
sekitar nya
6. Dilakukan pemasangan 2 buah kasa besar basah dan spreader
7. Dilakukan pemasangan tegel pada fundus uteri, lalu dilakukan elevasi
8. Apabila ditemukan perlengketan uterus dengan organ sekitar nya akan
dilakukan adesiolisis
9. Menjepit, memotong dan mengikat ligamentum rotundum kanan dan kiri
dengan chromic catgut 1.0
10. Membuka plika vesikouterina dan disisihkan kebawah
11. Menembus ligamentum latum pars anterior kanan kiri dari arah belakang ke
depan secara tumpul
12. Menjepit, memotong dan mengikat ligamentum ovarii propium kanan dan
kiri dengan chromic cat gut 1.0
13. Menjepit, memotong dan mengikat vasa uterina kanan dan kiri dengan
chromic cat gut 1.0
14. Menjepit, memotong dan mengikat jaringan paraservikal kanan dan kiri
33

15. Menjepit, memotong dan mengikat ligamentum sakrouterina kanan dan kiri
dengan chromic cat gut 1.0
16. Dilakukan identifikasi batas serviks dan vagina, lalu puncak vagina
dipotong setinggi portio, lalu sudut puncak vagina dijahit secara jelujur
dengan PGA no. 1.
17. Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya
18. Setelah diyakini tidak ada perdarahan dilakukan pencucian cavum bdomen
dengan NaCl 0,9%
19. Dilanjutkan dengan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis
20. Seluruh jaringan di PA-kan
34

RUJUKAN

1. Berek JS, Rinehart RD, Williams. Uterine Fibroids. Novak’s Textbook of Gynecology
15th edition. Lippincott Williams & Willkins. USA. 2012:797-815
2. Vilos GA, Allaire C, Laberge PV, Leyland N. The management of uterine leiomyomas :
SOGC Clinical practice guideline. J Obstet Gynaecol Can. 2015:157-78.
3. De La Cruz MS, Buchanan EM. Uterine fibroids: diagnosis and treatment. Am Fam
Physician. 2017 Jan 15;95(2):100-107. PMID: 28084714.
4. Hendarto H. Implikasi klinis PALM COEIN terhadap penatalaksanaan perdarahan uterus
abnormal. Dalam : Astarto N.W, Djuwantono T, Permadi W, Madjid T.H, Bayuaji H,
Ritonga M.A. Kupas tuntas kelainan haid. Jakarta. Sagung seto. Departemen Obstetri
dan Ginekologi FK universitas Pajajaran RS Dr. Hasan Sadikin.2011; 19-41.
5. Valle RF, Ekpo GE. Patophysiology of uterine myomas and its clinical implications. In :
Tinelli A, Malvasi A, eds. Uterine myoma, myomectomy, and minimally invasive
treatments. Switzerland: Springer, 2015:1-11..
6. Mas A, Tarazona M, Dasí Carrasco J, Estaca G, Cristóbal I, Monleón J. Updated
approaches for management of uterine fibroids. Int J Womens Health. 2017;9:607-617.
7. Donnez J. Uterine fibroids and progestogen treatment : lack of evidence of tts efficacy: a
review. J Clin Med. 2020;9(12):3948
8. Flake GP, Andersen J, Dixon D. Etiology and pathogenesis of uterine leiomyomas: a
review. Environ Health. 2003;111(8):1037-49.
9. Laughlin SK, Stewart EA. Uterine leiomyomas: individualizing the approach to a
heterogenous condition. Obstet Gynecol. 2011;117(2):396-403.
10. Breech LL, Rock JA. Leiomyomata uteri and myomectomy. In: Rock JA, Jones HW,
eds. Te Linde’s operating gynecology. 10 th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer,
2008:687- 726.
11. Hoffman BL, Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Bradshaw KD, Cunningham FG.
Pelvic mass. In: Hoffman BL, ed. Williams Gynecology. 2nd edition. New York: Mc-
Graw Hill, 2012:246-80.
12. Ciarmela P, Ciavattini A, Giannubilo SR, Lamanna P, Fiorini R, Tranquilli AL.
Management of leiomyomas in perimenopausal women. Maturitas 2014;78:168-73.
13. Parker WH. Uterine myomas: management. Fertil Steril. 2007;88(2):255-71.
14. Patel A, Malik M, Britten J, Cox J, Catherino WH. Alternative therapies in management
of leiomyomas. Fertil Steril. 2014;102(3):649-55.
15. Wong L, White N, Ramkrishna J, Araujo J, Meagher S, Costa S. Three- dimensional
imaging of the uterus: the value of the coronal plane. World J Radiol. 2015. 7: 484-493.
16. Putra AD. Ultrasonografi ginekologi I. Edisi ke-2. Jakarta: Divisi Onkologi Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011:25-34.
17. Jarret, R. et al. A Prospective study of hypertension and risk of uterine leiomyomata.
Am J Epidemiol. 2005 April 1; 161(7): 628–638
18. Nowak RA. Novel therapeutic strategies for leiomyomas: targeting growth factors and
their receptors. Environ Health Perspect. 2000; 108:849–853.
19. Tak YJ, Lee SY, Park SK, Kim YJ, Lee JG, Jeong, DW, et al. Association between
uterine leiomyoma and metabolic syndrome in parous premenopausal women. Medicine.
2016. 95(46), e5325.
35

20. Baird, D. Uterine leiomyomata in relation to insulin-like growth factor-I, insulin, and
diabetes. Epidemiology. 2009 July ; 20(4): 604–610
21. Faerstein E, Szklo M, Rosenshein NB. Risk factors for uterine leiomyoma: a practice-
based case- control study. II. Atherogenic risk factors and potential sources of uterine
irritation. Am J Epidemiol 2001;153:11–19
22. Baziad A, Hestiantoro A, Wiweko B. Panduan tatalaksana perdarahan uterus abnormal.
HIFERI. 2011:1-34.
23. Peura DA. Gastrointestinal safety and tolerability of nonselective nonsteroidal anti-
inflammatory agents and cyclooxygenase-2-selective inhibitors. Cleve Clin J Med.
2002;69:S131–S139.The Society of Obstetricians and Gynaecologist of Canada.
Abnormal uterine bleeding in pre-menopausal women. J Obstet Gynaecol
Can.2013;35(5):S1-S28.
24. Wilkens J, Chwalisz K, Han C. Effects of the selective progesterone receptor modulator
asoprisnil on uterine artery blood flow, ovarian activity, and clinical symptoms in
patients with uterine leiomyomata scheduled for hysterectomy. J Clin Endocrinol Metab.
2008;93(12): 4664–4671.
25. Karaer O, Oru A, Koyuncu FM. Aromatase inhibitors: possible future applications. Acta
Obstet Gynecol Scand. 2004;83(8):699–706.
26. ACOG. Salpingectomy for ovarian cancer prevention. ACOG. 2015; 620:1-4.
27. Kalezic, C. Preoperative preparation of patient with diabetes mellitus. Acta Chirurgica
Iugoslavica . 2011. 8.
28. Papadakos, P. Management of preoperative hypertension. Anesthesiology news special
edition. 2015. 20-24

Anda mungkin juga menyukai