Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

Oleh :
SILVIA DWI AGUSTIN 201510330311089

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
BAB II
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera.Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis. Trauma penetrasi dan
Trauma non penetrasi. Pukulan langsung, misalnya kena pinggir bawah stir mobil
atau pintu yang masuk (intruded) pada tabrakan kendaraan bermotor, dapat
mengakibatkan cedera tekanan atautindasan pada isi abdomen. Kekuatan ini merusak
bentuk organ padat atau berongga dandapat mengakibatkan ruptur, khususnya pada
organ yang menggembung (misalnya uterus yang hamil), dengan perdarahan
sekunder dan peritonitis. Shearing injuries pada organ isi abdomen merupakan bentuk
trauma yang dapat terjadi bila suatu alat penahan (seperti sabuk pengaman jenis lap
belt atau komponen sabuk bahu) dipakai dengan cara yangsalah.Penderita yang
cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor juga dapat menderita cedera deceleration
karena gerakan yang berbeda dari bagian badan yang bergerak dan yang tidak
bergerak, pada hati dan limpa yang sering terjadi (organ bergerak)
ditempat jaringan pendukung (struktur tetap) pada tabrakan tersebut. Pada penderita
yang dilakukan laparatomi oleh karena trauma tumpul (blun injury), organ yang
paling sering cedera, adalah limpa (40 – 55%), hati (35 – 45%) dan hematoma
retroperitoneum (15%).
Sampai saat ini cedera abdomen yang luput dari diagnosis masih merupakan
penyebab kematian yang dapat dicegah (preventable death) pada penderita dengan
dengan trauma batang tubuh (trunk). Kurangnya data mengenai riwayat kesehatan
pasien, kronologis kejadian, luka atau trauma lain yang dapat mengalihkan perhatian,
dan perubahan status mental sebagai akibat dari cedera kepala atau intoksikasi,
membuat trauma tumpul abdomen sulit untuk didiagnosis dan ditatalaksana. Pasien
dengan trauma tumpul abdomen biasanya datang dengan cedera abdominal dan extra
abdominal yang memerlukan perawatan lanjut yang rumit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
Trauma Tumpul Abdomen mengenai definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis, dan penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Trauma Tumpul Abdomen beserta
patofisiologi dan penangananannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi
Trauma abdomen adalah trauma yang melibatkan daerah antara diafragma pada
bagian atas dan pelvis pada bagian bawah. Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe
yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen. Trauma abdomen dapat
menyebabkna perforasi, sepsis, dan perdarahan yang sering menyebabkan kematian.
Berdasarkan organ yang terkena bisa dibagi menjadi dua, yakni Organ padat : hepar,
limpa (gejala utama perdarahan). Organ berongga : usus, saluran empedu (gejala
utama peritonitis. Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling
sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal
dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding
anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya
berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah
setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan
tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum
inguinale. Regio abdomen tersebut adalah: 1) hypocondriaca dextra, 2) epigastrica, 3)
hypocondriaca sinistra, 4) lumbalis dextra, 5) umbilical, 6) lumbalis sinistra, 7)
inguinalis dextra, 8) pubica/hipogastrica, 9) inguinalis sinistra
Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu :
rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis. rongga pelvis
sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal.
Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah. rongga peritoneal
atas, yang ditutupi tulang tulang toraks, termasuk diafragma, liver, lien, gaster dan
kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai komponen torako-abdominal
dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi usus halus, sebagian kolon
ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ reproduksi pada wanita.
Rongga retroperitoneal terdapat di abdomen bagian belakang, berisi aorta
abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar duodenum, pancreas, ginjal, dan
ureter, permukaan paskaerior kolon ascenden dan descenden serta komponen
retroperitoneal dari rongga pelvis. Sedangkan rongga pelvis dikelilingi oleh tulang
pelvis yang pada dasarnya adalah bagian bawah dari rongga peritoneal dan
retroperitoneal. Berisi rektum, kandung kencing, pembuluh darah iliaka, dan organ
reproduksi interna pada wanita.

2. 2 Epidemiologi
Trauma abdomen, merupakan penyebab kematian yang cukup sering,
ditemukan sekitar 7 – 10% dari pasien trauma. Di Eropa, trauma tumpul abdomen
sering terjadi, sekitar 80% dari keseluruhan trauma abdomen. Pada tigaperempat
kasus trauma tumpul abdomen, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering
dan sering ditemukan pada pasien politrauma. Diikuti oleh jatuh sebagai penyebab
kedua tersering. Hal ini seringnya berhubungan 10 dengan tindakan percobaan bunuh
diri, kecelakaan kerja, dan kecelakaan saat olahraga.
Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara nasional adalah
sebesar 8,2%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%)
dan terendah di Jambi (4,5%). Penyebab cedera secara umum yang terbanyak adalah
jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera
karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan
kejatuhan (2,5%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di
Bengkulu (56,4 persen) dan terendah di Papua (19,4%) (Riskesdas 2013). Pada
trauma tumpul abdomen, cedera organ intra abdomen yang didapatkan umumnya
merupakan organ solid, terutama lien dan hepar dimana kedua organ ini dapat
menyebabkan perdarahan intra abdomen. Sedangkan untuk organ berongga cukup
jarang terjadi, dan seringnya dihubungkan dengan seat-belt atau deselerasi kecepatan
tinggi.
2.3 Etiologi
 Penyebab trauma penetrasi
 Luka akibat terkena tembakan
 Luka akibat tikaman benda tajam
 Luka akibat tusukan
 Penyebab trauma non-penetrasi
 Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
 Hancur (tertabrak mobil)
 Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
 Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
2.4 Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-
tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-
tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas
dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok
telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada
fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan
2.5 Gejala & Diagnosis
Initial resuscitation dan penatalaksanaan pasien trauma berdasarkan pada
protokol Advanced Trauma Life Support. Penilaian awal (Primary survey) mengikuti
pola ABCDE, yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability (status neurologis),
dan Exposure.
A. Intial assesment
Trauma tumpul abdomen akan muncul dalam manifestasi yang sangat
bervariasi, mulai dari pasien dengan vital sign normal dan keluhan minor hingga
pasien dengan shock berat. Bisa saja pasien datang dengan gejala awal yang ringan
walaupun sebenarnya terdapat cedera intraabdominal yang parah. Jika didapati bukti
cedera extraabdominal, harus dicurigai adanya cedera intraabdominal, walaupun
hemodinamik pasien stabil dan tidak ada keluhan abdominal. Pada pasien dengan
hemodinamik yang tidak stabil, resusitasi dan penilaian harus dilakukan segera.
Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan secara teliti dan sistematis, dengan
urutan inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Penemuannya positif dan negatif
harus dicatat dengan teliti dalam rekam medik.
1. Inspeksi
Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian. Bila
dipasang pakaian Pneumatic Anti Shock Garment dan hemodinamik penderita stabil,
segmen abdominal dikempeskan sambil tekanan darah penderita dipantau dengan
teliti. Penurunan tekanan darah sistolik lebih adari 5 mmHG adalah tanda untuk
menambah resusitasi cairan sebelum meneruskan pengempesan (deflasi). Perut depan
dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, harus diperiksa apakah ada
goresan, robekan, ekomosis, luka tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya
omentum atau usus kecil, dan status hamil. Seat belt sign, dengan tanda konstitusi
atau abrasi pada abdomen bagian bawah, biasanya sangat berhubungan dengan cedera
intraperitoneal. Adanya distensi abdominal, yang biasanya berhubungan dengan
pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus sebagai akibat dari iritasi peritoneal
merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Adanya kebiruan yang melibatkan
region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner sign) menandakan adanya
perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal, atau fraktur pelvis.
Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya perdarahan
peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas, akan tetapi tanda-tanda
ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam atau hari. Fraktur costa yang
melibatkan dada bagian bawah, biasanya berhubungan dengan cedera lien atau liver.
2. Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak. Penurunan
suara usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena perdarahan atau
ruptur organ berongga. Cedera pada struktur berdekatan seperti tulang iga, tulang
belakang atau tulang panggul juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada
cedera intraabdominal, sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada
cedera intrabdominal. Adanya suara usus pada thorax menandakan adanya cedera
pada diafragma.
3. Perkusi
Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat menunjukkan
adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat menunjukkan adanya
bunyi timpani di kuadran atas akibat dari dilatasi lambung akut atau bunyi redup bila
ada hemoperitoneum.
4. Palpasi
Kecenderungan untuk mengeraskan dinding abdomen (voluntary guarding)
dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans muskuler (involuntary
guarding) adalah tanda yang andal dari iritasi peritoneum. Tujuan palpasi adalah
untuk mendapatkan apakah didapati nyeri serta menentukan lokasi nyeri tekan
superficial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas tekan. Nyeri lepas tekan biasanya
menandakan adanya peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus. Pada
truma tumpul abdomen perlu juga disertai kecurigaan adanya fraktur pelvis. Untuk
menilai stabilitas pelvis, yaitu dengan cara menekankan tangan pada tulang-tualng
iliaka untuk membangkitkan gerakan abnormal atau nyeri tulang yang menandakan
adanya fraktur pelvis.
Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi cedera intraperitoneal,
keakuratan pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma tumpul abdomen hanya
berkisar antara 55–65%. Tidak adanya tanda dan gejala yang ditemukan dalam
pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan adanya cedera yang serius, sehingga
diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik lagi untuk menghindarkan missed injury.
Walaupun tidak ditemukan tanda dan gejala, adanya perubahan sensoris atau
cedera extraabdominal yang disertai nyeri pada pasien trauma tumpul abdomen harus
lebih mengarahkan kepada cedera intrabdominal. Lebih dari 10% pasien dengan
cedera kepala tertutup, disertai dengan cedera intraabdominal, dan 7% pasien trauma
tumpul dengan cedera extraabdominal memiliki cedera intraabdominal, walaupun
tanpa disertai rasa nyeri. Pada pasien sadar tanpa cedera luar yang terlihat, gejala
yang paling terlihat dari trauma tumpul abdomen adalah nyeri dan peritoneal
findings. Pada 90% kasus, pasien dengan cedera visceral datang dengan nyeri lokal
atau nyeri general. Tanda-tanda ini bukan merupakan tanda yang spesifik, karena
dapat pula ditemukan pada isolated thoracoabdominal wall constitution atau pada
fraktur costa bawah. Dan yang paling penting, tidak adanya nyeri pada pasien sadar
dan stabil lebih menandakan tidak adanya cedera. Meskipun demikian, cedera
intrabdominal bisa didapati pada pasien sadar dan tanpa nyeri.
Hipotensi pada trauma tumpul abdomen sering sebagai akibat dari perdarahan
organ padat abdomen atau cedera vasa abdominal. Walaupun sumber perdarah
extraabdominal (misalnya, laserasi kulit kepala, cedera dada, atau fraktur tulang
panjang) harus segera diatasi, tapi evaluasi cavitas peritoneal juga tidak boleh
diabaikan. Pasien dengan cedera kepala ringan tidak bisa menyebabkan shock,
kecuali pada pasien dengan cedera intracranial, atau pada bayi dengan perdarahan
intracranial atau cephalohematoma.
Pemeriksaan rectal jarang menunjukkan adanya darah atau subcutaneous
emphysema, tapi jika didapati, tanda tersebut berkaitan dengan cedera abdomen.
Evaluasi tonus rectal merupakan bagian yang sangat penting untuk pasien dengan
kecurigaan cedera spinal. Palpasi high-riding prostate mengarahkan indikasi pada
cedera uretra.
Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien yang sadar baik yaitu : 
Nyeri perut  Nyeri tekan pada abdomen  Perdarahan gastrointestinal 
Hipovolemik  Tanda-tanda peritonitis. Keluhan nyeri perut maupun nyeri tekan pada
abdomen memiliki sensitifitas yang baik untuk mengidentifikasi cedera organ
intraabdomen, tetapi sensitifitas tersebut dapat menurun bila didapatkan penurunan
skor Glasgow Coma Scale (GCS). Evaluasi terhadap cedera penyerta yang
berhubungan sangat diperlukan pada pasien yang mengalami trauma tumpul
abdomen.
Pada pemeriksaan fisis, ada beberapa tanda yang dapat membantu untuk
memprediksi kemungkinan cedera organ intraabdomen, yaitu :  Lap belt marks :
berhubungan dengan ruptur usus halus  Kontusio dengan steering wheel shaped 
Ekimosis pada daerah panggul (Grey Turner sign) atau umbilicus (Cullen sign) :
mengindikasikan perdarahan retroperitoneal tetapi biasanya timbul setelah beberapa
jam sampai beberapa hari  Distensi abdomen  Terdengar bising usus pada daerah
thorak : mengindikasikan cedera pada diafragma  Bruit pada abdomen :
mengindikasikan adanya penyakit vaskuler yang mendasari atau adanya fistel
arteriovenous fistula.  Nyeri tekan lokal atau difus, disertai rigiditas : kemungkinan
cedera peritoneum  Krepitasi atau thoracic cage yang tidak stabil mengindikasikan
kemungkinan cedera lien atau hepar.
Studi Diagnostik Khusus
Radiologi
Tes radiologi dapat menyampaikan informasi penting untuk penatalaksanaan
pasien trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan radiologi diindikasikan pada pasien
stabil, jika dari pemeriksaan fisik dan lab tidak bisa disimpulkan diagnosik.
Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes radiologi dan dapat
beresiko mengalami cedera spinal. Penyebab dari pasien yang tidak koopertatif ini
harus dievaluasi, misalnya karena hipoksia atau cedera otak. Demi kelancaran, pasien
tersebut dapat dipertimbangkan untuk diberi sedatif.
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP, dan pelvis
AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto
abdomen 3 posisi (telentang, setengah tegak dan lateral dekubitus) berguna untuk
melihat adanya udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di
retroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk
dilakukannya laparotomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan adanya
kemungkinan cedera retroperitoneal. Foto polos abdomen memiliki kegunaan yang
terbatas, dan sudah digantikan oleh CT-scan dan USG
Computed Tomography ( CT-scan )
CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport penderita ke
scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan scanning dari abdomen atas
bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu dan hanya digunakan pada
penderita dengan hemodinamik normal. CT-scan mampu memberikan informasi yang
berhubungan dengan cedera organ tertentu dan tingkat keparahannya, dan juga dapat
mendiagnosis cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar diakses melalui
pemeriksaan fisik maupun DPL. Kotraindikasi relatif terhadap penggunaan CT
meliputi penundaan karena menunggu scanner, pendrita yang tidak kooperatif, dan
alergi terhdap bahan kontras.
Ultrasound
Ultrasound digunakan untuk mendeteksi adanya darah intraperitonum setelah
terjadi trauma tumpul. USG difokuskan pada daerah intraperitoneal dimana sering
didapati akumulasi darah, yaitu pada
1. kuadran kanan atas abdomen (Morison's space antara liver ginjal kanan)
2. kuadran kiri ats abdomen (perisplenic dan perirenal kiri)
3. Suprapubic region (area perivesical)
4. Subxyphoid region (pericardiumhepatorenal space)
Metode pemeriksaan ultrasound pada kasus trauma tumpul abdomen adalah
FAST (Focused Abdominal Sonogram for Trauma). Tujuan primer dari FAST adalah
mengidentifikasi adanyan hemoperitonium pada pasien dengan kecurigaan cidera
intra-abdomen. Indikasi FAST adalah pasien yang secara hemodinamik unstable
dengan kecurigaan cedera abdomen dan pasien-pasien serupa yang juga mengalami
cedera ekstra-abdominal signifikan (ortopedi, spinal, thorax, dll.) yang memerlukan
bedah non-abdomen emergensi.

2.6 Penatalaksanaan

Indikasi Klinis Laparotomi


Laparotomi segera diperlukan setelah terjadinya trauma jika terdapat indikasi
klinis sebagai berikut :
1. kehilangan darah dan hipotensi yang tidak diketahui penyebabnya, dan pada pasien
yang tidak bisa stabil setelah resusitasi, dan jika ada kecurigaan kuat adanya
cedera intrabdominal
2. adanya tanda - tanda iritasi peritoneum
3. bukti radiologi adanya pneumoperitoneum konsisten
4. dengan ruptur viscera
5. bukti adanya ruptur diafragma
6. jika melalui nasogastic drainage atau muntahan didapati adanya GI bleeding yang
persisten dan bermakna.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama trauma tumpul
adalah cedera yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera iatrogenic, intra
abdomen sepsis dan abses,resusitasi yang tidak adekuat, rupture spleen yang muncul
kemudian . Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpulabdomen
karena adanya rupture pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis
adalahterjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-
organ intra abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum,
kandung empedu,apendiks,dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma,
darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami
strangulasi, pankreatitis, Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan
peritonitis antara lain:
1. Nyeri perut seperti ditusuk
2. Perut yang tegang (distended)
3.Demam (>380C)
4.Produksi urin berkurang
5.Mual dan muntah
6.Haus
7.Cairan di dalam rongga abdomen
8.Tidak bisa buang air besar atau kentut
9.Tanda-tanda syok Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi
2.8 Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi. Tanpa data statistik
yangmenggambarkan jumlah kematian di luar rumah sakit, dan jumlah pasien total
dengan traumaabdomen, gambaran spesifik prognosis untuk pasien trauma intra
abdomen sulit. Angkakematian untuk pasien rawat inap berkisar antara 5-10%
BAB III
KESIMPULAN

Pada pasien dengan cedera intraabdominal perlu dilakukan konsultasi segera


dengan ahli bedah. Bila fungsi vital pasien bisa diperbaiki, maka evaluasi dan
penanganan akan bervariasi sesuai dengan cederanya.
Semua pasien trauma tumpul dengan hemodinamik yang tidak stabil harus
segera dinilai kemungkinan perdarahan intraabdominal maupun kontaminasi GI tract
dengan melakukan DPL, ataupun FAST. Pasien peritonitis dengan hemodinamik
normal bisa dinilai dengan CT scan, dengan keputusan operasi didasarkan pada organ
yang terkena dan beratnya trauma.
Indikasi untuk laparotomi ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, ultrasound
(USG), computed tomography (CT), dan DPL.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon. 2004. Advanced Trauma Life Support.


Terjemahan IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia). First Impression :USA
Dunn KM, Rottenberger DA, Colon, rectum anus. Dalam: Brunicardi FC,
Andersen DK, Billiar TR, penyunting, Schwartz’s manual of surgery. Edisi ke 10.
New york:McGraw-Hill,2014
Jong, Wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . EGC : Jakarta
King, Maurice . 2002. Bedah Primer Trauma. EGC : Jakarta
Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus
fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada : Yogyakarta
Richard A Hodin, MD. 2007. General Approach to Blunt Abdominal
Trauma in Adult. UpToDate
Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC : Jakarta
Sandy Craig, MD. 2006. Abdominal Blunt Trauma. E-Medicin

Anda mungkin juga menyukai