Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

Rest Plasenta

Di susun oleh:

Rangga Kembang Taruna, S.ked

Pembimbing :

dr. Dewa Made Sucipta, Sp.OG

SMF Obstetri Dan Ginekologi RSUD dr. R. Seodjono Selong


Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Fakultas Kedokteran
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani
sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Rest Plasenta”. Laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam
mengikuti stase obgyn di RSUD dr. R. Seodjono Selong.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dewa
Made Sucipta, Sp.OG sebagai dosen pembimbing klinis, serta berbagai pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan


kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan kasus ini dapat
memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Selong, 31 Desember 2020

Penulis
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
 Nama : Ny. E
 Umur : 35 tahun
 Alamat : Sakra
 Suku : Sasak
 Bangsa : Indonesia
 Agama : Islam
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 MRS : 27 Desember 2020 Pukul 12.00 WITA
 No. RM : 514362

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Perdarahan dari jalan lahir setelah melahirkan sejak 2 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasein post partum dirujuk dari PKM mengeluhkan keluar darah banyak
dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS. Pasien sebelumnya melahirkan secara
spontan di PKM dan mengatakan ari-ari hanya keluar sebagian. Pasien
mengaku melahirkan tanggal 26 Desember 2020 pukul 10.30 WITA. Darah
yang keluar berwarna merah dan bergumpal, perdarahan dirasakan terus
menerus. mulas-mulas disangkal keluhan pusing disangkal pasien.
Riwayat kehamilan Sebelumnya
Persalinan
Hamil
UK Tempa JK BBL Ket
ke Jenis Penolong
t

1 9 bln PKM Spontan Biasa Bidan P 2700 H

2 9 bln PKM Spontan Biasa Bidan L 3000 H

Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 12 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Lama : 7 hari
d. Dismenore :-
Riwayat kehamilan sekarang
a. Hamil ke :-
b. HPHT :-
c. HTP :-
d. UK :-
e. Tanda Bahaya :-
f. ANC :-
g. TT :-
Riwayat Penyakit yang pernah diderita atau sedang diderita
a. Hipertensi :-
b. Diabetes :-
c. Riwayat Kembar :-
d. Lainnya :-
Status Perkawinan : Istri 1x, suami 1x, lamanya (± 18 Tahun)
Riwayat KB sebelumnya :-
Rencana KB :-
C. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,0 0C
Pernafasan : 20 x/menit
Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax
 Paru
Inspeksi : Simetris kanan-kiri
Palpasi : Stemfremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-).
 Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen (Pemeriksaan Obstetri/Gynekologi)
a. Palpasi : His (-),
 Leopold I : Tfu 3 jari dibawah pusat
 Leopold II : -
 Leopold III : -
 Leopold IV : -
b. Auskultasi DJJ : -
c. VT : Darah (+), stolsel (+), pembukaan portio 3 jari
Ekstremitas : Edema (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Darah Lengkap
Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

Hemoglobin 10.2 g/dL 12.0 – 16.0 Low


Lekosit 10,56 103/uL 4.30– 11.30 Normal
Hitung Jenis Lekosit

 Neutrofil 6.39 103/uL 1.50 – 7.00 Normal

 Limfosit 2.11 103/uL 1.00 – 3.70 Normal

 Monosit 0.60 103/uL 0.00 – 0.70 Normal

 Eosinofil 0.21 103/uL 0.00 – 0.40 Normal

 Basofil 0.02 103/uL 0,00 – 0.10 Normal


Eritrosit 5.23 106 /uL 2.50– 5.50 Normal

Hematokrit 31.9 % 26.0– 50.0 Normal


Index Eritrosit

 MCV 74,2 fL 86.0 – 110.0 Normal

 MCH 24,2 pg 26.0 – 38.0 Normal

 MCHC 32.6 g/dL 31.0 – 37.0 Normal


RDW-CV 15.4 % 11.0 – 16.0 Normal
Trombosit 280 103/uL 150 – 450 Normal

 Pemeriksaan Serologis
Covid-19 Non-Reaktif
E. DIAGNOSIS
P2A0 dengan HPP ec Rest Plasenta

F. PENGOBATAN/TINDAKAN
 Dilakukan Kuretase
 Amoxicillin 3x500mg
 Asam Mefenamat 3x500mg
 Methergin 3x0,125mg
 SF 2x1

G. FOLLOW UP
Hari/tgl/ja
Hasil Pemeriksaan & Perkembangan
m

Jumat/28- S: Keluhan nyeri jalan lahir setelah di kuretase


12-2020/
O: Ku baik , kesadaran Composmentis.
12.00
TD : 110/80, N : 90x, T : 37,0, RR : 20x.

TFU : 3 jari bawah pusat

Perdarahan dari jalan lahir ↓ BAK & BAB (+)

A : P2A0 Post kuretase a/i HPP ec Rest Plasenta

P:

 Amoxicillin 3x500mg
 Asam Mefenamat 3x500mg
 Methergin 3x0,125mg
 SF 2x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN (PPP)

Definisi
Perdarahan pascapersalinan (perdarahan postpartum/ Hemorraghic
postpartum) adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir (pada
kala III).
Klasifikasi
Berdasarkan waktunya, perdarahan pascapersalinan dibedakan atas :
a. Perdarahan pascapersalinan primer / dini (early postpartum hemorrhage),
Adalah perdarahan ≥ 500 cc yang terjadi pada 24 jam pertama setelah
persalinan. Etiologi dari perdarahan pascapersalinan dini biasanya
disebabkan oleh:
 atonia uteri
 laserasi jalan lahir
 ruptura uteri
 inversio uteri
 plasenta akreta
 gangguan koagulasi herediter
b. Perdarahan pascapersalinan sekunder / lambat (late postpartum
hemorrhage), merupakan perdarahan sebanyak ≥ 500 cc yang terjadi
setelah 24 jam pascapersalinan.
Etiologi dari perdarahan pascapersalinan lambat biasanya disebabkan oleh:
1. sisa plasenta
2. subinvolusi dari placental bed
Perdarahan pasacapersalin dini lebih sering terjadi, melibatkan perdarahan
yang masif dan menimbulkan morbiditas, dan terutama paling sering disebabkan
oleh atonia uteri.

SISA PLASENTA (PLACENTAL REST)

Definisi
Perdarahan pascapersalinan dini dapat terjadi
sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput
janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara
manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-
obat uterotonika intravena.
Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan
sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta
adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam (30 menit)
setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian atau
sisa plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum
primer atau perdarahan post partum sekunder.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Etiologi
 Plasenta belum lepas dari dinding uterus
 Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan
 Penyebab Retensio Plasenta :
a. Fungsional
- His kurang kuat (penyebab tersering)
- Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba);
bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya
(plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas dari uterus
karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
b. Patologi anatomi
- Plasenta akreta : implantasi plasenta menembus desidua basalis dan
Nitabuch layer
- Plasenta inkreta : plasenta sampai menembus miometrium
- Plasenta perkreta : vili korialis sampai menembus perimetrium.
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas
seksio sesarea, riwayat kuret berulang, dan multiparitas.

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika
lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta
adhesiva)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhessiva).
Plasenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Plasenta adhesiva
merupakan implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
2. Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium – sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)4.
Plasenta akreta, yang mana villi khorialis menembus lebih kedalam dinding
rahim (miometrium) tetapi belum menembus serosa (sampai kebatas atas
lapisan otot rahim). Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium. Lebih sering terjadi pada pasien yang
sebelumnya pernah operasi seksio sesarea.6
Plasenta inkreta, dimana villi khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua sampai ke miometrium. Implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki lapisan miometrium
Plasenta perkreta , kalau villi khorialis menembus lapisan otot dan mencapai
serosa atau peritoneum dinding rahim dan menembusnya. Implantasi jonjot
korion menembus lapisan otot sampai lapisan serosa dinding uterus.6
3. Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya
juga dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak


dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi
jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat
di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.

Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan


ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme
kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
 Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.

 Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta


melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

 Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan


pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.

 Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta


bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya
fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.

Diagnosa
Diagnosis retensio plasenta ditegakkan atas dasar lamanya plasenta lahir
setelah kelahiran bayi. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran
darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat,
uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk
ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah
dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus
menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina.
Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering
tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan
tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang
biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan
dengan tarikan ringan pada tali pusat
Untuk mengetahui plasenta sudah lepas dari tempatnya dapat dipakai
beberapa perasat, yaitu :
 Perasat Kustner : tangan kanan meregangkan tali pusat, tangan kiri
menekan daerah diatas simfisis. Bila tali pusat masuk kembali kedalam
vagina, berarti tali pusat belum lepas.
 Perasat Strassman : tangan kanan meregangkan tali pusat, tangan kiri
mengetok fundus uterus. Bila terasa pada tali pusat yang diregangkan
berarti tali pusat belum terlepas.
 Perasat Klein : pasien disuruh mengedan, tali pusat tampak turun ke
bawah. Bila pengedanannya berhenti dan tali pusat masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Pada kasus perdarahan pasca persalinan karena sisa plasenta di dalam
kavum uteri, seringkali disebabkan karena plasenta akreta, yaitu plasenta yang
melekat erat pada dinding kavum uteri, vili korialis menanamkan diri lebih dalam
ke dinding rahim, yang pada plasenta normal, hanya menanamkan diri sampai
batas atas lapisan otot rahim. Plasenta akreta dibedakan menjadi plasenta akreta
kompleta (jika seluruh permukaan melekat erat pada dinding rahim), dan plaseta
akreta parsialis (hanya beberapa bagian dari plasenta yang melekat erat dengan
dinding rahim).
Plasenta akreta yang kompleta, plasenta ipnkreta, dan plasenta perkreta
jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya
desidua yang terlalu tipis.. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta.

Tatalaksana
Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke
tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
Penanganan sebagai berikut :
 Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 
 Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
 Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
 Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. .
 Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
 Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
 Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g
IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g
supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Premature Birth. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical,
New York, 2010.
2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2016. hal 492-521.
Perdarahan Kehamilan lanjut : Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2018. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Edisi ke-5. PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
4. Johanes C. Mose. Gestosis, dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Edisi 2. EGC.
Jakarta: 2004.
5. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi. Ilmu Kesehatan
Produksi. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.
6. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum.
Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
7. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan
Produksi. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.50p.
8. Available at http//www.jurnaldokter.com. Kala3. Tahap Pengeluaran
Plasenta.Accessed on August 20, 2011

Anda mungkin juga menyukai