Anda di halaman 1dari 22

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2020

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MIOMA UTERI

Oleh :
Aaron Sebastian Surya
XC064191015

Residen Pembimbing:
dr. Shaiful Bachri

Supervisor:
dr. Ellen Wewengkang, M. Kes, Sp.OG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Aaron Sebastian Surya

NIM : XC064191015

Judul Referat : Mioma Uteri

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 6 Oktober 2020

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Ellen Wewengkang, M. Kes, Sp.OG(K) dr. Shaiful Bachri

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri & Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr.dr. Elizabeth C. Jusuf, M.Kes, Sp.OG (K)

DAFTAR ISI

i
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I LAPORAN KASUS.......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

ii
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien

Nama : Ny. MU

Umur : 49 tahun

Alamat : Barru

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MRS : 11 Juni 2020, pukul 12.45

Anamnesis
Keluhan utama : Ada benjolan di perut

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan benjolan di perut. Sudah periksa
di Sp.Og tampak gambaran mioma uteri. Riwayat 6 bulan lalu, haid tidak teratur selama 3
bulan. 3 bulan kemudian haid banyak. Riwayat asma, hipertensi, alergi disangkal. Riwayat
operasi miomektomi 2014 mioma uteri di Rs Khadijah.

Riwayat Menstruasi:

Menarke : 10 tahun

Haid : teratur

Siklus : 28 hari

Lama haid : 5-7 hari

Banyaknya haid : 2-3 kali sehari ganti pembalut

Nyeri haid : (-)

Riwayat Menikah

3
Riwayat Obstetri:

Kehamilan pertama, tahun 1990, perempuan, BB ?, di rumah,

Kehamilan kedua, tahun 1995, perempuan, BB ?, di rumah, 

Riwayat KB

Tidak pernah menggunakan

Riwayat Penyakit Lain

Riwayat penyakit Asma (-), Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-). Riwayat trauma (-), alergi
obat dan makanan (-).

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Umum:

Keadaan umum : compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Laju pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,5°C

Pemeriksaan:

Kepala

Konjungtiva : anemis (-/-)

Sklera : ikterik (-/-), pupil isokor

Leher

Tiroid : t.a.k

KGB : t.a.k

Thoraks

4
Paru Inspeksi : simetris
Palpasi : retraksi (-/-), fremitus (N/N)

Perkusi : redup (-/-)

Auskultasi: suara vesikuler (+/+), wheezing (-/-) ronkhi (-/-)

Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung relatif dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular

Pemeriksaan Luar:

Leopold I –

Leopold II –

Leopold IV –

HIS/DJJ: -/-

Massa Tumor : Sulit dinilai

Nyeri tekan: -

Pelepasan lendri darah disangkal

Pemeriksaan Dalam:

V/V : t.a.k. / t.a.k.

Porsio : ante flexi

Massa tumor : sulit dinilai, konsistensi : obile

Rectal touche : tidak teraba massa tumor

Pemeriksaan Penunjang:

5
No Test Type Result Normal Value
1 HEMATOLOGY
 Routine Hematology
1 WBC 6,2 4,00-10,0 10^3/ul
2 RBC 3.11 4,00-6,00 10^6/ul
3 HGB 8,4 12,0-16,0 gr/dl
4 HCT 26.9 37,0-48,0 %
5 MCV 86.5 80,0-97,0 fL
6 MCH 27 26,5-33,5 Pg
7 MCHC 31.2 31,5-35,0 gr/dl
8 PLT 373 150-400 10^3/ul
9 NEUT 69,3 28,0-78,0 10^3/ul
10 LYMPH 23,9 17,0-57,0 10^3/ul
11 MONO 4,8 0,00-10,0 10^3/ul
12 EO 1,8 0,00-10,0 10^3/ul
13 BASO 0.2 0,00-2,0 10^3/ul

Foto thorax (11/6/2020)

6
 Cardiomegaly disertai dilatasi aortae
 Pulmo dalam batas normal

USG (11/06/2020)

 Tampak uterus anteflexi, tampak massa ukuran 4x4 cm kesan intramural

Diagnosis Kerja:

Mioma uteri

Penatalaksanaan:

 Persiapan operasi
 Siapkan PRC 2 bag

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menopangnya. Pada beberapa kepustakaan, disebut juga sebagai fibromioma,
leiomioma, ataupun fibroid. Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya
menyebabkan infertilitas, bertambahnya risiko abortus, hambatan pada persalinan,
inersia atau atonia uteri, kesulitan pelepasan plasenta dan gangguan proses involusi
masa nifas. 1,2

Epidemiologi

Menurut literatur yang relevan 40-60% dari semua histerektomi yang dilakukan
adalah karena adanya mioma. Mioma adalah indikasi paling umum untuk
histerektomi di Amerika Serikat dan Australia. Sebuah literatur juga menunjukkan
2,3
bahwa insidensi mioma uteri diperkirakan setinggi 77% pada wanita. Mioma
didiagnosis pada 20-25% wanita di usia produktif, dan 30-40% wanita di usia lebih
dari 40 tahun. Mioma uteri dapat mengenai semua ras, paling banyak pada ras kulit
hitam (18%), 10% pada wanita Hispanik, 8% menyerang wanita kulit putih, dan
paling jarang mengenai wanita Asia. Sebagian besar kasus tidak bergejala sama
sekali, hanya 30% kasus yang simptomatis. 2

2.3 Etiologi

Etiologi mioma uteri belum diketahui. Studi sitogenetik menunjukkan bahwa terjadi
mutase genetik pada 60% kasus mioma uteri. Mutasi yang sering terjadi adalah
translokasi kromosom 12 dan 14. Tidak didapatkan bukti bahwa hormon estrogen
berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam
pertumbuhan mioma. Reseptor estrogen pada mioma lebih banyak dibandingkan
miometrium yang normal. Hal tersebut didukung dengan tidak ditemukannya kasus
mioma uteri pada masa prepubertas dan volume mioma yang konstan atau berkurang
secara signfikan jika penderita telah mengalami menopause. Keterlibatan progesteron
terhadap mioma uteri juga dapat dilihat dari adanya peningkatan volume pada

8
trimester pertama dalam kehamilan yang pada kondisi tersebut kadar progesteron
dalam darah lebih tinggi, dan adanya penurunan volume dengan pemberian
antiprogestin. 3,4

2.4 Patogenesis

Sejumlah faktor dihubungkan dengan kejadian mioma uteri :

1. Hormonal
Mutasi genetik menyebabkan produksi reseptor estrogen di bagian dalam
miometrium bertambah signifikan. Sebagai kompensasi, kadar estrogen
menjadi meningkat akibat aktivitas aromatase yang tinggi. Enzim ini
membantu proses aromatisasi androgen menjadi estrogen. Estrogen akan
meningkatkan proliferasi sel dengan cara menghambat jalur apoptosis, serta
merangsang produksi sitokin dan platelet derived growth factor (PDGF) dan
epidermal growth factor (EGF). Estrogen juga akan merangsang terbentuknya
reseptor progesteron terutama di bagian luar miometrium . 5,6
Progesteron
mendasari terbentuknya tumor melalui perangsangan insulin like growth factor
(IGF-1), transforming growth factor (TGF), dan EGF. Progesteron berperan
merangsang proto-onkogen, Bcl-2 (beta cell lymphoma-2), yang merupakan
suatu inhibitor apoptosis dan gen tersebut lebih banyak diproduksi saat fase
sekretori siklus menstruasi. Siklus hormonal inilah yang melatarbelakangi
5,6
berkurangnya volume tumor pada saat menopause. Teori lain yang kurang
berkembang menjabarkan pengaruh hormon lain seperti paratiroid, prolaktin,
dan human chorionic gonadotropin (HCG) dalam pertumbuhan mioma. 6

2. Proses Inflamasi
Masa menstruasi merupakan proses inflamasi ringan yang ditandai dengan
hipoksia dan kerusakan pembuluh darah yang dikompensasi tubuh berupa
pelepasan zat vasokonstriksi. Proses peradangan yang berulang kali setiap
siklus haid akan memicu percepatan terbentuknya matriks ekstraseluler yang
merangsang proliferasi sel. Obesitas yang merupakan faktor risiko mioma
ternyata juga merupakan proses inflamasi kronis; pada penelitian in vitro, pada
obesitas terjadi peningkatan TNF-α.2 Selain TNF-α, sejumlah sitokin lain juga

9
memiliki peranan dalam terjadinya tumor antara lain IL1, IL-6, dan
eritropoietin. 6

3. Growth Factor
Beberapa growth factor yang melandasi tumorigenesis adalah epidermal
growth factor (EGF), insulin like growth factor (IGF I-II), transforming
growth factor-B, platelet derived growth factor, acidic fibroblast growth factor
(aFGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), heparin-binding epidermal
growth factor (HBGF), dan vascular endothelial growth factor (VEG-F).
Mekanisme kerjanya adalah dengan mencetak DNA-DNA baru, induksi
proses mitosis sel dan berperan dalam angiogenesis tumor. Matriks
ekstraseluler sebagai tempat penyimpanan growth factor juga menjadi faktor
pemicu mioma uteri karena dapat mempengaruhi proliferasi sel. 5

2.5 Faktor Risiko

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya mioma uteri :

- Genetik dan Ras : risiko kejadian tumor akan meningkat 2,5 kali lipat pada
keturunan pertama pasien mioma uteri. Ras Afrika cenderung lebih sering
mengalami mioma uteri dengan prevalensi terbanyak kasus mioma multipel;
gejala umumnya lebih berat serta lebih progresif. 2,6
- Usia : Usia di atas 30 tahun meningkatkan risiko mioma uteri. 6
- Gaya Hidup : Gaya hidup sedentary menjadi faktor risiko karena peningkatan
risiko obesitas dan pengaruhnya terhadap disregulasi hormonal. 2
- Diet : Makanan indeks glikemik tinggi dan tinggi asam lemak omega-3
terutama marine fatty acid (MFA) akan meningkatkan kejadian tumor melalui
jalur induksi hormonal akibat penumpukan lemak. Studi klinis mengaitkan
pertumbuhan sel tumor dengan konsumsi kafein dan alkohol, karena kedua zat
akan mempengaruhi kadar hormon namun perlu pembuktian lebih lanjut
dengan variasi demografi. 2
- Menarche : Prematur dan Menopause Terlambat Menarche dini pada usia
kurang dari 10 tahun dan menopause terlambat akan meningkatkan risiko
mioma uteri akibat sel rahim terus terpapar estrogen. 2

10
- Nulipara Wanita yang belum pernah hamil berisiko terkena mioma uteri;
dikaitkan dengan pengaruh paparan hormon seks, estrogen, dan progesteron. 2
- Kontrasepsi Hormonal : Prevalensi mioma uteri akan meningkat pada
penggunaan kontrasepsi hormonal mengandung hormon estrogen baik
estrogen murni maupun kombinasi. 2
- Penyakit Komorbid : Hipertensi, polycystic ovary syndrome (PCOS), dan
diabetes merupakan tiga penyakit yang umumnya berasosiasi dengan kejadian
mioma. Peningkatan insulin dan IGF-I serta hiperandrogen menjadi faktor
pemicu PCOS dan diabetes, pada hipertensi terjadi pelepasan sitokin yang
merangsang proliferasi jaringan tumor. 2
- Infeksi/Iritasi : Infeksi, iritasi, atau cedera rahim akan meningkatkan risiko
mioma uteri melalui induksi growth factor. 2
- Stres : Pada stres terjadi pelepasan kortisol dan perangsangan hypothalamo-
pituitaryadrenal gland axis yang akan menyebabkan peningkatan estrogen dan
progesteron. 2

2.6 Manifestasi Klinis

Walaupun seringkali asimtomatik dan hampir sebagian besar penderita tidak


mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya, terutama pada penderita
dengan obesitas. Keluhan penderita tergantung pula dari lokasi ataupun jenis
miomanya. Berbagai keluhan penderita dapat berupa: 7

1. Perdarahan Abnormal Uterus


Perdarahan merupakan keluhan tersering dan biasanya muncul sebagai
menorrhagia/ hipermenorhea (perdarahan uterus yang berlebihan terjadi pada
interval teratur, masa menstruasinya dalam batas normal). Patofisiologi yang
menyebabkan perdarahan ini berkaitan dengan dilatasi vena-vena. Tumor yang
tebal itu akan menekan dan menyumbat sistem vena uterus, sehingga terjadi
dilatasi vena-vena di miometrium dan endometrium. Selain itu terganggunya
regulasi faktor perumbuhan vasoaktif lokal juga berisiko meningkatkan
vasodilatasi. Jika vena-vena itu robek saat menstruasi, perdarahan dari vena-
vena tersebut akan memberatkan proses hemostasis. 7

2. Nyeri

11
Mioma tidak menyebabkan nyeri pada uterus kecuali apabila terjadi gangguan
vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi
pembuluh darah infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai
upaya mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen akut
dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi
merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang
besar dapat menekan rectum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan.
Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan persyarafan
yang berjalan di permukaan tulang pelvis 7

3. Efek Penekanan
Mioma intramural sering dikaitakan dengan penekanan terhadap organ sekitar.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna, perlekatannya
dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat
menyebabkan secret serosanguinea vaginal, perdarahan, dyspareunia dan
infertilitas. Apabila ukuran tumor lebih besar lagi, dapat menyebabkan
penekanan ureter, kandung kemih dan rectum. 7

2.7 Klasifikasi

Klasifikasi mioma dapat dibagi berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena:

- Lokasi 7,8
o Cervical (2,6%) umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan
infeksi
o Isthmica (7,2%) lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius
o Corporal (91%) merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa
gejala
- Lapisan uterus
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa
(48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).
o Mioma submucosa
Mioma yang menempati lapisan di bawah endometrium dan menonjol
ke dalam (kavum uteri). Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas

12
permukaan endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan
irregular. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada
mioma submucosa pedunculated. Mioma pedunculated adalah jenis
mioma submucosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar
dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi,
nekrosis dan infrak. Pada beberapa kasus,penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses infeksinya. 7,8
o Mioma intramural/insterstisiel
Mioma intramural adalah mioma yang berkembang di antara serabut
miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan
terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam
dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma
yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi. Biasanya multipel apabila masih kecil
dan tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan
uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah
bentuknya. Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan
permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih
dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan
berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah
dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka
konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi
menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran
kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran
kelompok sel otot polos myometrium. 7,8
o Mioma subserosa
Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa
uterus, dapat bertumbuh kearah luar dan juga bertangkai. Lokasi tumor
di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.

13
Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum, atau mesenterium di
sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang
bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis
parasitik. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma uteri intraligamenter. 7,8
o Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain,
misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri
dari uterus sehingga disebutwondering parasitis fibroid . Jarang sekali
ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada
serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium
uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka
tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat
yang tersusun seperti kumparan (whorl like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak
karena pertumbuhan. 7,8

Gambar 1. Klasifikasi Mioma Uteri

14
2.8 Diagnosis

Diagnosis mioma uteri ditegakkan melalui anamnesis gangguan siklus haid dan
pemeriksaan fisik pembesaran perut. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan
penunjang rutin untuk konfirmasi diagnosis. 5

- Anamnesis
Keluhan berupa lama haid memanjang dan perdarahan vagina di luar siklus
haid; biasanya lebih berat terutama pada mioma tipe submukosa. Gejala lain
adalah nyeri perut dan pinggang bawah saat menstruasi, sensasi kenyang,
sering berkemih, sembelit, dan nyeri saat berhubungan seksual.2-4 Keluhan
penting adalah seringnya abortus spontan atau sulit hamil terutama pada
mioma submukosa. Mioma intramural dengan ukuran >2,5 cm dapat
mengganggu proses persalinan normal. 5
- Pemeriksaan Fisik
Dijumpai kondisi anemis yang ditandai konjungtiva, tangan dan kaki pucat.
Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras,
bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, dan tidak nyeri. Mioma uteri dapat
ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri
menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus. Volume tumor akan
menyebabkan keluhan pembesaran perut. 5
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah darah lengkap
terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan laboratorium lainnya
disesuaikan dengan keluhan pasien. Anemia merupakan akibat paling sering
dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang berlebihan dan
habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya
hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan
mioma terhadap ureter yang menyebabkan peningkatan tekanan balik ureter
dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal. 8
- Pemeriksaan Imaging
Ultrasonografi
USG transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus

15
yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan
gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus
hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya
daerah yang hipoekoik 8
Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
Dapat digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah kavum
uteri pada pasien infertile. 8
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma
tetapi jarang diperlukan dan biaya pemeriksaan lebih mahal. Pada MRI,
mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari
miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat
dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan. 8

2.9 Penatalaksanaan

Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi reproduksi,


keadaan umum, lokasi dan ukuran tumor serta gejala yang ditimbulkan, sehingga
biasanya mioma yang ditangani, yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta
mioma yang diduga menyebabkan infertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri
terbagi atas penanganan konservatif dan operatif . 4

- Penanganan konservatif
Bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara
penanganan konservatif sebagai berikut :
o Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
o Bila anemia(Hb<8g/dl),maka lakukan transfusi.
o Terapi Medisinalis (Hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) agonist
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang

16
ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonist bertujuan
untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi
estrogen dari ovarium. Dari penelitian didapatkan data bahwa
pemberian GnRH agonist selama 6 bulan pada pasien dengan mioma
uteri, didapatkan adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%.
Efek maksimal pemberian GnRH agonist baru terlihat setelah 3 bulan
Pada 3 bulan berikutnya, tidak terjadi pengurangan volume mioma
secara bermakna.4 Pemberian GnRH agonist sebelum dilakukan
tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor
sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal
lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan
mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal, namun tidak
dapat mengurangi ukuran mioma. 4

- Penanganan Operatif.
Pada keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdominal akut,
siapkan tindakan bedah gawat darurat untuk menyelamatkan penderita.
Pilihan prosedur bedah terkait dengan mioma uteri adalah miomektomi atau
histerektomi. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi
pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :
1. Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi konservatif
2. Dugaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi
tuba
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7. Anemia akibat perdarahan .4

o Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang

17
ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Dewasa ini ada beberapa tindakan untuk melakukan
miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histereskopi,
maupun dengan laparoskopi.Tindakan miomektomi dapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukosum pada mioma geburt dengan cara
ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat
mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi
ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka
kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. 1,4

o Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk pengangkatan uterus.
Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan
perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus
secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar
30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan
mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia,
metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran
uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu. Histerektomi
perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu Total Abdominal
Histerektomi (TAH) dan Subtotal Abdominal Histerektomi (STAH).
Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang
lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada
ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH
akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma
serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian
didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap
mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang
timbul pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan

18
perdarahan pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien
yang menjalani STAH . 1.4
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan
vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen.
Histerektomi pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih
kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya.
Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan
prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka
sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska
operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang
menjalani histerektomi vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang
menjalani histerektomi abdominal. 1.4
Prosedur histerektomi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis.
Miolisis per laparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan
menimbulkan devaskularisasi mioma sehingga mengurangi gejala yang
terjadi. 1.4

2.10 Prognosis

Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan mengecil dalam 6
bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma simptomatis sebagian besar
berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi rekurensi dapat terjadi pada 15- 33%
pasca-tindakan miomektomi. Setelah 5-10 tahun, 10% pasien akhirnya menjalani
histerektomi. Pasca-embolisasi, tingkat kekambuhan mencapai 15-33% kasus dalam
18 bulan sampai 5 tahun setelah tindakan. 9,10

Konsepsi spontan dapat terjadi pasca- miomektomi atau setelah radioterapi. Pada
penelitian retrospektif, kejadian sectio caesaria meningkat pada wanita hamil dengan
mioma uteri karena kejadian malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prematuritas,
dan kematian janin dalam kandungan.2

Mioma uteri bersifat jinak, risiko menjadi keganasan sangat rendah, hanya sekitar 10-
10
20% mioma berkembang menjadi leiomiosarkoma. Suatu studi menyimpulkan
bahwa transformasi maligna hanya terjadi pada 0,25% (1 dari 400 kasus) wanita yang
telah menjalani pembedahan.8 Keganasan umumnya dipicu oleh riwayat radiasi

19
pelvis, riwayat penggunaan tamoksifen, usia lebih dari 45 tahun, perdarahan
intratumor, penebalan endometrium, dan gambaran heterogen pada gambaran
radiologis MRI.9

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Keseatan RI. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan


Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kemenkes RI

2. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of uterine myomas: A


review. Internat J Fertil Steril. 2016;9(4):424-35

3. Moawad NS, et all. 2018. Uterine Fibroids : A Clinical Casebook. USA: Springer

4. Adriaansz G, 2011. Tumor Jinak Organ Genitalia . Dalam Anwar M, Baziad A,


Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta.

5. Rafael FV, Geraldine EE. Pathophysiology of uterine myomas and its clinical
implications. New York: Springer; 2015 dalam Lubis NP. 2020. Diagnosis dan
Tatalaksana Mioma Uteri. CDK-284/ vol. 47 no. 3

6. Andrea C, Jacopo DG, Piergiorgio S, Nina M, Stefano RG, Petro L, et al.


Uterine fibroids: Pathogenesis and interactions with endometrium and
endomyometrial junction. Obstet Gynecol Int. 2013;2013:173184. Dalam Lubis
NP. 2020. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDK-284/ vol. 47 no. 3

7. Prawiroharjo, S. Ilmu Kebidanan. 2016. Jakarta: PT Bina Pustaka Purwono.

8. Hadibroto BR, 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No. 3
September 2005. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan.

9. Maria SD, Edward MB. Uterine fibroids: Diagnosis and treatment. Am Fam
Physician. 2017;95(2):100-7

10. Alistair RW. Uterine fibroids-what’s new Pubmed Central. 2017; 6: 2109.

21

Anda mungkin juga menyukai