Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

PREEKLAMSIA & MORBILI


DALAM KEHAMILAN
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:

Amalina Nur Hawinda


20164011130

Diajukan kepada:

dr. Erick Yuane, Sp.OG

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN
PREEKLAMSIA DAN MORBILI DALAM KEHAMILAN

Disusun oleh:

Amalina Nur Hawinda

20164011130

Disetujui dan disahkan pada tanggal:

21 Juni 2017

Mengetahui,

Dosen Penguji Klinik

dr. Erick Yuane, Sp.OG

2
DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS ....................................................................................................... 1


HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................. 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
BAB II PRESENTASI KASUS .......................................................................................... 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 16
A. Preeklamsia ............................................................ Error! Bookmark not defined.

a. Definisi .......................................................................................................16

b. Etiologi .......................................................................................................16

c. Epidemiologi ..............................................................................................16

d. Faktor Resiko .............................................................................................17

e. Klasifikasi ..................................................................................................17

f. Patofisiologis..............................................................................................18

g. Komplikasi .................................................................................................24

h. Diagnosis....................................................................................................24

i. Penatalaksanaan .........................................................................................25

B. Morbili .................................................................................................................. 26

a. Definisi .......................................................................................................26

b. Etiologi .......................................................................................................27

c. Epidemiologi ..............................................................................................27

d. Gejala Klinis ..............................................................................................27

e. Morbili dalam kehamilan ...........................................................................28

f. Diagnosis....................................................................................................29

g. Penatalaksanaan .........................................................................................31

h. Vaksinasi ....................................................................................................31

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................. 32
BAB V KESIMPULAN .................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 36

3
BAB I PENDAHULUAN
Preeklamsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan,
yaitu dengan tekanan darah 140/90 mmHg sesudah 20 minggu masa
kehamilan dengan proteinuria (Miller, 2007). Preeklamsia dan gangguan
hipertensi lainnya selama kehamilan menyebabkan 76.000 kematian ibu dan
bayi 500.000 setiap tahun. Kondisi ini memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap morbiditas neonatal dan penyebab kedua kematian ibu. Kurang lebih
70% wanita yang didiagnosis hipertensi dalam kehamilan merupakan
preeklamsia (Norwitz, 2008).

Morbili adalah penyakit infeksi paramyxovirus akut yang ditandai


dengan demam, infeksi saluran pernafasan atas, timbulnya erupsi kulit berupa
bercak dan bintik merah (Ramali, 2002). Penyakit tersebut endemik di banyak
negara terutama di negara berkembang. Angka kesakitan di seluruh dunia
mencapai 5-10 kasus per 10.000. Infeksi pada kehamilan dapat menyebabkan
keguguran, kematian intrauterine dan persalinan prematur tapi tidak terkait
dengan infeksi bawaan. Pada akhir kehamilan dapat menyebabkan infeksi
perinatal pada bayi, yang terkait dengan mortalitas tinggi pada bayi tersebut
(Davidson, 2014). Risiko kematian akibat morbili atau komplikasinya lebih
besar untuk bayi, anak kecil, dan orang dewasa dibandingkan anak-anak dan
remaja yang lebih tua (Wolfson, et al., 2009).

Sehingga diperlukan diagnosis dini serta penanganan adekuat terhadap


kasus tersebut untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bagi ibu dan
janin.

4
BAB II PRESENTASI KASUS
1. Identitas Pasien

- Nama : DY
- Umur : 32 Tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Buruh
- Alamat : Bambanglipuro Bantul
- Masuk RS tanggal : 1 Mei 2017

2. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan alih rawat dari penyakit dalam dengan diagnosis
susp preeklamsia dan morbili.
Pasien datang sendiri ke IGD dengan keluhan demam, batuk berdahak
serta pilek sejak 2 hari SMRS. Kemudian, muncul bintik-bintik
dimulai dari wajah menjalar ke seluruh badan. Tidak terasa gatal.
Mual (-) muntah (-), bab cair 3x ampas (+), lendir darah (-), bak dbn.
Pasien terdiagnosis dengan morbili mendapat terapi inj ampicillin 1
gr/8 jam/iv, gliseril guaciolat 1 tab/24 jam/po dan parasetamol 500
mg/8 jam/po.
Pasien merasa hamil 8 bulan. Kenceng-kenceng teratur belum
dirasakan, lendir darah belum keluar, gerakan janin aktif. Keluhan
pusing, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati tidak ada. Keluhan
bengkak dirasakan di kedua tungkai.
b. Riwayat Obstetri
I : 2011, aterm, 3200 gram, spontan, hidup, ditolong bidan
II : Hamil ini
HPHT : 1 September 2016
HPL : 8 Juni 2017
Usia Kehamilan 34+2 minggu
Riwayat ANC : 8 kali di bidan

5
Imunisasi TT : 4 kali
Riwayat Haid : menarche umur 14 tahun. Siklus 30 hari, teratur dan
tidak sakit.
Riwayat Menikah : menikah 1x dengan suami sekarang 7 tahun.
Riwayat KB : KB suntik selama 5 tahun.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan serupa disangkal, riwayat jantung, hipertensi,
diabetes melitus, asma dan alergi disangkal. Riwayat sesak nafas
disangkal, tidak ada gangguan dalam beraktifitas, dapat tidur dengan
menggunakan 1 bantal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga yang diturunkan
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat penyakit alergi disangkal

Kesan : Tidak ada riwayat penyakit yang diturunkan dari keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis.
Vital sign :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 88x/menit
Suhu : 37,5C
Kepala : CA (-)/(-), SI (-)/(-), Edema palpebra(-)
Leher : Pemb. kel. Limfonodi (-), Pemb. kelenjar tyroid(-)
Thorax : Simetris (+), retraksi(-), SDV (+)/(+), ronki(-)/(-),
whez(-)/(-), S1-S2 reguler(+), bising jantung(+)
Abdomen : Supel (+), bising usus (+) normal

6
Ekstremitas : Akral hangat (+)/(+), edema(+)/(+) minimal pada
ektermitas bawah, ruam kemerahan di seluruh tubuh.

B. Status Obstetri

Inspeksi : tidak tampak luka bekas operasi, tampak stria


gravidarum.
Palpasi abd :
Leopold 1: teraba bokong
Leopold 2: teraba punggung di kanan
Leopold 3: teraba kepala
Leopold 4: kepala belum masuk panggul
DJJ: 143x/menit, TFU : 25 cm
Px. Dalam : V/U normal, dinding vagina licin, servik tebal kaku di
belakang, pembukaan (-).

4. Pemeriksaan penunjang

A. Pemeriksaan darah lengkap

Hema- 1/5/17 2/5/17 4/5/17 5/5/17 7/5/17 9/5/17 12/05/17 Nilai


tologi Normal
HB 12,9 11 11,7 11,3 11,7-
15,5
AE 4,08 3,52 3,71 3,61 3,8-5,2
AL 13,34 7,8 11,46 9,98 3,6-11
AT 165 201 300 349 150-400
HMT 37,1 32 33,9 33,5 36-46
Crea 0,50 0,58 0,18 0,21 0,4-0,9
Ureum 19 18 16 22 10-50
Na 135,3 139,4 142,7 140,6 136-145
K 3,13 2,9 3,65 3,66 3,5-5,1
Cl 103 105 106,9 108,2 98-107
SGOT 71 26 39 54 42 0-35
SGPT 33 27 55 48 73 0-35
LDH 496 240-480
PPT 12
APTT 30,1

7
B. Urinalisis
Urin 2/5/2017 5/5/2017 7/7/2017 9/5/2017 12/5/2017 Nilai Normal
Darah Negatif +2 +3 Negatif
samar
Berat >1,030 1,020 1,015 1,015-1,025
Jenis
Keton 3+ Negatif 2+ Negatif
urin
Nitrit Negatif Negatif Negatif Negatif
Lekosit Trace +1 +1 Negatif
esterase
Warna Kuning Kuning Kuning
Sedimen
Eritrosit 0-2 4-8 20-30 0-2
Lekosit 3-5 5-7 10-20 0-3
Bakteri Negatif Positif Negatif Negatif
Protein +3 +1 +2 +1 Negatif Negatif

C. USG
Janin tunggal preskep DJJ (+) gerak (+) air ketuban cukup.
BPD 8,21 ~ 33 minggu 0 hr
AC 26,18 ~30 mg 2 hr
TBJ 1789 gr
D. Echocardiografi
RA, RV dilatasi
ASD Primum Left to Right shunt
Global fungsi sistolik LV dan segmental normal dengan EF 68 %
Fungsi diastolik LV normal
Fungsi sistolik LV normal
TR mild, PH mild, PS mild, MR mild, efusi pericard mild
5. Diagnosis Kerja
Preeklamsia pada sekundigravida hamil 34+2 minggu dengan Morbili
dan ASD
6. Penatalaksanaan
- Injeksi MgSO4 4 gram loading dose
- Terminasi kehamilan

8
- Manajemen morbili sesuai UPD

FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan Terapi


03/05/2017 Subjektif Planning
Pasien alih rawat dari penyakit dalam dengan - Injeksi MgSO4 4
keterangan morbili, susp preeklamsia. Demam (+) gram loading dose
batuk (+) pilek (+) pusing (-) pandangan kabur (-) - Manajemen
nyeri ulu hati (-) morbili sesuai
Objektif UPD
KU : compos mentis.
Tanda vital :
- Suhu : 37,5 oC
- Nadi : 80 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- TD : 120/80 mmHg
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak luka bekas operasi,
tampak stria gravidarum.
Palpasi : janin tunggal, memanjang, presentasi
kepala
DJJ : 143x/menit TFU : 25 cm
Ekstermitas : ruam kemerahan di seluruh badan
Assessment
Preeklamsia pada sekundigravida hamil 34+2
minggu dengan Morbili dan ASD
04/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengatakan demam sudah berkurang, - Rencana terminasi
batuk (+) pilek (+) pusing (-) pandangan kabur (-) kehamilan dengan
nyeri ulu hati (-) induksi balon
Objektif kateter

9
KU : compos mentis. - Manajemen
Tanda vital : morbili sesuai
- Suhu : 36,8 oC UPD
- Nadi : 72 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- TD : 110/70 mmHg
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak luka bekas operasi,
tampak stria gravidarum.
Palpasi : janin tunggal, memanjang, presentasi
kepala
DJJ : 137 x/menit TFU : 25 cm
Ekstermitas : ruam kemerahan di seluruh badan
Assessment
Preeklamsia pada sekundigravida hamil 34+3
minggu dengan Morbili dan ASD
05/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengeluhkan sudah tidak demam, batuk - Terminasi
(+) pilek (+), pusing (-), pandangan kabur (-), kehamilan dengan
nyeri ulu hati (-). induksi balon
Objektif kateter
KU : compos mentis. - Observasi DJJ dan
Tanda vital : HIS
- Suhu : 36,3 oC - Evaluasi lab 3
- Nadi : 80 x/menit harian
- Respirasi : 20 x/menit - Manajemen morbili
- TD : 110/70 mmHg sesuai UPD
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak luka bekas operasi,
tampak stria gravidarum.
Palpasi : janin tunggal, memanjang, presentasi

10
kepala
DJJ : 143x/menit TFU : 25 cm
Ekstermitas : ruam kemerahan di seluruh badan
berkurang
Assessment
Preeklamsia pada sekundigravida hamil 34+4
minggu dengan Morbili dan ASD dalam induksi
persalinan
06/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengatakan belum terasa kenceng- - Observasi DJJ &
kenceng. HIS
Objektif - Evaluasi balon
KU : compos mentis. kateter
Tanda vital :
- Suhu : 36,3 oC
- Nadi : 68 x/menit
- Respirasi : 21 x/menit
- TD : 100/60 mmHg
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak luka bekas operasi,
tampak stria gravidarum.
Palpasi : janin tunggal, memanjang, presentasi
kepala
DJJ : 151x/menit TFU : 25 cm
Ekstermitas : ruam kemerahan di seluruh badan
berkurang
Assessment
Preeklamsia pada sekundigravida hamil 34+5
minggu dengan Morbili dan ASD dalam induksi
persalinan

11
07/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengatakan tidak ada keluhan, tidak terasa - Observasi DJJ dan
kenceng-kenceng. HIS
Objektif - Pasien rujuk ke RSS
KU : compos mentis. dan pasien menolak
Tanda vital :
- Suhu : 36,5 oC
- Nadi : 88 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- TD : 110/80 mmHg
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak luka bekas operasi,
tampak stria gravidarum.
Palpasi : janin tunggal, memanjang, presentasi
kepala
DJJ : 148x/menit TFU : 25 cm
Assessment
Induksi gagal pada preeklamsia sekundigravida
hamil 34+6 minggu dengan Morbili dan ASD
dengan riwayat induksi balon kateter dan oksitosin
5 iu/500 ml RL 20 tpm botol 2
08/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengatakan tidak ada keluhan - Observasi DJJ dan
Objektif HIS
KU : compos mentis. - Edukasi terminasi
Tanda vital : dengan induksi
- Suhu : 36,5 oC oksitosin seri ke 2
- Nadi : 88 x/menit dan persiapan
- Respirasi : 20 x/menit operasi bila gagal,
- TD : 110/80 mmHg dengan edukasi
Abdomen perawatan perinatal

12
Inspeksi : tidak tampak luka bekas operasi, sesuai kemampuan
tampak stria gravidarum. RS
Palpasi : janin tunggal, memanjang, presentasi
kepala
DJJ : 146x/menit TFU : 25 cm
Assessment
Induksi gagal pada preeklamsia sekundigravida
hamil 34+6 minggu dengan Morbili dan ASD
dengan riwayat induksi balon kateter dan oksitosin
5 iu/500 ml RL 20 tpm botol 2 dilanjutkan
oksitosin seri ke 2
09/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengatakan tidak ada keluhan - Observasi DJJ
Objektif - Dilakukan SC
KU : compos mentis.
Tanda vital :
- Suhu : 36,5 oC
- Nadi : 88 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- TD : 110/80 mmHg
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak luka bekas operasi,
tampak stria gravidarum.
Palpasi : janin tunggal, memanjang, presentasi
kepala
DJJ : 153x/menit TFU : 25 cm
Assessment
Induksi gagal pada preeklamsia sekundigravida
hamil 34+6 minggu dengan Morbili dan ASD
dengan riwayat induksi balon kateter dan oksitosin
5 iu/500 ml RL 20 tpm botol 2 dilanjutkan

13
oksitosin seri ke 2
10/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengatakan nyeri di bagian luka operasi - Inj. Cefotaxim
Objektif mg/12 jam
KU : compos mentis. - Inj. ketorolac 30
Tanda vital : mg/8 jam
- Suhu : 36,6 oC - SF 1 tab/24 jam/po
- Nadi : 68 x/menit
- Respirasi : 18 x/menit
- TD : 100/70 mmHg
Kontraksi baik (+), TFU 2 jari dibawah umbilikus,
lokia rubria (+)
Assessment
Post SC emergensi dan insersi IUD ai Induksi
gagal Preeklamsia, ASD dengan riwayat morbili
pada P2A0 H1
11/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengatakan nyeri di bagian luka operasi - Inj. Cefotaxim
berkurang mg/12 jam
Objektif - Inj. ketorolac 30
KU : compos mentis. mg/8 jam
Tanda vital : - SF 1 tab/24 jam/po
- Suhu : 36,1 oC
- Nadi : 60 x/menit
- Respirasi : 21 x/menit
- TD : 110/80 mmHg
Kontraksi baik (+), TFU 2 jari dibawah umbilikus,
lokia rubria (+)
Assessment
Post SC emergensi dan insersi IUD ai Induksi

14
gagal Preeklamsia, ASD dengan riwayat morbili
pada P2A0 H2
12/05/2017 Subjektif Planning
Pasien mengatakan tidak ada keluhan - Cefadroxil 500
Objektif mg/12 jam/po
KU : compos mentis. - Asam mefenamat
Tanda vital : 500 mg/8 jam/po
- Suhu : 36,1 oC - SF 1 tab/24 jam/po
- Nadi : 60 x/menit BLPL
- Respirasi : 18 x/menit
- TD : 110/70 mmHg
Kontraksi baik (+), TFU 2 jari dibawah umbilikus,
lokia rubria (+)
Assessment
Post SC emergensi dan insersi IUD ai Induksi
gagal Preeklamsia, ASD dengan riwayat morbili
pada P2A0 H3

15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklamsia

a. Definisi
Preeklamsia merupakan penyakit hipertensi yang khas dalam
kehamilan, yaitu dengan tekanan darah 140/90 mmHg sesudah 20 minggu
masa kehamilan dengan proteinuria (Saseen, et al., 2008)

b. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklamsia pada ibu hamil belum diketahui
secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola
(Maryunani, 2009). Faktor risiko yang berkaitan dengan perkembangan
preeklamsia adalah riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklamsia
atau eklampsia, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
dan obesitas (Prawirohardjo, 2008). Preeklamsia dan eklampsia lebih banyak
terjadi pada primigravida, hamil ganda dan mola hidatidosa. Kejadiannya
semakin meningkat dengan semakin tuanya umur kehamilan dan gejala-gejala
penyakit berkurang bila terjadi kematian janin (Manuaba, 1998).

c. Epidemiologi
Preeklamsia merupakan penyebab mortalitas maternal (15-20% di
negara berkembang) dan morbiditas (akut dan jangka panjang), kematian
perinatal, kelahiran prematur dan IUFD. Preeklampsi terjadi pada sekitar 1
dari 20 kehamilan. Di Indonesia preeklampsi berat dan eklampsi merupakan
penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen sedangkan
kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen (Djannah, et al., 2010).
Preeklamsi meningkat insidensnya pada wanita muda dan nullipara. Namun
frekuensinya juga meningkat pada wanita multipara dan berusia di atas 35
tahun. Juga preeklampsi sering terjadi pada anak perempuan dari ayah yang
memiliki genotip untuk timbulnya preeklampsi (Chappel, et al 2006).

16
d. Faktor Resiko
Faktor risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama.
Anamnesis : Umur > 40 tahun, nulipara, multipara dengan riwayat
preeklamsia sebelumnya, multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru,
multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih, riwayat
preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan, kehamilan multipel, IDDM
(Insulin Dependent Diabetes Melitus), hipertensi kronik, penyakit ginjal,
sindrom antifosfolipid (APS), kehamilan dengan inseminasi donor sperma,
oosit atau embrio, obesitas sebelum hamil. Pemeriksaan fisik : indeks masa
tubuh > 35, tekanan darah diastolik > 80 mmHg, proteinuria (dipstick >+l
pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara kuantitatif 300 mg/24
jam) (PNPK, 2016).

e. Klasifikasi
1. Preeklamsia ringan

a. Tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg

b. Proteinuria 300mg/24 jam jumlah urin atau urin dipstick 1+

c. Edema: lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik


kecuali edema anasarka

2. Preeklamsia Berat
Preeklamsia berat memiliki salah satu atau lebih gejala dan tanda
dibawah ini :

a. Pasien dalam keadaan istirahat tekanan darah sistolik 160mmHg dan


diastolik 110mmHg

b. Proteinuria 3mg jumlah urin selama 24 jam atau dipstick 3+

c. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/24 jam

d. Kenaikan kreatinin serum

17
e. Edema paru dan sianosis

f. Nyeri epigastrik dan nyeri kuadran kanan atas abdomen: disebabkan


teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal rupture
hepar

g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala,


skotomata, dan pandangan kabur

h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanin atau aspartat amino


transferase

i. Hemolisis mikroangiopatik

j. Trombositopenia < 100.000 cell/mm3

k. Sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet


counts)

Preeklamsia berat dapat dibagi dalam beberapa kategori:

a. Preeklamsia berat tanpa impending eklampsia


b. Preeklamsia berat dengan impending eklampsia, dengan gejala gejala
impending:
- Nyeri kepala
- Mata kabur
- Mual dan muntah
- Nyeri epigastrium
- Nyeri kuadran kanan atas abdomen

f. Patofisiologis
Sudah banyak teori yang menerangkan patofisiologi terjadinya
preeklamsi, tetapi tidak satupun yang dianggap benar secara mutlak. Teori-
teori tersebut seperti kelainan pada vaskularisasi plasenta, teori iskemik,
radikal bebas dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu

18
dan janin, teori adaptasi kardiovaskuler, teori defisiensi genetik, teori
defisiensi gizi dan teori inflamasi (Sibai, 2005).

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran
darah dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua
pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta
dan arteri arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteria radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi
cabang arteria spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum
jelas, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteria spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi
arteri spiralis. Invlasi tropoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan Vasodilatasi lumen
arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah kejanin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis. Pada
hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri
spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan
remodelling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan
patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya. Diameter rata-rata
arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen
arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

19
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungi Endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada
hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis
dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami
iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juda radikal
bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau
atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu
oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh
darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses
normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh.
Adanya radikal hidroksil dalam tubuh mungkin dahulu dianggap sebagai
bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam
kehamilan disebut toxaemia. Radikal hidroksil akan merusak membran sel,
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak.peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan
merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas)
dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi
antioksidan.
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Dugaan bahwa factor imunologik berperan terhadap terjadinya
hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut:
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b. Ibu yang multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko
lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan
dengan suami yang sebelumnya.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak
adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya
human leukosite antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi

20
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin
dari lisis oleh sel Natural killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel
trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan
prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua
ibu, disamping untuk menghad api sel natural killer. Pada plasenta
hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi
trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan
desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya
dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon,
sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi
Immune-Maladaptation pada preeklamsia. Pada awal trimester kedua
kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan yang terjadi
preeklamsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah
disbanding pada normotensif.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-
bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih
tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal
terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat
dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh
darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor
akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang
menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini dikemudian hari
ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan
daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.

21
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah
terjadi pada trimester 1 (pertama).
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti
bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia, 26% anak perempuannya
akan mengalami preeklamsia pula,sedangkan hanya 8 % anak menantu
mengalami preeklamsia.
6. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian
tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu sebelum pecahnya
perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam
persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan
uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang
mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeclampsia, hasil
sementara menunjukan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin
dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga
menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil

22
mengakibatkan risiko terjadinya preeklamsia/eklampsia. Penelitian di Negara
Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan
membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus
yang mengalami preeklamsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17 %.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaklsi stress
oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian
merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah
debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga
masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada
preeklamsia, di mana pada preeklamsia terjadi peningkatan stress oksidatif,
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga
meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta
besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat.
Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi
jauh lebih besar, disbanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu. Redman,
menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsia akibat produksi
debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan
aktivitas leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh
Redman disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi
intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.

23
g. Komplikasi
Patologi yang berpengaruh pada janin selain prematuritas adalah
insufisiensi plasenta yang berujung pada intrauterine growth restriction
(IUGR). IUGR terjadi pada 30% kehamilan dengan preeklamsia. USG untuk
menentukan taksiran berat janin saat awal terdeteksinya hipertensi merupakan
cara terbaik menentukan IUGR. Berkurangnya volume cairan juga terjadi
dengan insufisiensi plasenta dan gangguan tumbuh janin. Penelitian
Randomised trial menunjukkan bahwa penelusuran dengan Doppler arteri
umbilicus menggunakan reversed-end diastolic flow, memperbaiki outcome
janin, serta penilaian serial ini dan pembuluh darah janin lain dapat digunakan
untuk mengikuti kehamilan yang dalam manajemen dan memperbaiki
persalinan.

h. Diagnosis
Preeklamsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis
preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang
disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklamsia, sebelumya selalu
didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada
kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua
kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklamsia, beberapa wanita lain
menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multi sistem lain yang
menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklamsia meskipun pasien tersebut
tidak mengalami proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita
dengan kehamilan normal (ACOG, 2013). Kebanyakan kasus preeklamsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun baru-baru ini data
menunjukkan bahwa pada beberapa wanita preeklamsia dan bahkan
eklampsia dapat terjadi dengan tidak adanya hipertensi ataupun proteinuria
(preeklamsia atipikal). Pereklampsia atipikal terdiri dari:

24
1. Gestational hypertension 1 dari berikut:
- Gejala preeklamsia
- Hemolisis
- Trombositopenia (100.000 / mm3)
- Peningkatan enzim hati (2 kali lipat batas atas dari nilai normal untuk
Aspartate aminotransferase atau alanin Aminotransferase)
2. Proteinuria gestasional 1 dari berikut:
- Gejala preeklamsia
- Hemolisis
- Trombositopenia
- Peningkatan enzim hati
(Sibai & Stella, 2009)

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara


kuantitas protein urin terhadap preeklamsia, sehingga kondisi protein urin
masif (lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklamsia
(preeklamsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklamsia ringan, dikarenakan setiap preeklamsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
secara signifikan dalam waktu singkat.

i. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki
luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu.

I. Perawatan Ekspektatif pada Preeklamsia tanpa Gejala Berat


1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklamsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan < 37 minggu dengan
evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat
2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklamsia tanpa gejala berat

25
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah
3. Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
4. Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
5. Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
6. Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)
7. Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan
II. Perawatan Ekspektatif pada Preeklamsia Berat
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklamsia
berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat
kondisi ibu dan janin yang stabil
2. Manajemen ekspektatif pada preeklamsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan
yang adekuat dengan tersedianya perawatan intensif bagi maternal
dan neonatal
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia
berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin
4. Pasien dengan preeklamsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif
(PNPK, 2016)

B. Morbili

a. Definisi
Morbili adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan
oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral
selaput lendir dan saluran pernapasan, konjungtivitis, kemudian diikuti erupsi
makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari
kulit.

26
b. Etiologi
Virus RNA morbili termasuk dalam famili paramyxoviridae anggota
genus morbilivirus. Manusia adalah satu-satunya host alami dari virus yang
sangat menular ini. Ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung
dengan droplet atau penyebaran di udara. Virus tersebut sangat sensitif
terhadap temperatur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37
derajat Celcius atau bila dimasukkan ke dalam lemari es selama beberapa jam
(Huong et al., 2013).

c. Epidemiologi
Lebih dari 20 juta infeksi campak terjadi di seluruh dunia setiap
tahunnya, dengan 164.000 kematian di tahun 2008 (CDC, 2011). Komplikasi
yang paling sering dilaporkan terkait dengan infeksi morbili adalah
pneumonia (6%), otitis media (7%), dan diare (8%) (Perry & Halsey, 2004).

d. Gejala Klinis
Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:

1. Stadium kataral (prodormal)


Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala
demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir
stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik.
Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama
kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira
hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa
mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering
didiagnosis sebagai influenza.
2. Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi
adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum
durum dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya
ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu
badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk,

27
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat
perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian
akan menyebar ke dada dan abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian
bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya
yang berakhir dalam 2-3 hari.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang
bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada
komplikasi.

e. Morbili dalam kehamilan


Paparan selama kehamilan dapat menyebabkan efek buruk pada ibu
dan janin. Sebuah studi CDC, dari 58 wanita hamil yang terinfeksi morbili
lima belasnya menderita pneumonia. Efek janin yang paling sering adalah
persalinan prematur (13 dari 58). Selain itu, lima kehamilan menghasilkan
aborsi spontan. Morbili belum terbukti menyebabkan cacat lahir dan beresiko
lahir dengan berat lahir rendah. Jika pasien hamil yang tidak kebal terhadap
morbili sesaat sebelum melahirkan, cenderung menyebabkan infeksi serius
pada janin. Risikonya dapat dikurangi dengan imunisasi pasif (Gershon,
2011).

f. Komplikasi
Keterlibatan hati dengan morbili diamati lebih sering pada orang
dewasa muda daripada pada anak-anak. Frekuensi hepatitis yang tinggi,
seperti yang dilaporkan dalam kebanyakan penelitian; Prevalensi hepatitis
telah ditunjukkan berkisar antara 71% sampai 89%. Beberapa penelitian telah
melaporkan prevalensi yang lebih rendah, termasuk Leibovici et al 41%, dan
Tishler dan Abramov 52%. Penyakit kuning secara klinis jarang terjadi dan
gangguan pada tes fungsi hati biasanya mencapai nilai puncaknya antara hari
ke 5 dan 10. Pada penelitian Dinh, et al., tahun 2013, prognosis morbili pada

28
orang dewasa sangat baik secara keseluruhan. Hepatitis tidak berkorelasi
dengan penyakit parah atau infeksi bakteri, seperti penelitian sebelumnya.
Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa hepatitis harus dianggap sebagai
temuan umum akibat komplikasi infeksi morbili pada orang dewasa.

g. Diagnosis
Konfirmasi diagnosis dengan menggunakan uji serologis pada
spesimen (urin, sekret nasofaring, atau darah) oleh kultur virus. Spesimen
harus dikumpulkan paling lambat tujuh sampai sepuluh hari setelah onset
ruam. Uji serologis (enzyme-linked immunosorbent assays [ELISA],
hemagglutination inhibition assays [HIA]) dapat mengukur titer IgM. Uji
coba IgM hanya bisa dilakukan dalam 72 jam setelah onset ruam, sedangkan
uji serologis mendeteksi IgM satu sampai dua bulan setelah timbulnya gejala
(CDC, 2011).

h. Diagnosis banding
1. Rubella
Infeksi rubella (campak Jerman) adalah penyakit eksantematosa yang
disebabkan virus RNA dari keluarga togavirus. Rubella disebarkan oleh
droplet. Rubella menyebabkan demam ringan dan ruam non-gatal yang khas
yang menyebar dari wajah kemudian badan dan ekstermitas berlangsung
sekitar 3 hari. Karakteristik lainnya demam, artralgia dan aurikular
limfadenopati. Infeksi rubela biasanya merupakan penyakit ringan pada orang
dewasa dan anak-anak, namun bisa juga menginfeksi janin. Infeksi janin
bervariasi dalam tingkat keparahan, tapi bisa mengalami masalah termasuk
katarak, tuli, cacat jantung, mikrosfali, meningoencephalitis dan
keterlambatan perkembangan yang signifikan. Ketulian adalah masalah yang
paling umum. Tidak ada perawatan untuk mencegah atau mengurangi
transmisi ibu ke anak. Mendiagnosis pasti rubella dengan pemeriksaan
serologi IgM dan IgG. Berdasarkan satu positif rubella spesifik IgM saja
harus dikaitkan dengan klinis dan epidemiologi. Pada wanita hamil dengan
ruam onset dalam sepuluh hari sebelumnya, jika konsentrasi rendah (<10 Iu /

29
ml) IgG spesifik rubella terdeteksi, diperlukan skrining serum lebih lanjut
(Davidson, 2014).
2. Parovirus
Parvovirus dengan gejala infeksi saluran pernapasan bagian atas,
demam, malaise dan sakit kepala. Muncul krakteristik ruam maculopapular
non-vesikular di hidung, mata dan mulut. Parvovirus dapat ditularkan melalui
sekret pernapasan atau produk darah. Parvovirus B19 mempengaruhi 1 dari
400 kehamilan. Menyebabkan keguguran spontan dan kematian intrauterin.
Umur sel merah lebih pendek sehingga membuat janin berisiko mengalami
anemia berat sementara eritropoiesis (produksi sel darah merah) dihambat di
sumsum tulang janin oleh infeksi parvovirus. Sebagian besar kematian janin
terjadi 4 - 6 minggu setelah onset gejala ibu tetapi bisa sampai 3 bulan.
Parvovirus B19 IgM dapat terdeteksi dalam waktu 10 hari setelah infeksi tapi
biasanya bertahan dalam sirkulasi tidak lebih dari 4 minggu. Parvovirus B19
IgG muncul dalam darah 7 - 14 hari setelah gejala klinis dan bertahan selama
bertahun-tahun (Davidson, 2014).
3. Demam dengue
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan dua atau lebih manifestasi sebagai berikut nyeri kepala, ruam
kulit, nyeri retro-orbita, manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung
positif). Penegakkan diagnosis pasti dengan serologi yaitu NS 1, IgM dan
IgG. Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63%-93,4% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan gold standart kultur virus. Hasil
negatif antigen NS 1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue. IgM :
terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari. Sedangkan IgG pada infeksi primer, mulai terdeteksi pada
hari ke 14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2 (Suhendro,
2009).

30
i. Penatalaksanaan
Imunoglobulin adalah profilaksis yang dianjurkan untuk pasien yang
tidak memiliki kekebalan terhadap morbili dengan syarat tidak lebih dari
enam hari setelah terpapar. Imunoglobulin diberikan secara intramuskular
pada 0,25 ml/kg (dosis maksimum 15 ml). Ini tidak mencegah morbili tapi
bisa menekan gejala akibat morbili sampai vaksinasi MMR dapat diberikan
setelah kehamilan. Terapi morbili pada kehamilan hanya bersifat simtomatik
(Gershon, 2011).

j. Vaksinasi
Morbili adalah penyakit virus akut yang dapat menyebabkan penyakit
serius namun dapat dicegah dengan vaksinasi. Vaksin untuk pencegahan
morbili direkomendasikan di Amerika Serikat pada tahun 1960an dan
1970an. Program vaksinasi yang sukses, morbili jarang terjadi di Amerika
Serikat. Namun, wabah morbili terjadi di banyak negara lain. Vaksinasi
dianjurkan untuk orang berusia 12 bulan. ACIP merekomendasikan 2 dosis
vaksin MMR secara rutin untuk anak-anak dengan dosis pertama yang
diberikan pada usia 12 sampai 15 bulan dan dosis kedua diberikan pada usia 4
sampai 6 tahun sebelum masuk sekolah. Dua dosis direkomendasikan untuk
orang dewasa dengan risiko tinggi terkena paparan dan penularan dan 1 dosis
untuk orang dewasa lainnya berusia 18 tahun (Huong, et al., 2013).

31
BAB IV PEMBAHASAN
1. Bagaimana diagnosis preeklamsia pada kasus ini?

Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi


spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Kebanyakan kasus
preeklamsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun baru-baru ini data
menunjukkan bahwa pada beberapa wanita preeklamsia dan bahkan
eklampsia dapat terjadi dengan tidak adanya hipertensi ataupun proteinuria
(preeklamsia atipikal). Pada pasien tersebut selama kehamilan tidak memiliki
riwayat hipertensi tetapi memiliki proteinuria positif tiga atau yang disebut
gestasional proteinuria. Wanita yang memiliki onset baru gestasional
proteinuria harus dipantau untuk deteksi dini preeklamsia. Adanya proteinuria
saja merupakan manifestasi dari impending preeklamsia. Selain itu, perlu
dievaluasi potensi penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya (seperti
pielonefritis kronis, lupus nefritis). Jika proteinuria tetap ada 8 minggu
setelah melahirkan, harus dievaluasi untuk mencari penyebab penyakit ginjal
tersebut (Sibai & Stella, 2009).

Perlu dipertimbangkan pada kasus tersebut dengan hasil protein


protein tiga dan peningkatan serum liver merupakan komplikasi dari morbili
yang juga diderita pada pasien tersebut. Selama masa inkubasi, virus morbili
bereplikasi dan menyebar. Replikasi virus terjadi di sel epitel di saluran
pernapasan bagian atas kemudian ke jaringan limfatik lokal. Replikasi
tersebut diikuti oleh viremia dan penyebaran virus campak ke banyak organ,
termasuk kelenjar getah bening, kulit, ginjal, saluran gastrointestinal, dan hati
dimana virus bereplikasi dalam epitel sel endotel dan limfosit, monosit, dan
makrofag.

2. Bagaimana diagnosis morbili pada kasus ini?

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pada pasien tersebut mengeluhkan demam, batuk

32
pilek dan timbul ruam kemerahan yang mulai dari sekitar kepala. Konfirmasi
diagnosis dengan menggunakan uji serologis pada spesimen (urin, sekret
nasofaring, atau darah) oleh kultur virus. Spesimen harus dikumpulkan paling
lambat tujuh sampai sepuluh hari setelah onset ruam. Uji serologis (enzyme-
linked immunosorbent assays [ELISA], hemagglutination inhibition assays
[HIA]) dapat mengukur titer IgM. Uji coba IgM hanya bisa dilakukan dalam
72 jam setelah onset ruam, sedangkan uji serologis mendeteksi IgM satu
sampai dua bulan setelah timbulnya gejala (CDC, 2011).

3. Bagaimana morbili dalam kehamilan?


Paparan selama kehamilan dapat menyebabkan efek buruk pada ibu
dan janin. Sebuah studi CDC, dari 58 wanita hamil yang terinfeksi morbili
lima belasnya menderita pneumonia. Efek janin yang paling sering adalah
persalinan prematur (13 dari 58). Selain itu, lima kehamilan menghasilkan
aborsi spontan. Morbili belum terbukti menyebabkan cacat lahir dan beresiko
lahir dengan berat lahir rendah. Jika pasien hamil yang tidak kebal terhadap
morbili sesaat sebelum melahirkan, cenderung menyebabkan infeksi serius
pada janin (Gershon, 2011).
4. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut?
Penatalaksanaan pada pasien tersebut diberikan terapi MgSO4 loading
dose. Salah satu mekanisme kerja MgSO4 adalah menyebabkan vasodilatasi
melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus,
sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna
sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam
menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila
teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam
neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang. Terapi
morbili pada pasien tersebut bersifat simptomatik. Tetapi, Imunoglobulin
dapat diberikan dengan syarat tidak lebih dari enam hari setelah terpapar.
Imunoglobulin diberikan secara intramuskular pada 0,25 ml/kg (dosis
maksimum 15 ml). Ini tidak mencegah morbili tapi bisa menekan gejala

33
akibat morbili sampai vaksinasi MMR dapat diberikan setelah kehamilan
(Gershon, 2011).

34
BAB V KESIMPULAN
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut perlu
pemantauan yang lebih lanjut sebelum ditegakkan diagnosis preeklamsia.
Karena efek dari morbili adalah berupa gangguan diberbagai organ yaitu hati
dan ginjal. Apabila terjadi gangguan pada hati, maka akan terjadi peningkatan
enzim hati. Seperti pada penelitian Dinh, et al., tahun 2013, prognosis morbili
pada orang dewasa sangat baik secara keseluruhan dan hepatitis tidak
berkorelasi dengan penyakit parah atau infeksi bakteri. Sehingga hal tersebut
menunjukkan bahwa hepatitis harus dianggap sebagai temuan umum akibat
komplikasi infeksi morbili pada orang dewasa.

35
DAFTAR PUSTAKA
ACOG. (2013). Hypertension in Pregnancy. The American College of
Obstetricians and Gynecology.
Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group, Diagnosis,
Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of
Pregnancy: Executive Summary. Journal of Obstetrics Gynecology
Canada. 2014: 36(5); 416-438
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Measles.. In: Atkinson,
W.; Wolfe, S.; Hamborsky, J., editors. Epidemiology and Prevention
of Vaccine-Preventable Diseases. 12th ed.. Public Health Foundation;
Washington, DC: 2011. p. 173-192.
Chappel, S. Morgan, L. (2006). Searching for genetic clues to the causes of
preeclampsia. Clinical science.
Davidson, N., & McEwan, A. (2014). Guideline For Management of
Antenatal Viral Infection in Pregnancy including Toxoplasmosis.
Maternity Clinical Guideline Development Group.
Dinh. A., Fleure. V., & Hanslik. T., (2013). Liver involvement in adults with
measles. International Journal of Infectious. Volume 17.
Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L.,et al. (2008). The seventh edition of the
benchmark evidence-based pharmacotherapy. McGraw-Hill
Companies Inc. USA
Djannah, S.N. dan Arianti, I.S., (2010). Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeklamsia/Eklampsia di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun 2007 2009, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 13 (4), 378
385.
Gershon, AA. Chickenpox, measles, and mumps.. In: Remington, JS.; Klein,
JO.; Wilson, CB., et al., editors. Infectious Diseases of the Fetus and
Newborn Infant. 7th ed.. Elsevier; Philadelphia: 2011. p. 661-705.
Huong, Q.M., Amy, P.F., Jonathan L.T., & Gregory S.W. (2013). Prevention
of Measles, Rubella, Congenital Rubella Syndrome, and Mumps:

36
Summary Recommendations of the Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP).
Kenny L, Baker PN. (1999). Maternal pathophysiology in preeclampsia.
Baillires Clinical Obstetrics and Gynaecology. 13:5975.
Miller, D.A. (2007). Hypertension in pregnancy. In : De Cherney, Alan H.
Lauren, N. Goodwin, T. editors. Current diagnosis and treatment
obstetrics and Gynecology 10th . Ed. New York : McGraw Hill.
Ornoy A, Tenenbaum A. Pregnancy outcome following infections by
coxsackie, echo, measles, mumps, hepatitis, polio and encephalitis
viruses. Reprod Toxicol. 2006; 21:446457.
PNPK. (2016). Diagnosis dan tatalaksana preeklamsia. POGI.
Preeclampsia Foundation. The cost of preeclampsia in the USA. Diunduh
dari:http://www.preeclampsia.org/statistics.
Ramali, Ahmad. (2000). Kamus Kedokteran, Jakarta : PT. Djambata.
Saseen, J. J., Eric, J. M., (2008). Hypertension, dalam: Dipiro, J. T., et.al.,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh edition,
McGraw-Hill, USA.
Sibai, B.M. (2005). Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia.
American Journal Obstetrics Gynaecology. Vol: 105:405-410..
Sibai, B.M., & Stella, C.L. (2009). Diagnosis and management of a typical
preeclampsia-eclampsia. AJOG.
Suhendro. (2009). Demam Berdarah Dengue. Dalam B. S. Aru W. Sudoyo,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: InternaPublishing.
Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W, Zeeman
GG, Brown MA. (2014). The classification, diagnosis and
management of the hypertensive disorders of pregnancy: a revised
statement from the ISSHP. Pregnancy Hypertension: An International
Journal of Womens Cardiovascular Health 4(2):99-104.

37

Anda mungkin juga menyukai