Anda di halaman 1dari 28

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOG LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2022


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KARSINOMA SERVIKS

Disusun oleh :

Rastinah Rahman C014192172

Residen Pembimbing :
dr. Nadya Kurnia Wardani

Supervisor :
Dr. dr. Sriwijaya, Sp.OG(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Rastinah Rahman

NIM : C014192172

Judul Kasus : Karsinoma serviks

Telah menyelesaikan laporan kasus dengan judul Karsinoma serviks yang telah
disetujui dan di bacakan dihadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Periode 25 April – 10 Juli 2022.

Makassar, Juni 2022

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. dr. Sriwijaya, Sp.OG(K) dr. Nadya Kurnia Wardani


DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................................


DAFTAR ISI ...................................................................................................................
BAB I. LAPORAN KASUS ..........................................................................................
1.1 Identitas Pasien ...........................................................................................
1.2 Anamnesis ..................................................................................................
1.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................................................
1.4 Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................
1.5 Resume .......................................................................................................
1.6 Diagnosis Kerja ..........................................................................................
1.7 Tatalaksana .................................................................................................
1.8 Prognosis ........................................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................


2.1 Definisi ......................................................................................................
2.2 Epidemiologi..................................................................................................
2.3 Faktor Risiko..............................................................................................
2.4 Etiologi...........................................................................................................
2.5 Patofisiologi....................................................................................................
2.6 Stadium dan Klasifikasi .............................................................................
2.7 Diagnosis ..................................................................................................
2.8 Diagnosis Banding .....................................................................................
2.9 Tatalaksana ...................................................................................................

2.10 Pencegahan dan Deteksi Dini .....................................................................


2.11 Prognosis........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. EH
Umur : 46 Tahun
Status Obstetri : P1A0
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Kendari
Tanggal MRS : 18 Juni 2022
RS : RSPTN UNHAS

1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama: Perdarahan pervaginam
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang ibu P1A0 datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah
dan sekitar kemaluan sejak 3 bulan yang lalu, nyeri dirasakan terus
menerus dan memberat 3 hari terakhir, lemas ada. Keluhan diserati keluar
darah dari kemaluan sejak 7 hari yang lalu, terjadi di luar waktu haid ,
perdarahan terus menerus berwarna hitam berupa gumpalan. Pasien
mengaku 3 hari terakhir >5x ganti pembalut/hari. Riwayat keputihan ada,
berwarna putih kekuningan dan berbau. Riwayat haid selama 3 bulan.
Riwayat KB tidak ada. Nafsu makan menurun dan ada penurunan berat
badan -/+ 2kg selama 3 bulan (50kg ke 48kg). Buang air besar dan kecil
normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi : Disangkal
Diabetes mellitus : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Operasi : Appendectomy tahun 1997
Kemoterapi : tidak ada

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi : Disangkal
Diabetes mellitus : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal

e. Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun
Siklus : ±28 hari, teratur
Lama : 5-7 hari
Dismenorhea : Ada
Banyak : 1-2x ganti pembalut per hari
f. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1x saat usia 23 tahun

Lama menikah : selama 22 tahun


Riwayat nyeri saat berhubungan : tidak ada

Riwayat keluar darah saat berhubungan : tidak ada


Riwayat berganti-ganti pasangan : tidak ada

g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Hamil Anak Keadaan


Tahun Tempat Jenis
ke Partus JK BB sekarang
Partus partus
1. 1998 Rumah Normal Laki-laki 3500 Sehat

h. Riwayat KB
Kontrasepsi dipakai/lalu : Tidak ada
Keluhan :-
Lamanya Pemakaian :-
1.3 Pemeriksaan Fisik
a) Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
b) Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 87 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu (axilla) : 36,5 °C
NPRS :7
c) Status Gizi
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 48 kg
Status Gizi : IMT 19,2
d) Status Internus
Kepala : Mesosefal
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Mata : Konjungtiva anemis +/+ , ikterik -/-, perdarahan -/-
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Sianosis (-)
Tenggorokan : Tidak ada kelainan
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru – paru : Bunyi napas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, bising usus (+) normal, massa tumor (-)
Ekstremitas : akral hangat + + edema - -
+ + - -

e) Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Abdomen : Datar, lemas simetris
TFU : Tidak teraba
Massa tumor : Tidak teraba
Nyeri tekan : Ada
Cairan Bebas : Tidak ada

Inspekulo
Porsio : Tidak licin, berbenjol, tampak massa rapuh ukuran 4x3
cm, mudah berdarah
Fluor : Tidak ada
Fluxus : Darah (+), tidak aktif
Pemeriksaan Dalam
Vulva/vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Berbenjol, tepi ireguler
Adnexa : Kesan normal
Pelepasan : Darah (+), Lendir (-)
Rectal Touche
Tonus sfingter ani : Baik
Mukosa : Licin
Massa intralumen : Tidak ada
Ampulla recti : Kosong
Adneka parametrium : Kesan normal

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
WBC : 13.450/uL
PLT : 428.000/uL
HGB : 7.8 g/dl
HCT : 25.1%
MCH : 22.6 pg
MCV : 76.8 fl
NEUT : 85.3 %
LYMP : 7.7 %
MONO : 5.2 %
EO : 0.7 %
BASO : 1.1 %

Hitopatologi (15/5/2022)
- Squamous cell carcinoma non keratinisasi

1.5 Resume
Seorang ibu P1A0 datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah dan
sekitar kemaluan sejak 3 bulan yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus dan
memberat 3 hari terakhir, lemas ada. Keluhan diserati keluar darah dari
kemaluan sejak 7 hari yang lalu, terjadi di luar waktu haid , perdarahan terus
menerus berwarna hitam berupa gumpalan. Pasien mengaku 3 hari terakhir >5x
ganti pembalut/hari. Riwayat keputihan ada, berwarna putih kekuningan dan
berbau. Riwayat haid selama 3 bulan. Riwayat KB tidak ada. Nafsu makan
menurun dan ada penurunan berat badan -/+ 2kg selama 3 bulan (50kg ke
48kg). Buang air besar dan kecil normal. Riwayat haid selama 3 bulan.
Riwayat KB tidak ada.
Pada pemeriksaan inspekulo didapatkan portio tidak licin, tampak massa
rapuh mudah berdarah berukuran 4x3 cm dan mudah berdarah, fluksus berupa
darah, perdarahan tidak aktif. Pada pemeriksaan dalam vagina ditemukan
portio yang berbenjol dengan tepi irreguler. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan peningkatan leukosit yaitu 13.450/mm3, Hemoglobin 7.8 g/dL. Hasil
histopatologi yaitu squamous cell carcinoma non keratinisasi.

1.6 Diagnosis Kerja


Karsinoma Serviks + cancer pain + anemia

1.7 Penatalaksanaan
Terapi :
• Drip RL 500 ml + Neurobion 28 tpm
• Asam Traneksamat 500 mg/8 jam/IV
• Transfusi 2 bag PRC
• Ketorolak 30mg/8jam/iv
• Ranitidine 50mg/8jam/iv
Monitoring :
● Observasi KU, TTV, perdarahan
● Cek Hb serial tiap 2 jam

1.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Karsinoma serviks merupakan tumor ganas pada wanita kedua
terbanyak di dunia yang mengancam kesehatan wanita secara serius.
Risiko tinggi infeksi persisten human papillomavirus (HPV) telah
diklarifikasi sebagai penyebab Karsinoma serviks 1. Karsinoma serviks
merupakan keganasan berupa tumbuhnya sel abnormal yang berasal
serviks (kanalis servikalis dan/atau porsio. Serviks merupakan sepertiga
bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan
dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.2

2.2 Epidemiologi
Karsinoma serviks menduduki peringkat pertama untuk negara
bekembang dengan perkiraan 570ribu kasus baru pada tahun 2018 dan
termasuk ke dalam kategori sepuluh penyakit dengan populasi terbesar di
negara maju. Secara global, kanker serviks berada di peringkat 7 untuk
angka kejadian tertinggi dan berada di peringkat ke 8 untuk angka
kematian.3 Menurut data WHO tahun 2018, daerah Asia Timur
merupakan kawasan dengan angka kejadian kanker serviks tertinggi,
kemudian diikuti oleh kawasan Asia Tenggara. Untuk data mortalitas,
pada tahun 2018, sekitar 311 ribu wanita meninggal karena kanker
serviks; lebih dari 85% kematian ini terjadi di negara berpenghasilan
menengah ke bawah Angka mortalittas tertinggi dicapai oleh kawasan
Afrika Timur.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI, saat ini jumlah kasus
baru kanker serviks adalah 90-100 kasus per 100.000 penduduk per
tahun.. Kanker serviks menduduki peringkat ke-2 dari 10 kanker
terbanyak di Indonesia dengan insiden sebesar 12,70%. Dan memiliki
angka mortalitas dengan persentase 10,12%, menduduki peringkat ke 3
setelah kanker payudara dan kanker paru-paru. Provinsi Jawa Timur
merupakan provinsi dengan jumlah kasus kanker serviks tertinggi di
Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 21.313 kasus. 2

2.3 Faktor Risiko


Adapun faktor resiko terjadinya Karsinoma serviks antara lain:3
• Berhubungan seksual dengan multipartner

Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan


secara seksual. Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara
riwayat hubungan seksual dan risiko penyakit ini. Sesuai dengan
etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak
merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya karsinoma serviks.
Memiliki pasangan seksual 2 orang akan berisiko 2 kali terkena
karsinoma serviks, dan pasangan seksual lebih dari 6 orang akan
berisiko 3 kali terkena Karsinoma serviks.
• Awal aktivitas seksual
Wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan
meningkatkan risiko terkena karsinoma serviks. Karena sel kolumnar
serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita
yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena
karsinoma serviks lima kali lipat.
Penelitian lain menyebutkan bahwa risiko karsinoma serviks lebih
tinggi 1,5 kali pada individu yang melakukan senggama pertama saat usia
18 – 20 tahun dibandingkan saat usia diatas 21 tahun.
• Menikah di usia muda
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko
kanker serviks, hamil dan melahirkan petama kali di bawah usia 20 tahun
atau melahirkan lebih dari 3 kali (multiparitas) dengan manajemen
persalinan yang tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko.
• Infeksi Menular Seksual
Agen I infeksius mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang
ditularkan melalui hubungan seksual seperti Human Papilloma Virus
(HPV) dan Herpes Simpleks Virus Tipe 2 ( HSV 2 )
• Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai faktor
resiko karsinoma serviks dan terdapat hubungan antara merokok dengan
kejadian kanker sel skuamosa pada serviks. Mekanisme kerja bisa
langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok)
atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Bahan karsinogenik
spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut rahim pada
wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel
skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi
keganasan.
• Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan
dalam faktor risiko karsinoma serviks.
• Etnis dan Faktor Sosial
Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor
risiko lima kali lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi.
Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke
sistem pelayanan kesehatan. Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan
wanita Asia memiliki insiden karsinoma serviks yang lebih tinggi
daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkan
pengaruh sosioekonomi.
• Pekerjaan
Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan
(debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko
kanker serviks.

2.4 Etiologi
Karsinoma serviks merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
HPV atau Human Papilloma Virus, mempunyai presentase yang cukup
tinggi dalam menyebabkan kanker serviks yaitu sekitar 99,7%. Lebih dari
70% kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV tipe 16 dan 18.2
Sifat onkogenik dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang
menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pra kanker
dan dapat berkembang menjadi kanker.2

2.5 Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi
ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai
squamo-columnar junction (SCJ). Histologis antara epitel gepeng
berlapis dari porsio dengan epitel kuboid/silinder pendek selapis
bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Secara umum perkembangan
menjadi kanker invasif membutuhkan beberapa tahun, namun terdapat
beberapa variasi yang luas. Perubahan molekuler yang terlibat dengan
karsinogenesis serviks sangat kompleks dan tidak sepenuhnya diapahami,
dengan demikian karsinogenesis diduga hasil dari efek interaktif antara
pengaruh lingkungan, imunitas, dan variasi sel genom somatic.4

Gambar 1. Patogenesis kanker

Serviks4 Terdapat 4 langkah utama perkembangan

karsinoma serviks, yaitu:5


a. Infeksi HPV onkogenik pada epitel transformasi serviks, yaitu batas
antara epitel skuamous dari ektoserviks dan epitel glandular dari kanal
endoserviks.
b. Infeksi HPV persisten
c. Progresi sel epitel yang terinfeksi virus HPV secara persisten menjadi
selprekanker
d. Perkembangan karsinoma dan invasi melalui membran basalis.
Walaupun infeksi HPV sangat sering, namun kanker serviks hanya
muncul dengan proporsi kecil pada wanita. Diestimasi sekitar 75 –
80% individu dengan aktivitas seksual aktif menmiliki infeksi HPV
sebelum usia 50 tahun.5

2.6 Stadium dan Klasifikasi


Stadium karsinoma serviks didasarkan atas pemeriksaan klinik oleh
karena itu pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam
narkose. Stadium klinik ini tidak berubah bila kemudian ada penemuan
baru. Kalau ada keraguan dalam penentuan maka dipilih stadium yang
lebih rendah.2
Klasifikasi Stadium
0 Karsinoma insitu
I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus
dapat diabaikan)
Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop.
IA
Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun invasi
hanya superfisial, dimasukkan ke dalam stadium IB
Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0
IA1
mm atau kurang pada ukuran secara horizontal
Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0mm
IA2
dengan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara
mikroskopik lesi lebih besar dari IA2
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
IB1
4,0 cm atau kurang
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
IB2
lebih dari 4,0 cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding
panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
IIA1
4,0 cm atau kurang
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
IIA2
lebih dari 4,0 cm
IIB Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawah
vagina dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai
dinding panggul
IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan / atau
menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum
dan/atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis)
Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal,
IVB
keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula,
mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)
Tabel 1. Klasifikasi Kanker Serviks berdasarkan stadium.2

Gambar 2. Ilustrasi stadium kanker serviks.2


Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada
lapisan epitel serviks, dimulai dari Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) 1, NIS
2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya setelah menembus
membrana basalis akan berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan
invasif .6
Gambar 3 .Stadium CIN Hingga Karsinoma Invasif Serviks Uteri 6

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila
telah menjadi kanker invasif, gejala yang paling umum adalah
perdarahan (contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim)
dan keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi
nyeri pinggang atau perut bagian bawah karena desakan tumor di
daerah pelvik ke arah lateral sampai obstruksi ureter, buang air kecil
atau buang air besar yang sakit, bahkan sampai oligo atau anuria.
Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ
yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal,
edema tungkai.7
Pemeriksaan panggul harus dilakukan pada semua wanita yang
dicurigai adanya kanker serviks. Visualisasi dengan spekulum dapat
menemukan gambaran normal atau gambaran lesi pada serviks.
Semua lesi yang terlihat harus dilakukan biopsi, kecuali dicurigai
suatu kista nabothian. Kanker serviks umumnya berasal dari zona
transformasi serviks, lesi yang dapat muncul berupa ulserasi
superficial, tumor eksofitik pada ektoserviks, ataupun infiltrasi
pada endoserviks. Tumor endofitik dapat menyebabkan serviks
bertambah besar, licin dan adanya indurasi sehingag sering dikenal
sebagai barrel shaped cervix. Melalui pemeriksaan ini, termasuk
pemeriksaan rektovaginal, dapat dilakukan diagnosis uuran tumor
dan keterlibatan vagina atau parametrium untuk menentukan stadium
kanker serviks.8

2.7.2 Pemeriksaan
Penunjang Tes
Pap Smear dan
Sitologi
Tes Pap pada saat ini merupakan alat skrining yang diandalkan. Tes
Pap direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas seksual
atau setelah menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan tes Pap tiap tahun,
interval pemeriksaan dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi
kelompok perempuanyang berisiko tinggi (infeksi hPV, HIV,
kehidupan seksual yang berisiko) dianjurkan pemeriksaan tes Pap
setiap tahun. Pap Smear test adalah suatu tes yang aman dan sederhana
dengan pengambilan sample mengunakan kapas di serviks dan dilihat
secara mikroskopik untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi
pada sel-sel leher rahim.
Sitologi serviks yang abnormal menunjukkan sel skuamosa yang
berbeda tahapkematangan (diskariosis) setelah dikenakan. Seperti CIN,
sitologi serviks diklasifikasikan sebagai derajat rendah (kelainan
sitologi minor yang menunjukkan diskariosis ringan atau perubahan
batas) atau derajat tinggi (sedang dan dyskaryosis parah). Test ini
ditemukan pertama kali oleh Dr. George Papanicolou, sehingga
dinamakan Pap Smear Test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel
rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan beberapa
tindakan pengobatan diambil sebelum sel-sel tersebut dapat
berkembang menjadi sel kanker. 9

Tes IVA
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 3-
5%) dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan
warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat
adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai salah satu metode
skrining kanker serviks . Interpretasi dari tes ini berupa terjadinya
Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya dekat SSK
apabila positif . Asam asetat menyebabkan nukleoprotein di dalam sel
membeku sementara. Oleh karena itu, area peningkatan pergantian sel,
termasuk CIN, tampak putih.10

Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan inspeksi serviks dengan
menggunakan sumber cahaya. Ini digunakan untuk baik diagnosis
maupun pengobatan. Pasien akan membuka pakaian dan menempatkan
kakinya pada posisi semi-litotomi dan spekulum ditempatkan di vagina
dan serviks sebelum diperiksa dengan sumber cahaya, di bawah
pembesaran (5-20 ganda). Penerapan larutan asam asetat dan yodium
dapat menyoroti area abnormal pada serviks dibiopsi.9

Tes HPV
Mengingat HPV tidak dapat ditumbuhkan pada kultur
konvensional dan ujiserologis hanya memiliki sensitivitas terbatas
diagnosis infeksi HPV memerlukandeteksi genomnya dalam sampel
seluler yang dikumpulkan dari situs di bawahpenyelidikan.
Teknologi molekuler untuk mendeteksi DNA HPV dapat secaraluas
dibagi menjadi amplifikasi dan non-amplifikasi. Tes yang terutama
digunakan dalam penelitian klinis menggunakan metode amplifikasi,
yangselanjutnya dibagi menjadi sinyal diperkuat dan target diperkuat.
Teknikperwakilan utama dari setiap kategori adalah hybrid capture
2 (HC2; DigeneCorporation, Gainthersburg, MD,USA) dan
polymerase chain reaction (PCR).11 Biopsi Serviks
Ada beberapa tipe biopsi yang dapat digunakan unuk mendiagnosis
lesi prankanker dan kanker. Jika dengan menggunakan biopsi dapat
mengangkat seluruh jaringan yang abnormal, hal ini bisa menjadikan
biopsi sebagai tatalaksana pengobatan. Jaringan yang diangkat bisa
dinilai derajat histopatologi yaitu penilaian terhadap morfologi sel
yang dicurigai sebagai bagian dari jaringan tumor secara mikroskopik.
Derajat histopatologi kanker serviks didasarkan pada ukuran dari sel-
sel tumor dimana semakin pleomorfik sel-sel tersebut maka derajatnya
semakin jelek, pembentukan keratinisasi per sel, pembentukan mutiara
tanduk, semakin banyak sel yang mengalami keratinisasi dan
membentuk mutiara tanduk semakin baik diferensiasinya, jumlah sel
yang mengalami mitosis, invasi ke pembuluh darah maupun ke
pembuluh limfe, dan batas tumor, semakin jelas batasan sel-sel
ganasnya memiliki derajat diferensiasi yang lebih baik. 11

Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan radiologic berupa foto paru-paru, pielografi intravena
atau CT- scan merupakan pemeriksaan penunjang untuk melihat
perluasan penyakit, serta menyingkirkan adanya obstruksi ureter.
Pemeriksaan laboratorium klinik berupa pemeriksaan darah tepi, tes
fungsi ginjal, dan tes fungsi hati diperlukan untuk mengevaluasi fungsi
organ serta menentukan jenis pengobatan yang akan diberikan.9

2.8 Diagnosis Banding


• Cervivitis
Servisitis mengacu pada peradangan pada stroma serviks yang bisa
akut atau kronis. Servisitis biasanya muncul dengan cairan encer dan
mukopurulen. Perdarahan post coitus juga berhubungan dengan kondisi
ini. Servisitis akut dapat disebabkan oleh infeksi C. trachomatis, N.
gonorrhea, T. vaginalis, G. vaginalis, dan spesies mycoplasma. Servisitis
kronis biasanya tidak memiliki sumber infeksi. Infeksi serviks penting
untuk mendiagnosis dan mengobati sedini mungkin karena infeksi ini
dapat meningkat ke saluran kelamin bagian atas dan menyebabkan
komplikasi yang signifikan termasuk penyakit radang panggul,
infertilitas, nyeri panggul kronis, dan peningkatan risiko kehamilan
ektopik.12
• Endometritis
Endometritis adalah peradangan pada endometrium yang bisa akut atau
kronis; didasarkan pada evaluasi patologis. Pada endometritis akut
terdapat mikroabses di dalam kelenjar endometrium, sedangkan pada
endometritis kronis terdapat sel plasma multiple dalam stroma
endometrium. Endometritis kronis sering disebabkan oleh agen infeksi
tetapi bisa juga disebabkan oleh benda asing, polip, atau fibroid di dalam
rongga rahim. kebanyakan wanita dengan endometritis kronis
asimtomatik bisa datang dengan perdarahan menstruasi yang berat atau
perdarahan intermenstrual Namun, beberapa wanita mungkin pada
awalnya mengeluhkan perdarahan postcoital12
• Cervical polyps
Polip serviks sering ditemukan secara insidental selama pemeriksaan
spekulum dan dapat menjadi sumber perdarahan postcoital sekunder
akibat trauma serviks dengan hubungan intim. Polip endoserviks dan
serviks adalah pertumbuhan neoplastik benigna yang paling umum terjadi
yang terjadi pada leher rahim dengan kejadian 4% dari pasien ginekologi.
Polip biasanya terjadi pada pasien multipara dengan rentang usia 40-an
hingga 50-an. Kebanyakan penderita hanya memiliki satu polip serviks,
tetapi tidak jarang memiliki lebih dari satu. Di pemeriksaan gross, mereka
tampak halus, ungu kemerahan struktur lobular yang rapuh dan mudah
berdarah bila tersentuh. Kebanyakan polip hanya berukuran beberapa
sentimeter. Polip mungkin timbul dari bagian endoserviks serviks atau
muncul di portio serviks. Diyakini bahwa polip ini berasal dari
peradangan berulang pada serviks ataupun respons fokal terhadap
stimulasi hormonal12

2.9 Tatalaksana
Tatalaksana Lesi Pra-Kanker
Tatalaksana lesi prakanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan
kesehatan, kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang
ada. Pada tingkat pelayanan primer, dapat dilakukan program skrining
atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat
dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat program,
yaitu jika ditemukan IVA positif, maka dilakukan pengobatan sederhana
dengan krioterapi oleh dokter umum.6
Jika dilakukan skrining dengan papsmear, maka temuan hasil yang
abnormal direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan
pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan, maka dilanjutkan dengan
tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large
Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan
diagnostik maupun terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai
bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau
histerektomi total. Jika ditemukan temuan abnormal setelah melakukan
kolposkopi,

• LSIL dilakukan LEEP dan observasi 1 tahun


• HSIL dilakukan LEEP dan observasi 6 bulan6

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:


Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan
N2O dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut
ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi
prakanker yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan
digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.7
• Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan
metode pembekuan atau freezing hingga sekurangkurangnya -20oC
selama 6 menit (teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas
N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi dengan mekanisme:
(1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2) konsentrasi
elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi
kompleks lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular.7
• Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi
dengan melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi
prakanker pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan
ke laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara
histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau perlu terapi
lanjutan. 7
• Diatermi Elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan
efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan
dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk
memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi
fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat
luas. 7

• Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation),
suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi
campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan
menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u.
Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam
dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari
mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih,
sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya.
Volume jaringan yang menguap atau sebanding dengan kekuatan dan
lama penyinaran.7
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada kanker serviks sampai
stadium IIA dan dengan hasil pengobatan seefektif radiasi, akan tetapi
mempunyai keunggulan dapat meninggalkan ovarium pada pasien usia
pramenopause. Kanker serviks dengan diameter Iebih dari 4 cm
menurut beberapa peneliti lebih baik diobati dengan kemoradiasi
daripada operasi. Histerektomi radikal mempunyai mortalitas kurang
dari 1 %. Morbiditas termasuk kejadian fistel (1% sampai
2%),kehilangan darah, atonia kandung kemih yang membutuhkan
kateterisasi intermiten, antikolinergik, atau alfa antagonis.9
• Stadium I A1 tanpa invasi limfo-vaskuler: Konisasi serviks atau
histerektomia totalis simpel. Risiko metastasis ke kelenjar getah
bening/residif 1%.
• Stadium I A1 dengan invasi limfo-vaskuler, stadium I A2. Modifikasi
histerektomia radikal (tipe II) dan limfadenektomia pelvik. Stadium I
Al dengan invasi limfovaskuler didapati 5% risiko metastasis keleniar
getah bening.
• Stadium I A2 berkaitan dengan 4% sampai 10% risiko metastasis
kelenjar getah bening.
• Stadium I B sampai stadium II A: Histerektomia radikal (tipe III) dan
limfadenektomia pelvik dan para-aorta.
Radiasi ajuvan diberikan pascabedah pada kasus dengan risiko tinggi
(lesi besar, invasi limfo-vaskuler atatr invasi stroma yang dalam).
Radiasi pascabedah dapat mengurangi residif sampai 50%.

Tatalaksana Kanker Serviks Invasif


Pada pasien ini, lesi erosi yang mudah berdarah mengarah pada
kanker serviks stadium 2. Pada layanan fasilitas kesehatan primer,
dilakukan rujukan pada pasien untuk dilakukan:6
Stadium IIA :
a. Tindakan operatif berupa histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis
b. Neoajuvan
kemoterapi
Stadium IIB :
a. Kemoradiasi
b. Radiasi
c. Neoajuvan kemoterapi
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan histerektomi radikal dan limfadenektomi
pelvis

Radioterapi9
Terapi radiasi dapat diberikan pada semua stadium, terutama mulai
stadium II B sampai IV atau bagi pasien pada stadium yang lebih kecil
tetapi tidak merupakan kandidat untuk pembedahan. Penambahan
Cisplatin selama radioterapi whole pebic dapat memperbaiki kesintasan
hidup 30% sampai 50 %.
Komplikasi radiasi yang paling sering adalah komplikasi
gastrointestinal seperti proktitis, kolitis, dan traktus urinarius seperti
sistitis dan stenosis vagina.

Kemoterapi
Kemoterapi terutama diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi
ajuvan atau untuk terapi paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang
paling aktif adalah Cisplatin. Carboplatin juga mempunyai aktivitas yang
sama dengan Cisplatin.8 Jenis kemoterapilainnya yang mempunyai
aktivitas yang dimanfaatkan dalam terapi adalah Ifosfamid dan pac-
Iitaxel.9

2.10 Pencegahan dan Deteksi Dini


2.10.1 Pencegahan Primer3
• Menunda onset aktivitas seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan
secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara
signifikan.
• Penggunaan Kontrasepsi Barier
Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom,
diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap
agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang
dibuat dari kulit kambing.
• Penggunaan Vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi
Human Papiloma Virus , karena mempunyai kemampuan proteksi
>90%. Tujuan dari vaksin propilaktik dan vaksin pencegah adalah
untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari event
yang mengarah ke kanker serviks. Kebanyakan vaksin adalah
berdasarkan respons humoral dengan penghasilan antibodi yang
menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Masa depan dari
vaksin propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan seluruh
populasi heterogenous dengan tahap pendidikan berbeda dan
kepercayaan kultur berbeda tetap dipersoalkan. Sebagai tambahan,
prevelansi tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan butuh
beberapa dekade untuk program imunisasi yang sukses dalam usaha
mengurangi insiden kanker serviks.

2.10.2 Pencegahan Sekunder3


• Pasien dengan risiko sedang hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga
kali berturut turut dengan selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun
dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner
hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan
untuk melakukan tes Pap tiap tahun.

• Pasien dengan risiko tinggi. Pasien yang memulai hubungan seksual


saat usia <18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner (
multiple partner ) seharusnya melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai
dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat
diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus,
seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.

2.10.3 Deteksi Dini 2


Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode:
• Papsmear
Gambar 4. Algoritma diagnosis deteksi dini dengan tes Pap Smear.2
• Inspeksi Visual Asam Asetat

Gambar 5. Algoritma diagnosis deteksi dini dengan tes IVA/Visual Asam


Asetat2

• Inspeksi Visual Lugoliodin


• Test DNA HPV
2.11 Prognosis
Efektivitas vaksinasi HPV diperkirakan hingga 90%. Skrining yang
tidak konsisten merupakan faktor risiko independen untuk diagnosis
kanker serviks. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk kanker serviks
bisa mendekati 92%, namun berkurang dengan adanya faktor lain seperti
keterlibatan kelenjar getah bening, usia, ukuran serta invasi tumor.
Umumnya, angka kelangsungan hidup untuk stadium I lebih dari 90%,
untuk stadium II 60-80%, stadium III kira-kira 50%, dan untuk stadium
IV kurang dari 30%.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Zhang S, Xu H, Zhang L, Qiao Y. Cervical cancer: Epidemiology, risk


factors and screening. Chin J Cancer Res. 2020;32(6):720-728.
doi:10.21147/j.issn.1000- 9604.2020.06.05Tarney CM, Han J. Postcoital
Bleeding: A Review on Etiology, Diagnosis, and Management [Internet].
Vol. 2014, Obstetrics and Gynecology International. Hindawi; 2014 [cited
2020 Aug 8]. p. e192087.
2. Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Panduan Penatalaksanaan
Kanker Serviks. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI .2016
3. Rasjidi I. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer.
2009. 3 (3) : 103-108p

4. Cunningham, F. Gary. William Gynecologi 3th edition. McGraw Hill: New York.
2018.

5. Carlos del Rio MD. New Sexually Transmitted Diseases Treatment


Guidelines Issued by the CDC. NEJM J Watch [Internet]. 2015 Jun 18
[cited 2020 Aug 9];2015.
6. Kementerian Kesehatan RI. (2018), Panduan Penatalaksanaan Kanker
Serviks. Jakarta. Komite Penanggulangan Kanker Nasional
7. Kementerian Kesehatan RI. (2013), Panduan Penatalaksanaan Kanker
Serviks. Jakarta. Komite Penanggulangan Kanker Nasional
8. Fowler JR, Jack BW. Cancer, Cervical [Internet]. StatPearls [Internet].
StatPearls Publishing; 2020 [cited 2020 Sept 27]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431093/
9. Prawirohardjo,S., 2011. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
10. BICKERSTAFF, H., & KENNY, L. C. (2017). Gynaecology by ten teachers.
11. Koliopoulos G dkk. (2018). Cytology versus HPV testing for cervical
cancer screening in the general population (Review). Cochrane Library by
John Wiley & Sons, Ltd.
12. Jonathan S. Berek, et al. Berek & Novak’s Gynecology 15th edition. Wolter
Kluwer Health: Lippincott Williams & Wilkins. 2012

Anda mungkin juga menyukai