Anda di halaman 1dari 34

CASE BASED DISCUSSION

(SECTIO CAESARIA)

Oleh:
Putu Veny Surya Pratiwi (016.06.0035)

Pembimbing:
dr. Ida Bagus Ketut Swastika, M.Biomed, Sp. An

SMF ANESTESI RSUD KLUNGKUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL AZHAR MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya laporan Case Base Discussion ini dapat diselesaikan dengan
sebagaimana mestinya. Di dalam laporan ini penulis memaparkan laporan kasus dan
materi berkaitan anestesi spinal pada ibu hamil yang melaksanakan tindakan SC.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya laporan ini. Penulis
mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali
semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan laporan kasus
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat membantu untuk dapat lebih baik lagi kedepannya.

Klungkung, 6 Mei 2021

Penyusun

Ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS ......................................................................................2
2.1 Identitas Pasien ...................................................................................................2
2.2 Anamnesis ............................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................................3
2.4 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................6
2.5 Persiapan Praanestesi ...........................................................................................7
2.6 Kesimpulan ..........................................................................................................7
2.7 Penatalaksanan .....................................................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................12
3.1 Sectio Caesarea....................................................................................................12
3.2 Kehamilan ............................................................................................................12
3.2.1 Perubahan Fisiologi Kehamilan........................................................................12
3.2.2 Jalur Nyeri Pada Kehamilan .............................................................................14
3.3 Farmakologi Obat Anestesi Pada Kehamilan ......................................................14
3.3.1 Obat Anestesi Lokal .........................................................................................14
3.3.2 Sedatid dan Hipnotik ........................................................................................14
3.3.3 Anestesi Inhalasi ...............................................................................................15
3.4 Penatalaksaan Anestesi Sectio Caesarea ..............................................................16
3.5 Anestesi Pada Kasus Sectio Caesarea ..................................................................18
3.5.1 Anestesi Regional .............................................................................................18
3.5.2 Anestesi Umum ................................................................................................26
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................30
4.1 Kesimpulan ..........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sectio caesarea (SC) adalah operasi darurat terbanyak di bidang obstetri.
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan rata-rata persalinan
sectio caesaria sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia.1 Data kelahiran
melalui sectio caesaria sebesar 9,8% dari total 49.603 kelahiran di Indonesia.
Data dihimpun sepanjang 2010-2013.2 Pada SC, regional anestesi banyak
dipilih seperti spinal anestesi ataupun epidural karena prosesnya cepat, nyaman
ketika operatif, dan kualitas analgesia yang baik post operasi. (Sulistyawan, dkk,
2020)
Persalinan dengan seksio sesarea sebaiknya dilakukan atas pertimbangan
medis dengan memperhatikan kesehatan ibu maupun bayinya. Dengan maksud
bahwa janin atau ibu dalam kadaan gawat darurat sehingga hanya dapat
diselamatkan dengan persalinan seksio sesarea dengan tujuan untuk
memperkecil timbulnya resiko pada ibu maupun bayinya. Indikasi persalinan
dengan seksio sesarea yang paling sering terjadi jika ditinjau dari faktor ibu
adalah disproporsi Sefalo-pelvik (panggul sempit) yang merupakan
ketidakseimbangan antara ukuran kepala bayi dengan ukuran panggul ibu.
Beberapa jenis anestesi telah digunakan untuk melakukan persalinan dengan
seksio sesarea. Anestesi regional (RA) dan anestesi umum (GA) adalah teknik
anestesi yang umumnya digunakan untuk operasi caesar (CS Secara
internasional, Obstetric Anaesthesia Guidelines merekomendasikan teknik
anestesia spinal ataupun epidural dibandingkan dengan anestesia umum untuk
sebagian besar seksio sesarea. Di Amerika Serikat pada tahun 1992, anestesi
spinal digunakan lebih dari 80% pada operasi sesar (Flora,dkk, 2014).

1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

- Nama : NPW
- Umur : 34 Tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Alamat : Tianyar Kab. Karangasem
- Diagnosis Preoperasi :G4P30003 UK 40-41 minggu T/H Fase laten
+ Oligohidroamnion
- Pembedahan : Seksio Sesarea
- Jenis Anestesi : Anestesia Regional - Blok Subaracnoid
- Tanggal Masuk : 03-05-2021
- Tanggal Operasi : 04-05-2021
- No. Rekam Medis : 272737
2.2 Anamnesis

a. Keluhan utama : Keluar lendir berisi darah dari jalan lahir


b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang sadar diantar oleh keluarganya ke UGD RSUD
Klungkung dengan keluhan keluar lendir berisi darah dari jalan lahir.
Keluhan dirasakan sejak ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit dan
muncul tiba-tiba. Pasien mengatakan saat ini hamil anak ke-4 dengan
usia kehamilan 40-41 minggu dan kehamilannya saat ini sudah melewati
waktu perkiraaan persalinan. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu
nyeri perut yang frekuensinya semakin meningkat dan dikatakan sejak
masuk MRS pasien mengalami pembukaan 2 cm dan tidak terdapat
kemajuan hingga pagi ini. Keluhan lain seperti mual, muntah, pusing
disangkal oleh pasien. BAB dan BAK dalam batas normal.

2
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Operasi : Tidak Ada
- Riwayat Penggunaan zat anestesi : Tidak Ada
- Riwayat Gastritis : Tidak Ada
- Riwayat Hipertensi : Tidak Ada
- Riwayat Asma : Tidak Ada
- Riwayat Alergi obat dan makanan : Tidak Ada
- Riwayat Diabetes mellitus : Tidak Ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi : Tidak Ada
- Riwayat Asma : Tidak Ada
- Riwayat Alergi obat dan makanan : Tidak Ada
- Riwayat Diabetes mellitus : Tidak Ada
- Riwayat TB Paru : Tidak Ada
- Riwayat stroke : Tidak Ada
e. Riwayat Sosial
- Merokok :Tidak Ada
- Alkohol : Tidak Ada
- Lingkungan tempat tinggal : Bersih
f. Riwayat Pengobatan :Tidak Ada
2.3 Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
- Keadaan Umum :Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- GCS :E4M6V5
- Tanda-tanda vital :
 Tekanan Darah : 135/81 mmHg
 Nadi : 80 x/menit

3
 Respirasi : 18 x/menit
 Suhu : 36,5oC
 SpO2 : 98%
- Berat Badan : 69 kg
- Tinggi Badan :155 cm
- IMT :28,7 kg/m2
B1(Brain) : E4 V5 M6

Kepala : Normochepali

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

B2 (Breath)

Inspeksi :Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris, tetraksi


sela iga (-).

Palpasi : Fremitus vocal simetris kanan dan kiri, krepitasi (-)

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi, tidak


terdapat wheezing.

B3 (Blood)

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Pulsasi iktus kordis tidak teraba

Perkusi  Batas jantung kiri sela iga V line midklavikula


sinistra
 Batas jantung kanan sela iga V linea parasternal
dextra

4
 Batas pinggang jantung sela iga III linea parastelnal
sinistra.
 Batas atas jantung sela iga II linea parastelnal
sinistra.

Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, tidak ditemukan gallop maupun


murmur.

B4(Blader) : Urine berwana kuning (terpasang kateter) 100cc

B5 (Bowel)

Inspeksi : Membesar, Linea nigra

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Palpasi : Nyeri tekan (-), sesuai status lokalis

B6(Bone) : Akral hangat, sianosis (-), fraktur (-).

b. Status Lokalis (Pemeriksaan obstetric)


- Pemeriksaan luar :
 Mammae
o Inspeksi: bentuk simetris, hiperpigmentasi aerola
mamae, putting susu menojol
 Abdomen
o Inspeksi : perut membesar, terlihat linea gravidarum
o Auskultasi : bissing usus (+) normal, DJJ 150x/menit
o Palpasi :
 Pemerikasaan leopold:
1. leopold 1 : 3 jari dibawah prosessus
xiphoideus teraba bulat lunak mengesankan

5
bonkong
2. leopold 2 : pada perut kiri teraba bagian
kecil mengesankan ekstermitas bayi dan
bagian dinding perut kanan teraba tahan
memanjang
3. leopold 3 : teraba bulat keras melenting
mengesankan kepala
4. leopold 4 : divergen
o Gerakan janin : (+)
- Pemeriksaan dalam : Tidak dievaluasi
2.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
- Darah Lengkap : tanggal 04-05- 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,4 g/dL 10,8 – 14,2 g/dL
Leukosit 12, 29 ribu/uL 3,2 – 10 ribu/uL
Hitung Jenis leukosit
- Neutrofil 78 % 39,3 – 73,7 %
- Limfosit 17.4 % 18,0 – 48,3 %
- Monosit 4,0 % 4,4 – 12,7 %
- Eosinofil 2,12 % 600 – 7.30 %
- Basofil 0,41 % 0,00 – 1,70 %
Eritrosit 4,2 juta/uL 3,5 – 5,5 juta/uL
Hematokrit 36,3 % 35 - 55 %
Indeks Eritrosit
- MCV 86,8 fL 81,1 - 96 fL
- MCH 27,4 pg 27,0 – 31,2 pg

6
- MCHC 31,5% 31,5 – 35,0 %
RDW-CV 12,6% 11,5 – 14,5 %
Trombosit 192 ribu/uL 145 - 450 ribu/uL
MPV 10,92 fL 6,90 – 10,6 fL

- Faal Hematologi: tanggal 04-05- 2021


Masa Perdarahan (BT) 2:30 menit 1 – 5 menit
Masa Pembekuan (CT) 11:00 menit 6 – 15 menit

2.5 Persiapan Praanestesi


a. Persiapan psikis:
- KIE sesuai Surat Izin Operasi (SIO)
- Berdoa
b. Persiapan fisik
- Persiapan pasien: memberiskan daerah kemaluan, memasang
kateter dan melepaskan semua perhiasan bebahan logam
- Antibiotik : cefotaxim 2 gram drip
2.6 Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, maka didapatkan:
- Diagnosis preoperatif : G4P30003 UK 40-41 minggu T/H Fase
Laten + Oligohidroamnion
- Status operatif : ASA II E
- Jenis operasi : SC Emergency (Operasi sedang)
- Jenis anestesi : Anestesia Regional - Blok Subaracnoid

7
2.7 Penatalaksanaan
a. Pramedikasi :
- Ondanesntron 4 mg (IV)
- Midazolam 1 mg (IV)
b. Induksi: Bupivacaine spinal 0,5% 20 mg disuntikan di ruang
subarachnoid dalam posisi duduk membungkuk antara L3-L4 dengan
jarum spinal 27 G
c. Intubasi :-
d. Maintenance:
- Diberikan Oksigen 2 L/menit
- Efedrin 5 mg (IV)  saat TD turun
- Terapi cairan
 Maintenance (M) = BB x kebutuhan cairan
= 10 x 100 + 10 x 50 + 49 x 20
= 2480 cc  103,3 cc/ jam
 Jenis operasi (O) = BB x jenis operasi (sedang)
= 69 kg x 4 cc/kg
= 276 cc
 Defisit puasa (P) = Maintenance x Lama puasa
=-
 EBV (Estimasi Blood Volume)= BB x Nilai standar EBV
= 69 x 65 cc/kgBB
= 4485 cc/kgBB
 EBI (Estimasi Blood Lost) = 20% dari EBV
= 897 cc
 Kebutuhan Cairan I = 50% P + M + O
= 0 + 103 + 276
= 379 cc/jam

8
e. Pemantauan Selama Anestesi
Melakukan monitoring secara kontinue tentang keadaan pasien
yaitu reaksi pasien terhadap pemberian obat anestesi khususnya
terhadap fungsi pernapasan dan jantung.
Kardiovaskular : Nadi dan tekanan darah setiap 5 menit.
Respirasi :Inspeksi pernapasan spontan pada pasien dan
saturasi oksigen
Cairan : Monitoring input cairan
Jam Tindakan Tekanan Nadi Saturasi
Darah (x/menit) O2 (%)
(mmHg)
09.45  Pasien masuk ke kamar 135/81 80 99%
operasi, dan dipindahkan
ke meja operasi
 Pemasangan monitoring
tekanan darah, nadi,
saturasi O2
 Infuse RL terpasang pada
tangan kiri
 Premedikasi
 Ondancentron 4 mg
 Midazolam 1 mg (IV)
9.50  Obat induksi 110/70 70 99%
dimasukkan:
 Desinfeksi local lokasi
suntikan anestesi
lokal. Posisi pasien
duduk tegak dengan

9
kepala menunduk,
dilakukan tindakan
anestesi spinal dengan
menggunakan jarum
spinal no 27 diantara
L3-L4 dengan
Bupivacaine 20 mg
 Melakukan tes untuk
menentukan skala
bromage
 Maintanance
oksigenasi dengan O2
menggunakan nasal
kanul (2 L/menit)
9.56  Operasi dimulai 81/44 96 98%
 Tekanan darah pasien
menurun dan diberikan
efedrin 5 mg
09.58  Tekanan darah pasien 95/64 96 98%
kembali normal
10.05  Janin perempuan lahir 109/65 81 98%
 Plasenta lahir lengkap
 Pemberian Oxytocin 10 IU
bolus dan 20 IU drip
 Pemberian
Methylergometrine Maleate
0,2 mg

10
10.20  Operasi selesai 112/68 80 99%
 Pasien dipindahkan ke
ruang Recovery Room
 Dilakukan monitoring
f. Analgetik Post Operasi
- Drip tramadol 100 mg dan Pethidine 175 mg
g. Interuksi post operasi
 Cairan :IVFD RL 20 tpm
 Analgetik :Fentanyl 30 mg (IV) (Bila nyeri)
 Antiemetik : Ondansentrone 4 mg (IV) (Bila mual)
 Antibotik : sesuai dengan TS obgyn

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sectio Caesarea


Sectio Coesarea (SC) merupakan suatu proses persalinan buatan yang
mana janin tersebut dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut
dan dinding rahim dengan sayatan dinding dalam keadaan utuh serta berat
janin >500 gram (Praiwirohardjo, 2014).
Pembedahan cesar sering dilakukan sebagai operasi elektif maupun
emergensi. Indikasi yang paling umum adalah : (Flora,dkk, 2014).
 Kegagalan kemajuan pembukaan jalan lahir
 Gawat janin
 Disproporsi sefalopelvik
 Letak janin abnormal
 Prematur
 Riwayat seksio sesarea sebelumnya.
Pilihan teknik anestesia yang digunakan adalah anestesia regional atau
umum. Pilihan anestesia bergantung pada indikasi operasi: (Flora,dkk,
2014).
 Derajat urgensi (keadaan mendesak)
 Keadaan ibu
 Keinginan pasien.
3.2 Kehamilan
3.2.1 Perubahan Fisiologi Kehamilan
Kehamilan mempengaruhi berbagai system organ. Berbagai
perubahan fisiologi merupakan mekanisme adaptasi bagi ibu untuk
mentoleransi stress selama kehamilan dan persalin (Soenarjo & Jatmiko,
2015).

12
Tabel 1 rata-rata Perubahan Fisiologi Maksimal Selama Kehamilan
(Soenarjo & Jatmiko, 2015)
Parameter Perubahan
Neurologi
MAC -40%
Respirasi
Konsumsi Okseigen +20% sampai 50%
Resistensi jalan nafas -35%
FRC -20%
Ventilasi semenit +50%
TV/RR +40%/+15%
Kardiovaskular
Volume darah +35%
Volume plasma +45%
Cardiac output +40%
Tekanan darah sistolik -5%
Tekanan darah diastolic -15%
Hematologi
Hemoglobin -20%
Trombosit -10%
Faktor pembekuan +30 sampai 250%
Ginjal
Laju filtrasi glomerulus (GFR) +50%

13
3.2.2 Jalur Nyeri Pada Kehamilan
1. Persalinan kala I: nyeri berasal dari kontraksi uterus dan dilatasi servik
dijalarkan melalui serabut saraf eferen yang berasal dari uterus bersama
rantai simpatis dan memasuki medula spinalis pada level Th 10 sampai
segmen L1
2. Akhir kala I dan awal kala II : stimulasi nyeri struktur panggul yang
dipersarafi oleh serabut saraf sensorik lumbal bawah memberikan nyeri
tambahan.
3. Selama persalinan: distensi perineum oleh bagian terbawah janin,
regangan dan tarikan perineum yang menyebabkan transmisi sinyal
nyeri dari tiga segmen sakral: S2-S4
4. Selama bedah caesar: nyeri stimulus berasal dari perut, rahim, kandung
kencing, dan rektum. Dengan demikian, serabut saraf yang berasal dari
tingkat Th2 sampai S4 perlu dihambat (Soenarjo & Jatmiko, 2015).
3.3 Farmakologi Obat Anestesi Pada Kehamilan
3.3.1 Obat Anestesi Lokal
Obat anestesi lokal dalam dosis besar, khususnya lidokain, dapat
menyebabkan vasokonstriksi arteri uterine. Anestesi spinal dan epidural
tidak menurunkan aliran darah uterus, bahkan aliran darah uterus selama
persalianan lebih membaik pada pasien preeklampsia yang mendapat
anestesi epidural, penurunan katekolamin dalam sirkulasi menyebabkan
berkurangnya vasokonsune uterus (Soenarjo & Jatmiko, 2015).
3.3.2 Sedatif dan Hipnotik
1. Barbiturat digunakan untuk induksi pada GA karena onsetnya yang
cepat. Semua barbiturate mendepresi ibu dan janin tergantung dosis
yang diberikan. Barbiturat tidak digunakan untuk sedasi (Soenarjo &
Jatmiko, 2015).
2. Benzodiazepin: merupakan ansiolitik dan antikonvulsi (diberikan dalam
dosis kecil 2 5 mg iv). Dalam dosis besar menyebabkan hipotonia dan

14
hipotermia janin, kelambatan pemberian makanan bayi, meningkatkan
kejadian ikterik dan kernicterus (Soenarjo & Jatmiko, 2015).
3. Propofol: merupakan obat untuk induksi anestesi dalam dosis 2-2, 5
mg/kg. Status kardiovaskuler ibu tidak berubah, tetapi terjadi iritabilitas
janin (Soenarjo & Jatmiko, 2015).
4. Ketamin: 1 mg / kg memberikan analgesia disosiatif, amnesia, dan
sedasi dengan mempertahankan tekanan darah ibu dan tidak mendepresi
janin. Dikontraindikasikan pada pasien dengan preeklampsia atau
hipertensi dan dapat menyebabkan krisis hipertensi bila dikombinasi
dengan ergonovin atau vasopressor (Soenarjo & Jatmiko, 2015).
5. Opioid: morfin, meperidin, fentanyl dan sufentanyl merupakan
analgesik sistemik yang sangat poten. Tidak satupun narkotik yang
dapat memberikan analgesia yang efektif selama persalinan tanpa
menyebabkan depresi nafas pada ibu dan bayi bila diberikan secara
intravena atau intramuskuler. Efek samping lain: mual muntah,
hipotensi ortostatik, penurunan motilitas gaster, somnolen. Kini sering
digunakan sebagai tambahan pada anestesi regional (Soenarjo &
Jatmiko, 2015).
3.3.3 Anestesi Inhalasi
1. Nitrous oksida:
a. Efek terhadap ibu: kelarutannya yang rendah menyebabkan ambilan
dan pemulihan yang cepat. Meski efek analgesiknya cukup baik,
namun potensiensinya yang rendah tidak memberikan analgesi yang
cukup untuk persalinan. N20 yang diberikan dalam analgesia (50-
70%) tidak menyababkan depresi kardiovaskular atau respirasi dan
tidak mempengaruhi kontraksi uterus (Soenarjo & Jatmiko, 2015).
b. Efek terhadap janin : pada pemberian dalam jangka lama, terjadi
depresi respirasi dan asidosis janin, khususnya bila analgesia ibu

15
tidak sempurna dan kadar katekolamin ibu meningkat (Soenarjo &
Jatmiko, 2015).
2. Agen halogenated: halotan, enfluran, isofluran, sevofluran
a. Efek terhadap ibu : dalam konsentrasi anestesi, semua agen
halogenated menyebabkan depresi kardiovaskular dan respirasi.
Kontraksi uterus menurun tergantung dosis yang diberikan
(Soenarjo & Jatmiko, 2015).
b. Efek terhadap janin: konsentrasi rendah yang diberikan dalam
waktu singkat menyebabkan sedasi janin. Konsentrasi tinggi dan
waktu pemberian yang lama menyebabkan apnoe dan hipotensi
janin (Soenarjo & Jatmiko, 2015).
3.4 Penatalaksanaan Anestesi Sectio Caesarea
1. Evaluasi pra anestesia:
1) Dicari masalah-masalah yang berkaitan dengan faktor risiko atau
penyulit anestesia yang ada pada ibu termasuk kontraksi rahim dan
kondisi janin di dalam rahim.
2) Langkah-langkah evaluasi yang dilakukan untuk melengkapi
pemeriksaan, sesuai dengan tata laksana evaluasi terdahulu.
3) Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan adalah :
- Hb, Ht, leukosit, trombosit, waktu perdarahan dan pembekuan.
- Kimia darah : Sesuai indikasi meliputi fungsi hati, ginjal
metabolik dan kalau perlu pemeriksaan elektrolit.
- Pemeriksaan Urin : Reduksi dan protein.
(Mangku, G & Senapathi, T. 2010)
2. Persiapan praanestesi
1) Persiapan rutin.
2) Persiapan khusus
- Koreksi keadaan patologis yang dijumpai

16
- Berikan obat antagonis reseptor H, secara intravena 5-10 menit
atau secara intramuskular satu jam prainduksi.
- Berikan antasid peroral 45 menit pra induksi.
- Berikan ondansetron 4-8 mg intravena
- Posisi tidur diatur miring ke kiri untuk mencegah "supine
hypotensive syndrome". (Mangku, G & Senapathi, T. 2010)
3. Premedikasi
1) Berikan atropin 0,01/kgBB (im) 30-45 menit atau setengah dosis
(iv) 5-10 menit pra induksi
2) Tidak dianjurkan untuk memberikan sedatif atau narkotik.
(Mangku, G & Senapathi, T. 2010)
4. Terapi cairan prabedah.
Pasien dengan status fisik normal; berikan cairan pemeliharaan
yaitu dekstrosa 5 % dalam ringer atau NaCl 0,9%. Kasus lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan (Mangku, G & Senapathi, T. 2010).
5. Pilihan anestesia
1) Operasi berencana
- Analgesia regional subarakhnoid/epidural
- Anestesia umum melalui pipa endotrakea dan nafas kendali
(biasanya atas permintaan pasien).
2) Operasi darurat
- Analgesia regional subarakhnoid/epidural, untuk kasus distosia
atau kelainan letak.
- Anestesia umum melalui pipa endotrakea dan nafas kendali,
untuk kasus gawat janin dan perdarahan (Mangku, G &
Senapathi, T. 2010).

17
6. Pasca anestesia
- Pasien dirawat di ruang pulih sesuai dengan tata laksana pasien
pasca anestesia.
- Perhatian ditujukan pada kemungkinan terjadinya muntah atau
regurgitasi yang dapat menimbulkan aspirasi.
- Pasca analgesia subaraknoid, perhatian ditujukan pada perangai
hemodinamik.
- Pasien boleh dikembalikan/dikirim ke ruangan apabila sudah
memenuhi kriteria pemulihan.
- Pasien yang menderita "EPH gestosis" apalagi yang disertai kejang
dan ancaman gagal nafas, dirawat di ruang terapi intensif untuk
terapi lebih lanjut (Mangku, G & Senapathi, T. 2010).
3.5 Anestesi Pada Kasus Sectio Caesarea
3.5.1 Anestesi Regional (Regional Anesthesia)
Anestesi regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikan obat anestetika local pada lokai serat saraf yang menginervasi
regio tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang
bersifat temporer (Mangku, G & Senapathi, T. 2010).
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai
analgetik karena menghilangkan nyeri dan pasien dapat tetap sadar, sehingga
teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan
persepsi nyeri saja (Pramono, A. 2015).
1. Anestesi spinal
Anestesi spinal adalah teknik anestesi neuraksial dimana anestesi
lokal ditempatkan langsung di ruang intratekal (ruang subarachnoid).
(Abdulquadri & Joe, 2020)
Anestesi spinal hanya dilakukan di area lumbar, khususnya level
lumbal tengah hingga rendah untuk menghindari kerusakan pada
sumsum tulang belakang dan juga untuk mencegah obat yang

18
disuntikkan secara intratekal agar tidak memiliki aktivitas di daerah
toraks dan serviks bagian atas. (Abdulquadri & Joe, 2020)
a. Indikasi :
Anestesi spinal paling baik untuk prosedur pendek. Anestesi
spinal ini bermanfaat untuk prosedur di bawah pusar dan umum
digunakan untuk prosedur pembedahan yang melibatkan perut
bagian bawah, panggul, perineum, dan ekstremitas bawah
b. Kontraindikasi :
Absolut :
- Kurangnya persetujuan dari pasien
- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK), terutama karena
massa intrakranial dan infeksi di lokasi prosedur (risiko
meningitis). (Abdulquadri & Joe, 2020)
Relatif :
- Penyakit neurologis yang sudah ada sebelumnya (misalnya,
multiple sclerosis)
- Hipovolemia (risiko hipotensi), usia di atas 40 hingga 50
tahun, operasi darurat, obesitas, konsumsi alkohol kronis, dan
hipertensi kronis.
- Trombositopenia atau koagulopati
- Stenosis mitral dan aorta yang parah
- Obstruksi aliran keluar ventrikel kiri
(Abdulquadri & Joe, 2020)
c. Persiapan :
Sebelum induksi anestesi neuraksial, anamnesis dan
pemeriksaan fisik harus dilakukan.
1. Informed consent (izin dari pasien) (Latief, 2002)
2. Anamnesis yang berhubungan dengan riwayat yaitu
pemahaman penggunana obat anestesi sebelumnya, tinjauan

19
alergi, riwayat keluarga tentang masalah anestesi.
(Abdulquadri & Joe, 2020)
3. Pemeriksaan fisik umumnya berfokus pada tempat anestesi
spinal. Pemeriksaan infeksi kulit sistemik atau lokal, kelainan
tulang belakang (misalnya, skoliosis, stenosis tulang
belakang, operasi punggung sebelumnya, spina bifida, riwayat
tali pusat), pemeriksaan neurologis pra-prosedur untuk
kekuatan dan sensasi juga penting untuk penilaian dan
dokumentasi. (Abdulquadri & Joe, 2020)
4. Pemeriksaan laboratorium anjuran: hematocrit, hemoglobin,
PT (protrombine time) dan PTT (partial thromboplastine
time). (Latief, 2002)
5. Waktu tunggu prosedural dilakukan, mengkonfirmasikan
identitas pasien, prosedur yang direncanakan, alergi,
memeriksa persetujuan, dan pernyataan lisan tentang status
koagulasi. (Abdulquadri & Joe, 2020)
d. Perlengkapan yang dipersiapkan :
1. Monitor standar : EKG, Tekanan darah, pulse oksimetri
2. Obat dan alat resusitasi : Oksigenasi, bagging, suction, set
intubasi
3. Terpasang akese intravena untuk pemberian cairan dan obat-
obatan
4. Sarung tangan dan masker steril
5. Perlengkapan desinfeksi dan doek steril
6. Jarum spinal dengan ujung tajam (Quincke Babcock, ujung
bambu runcing) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil
point, Whitecare).
7. Obat anestesi local yang digunakan anestesi speinal (Soenarjo
& Jatmiko, 2015 & Latief, 2002)

20
e. Obat yang digunakan :
- Lidokain (5%): Onset kerja terjadi dalam 3 sampai 5 menit
dengan durasi anestesi yang berlangsung selama 1 sampai 1,5
jam
- Bupivacaine (0,75%): Salah satu anestesi lokal yang paling
banyak digunakan; onset kerjanya dalam 5 hingga 8 menit,
dengan durasi anestesi yang berlangsung dari 90 hingga 150
menit
- Tetracaine 0,5%
- Mepivacaine 2%
- Ropivacaine 0,75%
- Levobupivacaine 0,5%
- Kloroprokain 3%
(Abdulquadri & Joe, 2020)
f. Teknik anestesi spinal
1. Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan
tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering
dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa
dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama
akan menyebabkan menyebarnya obat.
2. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi
lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien
juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk
maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.
3. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis
Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-
L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

21
4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
5. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3ml
6. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal
besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan
untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan
penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc.
Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit
kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus
sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum
spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi
jarum tetap baik.
7. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya
bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak
kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6 cm (Latief, 2002).
g. Komplikasi : (Mangku, G & Senapathi, T. 2010)
1. Bradikardi dan hipotensi
2. Hipoventilasi
3. Menggigil
4. Mual-muntah
5. Intoksikasi obat
6. Nyeri kepala

22
7. Nyeri pinggang
8. Neuropati (sindroma kauda ekuina)
9. Retensio urin
2. Anestesi epidural
Blok epidural adalah Tindakan blok regional yang dilakukan
dengan jalan menyuntikan obat analgetic local ke dalam ruang epidural
Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater. Bagian
atas berbatasandengan foramen magnum di dasar tengkorak dan bagian
bawah dengan selaput skarokoksigeal. Kedalaman ruang ini rata-rata
5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal terletak pda daerah
lumbal. Anestesi local pada ruang ini bekerja langsung pada akarsaraf
spinal yang terletak dibagian lateral. (Pramono, A. 2015).
a. Indikasi : (Pramono, A. 2015)
- Pembedahan atau penanggulanga nyeri pasca bedah
- Tatalaksana nyeri saat persalinan
- Penurunan tekanan darah saat pembedahan agar tidak banyak
pendarahan
- Tambahan pada anestesi umum ringan karena penyakit
tertentu.
b. Berdasarkan lokasi fungsi lumbal, blok epidural bisa dilakukan
melalui tiga pendekatan yaitu (Mangku, G & Senapathi, T. 2010):
1. Pendekatan torakal
2. Pendekatan lumbal
a) Indikasi:
- Abdominal bawah dan inguinal
- Anorektal dan genetalia eksterna
- Ekstremitas inferior. (Mangku, G & Senapathi, T. 2010)
b) Kontraindikasi :
- Pasien tidak kooperatif

23
- Pasien menolak
- Gangguan faal hemostasis
- Penyakit-penyakit saraf otot
- Infeksi di daerah fungsi lumbal
- Dehidrasi
- Syok
- Anemia
- SIRS
- Kelainan tulang belakang (termasuk artritis dan
kelainan anatomi tulang belakang). (Mangku, G &
Senapathi, T. 2010)
c) Persiapan:
- Alat pantau yang diperlukan
- Kit emergensi
- Obat yang digunakan, larutan anestetik lokal isobarik,
misalnya lidokain5% atau bupivakain 0,5%.
- Berikan infus tetesan cepat (hidrasi akut) sebanyak 500
– 1000 ml dengan kristaloid atau koloid.
- Jarum dan kateter epidural No. 18G atau 16G.
- Larutan epedrin yang mengandung 5 mg/ml. (Mangku,
G & Senapathi, T. 2010)
d) Tata laksananya:
- Pasang alat pantau yang diperlukan.
- Posisi pasien tidur miring ke kanan atau ke kiri sesuai
den gan posisi untuk melakukan pungsi lumbal.
- Desinfeksi area Pungsi lumbal dan tutup dengan duk
lubang steril.

24
- Lakukan Pungsi lumbal dengan jarum epidural nomor
18G atau 16G pada celah interspinosum lumbal 3-4 atau
4 -5 sampai menembus ligamen- tum flavum.
- Lakukan uji bebas tahanan (sebagai tanda bahwa ujung
jarum sudah berada di ruang epidural) dengan spuit
berisi udara atau cairan isotonis.
- Masukkan kateter epidural melalui jarum epidural ke
arah kranial sampai kateter yang berada di ruang
epidural sepan- jang 2-5 cm.
- Masukkan obat lidokain 2 % atau obat yang lain
sebanyak 20 - 30 ml sambil melakukan aspirasi.
- Setelah selesai tindakan, posisi pasien diatur sedemikian
rupa agar posisi kepala dan tungkai lebih tinggi dari
badan.
- Nilai ketinggian blok dengan skor “Bromage".
- Segera pantau tekanan darah dan denyut nadi, (Mangku,
G & Senapathi, T. 2010)
3. Pendekatan kaudal
Blok epidural kaudal adalah blok regional yang dilakukan
dengan jalan menyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam ruang
epidural melalui suntikan pada hiatus sakralis (Mangku, G &
Senapathi, T. 2010).
a) Indikasi: Indikasi blok kaudal hanya untuk operasi di daerah
anorektal dan genetalia eksterna. Kontraindikasi :
- Pasien tidak kooperatif
- Gangguan faal hemostasis
- Penyakit-penyakit saraf otot
- Infeksi di daerah anorektal
- Dehidrasi

25
- Syok
- Anemia
- SIRS
- Kelainan tulang sacrum
- Pasien menolak. (Mangku, G & Senapathi, T. 2010)
b) Persiapan:
- Alat pantau yang diperlukan
- Obat yang digunakan, larutan anestetik lokal isobarik,
misalnya lidokain 2 %, bupivakain 0,5 % dan yang
lainnya,
- Kit emergensi
- Jarum suntik 10 ml. (Mangku, G & Senapathi, T. 2010)
c) Tatalaksananya:
- Pasang alat pantau yang diperlukan.
- Posisi pasien tidur miring ke kanan atau ke kiri sesuai
dengan posisi untuk melakukan pungsi lumbal.
- Desinfeksi area pungsi lumbal atau kaki yang di bawah
lu- rus sedangkan kaki yang di atas ditekuk maksimal.
- Lakukan suntikan pada hiatus sakralis dengan jarum
suntik 10 ml ke arah kranial.
- Lakukan uji bebas tahanan (sebagai tanda bahwa ujung
jarum sudah berada di ruang epidural) dengan spuit
berisi udara atau cairan isotonis.
- Masukkan obat lidckain 2 % atau obat yang lain
sebanyak 10 ml sambil melakukan aspirasi.
- Setelah selesai tindakan, posisi pasien dikembalikan
terlentang datar.
- Keberhasilan blok dinilai dengan melihat perubahan
penis menjadi dilatasi.

26
- Pantau tekanan darah dan denyut nadi. (Mangku, G &
Senapathi, T. 2010)
3.5.2 Anestesi Umum (General Anesthesia)
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan
hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui
penekanan sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi
atau penekanan sensori pada syaraf. Suatu keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara yang diikuti oleh rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian
obat anestesi
a. Pada anestesi umum ress and gray membagi anestesia menjadi 3
kompenen ketiga komponen tersebut disebut dengan trias anestesia,
yaitu :
1. Hipnotika: pasien kehilangan kesadaraan
2. Anestesia : pasien bebas nyeri
3. Relaksasi : pasien mengalami kelumpuaan otot rangka
b. Indikasi: induksi cepat pada bedah caesar emergensi (fetal distress,
plasenta previa berdarah, solusio plasenta, rupture uterus, melahirkan
bayi kembar kedua). (Soenarjo & Jatmiko, 2015)
c. Teknik:
- Preoksigenasi, tiga kali nafas dalam dengan O2 100%
- injeksi thiopental 4 mg/kg atau ketamin 1 mg/kg iv dan
suksinilkolin 1, 5 mg/kg iv disertai penekanan krikoid
- Setelah 40-60 detik, dilakukan intubasi trakea dengan cuff.
Diberikan ventilasi dengan O2, N2O dan agen inhalasi 0,4-0,8%
MAC.
- Pelumpuhan otot dapat diberikan bila perlu.
- Setelah bayi lahir, anestesi dapat diperdalam N2O atau narkotik.
Agen inhalasi dapat dihentikan.

27
- Akhir operasi dilakukan ekstubasi sadar. Kontraindikasi: pasien
menolak. (Soenarjo & Jatmiko, 2015)
c. Komplikasi: Aspirasi isi lambung merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas ibu. (Soenarjo & Jatmiko, 2015)
Untuk teknik anestesi umum dibagi menjad 3 yaitu :
1. Anestesia umum intravena
Merupakan anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikan
obat anestesia parenteral yang langsung ke dalam pembuluh darah
vena (Mangku, G & Senapathi, T. 2010). Anestesia intravena selain
untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan, tambahan pada
anestesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya
thiopental, kentamin, dan profopol. Untuk anestesia untuk anestesia
intravena total biasanya menggunakan profopol. (Latief, 2002)
Obat-obatan anestesia intravena yang samapai saat ini ada dan
sudah didapatkan dipasaran Indonesia serta umum digunakan dalam
praktik anestesia adalah : (Mangku, G & Senapathi, T. 2010)
 Thiopentone
 Diazepam
 Dehidrobenzperidol
 Fentanyl(narkotik)
 Kentamin hidroklorida
 Midazolam
 Di-iso propil fenol atau profopol

Dalam praktiknya anestesia, obat-obatan tersebut di atas


digunakan untuk : (Mangku, G & Senapathi, T. 2010)

 Premidikasi, misalnya diazepam dan analgetic narkotika


 Induksi anestesia, misalnya thiopentone

28
 Pemeliharaan, terutama dalam Teknik anestesia imbang
 Obat tambahan pada Tindakan analgesia regional
 Anestesia tunggal
2. Anestesia umum inhalasi
Ini merupakan obat-obatan anestesi yang berupa gas atau cairan
mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien.
Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk
mengikuti aliran udara inspirasi mengisi seluruh paru-paru. Knsentrasi
minimal fraksi gas atau uap obat anestesia di dalam alveoli yang sudah
menimbulkan efek analgesia pada pasien, dipakai sebagai satuan
pontensi dari obat anestesia inhalasi tersebut yang popular disebu
dengan MAC (minimal alveolar consentration). Adapun obat anestesi
inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap, yaitu :
- Devirat halogen hidrokarbon
1. Haloatan
2. Trikhloroetilin
3. khloroform
- Derivate eter
1. Dietil eter
2. Metoksifluran
3. Enflurane
4. Isoflurane
Sedangkan untuk obat inhalasi anestesi yang berupa gas, yaitu:
- Nitrous oksida
- siklopropan
3. Anetesia umum imbang

29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sectio Coesarea (SC) adalah proses persalinan buatan dimana janin tersebut
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan sayatan dinding dalam keadaan utuh. Pembedahan cesar sering
dilakukan sebagai operasi elektif maupun emergensi. Indikasi yang paling
umum adalah kegagalan kemajuan pembukaan jalan lahir, gawat janin,
disproporsi sefalopelvik, letak janin abnormal, premature dan riwayat seksio
sesarea sebelumnya. Pemilihan obat-obatan anestesi harus dipertimbangkan efek
terhadap ibu dan terhadap janin. Serta pemilihan teknik anestesi bukan hanya
mempengaruhi keadaan ibu selama dan pasca pembedahan, tetapi juga keadaan
bayi.
Anestesi regional (spinal atau epidural) dengan teknik yang sederhana, lebih
disukai karena ibu tetap sadar, bahaya aspirasi minimal, namun sering
menimbulkan mual muntah sewaktu pembedahan, bahaya hipotensi lebih besar,
serta timbul sakit kepala pasca bedah.
Anestesi umum dengan teknik yang cepat, baik bagi ibu yang takut, serba
terkendali dan bahaya hipotensi tidak ada, namun kerugian yang ditimbulkan
adalah aspirasi lebih besar, pengaturan jalan napas sering mengalami kesulitan,
serta kemungkinan depresi pada janin lebih besar.

30
DAFTAR PUSTAKA
Flora,dkk. 2014. Perbandingan Efek Anestesi Spinal dengan Anestesi Umum
terhadap Kejadian Hipotensi dan Nilai APGAR Bayi pada Seksio Sesarea.
Jurnal Anestesi Perioperatif. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Sulistyawan, dkk, 2020. Perbandingan Outcome Teknik Spinal Anestesi Dosis


Rendah Dibandingkan Dosis Biasa pada Sectio Caesarea Darurat di Rumah
Sakit dr. Saiful Anwar. Journal of Anaesthesia and Pain. Fakultas
Kedokteran, Universitas Brawijaya/RSUD Dr. Saiful Anwar

Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirojhardjo.

Soenarjo & Jatmiko, 2015. Anestesiologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran UNDIP

Mangku, G & Senapathi, T. 2010. Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Indeks Jakarta

Pramono, A. 2015. Anestesi. Jakarta : EGC

Abdulquadri & Joe, 2020. Spinal Anesthesia.Bookself. NCBI. Available at :


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537299/

Latief, 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia

31

Anda mungkin juga menyukai